Anda di halaman 1dari 98

PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI

NON PERTANIAN DI KABUPATEN PURW OREJO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum


Universitas Muhamm adiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Dwi Kurnia Ariyanti

20100610053

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

i
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI

NON PERTANIAN DI KABUPATEN PURW OREJO

Disusun Oleh:

Dwi Kurnia Ariyanti

20100610053

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sunarno, S.H.,M.HUM Ahmad Husni MD, H.,S.H., M.H.

NIK:153046 NIK: 153003

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI


NON PERTANIAN DI KABUPATEN PURW OREJO

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji dalam Ujian Pendadaran

pada tanggal 19 April 2014

KETUA

Beni Hidayat, S.H., M.HUM

NIK: 153030

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sunarno, S.H.,M.HUM Ahmad Husni MD, H.,S.H., M.H.

NIK:153046 NIK: 153003

Mengesahkan

Dekan Fakultas Hukum


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Trisno Raharjo, SH, M.Hum

NIK: 153028

iii
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH BERUPA TUGAS AKHIR
MAHASISW A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAM MADIYAH
YOGYAKARTA

Bismillahirohman nirrohim
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dwi Kurnia Ariyanti


NIM : 20100610053

Adalah benar-benar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah


Yogyakarta yang telah melakukan penulisan Karya Tulis Ilm iah (Tugas Akhir)
berupa skripsi/Studi Kasus Hukum dengan judul:

PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI


NON PERTANIAN DI KABUPATEN PURW OREJO

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini saya menyatakan:

1. Bahwa karya ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang
dalam penyusunannya tunduk dan patuh terhadap kaidah, etika dan norma-
norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan keentuan yang
berlaku;
2. Bahwa hasil karya ilmiah ini adalah benar-benar tulisan saya sendiri, bebas
dari unsur-unsur yang dapat dikatagorikan sebagai melakukan perbuatan
‘penjiplakan karya ilmiah (plagiat)’.

Selajutnya berkaitan dengan hal di atas, saya sanggup Menerima sanksi baik sanksi
administratif, akademik, jika saya terbukti secara kuat dan meyakinkan telah
melakukan perbuatan yang menyimpang dari pernyataan tersebut. Demikian, Surat
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam kondisi sehat jasmani dan
rohani, dengan sadar serta tidak ada tekanan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun.

Purworejo, 15 Februari 2014

Yang membuat pernyataan

Dwi Kurnia Ariyanti

iv
MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila

kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-

sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah

hendaknya kamu berharap”

(Q.S. Al-Insyirah :6-8)

“Setiap manusia adalah mati, kecuali mereka yang berilmu. Setiap

yang berilmu ada dalam keadaan tertidur, kecuali mereka yang

beramal. Setiap yang beramal adalah tertipu kecuali ikhlas dan

mereka yang ikhlas akan senantiasa berada dalam kekhawatiran.”

(Imam Syafi’i)

v
Persembahan….
• Allah SWT the great, the one and the only God, segala

puji bagi-Mu atas penciptaan terhadap diriku dimuka

bumi ini.

• Bunda, satu-satunya wanita yang pantas kuhormati dan

kupatuhi, terimakasih atas segala pengorbanan dan

perhatiannya.

• Ayah, hanya engkau lelaki yang pantas ku junjung, tidak

cukup kata-kata menjelaskan arti curahan kasih sayang

kalian sebagai orang tua.

• Kakakku Eko Ariyani, terimakasih sudah mendukungku.

• My soulmate, Bayu Prihast tak akan selesai tulisan ini

tanpa cinta dan semua rasa sayang untuk ku. Kaulah

alasan perjuangan hidupku, jangan lelah menyayangi

dan mencintaiku.

vi
• Sahabatku Rima Diantika terimakasih telah bersedia

bertukar pikiran.

• Teman-teman seperjuangan hukum 2010, semoga

kekompakan FH 2010 selalu terjaga dengan baik.

• Mas Nur Sapta Evandu terimakasih telah memberikan

doa.

vii
KATA PENG ANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin, puji


syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas Limpahan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, Jurusan Ilmu Hukum di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Skripsi ini oleh penulis diberi judul “PELAKSANAAN IZIN


ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN ME NJADI NON
PERTANIAN DI KABUPATEN PURW OREJO”. Penulis mencoba
memberi gambaran mengenai Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan
Pertanian Menjadi Non Pertanian Di Kabupaten Purworejo. Penulis
dengan penuh kesadaran mengakui bahwa dalam pengungkapan
informasi, analisis dan pembahasan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna, hal ini disebabkan, karena keterbatasan penulis dalam
pengalaman dan Ilmu pengetahuan yang diperoleh. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. Yang terhormat, Bapak Dr. Trisno Raharjo, SH, M.Hum, selaku


Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Yang terhormat, Bapak Sunarno, S.H.,M.HUM dan Bapak Ahmad
Husni MD, H.,S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah sabar dan meluangkan waktunya, serta memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis sehingga selesainnya Skripsi
ini.

viii
3. Yang terhormat, Bapak Johan Erwin I., Dr.,SH.,MH., selaku Ketua
Penguji Skripsi ini.
4. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak bisa disebutkan satu
persatu .

Semoga jerih payah beliau-beliau dalam memberi bimbingan,


pengarahan, dorongan, serta doa dalam membantu penyusunan Skripsi
ini akan diterima sebagai amal jariyah dan akan mendapat ganjaran
serta pahala yang setimpal dari Allah SWT, Amin.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama


bagi penulis sendiri dan bagi siapa saja yang membaca dan
mempelajarinya.

Wassalamu’alaikum, wr. Wb.

Purworejo, 15 Februari 2014

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL… … … … … … … …… … . .… … …… … …...… … i

HALAMAN PERSETUJUAN… … … … … …… … …..…… … .… ..… ii

HALAMAN PENGESAHAN… … … … … … …… … …..…… … . ..… iii

SURAT PERNYATAAN… … … … … .. …… …..................................iii

HALAMAN MOTTO… … … … … … …… … …… .. …… …… ..… .…..v

HALAMAN PERSEMBAHAN… … … … … …… … . .… ….… …… ...vi

KATA PENGANTAR… … … … … … … ...…..…..............................viii

DAFTAR ISI… … … …… … …… … …… … …… .. …..........................x

ABSTRAK… … ..… ..… …… … …… … …… … …… … …… .............xiii

BAB I PENDAHULUAN… … … … … …… … …… .…… ..… … …… .1

A. Latar Belakang Masalah… … … … … …… ...… …...............1

B. Rumusan Masalah… … … … … …… … … .… ..… … ….........7

C. Tujuan Penelitian… … … … … … …… … …… … …… .…....7

D. Manfaat Penelitian… … … … … … … ….… …… ..................8

x
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TATA GUNA

TANAH DAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN.. … … …… … …… … …… … …… … …… ..26

A. Tata Guna Tanah… … … … … … ..................… …… … ….26

1. Pengertian Tata Guna Tanah… … … … … ….… ...….....26

2. Tujuan Tata Guna Tanah… … … … … ….… .................42

3. Ruang Lingkup Tata Guna Tanah… … … … … … .… ...46

B. Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian… … … … … ...…… .......49

1. Pengertian Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian… … .......49

2. Prosedur Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian… … … … ..53

BAB III METODE PENELITIAN… … … … … … … …… … …… .57

A. Jenis Penelitian… … … … … …… … …… … …… … . ...57

B. Metode Pengumpulan Data… … … … … … …… … … 57

C. Tempat Penelitian… … … … … …… … … …… … …...58

D. Narasumber dan Responden… … … … … …… … …..58

E. Analisis Data… … … … …… … …… … … …… … …..59

xi
BAB IV PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN MENJADI NON PERTANIAN DI

KABUPATEN PURWOREJO… ......................................60

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian… … … … ............60

B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian

Menjadi Non Pertanian Di Kabupaten Purworejo… ...66

C. Faktor yang menjadi pertimbangan di alih fungsikan

lahan pertanian menjadi non pertanian… ....................86

BAB IV PENUTUP… … … … …… … …… … …… … . .......................93

A. Kesimpulan… … … … … … …… … ..............................93

B. Saran… … …… … …… … …... …… .… .......….............95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
ABSTRAK

Study ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan izin alih fungsi

lahan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Purworejo

dan untuk mengetahui pertimbangan di alih fungsikan lahan

pertanian menjadi non pertaniaan. Rumusan masalah yang

diajukan yaitu: Bagaimanakah pelaksanaan izin alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Purworejo?;

Faktor apakah yang menjadi pertimbangan di alih fungsikan

lahan pertanian menjadi non pertanian?. Penelitian ini termasuk

penelitian hukum empiris. Data penelitian dikumpulkan dengan

cara wawancara dan Studi Kepustakaan. Dalam melakukan

analisis data, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang

bersifat memberikan gambaran atau penjelasan suatu masalah.

Sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian untuk

mengungkapkan rahasia suatu, dilakukan dengan cara

menghimpun data dalam keadaan sewajarnya, mempergunakan

cara bekerja yang sistematis, terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat

ilmiahnya. Penelitian kualitatif tidak bekerja dengan

xiii
mempergunakan data dalam bentuk yang ditransformasikan

menjadi bilangan atau angka, tidak diolah dengan rumus dan

tidak ditafsirkan atau diinterpretasikan sesuai ketentuan

statistik/matematika. Adapun data yang diperoleh dalam

penelitian ini berasal dari kepustakaan maupun dari penelitian

lapangan yang dianalisa secara kualitatif yaitu hanya data yang

diambil yang bersifat khusus dan ada kaitannya dengan

permasalahan yang dibahas dengan menggunakan pendekatan

yuridis formal, yaitu pendekatan dari sudut pandang menurut

ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan izin alih fungsi

lahan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Purworejo

tidak serta merta setiap permohonan selalu dikabulkan,

permohonan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian

harus memenuhi syarat, baik secara administratif maupun secara

teknis. Sedangkan mengenai pertimbangan di alih fungsikan lahan

pertanian menjadi non pertanian yaitu dikabulkannya

permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non

pertanian tersebut Sesuai dengan Rencana Tata Ruang W ilayah

(RTRW). Penelitian ini merekomendasikan perlunya dilakukan

sosialisasi yang lebih menyeluruh kepada masyarakat Kabupaten

Purworejo mengenai pengalihfungsian lahan pertanian menjadi

xiv
non pertanian, agar masyarakat mengetahui zonasi-zonasi daerah

masing-masing sehingga akan menimbulkan kesadaran diri

masyarakat untuk turut serta mengendalikan perubahan

penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian.

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak manusia pertama kali menempati bumi, lahan sudah menjadi

salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan.

Konkritnya, lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah

pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Seiring pertum buhan

populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan

lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya menimbulkan kompleksitas

permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan

pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula

berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur

berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Perubahan spesifik dari

penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang

kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan, kian waktu kian

meningkat. Khusus untuk Indonesia, fenomena ini tentunya dapat

mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika tidak

diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya, alih fungsi lahan

pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan

1
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TATA GUNA TANAH DAN IZ IN ALIH

FUNGSI LAHAN PERTANIAN

A. Tata Guna Tanah

1. Pengertian Tata Guna Tanah

Istilah tata guna tanah (land use planning) jika dikaitkan dengan objek

hukum agraria nasional, maka penggunaan istilah tata guna tanah / land use

planning kurang tepat. Hal ini karena objek hukum agraria nasional

sebagaimana yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960

(UUPA) meliputi: bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaaan alam yang

terkandung didalamnya. Sedangkan tanah / land sebagai bagian dari bumi

merupakan salah satu objek dari hukum agraria. Dengan berpedoman pada

objek hukum agraria nasional tersebut, maka istilah yang tepat untuk

digunakan adalah”tata guna agraria atau agrarian use planning. Agrarian use

planning meliputi: land use planning (tata guna tanah), water use planning

(tata guna air) dan air use planning (tata guna ruang angkasa). 1

Jadi, jelaslah bahwa tata guna tanah hanya merupakan bagian dari tata guna

agraria. Di dalam praktik istilah tata guna tanah lebih umum digunakan

1
Prof. DR. H. Mustofa, S.H., M.SI., M.HUM, Suratman, S.H., M.HUM, 2013,
Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk Industri, Cahaya Prima Sentosa, Jakarta,
hlm.27.

26
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TATA GUNA TANAH DAN IZ IN ALIH

FUNGSI LAHAN PERTANIAN

A. Tata Guna Tanah

1. Pengertian Tata Guna Tanah

Istilah tata guna tanah (land use planning) jika dikaitkan dengan objek

hukum agraria nasional, maka penggunaan istilah tata guna tanah / land use

planning kurang tepat. Hal ini karena objek hukum agraria nasional

sebagaimana yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960

(UUPA) meliputi: bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaaan alam yang

terkandung didalamnya. Sedangkan tanah / land sebagai bagian dari bumi

merupakan salah satu objek dari hukum agraria. Dengan berpedoman pada

objek hukum agraria nasional tersebut, maka istilah yang tepat untuk

digunakan adalah”tata guna agraria atau agrarian use planning. Agrarian use

planning meliputi: land use planning (tata guna tanah), water use planning

(tata guna air) dan air use planning (tata guna ruang angkasa). 1

Jadi, jelaslah bahwa tata guna tanah hanya merupakan bagian dari tata guna

agraria. Di dalam praktik istilah tata guna tanah lebih umum digunakan

1
Prof. DR. H. Mustofa, S.H., M.SI., M.HUM, Suratman, S.H., M.HUM, 2013,
Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk Industri, Cahaya Prima Sentosa, Jakarta,
hlm.27.

26
27

sehingga lebih dikenal daripada istilah tata guna agraria. Setelah kedudukan

tata guna tanah dalam sistem hukum agraria nasional dipahami, maka dalam

uraian berikut akan dikemukakan beberapa pengertian/definisi dari istilah

“tata guna tanah” / land use planning”.

Ada 3 ( tiga) definisi yang dikemukakkan, yaitu sebagai berikut:

1. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur

peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah secara berencana

dan teratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal,

seimbang dan serasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

dan negara. (Diambil dari buku “Pelaksanaan Tugas Keagrariaan”

terbitan Direktorat Jenderal Agraria, Kemendagri).

2. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan penataan, penyediaan,

peruntukan dan penggunaan tanah secara berencana dalam rangka

melaksanakan pembangunan nasional. (Diambil dari Rancangan

Undang-Undang Tata Guna Tanah yang sampai sekarang belum

diajukan ke DPR).

3. Tata guna tanah adalah usaha untuk menata proyek-proyek

pembangunan, baik yang diprakarsai pemerintah maupun yang

tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan

daftar sekala prioritas, sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib

penggunaan tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati


28

peraturan perundangan yang berlaku. (Dari Publikasi No. 333


1
Tahun 1984 direktorat Tata Guna Tanah).

Apabila tiga definisi di atas diperhatikan, maka definisi pertama dan

kedua mempunyai persamaan unsur-unsur yang harus ada dalam kegiatan

rencana penggunaan tanah. Hanya memang definisi pertama, perumusannya

lebih lengkap / terperinci, sedangkan definisi kedua perumusannya lebih

sederhana. Adapun unsur-unsur yang ada dalam dua definisi tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Adanya serangkaian kegiatan dalam merencanakan penggunaan

tanah yang meliputi: pengumpulan data lapangan yang

menyangkut tentang penggunaan, penguasaan, dan kemampuan

fisik tanah, pembuatan rencana/pola penggunaan tanah untuk

kepentingan pembangunan dan pengawasan serta keterpaduan di

dalam pelaksanaanya.

b. Penggunaan tanah harus dilaksanakan secara berencana. Ini

mengandung konsekuensi bahwa penggunaan tanah harus

dilakukan atas dasar prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip

tersebut di dalam definisi pertama disebutkan dengan tegas yaitu

lestari, optimal, serasi dan seimbang. Lestari disini maksudnya

bahwa tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka

1
Sudikno Mertokusumo, Nurhasan Ismail, 1984, Materi Pokok 6 Tata Guna Tanah,
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hlm. 63.
29

waktu yang lama yang akan berdampak pada terjadinya

penghematan dalam penggunaan tanah dan generasi yang sekarang

dapat memenuhi kewajibannya untuk mewariskan sumber daya

alam kepada generasi yang akan datang. Optimal dalam

memanfaatkan tanah sehingga mendatangkan hasil atau

keuntungan ekonomis yang setinggitingginya. Serasi dan seimbang

disini bahwa suatu ruang atas tanah harus dapat menampung

berbagai macam kepentingan pihak-pihak, sehingga dapat

dihindari adanya pertentangan atau konflik dalam penggunaan

tanah. Sedangkan dalam definisi kedua prinsip-prinsip tersebut

tidak disebutkan dengan tegas, akan tetapi sudah tercakup dalam

kata”berencana”.

c. Adanya tujuan yang hendak dicapai. Hukum agraria nasional

merupakan alat bagi pencapaian tujuan pembangunan.

Konsekuensinya tata guna tanah merupakan bagian dari hukum

agraria nasional harus mempunyai tujuan searah dengan tujuan

pembangunan nasional. Mengenai tujuan ini, definisi pertama

mengemukakan dengan tegas yaitu untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Sedangkan definisi kedua tidak

mengemukakan dengan tegas, akan tetapi dengan menyebutkan

“untuk melaksanakan pembangunan nasional” dimaksudkan juga


30

untuk mendukung tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat

yang adil dan makmur.

Penggunaan tanah merupakan wujud kegiatan menggunakan atau

mengusahakan tanah sebagai upaya agar tanah tersebut dapat

memberikan manfaaat.

Perencanaan tataa guna tanah yang merupakan salah satu aspek

prosedural dari penyelenggaraan pembangunan sebagai kegiatan

yang harus menunjang mekanisme prosedur yang lebih tepat dan

efektif dalam pengadaan tanah bagi kepentingan pembangunan

sektoral dan masyarakat, serta lebih memberikan arah

pengayoman, pembinaan dan kemungkinan pengembangannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah harus mampu

mempertautkan berbagai kepentingan secara serasi dan seimbang

untuk memperoleh manfaat yang optimal, sedangkan kemanfaatan

tanah sebagai unsur ruang tetap dalam keadaan lestari.

Dengan menghayati perkembangan pembangunan yang strategis

sebagaimana dirum uskan dalam pola pengembangan jangka panjang, di mana

pembangunan nasional mengarah pada terciptanya struktur ekonomi dengan

titik berat kekuatan industri yang didukung oleh bidang pertanian, berarti

penyediaan tanah untuk kepentingan industri harus mendapat perhatian

dengan tidak mengabaikan keperluan tanah untuk bidang pertanian.


31

Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah

No.16 Tahun 2004 pada tanggal 10 Mei 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2004 berarti menjawab

perintah sebagaimana pada Pasal 14 juncto 15 Undang-undang No.5 Tahun

1960 bahwa pengaturan tentang kewajiban pemerintah untuk menyusun

perencanaan penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah dalam suatu

peraturan pemerintah terjawab setelah melewati kurun waktu 44 tahun.

Merujuk pada peraturan pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan

tata guna tanah diatur dalam Pasal 1 angka 1, yakni:

“Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah

yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang

berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan

yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk

kepentingan masyarakat secara adil”.

Apabila ditelaah dengan saksama dari dokumen tersebut, ada empat unsur

esensial dalam penatagunaan tanah, yaitu:

a. Adanya serangkaian kegiatan/aktivitas, yaitu pengum pulan data

lapangan tentang penggunaan, penguasaan, kemampuan fisik,

pembuatan rencana/pola penggunaan tanah, penguasaan dan

keterpaduan yang dilakukan secara integral dan koordinasi dengan

instansi lain.
32

b. Dilakukan secara berencana dalam arti haru sesuai dengan prinsip:

lestari, optimal, serasi, dan seimbang.

c. Adanya tujuan yang hendak dicapai, yaitu sejalan dengan tujuan

pembangunan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

d. Harus terkait langsung dengan peletakan proyek pembangunan

dengan memperhatikan DSP (daftar skala prioritas). 2

Sedangkan menurut Johara T Jayadinata tata guna tanah (land use) adalah

pengaturan penggunaan tanah (tata = pengaturan). Dalam tata guna tanah hal

yang dibahas bukan saja mengenai penggunaan permukaan bumi di daratan,

tetapi juga mengenai penggunaan, permukaan bumi di lautan. 3

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004

Penatagunaan tanah berasakan keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna,

serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan , keterbukaan, persamaan, keadilan

dan perlindungan hukum. Maksud dari keterpaduan adalah bahwa

penatagunaan tanah dilakukan untuk mengharmonisasikan penguasaan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah. Berdayaguna dan berhasilguna

mempunyai maksud bahwa penatagunaan tanah harus dapat mewujudkan

peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan fungsi ruang.

2
Prof. Dr. H. Muchsin, S.H., Imam Koeswahyono, S.H., M. Hum., 2008, Aspek
Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah Dan Penataan Ruang, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 48-49.
3
Johara T Jayadinata, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan,
dan Wilayah, hal 7, Bandung: Penerbit ITB, terbitan pertama,1986.
33

Serasi, selaras dan seimbang mempunyai maksud bahwa penatagunaan

tanah menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan

antara hak dan kewajiban masing-masing pemegang hak atas tanah atau

kuasanya sehingga meminimalkan benturan kepentingan antar penggunaan

atau pemanfaatan tanah. Maksud dari keberlanjutan adalah bahwa

penatagunaan tanah menjamin kelestarian fungsi tanah demi memperhatikan

kepentingan antar generasi.

Keterbukaan mempunyai maksud bahwa penatagunaan tanah dapat

diketahui seluruh lapisan masyarakat, sedangkan yang dimaksud dengan

persamaan, keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa dalam

penyelenggaraan penatagunaan tanah tidak mengakibatkan diskriminasi antar

pemilik tanah sehingga ada perlindungan hukum dalam menggunakan dan

memanfaatkan tanah.

Tanah sebagai unsur ruang yang strategis dan pemanfaatannya terkait

dengan penataan ruang wilayah. Penataan ruang wilayah mengandung

komitmen untuk menerapkan penataan secara konsekuen dan konsisten dalam

kerangka kebijakan pertanahan yang berlandaskan Undang-Undang No. 5

Tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria Pasal 14 yang

berbunyi;

1. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 Ayat (2)

dan(3), Pasal 9 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 10 Ayat (1) dan (2),
34

Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,membuat suatu

rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan

bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya :

a. Untuk keperluan Negara

b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan keperluan suci

lainnya, sesuai dengan dasar KeTuhanan Yang Maha Esa

c. Untuk pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan

dan lain-lain kesejahteraan

d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,

peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu

e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi

dan pertambangan

2. Berdasarkan rencana um um tersebut pada Ayat (1) Pasal ini dan

mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah

Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,

air serta ruang angkasa untuk daerahnya sesuai dengan keadaan

daerahnya masing-masing

3. Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud pada Ayat (2) Pasal

ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah tingkat

I dari Presiden, Daerah tingkat II dari Gubernur Kepala Daerah


35

yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari B upati / Walikota

/Kepala Daerah yang bersangkutan.

Kebijakan Pemerintah dalam Penatagunaan Tanah antara lain sebagai berikut:

1. Catur Tertib Pertanahan

Tanah merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan. Kedudukan

tanah yang penting ini kadang tidak diimbangi dengan usaha untuk mengatasi

berbagai permasalahan yang timgul dalam bidang pertanahan. Fakta

memperlihatkan bahwa keresahan di bidang pertanahan mendatangkan

dampak negatif di bidang sosial, politik dan ekonomi. Untuk itu berdasarkan

Tap MPR No. IV/MPR/1978 ditentukan agar pembangunan di bidang

pertanahan diarahkan untuk menata kembali penggunaan, penguasaan, dan

pemilikan tanah. Atas dasar Tap MPR No. IV/MPR/1978, Presiden

mengeluarkan kebijaksanaan bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur

Tertib B idang Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keppres No. 7 Tahun

1979, meliputi:

a. Tertib Hukum Pertanahan Diarahkan pada program:

1. Meningkatkan tingkat kesadaran hukum masyarakat.

2. Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanahan.

3. Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.

4. Meningkatkan pengawasan dan koordinasi dalam pelaksanaan


36

hukum agraria.

b. Tertib Administrasi Pertanahan Diarahkan pada program:

1. Mempercepat proses pelayanan yang menyangkut urusan

pertanahan.

2. Menyediakan peta dan data penggunaan tanah, keadaan sosial

Ekonomi masyarak sebagai bahan dalam penyusunan perencanaan

penggunaan tanah bagi kegiatan- kegiatan pembangunan.

3. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-tanah kelebihan

batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah negara.

4. Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di Kantor Agraria

maupun di kantor PPAT.

5. Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka pensertifikatan

hak atas tanah.

c. Tertib Penggunaan Tanah Diarahkan pada usaha untuk:

1. Menumbuhkan pengertian mengenai arti pentingnya penggunaan

tanah secara berencana dan sesuai dengan kemampuan tanah.

2. Menyusun rencana penggunaan tanah baik tingkat nasional

maupun tingkat daerah.

3. Menyusun petunjuk-petunjuk teknis tentang peruntukan dan

Penggunaan tanah.

4. Melakukan survey sebagai bahan pembuatan peta penggunaan


37

tanah, peta kemampuan dan peta daerah-daerah kritis.

d. Tertib Pemeliharaan Tanah Dan Lingkungan Hidup Diarahkan pada

usaha:

a. Menyadarkan masyarakat bahwa pemeliharaan tanah

merupakan kewajiban setiap pemegang hak atas tanah.

b. Kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada

pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan,

melainkan menjadi beban setiap orang, badan hukum, atau

isntansi yang mempunyai suatu hubungan dengan tanah.

c. Memberikan fatwa tata guna tanah dalam setiap permohonan

hak atas tanah dan perubahan penggunaan tanah.

2. Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan

Berdasarkan Kep. Menteri Agraria/KBPN Nomor 5 Tahun 1995 tentang

Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan dicanangkanlah suatu gerakan

nasional dengan nama Gerakan Nasional Pemasangan Tanda Batas Pemilikan

Tanah, yaitu gerakan kesadaran masyarakat untuk mensukseskan Catur Tertib

Pertanahan. Pemasangan tanda batas pemilikan tanah dilakukan oleh pemilik

tanah yang berdampingan secara bersama-sama yang tergabung dalam wadah

Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan (POKMASDARTIBNAH)

Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan:

a. Tujuan
38

Sebagai gerakan partisipasi masyarakat dalam rangka

mempercepat Catur Tertib Pertanahan serta menigkatkan

pelayanan kepada masyarakat.

b. Prinsip Dasar:

1. Pemasangan tanda batas tanah dilakukan oleh pemilik tanah

secara bersama- sama pemilik tanah yang berdampingan.

2. Diciptakan adanya kelom pok masyarakat yang dibentuk oleh

masyarakat untuk mensukseskan kegiatan ini.

3. Sasaran

Masyarakat pemilik tanah di perkotaan dan pedesaan, melalui kelompok

POKMASDARTIBNAH, dimana Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya bertindak selaku motivator maupun sebagai fasilitator

dalam kegiatan tersebut.

4. Penatagunaan Tanah Pertanian

Tanpa adanya planning, maka pemakaian tanah-tanah pertanian terutama

hanya akan berpedoman pada kepentingan masing-masing atau pada

keuntungan insidentil yang mereka harapkan dari jenis-jenis tanaman tertentu.

Dengan planning maka dapat dicapai keseimbangan yang baik antara luas

tanah dengan jenis-jenis tanaman yang penting bagi rakyat dan negara.
39

5. Penertiban Pemakaian tanah secara liar.

Kepada penguasa daerah diberi wewenang untuk mengambil tindakan-

tindakan penyelesaian atas tanah yang bukan perkebunan dan bukan hutan,

yang digunakan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah yang ada di

daerahnya antara lain dengan perintah pengosongan, dengan memperhatikan

peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.

6. Penyediaan Dan Penggunaan Tanah Bagi Keperluan Perusahaan.

Pembangunan yang terus meningkat jelas menuntut tersedianya tanah

sebagai sarananya. Di satu pihak luas tanah yang tersedia sangat terbatas.

Oleh karena itu apabila keperluan tanah bagi perusahaan-perusahaan terutama

perusahaan yang menunjang perekonomian negara tidak diatur maka akhirnya

tanah akan menjadi faktor penghambat dalam proses pembangunan. Dengan

demikian penyediaan tanah untuk kepentingan perusahaan tidak hanya

didasarkan pada segi keuntungan ekonom is tetapi juga harus diperhatikan

segi-segi yang lain, yaitu:

1. Segi yuridis.

2. Pengaruhnya terhadap situasi sosial politik keamaan

nasional didasarkan pada asas-asas pembangunan

nasional.
40

7. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah

Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 16 Tahun 2004 ditentukan

mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan pemanfaatan

tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi

kawasan dalam RTRW. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan

lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam

dan ekosistem alami. Penggunaan tanah di kawasan budidaya tidak boleh

ditelantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya. Pemanfaatan tanah

di kawasan budidaya tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan

memberikan peningkatan nilai tambah terhadap penggunan tanahnya.

Ketentuan mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah ditetapkan melalui

pedoman teknis penetagunaan tanah, yang menjadi syarat menggunakan dan

memanfaatkan tanah. Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah,

pemegang hak atas tanah wajib menikuti persyaratan yang diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan. Persyaratan ini antara lain pedoman

teknis penatagunaan tanah, persyaratan mendirikan bangunan, persyaratan

dalam analisis mengenai dampak lingkungan, persyaratan usaha, dan

ketentuan lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


41

Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang

tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk,

dan atau sempadan sungai harus memperhatikan:

a. Kepentingan umum ;

b. Keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan,

keterkait ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian

fungsi lingkungan.

Apabila terjadi perubahan RTRW, maka penggunaan dan pemanfaatan

tanah mengikuti RTRW yang terakhir. Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan

apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya. Peningkatan pemanfaatan

tanah harus memperhatikan hak atas tanahnya serta kepentingan masyarakat.

Pemanfaatan tanah untuk kawasan lindung dapat ditingkatkan untuk

kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

tehnologi, dan ekowisata apabila menganggu fungsi kawasan. Kegiatan dalam

rangka pemanfaatan ruang di atas dan di bawah tanah yang tidak terkait

dengan penguasaan tanah dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu

penggunaan dan pemanfaatan tanah yang bersangkutan. Jika kegiatan tersebut

menggangu pemanfaatan tanah harus mendapat persetujuan pemegang hak

atas tanah. Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai

dengan RTRW disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah.


42

8. Penggunaan Dan Penetapan Luas Tanah Untuk Tanaman-Tanaman

Tertentu

Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan dalam pengadaan tanah ini:

a) Mengenai letak tanah

Ditentukan di desa-desa yang termasuk dalam wilayah kerja

perusahaan yang memerlukan tanah

b) Mengenai luas tanah

Harus memperhatikan kepentingan perusahaan dan masyarakat serta

kelangsungan kesuburan tanah

c) Pola tanam

Agar tanah yang diperlukan bagi tanaman tertentu ditentukan secara

bergiliran. 4

2. Tujuan Tata Guna Tanah

Menurut ketentuan Pasal 14 UUPA dan Pasal 2 ayat (3) UUPA, maka

jelas bahwa tujuan dari tata guna tanah (land use planning) harus diarahkan

untuk dapat mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 33 ayat (3)

UUD 1945 yang berbunyi “Bum i dan air dan kekayaan yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat”. Isi ayat pasal di atas bermakna bahwa segala sesuatu

4
http://herman-notary.blogspot.com/2009/08/tata-guna-tanah.html
43

mengenai sumber daya alam termasuk di dalamnya air beserta kekayaan alam

lainnya milik atau berada dalam wilayah teritori NKRI berarti dikuasai, diatur,

dikelola, dan didistribusikan oleh negara atau pemerintah dengan segenap

lembaga pengelolanya untuk dipergunakan bagi memakmurkan atau

mensejahterakan rakyat Indonesia seluruhnya. Jadi masyarakat yang makmur

merupakan tujuan akhir dari kegiatan tata guna tanah.

Agar penggunaan tanah benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah tempat.

Maksudnya setiap ada kegiatan yang memerlukan tanah harus

diperhatikan mengenai data kemampuan fisik tanah untuk mengetahui

sesuai tidaknya kemampuan tanah tersebut dengan kegiatan yang akan

dilaksanakan. Selain itu harus diperhatikan juga keadaan sosial

masyarakat yang ada di sekitar lokasi tanah. Ini dimaksudkan untuk

mencegah adanya keresahan-keresahan sosial yang diakibatkan oleh

kegiatan-kegiatan pembangunan. Hal ini yang perlu dipertimbangkan

untuk mencegah penggunaan tanah yang salah tempat adalah faktor

ekonomis. Faktor terakhir ini penting untuk menentukan keuntungan


44

ekonomis yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut sehingga dapat

meningkatkan kemakmuran masyarakat.

2. Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah urus.

Maksudnya setiap pihak baik perorangan, masyarakat maupun badan

hukum dan lembaga pemerintah harus melaksanakan kewajibannya

memelihara tanah yang dikuasainya. Hal ini untuk mencegah menurunnya

kualitas sum ber daya tanah yang akhirnya akan timbul kerusakan pada

tanah tersebut.

Penurunan tingkat kualitas tanah, apalagi terjadi kerusakan tanah, jelas

akan menghalangi usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran pemilik tanah, masyarakat dan negara. Bahkan adanya

kerusakan tanah memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk

merehabilitasinya. Juga diperlukan waktu untuk mengembalikan tingkat

kualitas tanah tersebut pada keadaan semula.

3. Mengusahakan adanya penggendalian terhadap perkembangan kebutuhan

masyarakat akan tanah. Pengendalian ini penting dilakukan untuk

menghindari konflik kepentingan dalam penggunaan tanah. Apabila

kegiatan rencana penggunaan tanah ini dikaitkan dengan kegiatan

pembangunan, maka untuk menghindari konflik/pertentangan dalam

penggunaan tanah diperlukan adanya skala-skala prioritas. Dengan

demikian apabila ada 2 kegiatan yang memerlukan lokasi tanah yang


45

sama, maka kegiatan yang termasuk dalam daftar skala prioritas yang

harus lebih didahulukan.

4. Mengusahakan agar terdapat jaminan kepastian hukum bagi hak-hak atas

tanah warga masyarakat. Jaminan kepatian hukum ini penting untuk

melindungi warga masyarakat yang tanahnya diambil untuk kepentingan

proyek pembangunan. Untuk itu pelaksanaan pembebasan tanahnya harus

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ini untuk menghindari

adanya anggapan bahwa pembangunan dilaksanakan dengan

mengorbankan kepentingan rakyat. 5

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah menyebutkan bahwa

penatagunaan tanah bertujuan :

a. Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai

kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah;

b. Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai

dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;

c. Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian

pemanfaatan tanah;

5
Prof. DR. H. Mustofa, S.H., M.SI., M.HUM, Suratman, S.H., M.HUM, 2013, Penggunaan
Hak Atas Tanah Untuk Industri, Cahaya Prima Sentosa, Jakarta, hlm.63.
46

d. Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan

memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum

dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah

ditetapkan;

Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (5) PP No. 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah, bahwa pedoman teknis penggunaan tanah bertujuan

untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lestari, optimal,

serasi dan seimbang (LOSS) diwilayah pedesaan serta aman, tertib, lancar dan

sehat (ATLAS) di wilayah perkotaan yang menjadi persyaratan penyelesaian

administrasi pertanahan.

Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap bidang-bidang

tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar, tanah

Negara, tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggunaan dan pemanfaatan

tanahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditentukan

berdasarkan pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan oleh

Pemerintah. Pedoman, standar dan kriteria teknis pelaksanaan kegiatan

penatagunaan tanah diatur lebih lanjut oleh Pemerintah Kabupaten / Kota.

3. Ruang Lingkup Tata Guna Tanah

Ruang lingkup tata guna tanah meliputi 3 hal, antara lain :

1. Perencanaan Tata Guna Tanah


47

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan penatagunaan tanah

meliputi penyiapan data tata guna tanah, penyusunan pedoman

penatagunaan tanah dan penyusunan program penatagunaan tanah.

Penyiapan data tata guna tanah meliputi penyajian dan pengelolaan

yang dilaksanakan dengan survey dan pemetaan tata guna tanah yang

meliputi penggunaan tanah, kemampuan tanah, penguasaan dan

pemilikan tanah serta persediaan tanah yang disajikan dalam bentuk

angka, peta dan atau uraian yang disesuaikan dengan skala atau

kedalaman perencanaan kebijaksanaan tata guna tanah dan tata ruang

wilayah. Pedoman penatagunaan tanah adalah kreteria peruntukkan

tanah berbagai kebutuhan untuk pembangunan baik oleh Negara

maupun masyarakat. Program penatagunaan tanah adalah program

kebutuhan dan alokasi tanah untuk kegiatan pembangunan yang

meliputi persediaan, peruntukkan dan penggunaan tanah.

2. Pemanfaatan Tanah

Secara umum pemanfaatan tanah harus sesuai dengan program

penatagunaan tanah, penggunaan tanah yang sudah sesuai program

perlu diupayakan peningkatan produksi dan efisiensi penggunaannya.

Penyesuaian pemanfaatan tanah perlu dilakukan melalui prosedur yang

ada dalam perundang-undangan. Kehidupan bernegara memberikan

arah bahwa pemanfaatan tanah harus didayagunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran seluruh warga negara, sebagaimana tertera pada


48

UUD 1945 pasal 33. Hukum dasar negara kita ini sebenarnya telah

memberi arah bahwa pemanfaatan tanahlah (land utilization) yang

perlu dijadikan panduan dalam pengelolaan pertanahan, untuk

menjamin kemanusiaan yang adil dan beradab dan terciptanya

keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu pemanfaatan atas

tanah harus ditempatkan sebagai asas utama, dan bukannya pemilikan

tanah. Pemilikan tanah hanya diakui sepanjang mendukung

pemanfaatan tanah. Untuk itu Negara perlu menjamin pemanfaatan

tanah dengan sebaik-baiknya secara berkelanjutan. Untuk tujuan

ketertiban, negara mendata dan memberikan hak kepada warganya

untuk menguasai atau memiliki tanah di wilayah negara tersebut.

Namun bukan kepemilikan mutlak, melainkan dalam rangka

pemanfaatannya untuk kemakmuran seluruh warga secara berkeadilan.

3. Pengendalian Pemanfaatan Tanah

Pengendalian pemanfaatan tanah melalui pembinaan dan pengawasan

pemanfaatan melalui kegiatan pemantauan tata guna tanah, perizinan,

pemberian pertimbangan aspek tata guna tanah dan pertimbangan

aspek penguasaan tanah.

Dalam Undang-U ndang Pokok Agraria disebutkan ruang lingkup dari land

use planning yaitu :

a. Untuk keperluan negara,


49

b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya,

sesuai dengan dasar Ketuhanan yang Maha Esa,

c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial,

kebudayaan dan lain- lain kesejahteraan,

d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,

perikanan serta sejalan dengan itu,

e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan

pertambangan. 6

B. Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian

1. Pengertian Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian

Menurut Sjachran Basah yang dikutip dalam bukunya Ridwan HR (

2010: 207) izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang

mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit berdasarkan persyaratan dan

prosedur sebagaimana ditetapkan oleh kekuatan peraturan perundang-

undangan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas

berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-

undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan yang

secara umum dilarang.

6
UU. No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,selanjutnya

disebut UUPA pasal 14


50

Alih Fungsi diartikan sebagai mengubah atau mengganti kegunaan

peruntukkan dari suatu fungsi atau kegunaan menjadi fungsi atau kegunaan

lainnya.

Kata lahan yang dikenal dalam praktik tidak digunakan baik dalam

pasal-pasal UUPA maupun dalam peraturan-peraturan pelaksanaan UUPA

lainnya. Istilah lahan, baru ditemukan dalam salah satu Keppres tentang

kawasan Industri, yaitu dalam Pasal 1 Butir 4 Keppres No. 98 Tahun 1993

yang kemudian diganti Keppres No. 41 Tahun 1996. Rumusan termaksud

berbunyi sebagai berikut. Bahwa: “kawasan peruntukan industri adalah

bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri”. Penggunaan

istilah lahan dalam Undang-Undang Ketransmigrasian (UU No. 15 Tahun

1997) lebih banyak ditemukan. Pada Pasal 13 ayat (1) huruf c UU termaksud,

suaktu memperinci hak-hak transmigran pada program transmigrasi umum

menyebutkan istilah lahan usaha dan lahan tempat tinggal. Pasal 25 ayat (2)

menyebut penyiapan lahan, dan ayat (6) menyebut istilah pembukaan lahan

tempat tinggal dan istilah lahan usaha.

Dalam beberapa literatur, kata lahan lebih sering dipergunakan oleh

para teknisi ahli perencana pertanian atau perencana perkotaan. Rupanya

mereka telah terbiasa untuk membedakan tanah beserta kedalamannya sebagai

padanan kata bahasa Inggris soil, dan lahan sebagai permukaan bumi untuk

padanan kata land surface. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan

Dewan Riset Nasional, Menggunakan ‘komponen lahan’ dalam bab


51

Memahami Masalah: Hakikat tanah, ‘evaluasi kesesuaian lahan’ dalam bab

Langkah-langkah Perencanaan Tata Guna Tanah’ dan ‘macam-macam

lahan’ dalam bab Pengelolaan Tanah Berkaitan dengan Wilayah Khusus,

dengan contoh: lahan basah buatan bertanah sawah, lahan kering, lahan hutan

dan lahan padang rumput. 7

Sedangkan Menurut Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 41 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan

Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.

Dengan mengacu pada definisi tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian adalah

suatu proses mengubah kegunaan lahan yang digunakan untuk kegiatan

pertanian seperti persawahan, perkebunan, tegalan menjadi lahan yang

kegunaannya selain untuk kegiatan pertanian seperti pendidikan,

perindustrian, perhubungan, perdagangan, kesehatan, kependudukan dalam

wilayah sistem wewenang dan kekuasaan yang dijalankan di Kabupaten

Purworejo.

Alih fungsi lahan pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat

dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah

dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian.

7
Moch. Hasan Wargakusumah, 2003, ibid, hlm. 145.
52

Kaitan izin dalam perubahan penggunaan lahan pertanian ke non

pertanian adalah dalam pemberian izin perubahan penggunaan lahan pertanian

ke non pertanian harus mempertimbangkan aspek tata guna tanah.

Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah

yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang

berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan

yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk

kepentingan masyarakat secara adil (pasal 1 Peraturan Pemerintah no. 16

tahun 2004).

Tujuan Pemerintah mengeluarkan izin yaitu sistem perizinan muncul

karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam

bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan

perintah. Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai

instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau

mengikuti cara yang diajurkan, guna mencapai tujuan yang konkrit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disebutkan bahwa izin merupakan suatu

perangkat hukum adm inistrasi yang digunakan oleh pemerintah untuk

mengendalikan warganya. Adanya kegiatan perizinan yang dilaksanakan atau

diselenggarakan oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, pada intinya adalah untuk menciptakan kondisi aman,

tertib. Di samping tujuannya melalui sistem perizinan, diharapkan dapat

tercapainya tujuan-tujuan tertentu, yang diantaranya adalah:


53

1. Adanya suatu kepastian hukum;

2. Perlindungan kepentingan umum;

3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan dan

4. Pemerataan distribusi barang tertentu.

2. Prosedur Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian

Sebelum mengajukan prosedur permohonan izin perubahan

penggunaan lahan pertanian ke non pertanian pemohon harus melengkapi

persyaratan sebagai berikut:

1. Surat kuasa jika dikuasakan;

2. Foto copy kartu tanda penduduk;

3. Foto copy nomor pokok wajib pajak;

4. Foto copy akta pendirian dan pengesahan badan hukum;

5. Foto copy izin usaha;

6. Sketsa letak lokasi yang dim ohon;

7. Rencana pengggunaan tanah yang dimohon;

8. Persetujuan prinsip dari instansi yang berwenang;

9. Bukti kepemilikan tanah;

10. Dokumen penunjang lainnya;

Setelah semua persyaratan lengkap, maka pengajuan prosedur Izin

Alih Fungsi Lahan Pertanian adalah sebagai berikut:


54

1. Pemohon mengajukan permohonan perubahan penggunaan tanah

pertanian ke non pertanian kepada Bupati/Walikota Kepala Daerah

setempat lewat Kepala Kantor Pertanahan dengan mengisi formulir

permohonan dan pernyataan yang telah disediakan di Kantor

Pertanahan.

2. Pada saat pemohon menyerahkan berkas permohonan PTP PGT,

maka pemohon sudah membayar biaya administrasi, kemudian

petugas mengoreksi berkas.

3. Selambat-lambatnya 6 (enam) hari setelah menerima permohonan

dan pemohon telah lunas membayar biaya administrasi maka

panitia melakukan siding dan pemeriksaan tanah yang dimohon ke

lapangan.

4. Berdasarkan Berita Acara Sidang Pemeriksaaan Panitia

Pertimbangan Perubahan Pengunaan Tanah ertanian ke Non

Pertanian yang ditentukan Kantor Pertanahan setempat, maka

Bupati/Walikota mengeluarkan surat keputusan tentang diterima

atau tidaknya permohonan tersebut dan memberikan rekomendasi

kepada Kepala Direktorat Agraria yang kewenangannya sesuai

dengan luas tanahnya pada Provinsi.

5. Setelah Surat Keputusan diterima oleh Panitia Pertimbangan

Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, maka

sudah dikirim surat panggilan kepada pemohon, mengenai


55

keputusan atas permohonan izin Perubahan Penggunaan Tanah

Pertanian ke Non Pertanian.

Kewajiban pemohon adalah memberikan gambaran kondisi tanah pada

saat pengajuan permohonan izin perubahannya meliputi:

1. Jenis penggunaan tanah.

2. Kesuburan dan produktivitas tanah.

3. Status penggunaan tanah.

4. Faktor-faktor lingkungan.

5. Rencana tata ruang wilayah maupun rencana pembangunan

daerah.

6. Prasarana, sarana dan fasilitas lingkungan di lokasi kegiatan

sekitarnya yang akan terkena dampak kegiatan pemohon, dan

7. Faktor-faktor pendukung dan penghambat lainnya.

Dalam rangka dilakukannya alih fungsi lahan pertanian menjadi non

pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya

melalui mekanisme perizinan.

Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui izin lokasi

atau izin perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian.

Perbedaan dari dua mekanisme tersebut adalah terletak pada luasnya lahan

yang dimohon, apabila luas lahan pertanian yang dimohonkan perubahan


56

penggunaannya ke non pertanian kurang dari 10.000 m3 maka izin yang

diperlukan adalah izin perubahan penggunaan lahan pertanian ke non

pertanian, sedangkan apabila lebih dari 10.000 m3 maka izin yang diperlukan

adalah izin lokasi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang dilakukan melalui studi

lapangan untuk mencari dan menentukan sumber hukum dalam arti

sosiologis sebagai keinginan yang ada di dalam masyarakat. Keberadaan

hukum tidak bisa dilepaskan dari keadaan sosial masyarakat serta perilaku

manusia yang terkait dengan lembaga hukum tersebut. 1

B. Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer dilakukan dengan cara:

1) Wawancara

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab

secara langsung dengan responden yang dilakukan secara

sistematis, dan berdasarkan pada tujuan penelitian.

b. Data sekunder dilakukan dengan cara:

1) Studi Kepustakaan

Yaitu dengan mengkaji dengan berbagai peraturan perundang-

undangan serta literature yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian, yang terdiri dari:

1
Mukti Fajar da n Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum, Yogyakarta,
Cetakan 1, Fakultas Hukum Universitas Yogyakarta, hlm 44.

57
58

a) Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria

b) Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah

C. Tempat Penelitian

a) Badan Pertanahan Nasional Di Kabupaten Purworejo

D. Narasumber dan Reponden

a) Narasumber

Adalah seorang atau individu yang akan memberikan respon

terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dalam

penelitian narasumber yaitu dari Badan Pertanahan Nasional

(BPN) Di Kabupaten Purworejo.

b) Responden

Adalah seorang atau individu yang akan memberikan respon

terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dalam

penelitian responden terdiri dari masyarakat yang mengajukan

izin alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di

Kabupaten Purworejo yang di ambil 10 responden.


59

E. Analisis Data

Dalam melakukan analisis data, penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang

bersifat memberikan gambaran atau penjelasan suatu masalah.

Sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian untuk

mengungkapkan rahasia suatu, dilakukan dengan cara menghimpun

data dalam keadaan sewajarnya, mempergunakan cara bekerja yang

sistematis, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak

kehilangan sifat ilmiahnya.

Penelitian kualitatif tidak bekerja dengan mempergunakan data dalam

bentuk yang ditransformasikan menjadi bilangan atau angka, tidak

diolah dengan rumus dan tidak ditafsirkan atau diinterpretasikan sesuai

ketentuan statistik/matematika. Adapun data yang diperoleh dalam

penelitian ini berasal dari kepustakaan maupun dari penelitian

lapangan yang dianalisa secara kualitatif yaitu hanya data yang

diambil yang bersifat khusus dan ada kaitannya dengan permasalahan

yang dibahas dengan menggunakan pendekatan yuridis formal, yaitu

pendekatan dari sudut pandang menurut ketentuan hukum atau

perundang-undangan yang berlaku.


BAB IV

PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI NON

PERTANIAN DI KABUPATEN PURW OREJO

A. Gambaran Objek

Kabupaten Purworejo secara geografis berada pada 109 o 47’ 28”

Bujur timur, 110 o 08’ 20” Bujur Timur, 7 o 32’ Lintang Selatan, sampai

dengan 7 o 54’ Lintang selatan, dengan luas wilayah 1.034,81752 km 2 .

Secara Geografis Kabupaten Purworejo memiliki batas wilayah:

• Sebelah Utara :Kabupaten Magelang dan W onosobo

• Sebelah Timur :Daerah Istimewa Jogyakarta

• Sebelah Barat :Kabupaten Kebumen

• Sebelah Selatan :Samudera Indonesia

Peta Topografis daerah Kabupaten Purworejo sebagian besar adalah

dataran rendah di bagian tengah dan selatan, meliputi Kecamatan Butuh,

Grabag, Kutoarjo, Bayan, Banyuurip, Ngom bol, Purwodadi, Bagelen,

Banyuurip dan Purworejo. Dataran tinggi di sisi utara dan sisi timur meliputi

Kecamatan Bruno, Bener, Kaligesing, dan sebagian wilayah Kecamatan

Pituruh, Kemiri, Gebang, Loano dan Bagelen.

60
61

Gambar 1 : Peta Topografi Daerah Kabupaten Purworejo

Berdasarkan peta penggunaan lahan W ilayah Kabupaten Purworejo, terinci

sebagai berikut:

a. Perkampungan :10137.5977 Ha

b. Industri :1.363 Ha

c. Jasa :7.8184 Ha

d. Persawahan :30602.957 Ha
62

e. Pertanian Tanah Kering :51597.125 Ha

f. Kebun :640.2 Ha

g. Perkebunan :12.5 Ha

h. Padang Rumput :175.66 Ha

i. Hutan :6857.96 Ha

j. Perairan Darat :119.42 Ha

Gambar 2: Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Purworejo


63

Gambar 3 : Peta Rencana Pola Ruang di Kabupaten Purworejo

Rencana Pola Ruang di Kabupaten Purworejo yang Ditetapkan Dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang W ilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011 – 2031

adalah Sebagai Berikut :


64

Rencana Pola Ruang di Kabupaten Purworejo

No Rencana Pola Ruang Luas (Ha)


1 Kawasan Lindung
a) Kawasan lindung yang dikelola
8.964
oleh masyarakat
b) Kawasan resapan air 10.989
c) Kawasan sempadan saluran
1.035
irigasi
d) kawasan sekitar waduk 58
e) kawasan sekitar embung 290
f) Kawasan sekitar mata air 2.361
g) RTH perkotaan 3.984
h) Kawasan pantai berhutan
80
bakau
i) Kawasan cagar alam geologi 1.050
j) Kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap air 48.480
tanah
2 Kawasan Budidaya
a) Hutan Produksi Tetap 2.182,8
b) Hutan Produksi Terbatas 5.421,65
c) Kawasan hutan rakyat 9.742
d) Kawasan pertanian tanaman
29.891
pangan lahan basah
e) Kawasan pertanian tanaman
10.258
pangan lahan kering
f) Kawasan peruntukan
7.038
holtikultura
g) Kawasan peruntukan
32.363
perkebunan
h) peruntukan peternakan 93
i) Perikanan budidaya air payau 119
j) Kawasan peruntukan
18.000
permukiman

Sumber Data : Perda Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011


65

Kabupaten Purworejo secara administratif dibagi menjadi 16 Kecamatan

yang terbagi menjadi 494 Desa sebagaimana tabel berikut:

Tabel 1. Nama Kecamatan, Jumlah Desa, Jarak dari Ibukota Kabupaten

dan Luas Wilayah Kabupaten Purworejo

Sumber : Kabupaten Purw orejo dalam angka 2006

Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo merupakan badan pelaksana

perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Para pemohon

yang ingin merubah penggunaan tanahnya dari tanah pertanian ke non


66

pertanian harus mengajukan permohonan izin perubahan penggunaan

tanah pertanian ke non pertanian melalui Kantor Pertanahan Kabupaten

Purworejo, yang nantinya akan diproses lebih lanjut sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten

Purworejo.

B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian

Di Kabupaten Purworejo

Pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di

Kabupaten Purworejo tidak serta merta setiap permohonan selalu

dikabulkan, permohonan izin alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian harus memenuhi syarat, baik secara administratif maupun

secara teknis. Secara rinci syarat administratif yang harus dipenuhi oleh

pemohon adalah sebagai berikut:

1. Surat kuasa jika dikuasakan;

2. Foto copy kartu tanda penduduk;

3. Foto copy nomor pokok wajib pajak;

4. Foto copy akta pendirian dan pengesahan badan hukum;

5. Foto copy izin usaha;

6. Sketsa letak lokasi yang dim ohon;

7. Rencana pengggunaan tanah yang dimohon;

8. Persetujuan prinsip dari instansi yang berwenang;


67

9. Bukti kepemilikan tanah;

10. Dokumen penunjang lainnya;

Setelah semua syarat-syarat lengkap, mekanisme pengajuan permohonan izin

perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten

Purworejo adalah sebagai berikut:

1. Pemohon mengajukan permohonan perubahan penggunaan tanah

pertanian ke non pertanian kepada Bupati/Walikota Kepala Daerah

setempat lewat Kepala Kantor Pertanahan dengan mengisi formulir

permohonan dan pernyataan yang telah disediakan di Kantor

Pertanahan.

2. Pada saat pemohon menyerahkan berkas permohonan PTP PGT,

maka pemohon sudah membayar biaya administrasi, kemudian

petugas mengoreksi berkas.

3. Selambat-lambatnya 6 (enam) hari setelah menerima permohonan

dan pemohon telah lunas membayar biaya administrasi maka

panitia melakukan sidang dan pemeriksaan tanah yang dimohon ke

lapangan.

4. Berdasarkan Berita Acara Sidang Pemeriksaaan Panitia

Pertimbangan Perubahan Pengunaan Tanah Pertanian ke Non

Pertanian yang ditentukan Kantor Pertanahan setempat, maka

Bupati/Walikota mengeluarkan surat keputusan tentang diterima


68

atau tidaknya permohonan tersebut dan memberikan rekomendasi

kepada Kepala Direktorat Agraria yang kewenangannya sesuai

dengan luas tanahnya pada Provinsi.

5. Setelah Surat Keputusan diterima oleh Panitia Pertimbangan

Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, maka

sudah dikirim surat panggilan kepada pemohon, mengenai

keputusan atas permohonan izin Perubahan Penggunaan Tanah

Pertanian ke Non Pertanian.

Dalam mewujudkan penggunaan dan pemanfaatan tanah, maka perlu

disusun ketentuan dan syarat-syarat dalam menggunakan dan memanfaatkan

tanah, yang disusun dalam bentuk Pedoman Teknis Penggunaan dan

Pemanfaatan Tanah. Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah ini

menjadi pedoman dalam menyusun dan menerbitkan Pertimbangan Teknis

Pertanahan. Salah satu contoh Penggunaan dan pemanfaatan tanah yang harus

memenuhi ketentuan dan syarat-syarat penggunan tanah sebagai berikut:


69

Pabrik Kecap Tegalsari Kabupaten Purworejo


70

Perumahan Tegal Malang Kabupaten Purworejo

1. Menjaga tanda batas bidang tanah.

2. Mendaftarkan perubahan yang disetujui, ke Kantor Pertanahan.

3. Menggunakan tanah sesuai peruntukan yang disetujui.


71

4. Menghindari konflik penguasaan dan penggunaan tanah dengan

membuat senderan batas tanah.

5. Limbah dari tempat tinggal dan toko harus ditampung secara

khusus dan permanen.

6. Tidak menghambat fasilitas umum yang ada baik jalan atau

saluran.

Sedangkan contoh Penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak

memenuhi ketentuan dan syarat-syarat penggunan tanah sebagai berikut:

Pabrik Kerupuk Mranti Kabupaten Purworejo


72

1. Tidak menjaga tanda batas bidang tanah.

2. Tidak mendaftarkan perubahan lahan, ke Kantor Pertanahan.

3. Menggunakan tanah tidak sesuai peruntukan yang disetujui.

4. Menghindari konflik penguasaan dan penggunaan tanah dengan

tidak membuat senderan batas tanah.

5. Limbah dari tempat tinggal dan toko tidak ditampung secara

khusus dan permanen.

6. Menghambat fasilitas umum yang ada baik jalan atau saluran.

Sedangkan syarat teknis yang harus dipenuhi oleh pemohon adalah

sebagai berikut:

1. Tidak boleh mengorbankan kepentingan umum ;

2. Tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya;

3. Memenuhi azas keberlanjutan;

4. Memperhatikan azas keadilan;dan

5. Memenuhi ketentuan peraturan perundangan.

Sanksi bagi pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi

administratif yaitu menurut Pasal 159 Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo

Nomor: 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Purworejo Tahun 2011-2031 adalah sebagai berikut :

1. Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan


73

ruang dikenakan sanksi administratif.

2. Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana

struktur ruang dan pola ruang;

b. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin

pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat yang

berwenang;

c. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan

izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau

d. Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap

kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan

dinyatakan sebagai milik umum.

3. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa:

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian sementara kegiatan;

c. Penghentian sementara pelayanan umum ;

d. Penutupan lokasi;

e. Pencabutan izin;

f. Pembatalan izin;

g. Pembongkaran bangunan;
74

h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i. Denda administratif.

Praktek seleksi teknis yaitu melakukan peninjauan lapangan secara

langsung dan rapat koordinasi, rapat koordinasi terdiri dari beberapa tim

koordinasi atau yang disebut dengan tim teknis. Dalam Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional, Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis

Pertanahan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud, terdiri atas:

a. Penanggung jawab : Kepala Kantor Pertanahan ;

b. Ketua merangkap anggota : Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan

Pertanahan;

c. Sekretaris merangkap anggota: Kepala Subseksi Penatagunaan

Tanah dan Kawasan Tertentu;dan

d. Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Pertanahan.

Dalam melaksanaan tugasnya, Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan

dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan

Penggunaan Tanah dibantu oleh petugas sekretariat dan petugas lapangan

yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan luas dan jenis kegiatan

yang dimohon.

. Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non

Pertanian akan turun ke lapangan untuk meneliti lokasi yang dimohonkan


75

perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, apakah telah sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Tugas pokok panitia pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non

Pertanian tersebut adalah membantu Bupati dalam menyelesaikan

permohonan izin perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian dengan

menyajikan bahan-bahan pertimbangan tentang tanah yang dimohon, sebagai

hasil kegiatan:

1. Mengadakan peninjauan ke lokasi terhadap keadaan tanah yang

bersangkutan;

2. Mengadakan musyawarah guna menentukan disetujui atau

tidaknya tanah tersebut diadakan perubahan status dari pertanian

ke non pertanian;

3. Membuat/menandatangani Berita Acara Perubahan Tanah disertai

pertimbangan-pertimbangan;

4. Menyiapkan persyaratan administrasi oleh seketaris panitia di

Kabupaten Purworejo;

5. Melaporkan dan bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah

Purworejo

Jika permohonan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non

pertanian tersebut dikabulkan, maka kewajiban pemohon setelah menerima

Surat Keputusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non

Pertanian tersebut yaitu :


76

1. Paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah Izin Perubahan

Penggunaan Tanah keluar pemohon harus sudah

merealisasi kegiatan atau pembangunan dengan

permohonan yang disetujui.

2. Menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya dan tidak boleh

mematikan saluran yang ada.

3. Mengajukan Izin Mendirikan Bangunan dan perijinan

lainnya.

Dasar-dasar yang menjadi pertimbangan tidak dikabulkannya

permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang W ilayah

(RTRW).

2. Permohonan tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari

Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah

Pertanian ke Non Pertanian.

3. Permohonan tersebut tidak mendapatkan Surat Keputusan

Izin Perubahan Pemanfaatan Lahan dari Bupati Purworejo.

Permohonan yang ditolak oleh Panitia Pertimbangan Perubahan

Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian karena tidak sesuai dengan

Rencana Tata Ruang W ilayah (RTRW). Permohonan dapat juga ditolak pada
77

saat proses adm inistrasi, karena pemohon tidak dapat memenuhi syarat-syarat

administrasi. Adapun alurnya adalah sebagai berikut:


Penerimaan dan

Pemohon Pemeriksaan Berkas


Permohonan

Penerimaan Pembayaran
Biaya Administrasi
Pelayanan

Pelaksanaan Survey
Lapangan (Pemohon Harus
Hadir)

Proses Penelitian,
Pengolahan Data dan
Penerbitan Pertimbangan
Teknis Pertanahan

Penyerahan Pertimbangan

Pemohon Teknis Pertanahan


78

Skema 1 : Alur Pengajuan Permohonan Alih Fungsi Lahan.

Pada saat proses penerimaan dan pemeriksaan dokumen permohonan,

pemohon sudah tidak memenuhi syarat, sehingga secara sah permohonan

ditolak pada langkah pertama tersebut, namun pemohon tetap dapat

mengajukan permohonan dan permohonannnya akan diproses jika pemohon

telah melengkapi syarat-syarat administratifnya.

Luasan kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Purworejo adalah

30606.321 Ha, dimana diarahkan disetiap kecamatan dan untuk

pengembangannya dialokasikan di Kecamatan Grabag, Ngombol, Purwodadi,

Bagelen, Kaligesing, Purworejo, Banyuurip, Bayan, Kutoarjo, Butuh, Pituruh,

Kemiri, Bruni, Gebang, Loano, Bener.

Tabel 2. Perubahan Luas Lahan Persawahan Tahun 2010-2012

2010 2011 2012

NO KECAMATAN HA HA HA

1 Grabag 2651.1846 2651.008 2650.994

2 Ngombol 3418.5498 3418.5498 3418.2087

3 Purwodadi 2729.95 2729.95 2729.57


79

4 Bagelen 509.3457 509.3037 509.3037

5 Kaligesing 187.43 187.43 187.43

6 Purworejo 1647.3565 1649.6604 1648.896

7 Banyuurip 2873.8097 2873.2839 2873.0883

8 Bayan 1820.0629 1820.0629 1819.6931

9 Kutoarjo 1976.55 1976.4282 1975.8858

10 Butuh 2724.5153 2724.4418 2724.3012

11 Pituruh 2516.1312 2516.0721 2516.0084

12 Kemiri 1595.4735 1595.4735 1595.3557

13 Bruno 1621.2889 1621.2889 1621.2889

14 Gebang 1666.879 1666.6069 1666.2181

15 Loano 1028.7307 1028.6499 1028.6019

16 Bener 1638.206 1638.113 1638.113

JUMLAH 30605.462 30606.321 30602.957

Sumber : Kantor Dinas Pertanahan Kabupaten Purworejo

Dari tabel di atas terlihat bahwa perubahan penggunaan lahan

persawahan di Kabupaten Purworejo dalam kurun waktu 2010-2012 adalah

mengalami kenaikan,yaitu dari 462 Ha-957 Ha. Menurut narasumber yang

penulis temui, Kabupaten Purworejo melakukan pembangunan infrastruktur

baik meliputi sarana maupun pra sarana untuk mempermudah mobilitas

masyarakat daerah Kabupaten Purworejo serta agar perekonom ian daerah


80

kabupaten Purworejo lebih meningkat daripada tahun-tahun sebelumnya,

terlihat dari data bahwa penggunaan terbanyak diperuntukkan untuk

perumahan, jasa dan perdagangan, SPBE, pabrik, hal ini menandakan bahwa

perkembangan kabupaten Purworejo makin pesat, adapun data penggunaan

lahan pertanian menjadi non pertanian adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Monitoring Izin Perubahan Penggunaan Tanah Tahun 2013

No Desa Penggunaan Tanah

Kecamatan Luas(M2)

1 Mudal Purworejo 1,759 Rumah tempat tinggal

2 Kumpulrejo Grabag 1,640 Rumah tempat tinggal

dan tempat usaha

3 Mranti Purworejo 892 Jasa dan Perdagangan

4 Kerep Kemiri 503 SPBE

5 Pangenjurutengah Purworejo 212 Rumah tempat tinggal

6 Bencorejo Banyuurip 1,144 Bidan

7 Cangkreplor Purworejo 175 Toko

8 Grantung Bayan 2,323 Pabrik Tahu

9 Sucenjurutengah Bayan 1,201 Perdagangan

10 Kledungkradenan Banyuurip 960 Rumah tinggal dan jasa

11 Purworejo Purworejo 2,313 Perumahan


81

S12 Bubutan Purwodadi 930 Rumah tinggal dan jasa

13 Tambakrejo Purworejo 210 Rumah Tinggal

14 Borowetan Banyuurip 883 Rumah tinggal dan

U warung makan

15 Pundensari Purwodadi 993 Tempat usaha

16 Kaliwatubum i Butuh 748 Conter hp

S17 Cangkrepkidul Purworejo 869 Perdagangan dan jasa

18 Keduren Purwodadi 620 Rumah Tinggal

S19 Dukuhrejo Bayan 700 Rumah Tempat Tinggal

20 Jono Bayan 1,100 Pemukiman

Sumber : Kantor Dinas Pertanahan Kabupaten Purworejo

Dari tabel 3 tampak bahwa adanya pengalih fungsian lahan pertanian

menjadi non pertanian di Kabupaten Purworejo, hal ini memberikan dampak

pada hasil produksi padi di Kabupaten Purworejo, seperti berubah fungsi

menjadi tempat perbelanjaan ataupun permukiman mengingat lahan sawah

tersebut letaknya sangat strategis, selain struktur tanahnya subur, ditunjang

pula dengan letaknya dekat daerah perkotaan ataupun tempat-tempat

perdagangan. Kebanyakan alih fungsi tanah pertanian di Kabupaten

Purworejo banyak melanda pada areal persawahan daripada tanah kering yang

meliputi tegalan dan perkebunan. Secara empiris lahan pertanian paling rentan

terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh: Pertama,
82

kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dom inan

sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan

kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; Kedua,

daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah

perkotaan; Ketiga, akibat pola pembangunan di masa sebelumnya,

infrastruktur wilayah persawahan pada

umumnya lebih baik daripada wilayah lahan kering; dan Keempat,

pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan

sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,

dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)

ekosistem pertaniannya dom inan areal persawahan. 1

Salah satu dampak konversi lahan sawah yang sering menjadi sorotan

masyarakat luas adalah terganggunya ketahanan pangan. Dalam kaitan ini

dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan lebih merugikan

dibanding dampak faktor lainnya seperti kekeringan, banjir, dan serangan

hama/penyakit. Pada peristiwa kekeringan, banjir, dan serangan

hama/penyakit, masalah pangan yang ditim bulkan bersifat temporer, artinya

masalah pangan hanya muncul ketika peristiwa tersebut terjadi.

1
Muhammad Iqbal dan Sumaryanto, Strategi pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat, dalam Jurnal Analisis Kebijakan
Pertanian.Volume 5 No.2, Juni 2007 : hal.167-182
83

Namun pada peristiwa konversi lahan, Masalah pangan yang ditimbulkan

bersifat permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang meskipun

konversi lahan sudah tidak terjadi lagi. Namun pada tahun 20101, terlihat

bahwa peningkatan hasil produksi menjadi nampak lebih meningkat dari pada

tahun 2010. Menurut wawancara yang penulis lakukan di Dinas Pertanahan

lahan tersebut meningkat karena adanya peralihan lahan yaitu yang mulanya

merupakan Tanah kosong, dirubah menjadi lahan pertanian (terjadi di daerah

Kecamatan Banyuurip), selain itu adanya pengoptimalan lahan yang

dilakukan di Kabupaten Purworejo, yaitu mengubah tanah terlantar menjadi

tanah produksi, sehingga dapat menghasilkan dan mendatangkan keuntungan

untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam upaya mengatasi pengalih fungsian lahan pertanian ke non

pertanian (konversi lahan), pemerintah hanya mengandalkan pendekatan

yuridis yang bersifat larangan. Sedikitnya ada sembilan peraturan yang

ditujukan untuk melarang pengalih fungsian lahan pertanian ke non pertanian .

Namun peraturan-peraturan tersebut terkesan tumpul karena : Pertama adanya

kelemahan pada peraturan itu sendiri terutama yang terkait dengan masalah

kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang

dikonversi. Kedua, walaupun sangat dibutuhkan untuk mendukung

implementasi pendekatan yuridis, penegakan supremasi hukum dewasa ini

masih sangat lemah. Ketiga, pelaksanaan pemerintahan otonomi


84

menyebabkan peraturan-peraturan yang diterbitkan secara sentralistis kurang

memiliki kekuatan hukum. Keempat peraturan-peraturan tersebut terkesan

bertentangan dengan fenomena konversi lahan yang tidak mungkin dihindari

selama pertumbuhan ekonomi masih merupakan tujuan pembangunan.

Pada dasarnya pengalih fungsian lahan pertanian menjadi non

pertanian sulit dicegah selama kebijakan pembangunan ditujukan untuk

mengejar pertum buhan ekonomi. Namun demikian pengalih fungsian lahan

pertanian menjadi non pertanian akan menimbulkan dampak yang sangat

merugikan bagi ketahanan pangan, lingkungan, kesempatan kerja, dan

masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam

mengatasi masalah pengalih fungsian lahan pertanian menjadi non pertanian

seyogianya lebih diarahkan untuk meminimalkan berbagai dampak negatif

yang ditimbulkan. Sampai batas tertentu pengalih fungsian lahan pertanian

menjadi non pertanian dapat dilakukan selama dampak negatif yang

ditimbulkan dapat ditekan dan dinetralisir. Implementasi kebijakan tersebut

dapat ditempuh melalui tiga strategi yang dilaksanakan secara simultan yaitu:

1. Memperkecil peluang terjadinya pengalih fungsian lahan pertanian

menjadi non pertanian dengan mengurangi intensitas faktor yang

dapat mendorong terjadinya konversi lahan. Strategi ini dapat

diwujudkan dalam beberapa upaya yaitu: (a) menekan laju

pertumbuhan penduduk, (b) realokasi penduduk untuk mengurangi

tekanan terhadap lahan pertanian terutama di kawasan pertanian


85

produktif, (c) mengembangkan pajak progresif pada lahan non

pertanian untuk mengurangi permintaan lahan yang berlebihan dan

tidak efisien, dan (d) menerapkan prinsip "hemat lahan" dalam

mengembangkan kegiatan non pertanian.

2. Mengendalikan kegiatan konversi lahan dalam rangka menekan

potensi dampak negative yang ditimbulkan. Strategi ini dapat

dilaksanakan melalui beberapa upaya yaitu: (a) mencadangkan

kawasan pangan yang dilindungi dari proses konversi lahan, (b)

membatasi luas lahan yang dapat dikonversi di setiap daerah

berdasarkan konsep kemandirian pangan, (c) membatasi konversi

pada lahan yang memiliki produktivitas pangan, daya serap tenaga

kerja, dan fungsi lingkungan tinggi, (d) memberlakukan biaya

konversi lahan yang bersifat progresif kepada investor pelaku

konversi lahan, dan (e) membatasi konversi lahan untuk kegiatan

non pertanian yang memiliki daya serap tenaga kerja rendah dan

berpotensi tinggi menimbulkan masalah lingkungan.

3. Menanggulangi atau menetralisir dampak negatif konversi lahan.

Strategi ini dapat ditempuh dengan: (a) membangun dan

merehabilitasi jaringan irigasi, (b) melakukan perluasan lahan

sawah dengan luasan sebanding dengan kapasitas produksi pangan

dan penyerapan tenaga kerja pertanian yang hilang akibat konversi


86

lahan, (c) mengembangkan kegiatan nonpertanian sebanyak

mungkin untuk menyerap tenaga kerja lokal.

Dengan adanya upaya tersebut, produksi padi di Kabupaten Purworejo

terus meningkat meskipun penduduk di Kabupaten Purworejo terus

bertambah, hal itu dapat dibuktikan dengan adanya sisa produksi beras

Kabupaten Purworejo di tiap tahunnya. Adanya IPPT atau Perubahan

Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian, tidak berpengaruh terhadap

hasil produksi padi di Kabupaten Purworejo. Meski demikian sebagai negara

yang berbasis agraris, Indonesia selayaknya tetap mengendalikan atau

menjaga lahan pertanian. Sehingga di beberapa tahun yang akan datang dan

untuk seterusnya Indonesia tetap menjadi salah satu negara penghasil beras

terbesar.

C. Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Di Alih Fungsikan Lahan Pertanian

Menjadi Non Pertanian

Setiap perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di

wilayah Kabupaten Purworejo harus mendapat izin terlebih dahulu dari

Bupati Kabupaten Purworejo. Namun dalam hal pemutusan pemberian izin,

tidak serta merta semua permohonan yang masuk dikabulkan oleh Pemerintah

Kabupaten Purworejo.

Ada beberapa pertimbangan yang dipakai dalam memberikan izin perubahan

penggunaan tanah yaitu pertimbangan mengenai:

a. Aspek rencana tata ruang;


87

b. Letak tanah dalam wilayah ibukota kecematan yang bersangkutan;

c. Letak tanah berbatasan langsung dengan permukiman yang telah ada dan

termasuk daerah pertumbuhan pemukiman;

d. Letak tanah mempunyai aksesibilitas umum jalan dan fasilitas umum

lainnya antara lain fasilitas listrik, PAM, dan telepon;

e. Luas tanah yang diberi izin sebanyak-banyaknya 2 kali luas rencan

bangunan yang akan dibangun ditambah luas untuk sempadan jalan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Tanah sudah bersertifikat;

g. Tanah yang dimohan tidak termasuk tanah pertanian yang subur/sawah

irigasi teknis;

h. Aspek penguasaan tanah yang meliputi perolehan hak, pemindahan hak

dan penggunaan tanah;

i. Setiap perubahan peruntukan tanah harus selalu memperhatikan fungsi

tanah dan daya dukung lingkungan disekitarnya.

Adapun dasar-dasar yang menjadi pertimbangan dikabulkannya

permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut

adalah :

1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

2. Permohonan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari

Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian

ke Non Pertanian.
88

3. Permohonan tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan Izin

Perubahan Pemanfaatan Lahan dari Bupati Purworejo.

4. Perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian perlu

ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten Purworejo.

Jika lahan yang diajukan untuk alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian tersebut merupakan kawasan pertanian beririgasi, maka

permohonannya tidak dapat dikabulkan karena adanya pertimbangan-

pertimbangan tertentu yang mendasarinya, antara lain:

1. Pertimbangan kesesuaian rencana pemohon dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW).

2. Pertimbangan kesesuaian rencana pemohon dengan rencana

pembangunan daerah.

3. Pertimbangan kewenangan menggunakan tanah sesuai dengan

jenis hak atas tanah.

4. Pertimbangan kewajiban mengusahakan tanah sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

5. Pertimbangan terhadap peningkatan nilai, produksi dan kesuburan

tanah.

6. Pertimbangan kelestarian lingkungan hidup dan pencegahan

kerusakan tanah
89

7. Pertimbangan larangan menelantarkan tanah.

Pertimbangan perubahan penggunaan tanah selama ini baru diberikan

jika secara resmi pemilik tanah atau pihak pengembang ingin mengurus ijin

penggunaan tanah atau perubahan penggunaan tanahnya. Namun disadari

bahwa pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa melalui proses

perijinan secara formal ini justru jumlahnya lebih banyak. Kekosongan dan

ketidak tegasan aturan pelaksana di daerah untuk mencegah terjadinya alih

fungsi tanah pertanian secara sewenang-wenang sering dimanfaatkan oleh

para spekulan atau pihak-pihak yang hanya berorientasi kepada profit saja.

Dalam mempertimbangan perubahan penggunaan tanah ini,

pemerintah daerah memiliki sarana yang memadai untuk memonitor dan

membatasi upaya para pemilik tanah yang secara sengaja merubah fungsi

tanah pertanian yang mereka kuasai atau miliki, dengan cara:

1. Menutup saluran-saluran irigasi yang mengairi sawah beririgasi

teknis mereka.

2. Mengeringkan sawah beririgasi teknis miliknya dan

menjadikannya untuk penggunaan pertanian tanah kering.

3. Menimbun sawah beririgasi teknis miliknya untuk keperluan

bangunan.
90

4. Menjual tanah tegalan/tanah kering, hasil perubahan sah di atas

tanpa ijin dalam upaya menghindari larangan.

Dalam proses peninjauan lokasi, masing-masing anggota panitia

Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian akan

memberikan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan keadaan fisik

tanah yang dimohonkan, perubahan penggunaan tanah pertanian ke non

pertanian dan lingkungan sekitar yang mempengaruhinya antara lain :

1. Izin permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non

pertanian sesuai dengan Undang-Undang yang terkait.

2. Keadaan fisik tanah yang dimohon, apakah merupakan tanah

sawah atau tanah tegalan.

3. Kesesuaian lokasi yang dimohon dengan RUTR K/RDTRK/IKK

serta PTRD.

4. Pertimbangan mengenai kondisi saluran pengairan yang ada di

sekitarnya, apakah beririgasi sederhana atau beririgasi teknis.

Pertimbangan-pertimbangan yang diberikan tersebut akan

mempengaruhi dikabulkan atau tidaknya permohonan perubahan penggunaan

tanah pertanian ke non pertanian. Pertimbangan yang telah diberikan oleh

masing-masing anggota Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah

Pertanian ke Non Pertanian akan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan

(BAP) tentang perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian


91

tersebut yang ditandatangani oleh semua anggota Panitia Pertimbangan

Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian/tim teknis.

Pertimbangan aspek pertanahan atau lebih dikenal dengan aspek

penatagunaan tanah merupakan salah satu instrumen yang secara operasional

telah digunakan untuk menggambarkan kondisi objektif dan terbaru (present

landuse) dari suatu bidang tanah.Secara fungsional pertimbangan aspek

penatagunaan tanah ini memiliki lima kegunaan sebagai berikut:

1. Sarana pengendali dan pemantauan perubahan penggunaan tanah

yang dibuat dalam rangka pemberian ijin lokasi, pemberian hak

atas tanah, permohonan perubahan penggunaan tanah dan kegiatan

pembangunan lainnya yang berkaitan dengan penatagunaan tanah.

2. Sarana pengendali penggunaan tanah dalam rangka kegiatan

pembangunan agar tidak terjadi tumpang tindih (over-lapping)

lokasi dengan arahan tata ruang wilayah dan ketentuan teknis

lainnya yang telah digariskan.

3. Bahan pertimbangan kepada pimpinan dalam pengambilan

keputusan yang sekaligus menjadi sarana koordinasi teknis antar

sektor dalam rangka mengarahkan lokasi pembangunan.

4. Bahan pertim bangan instansi dan dinas terkait dalam rangka

pemberian ijin pembangunan sesuai dengan kewenangannya

menurut ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku.


92

5. Bahan informasi dalam upaya pengembangan sistem informasi

pertanahan dalam rangka pengendalian dan evaluasi serta

pemberian bimbingan penggunaan tanah guna peningkatan

pelayanan kepada masyarakat.

Penerapan ke lima fungsi pertimbangan aspek pertanahan tersebut

secara optimal oleh pemerintah daerah dapat menjadi sarana yang efektif

dalam menjabarkan kebijakan pertanahan untuk memantau dan membatasi

perubahan tanah pertanian (tanah sawah) ke penggunaan tanah nonpertanian,

yaitu adanya penilaian kondisi tanah yang terbaru dan pertimbangan aspek-

aspek pembangunan lainnya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian di Badan Pertanahan Nasional Di

Kabupaten Purworejo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di

Kabupaten Purworejo tidak serta merta setiap permohonan selalu

dikabulkan, permohonan izin alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian harus memenuhi syarat, baik secara administratif

maupun secara teknis. Bahkan perubahan penggunaan lahan

persawahan di Kabupaten Purworejo dalam kurun waktu 2010-

2012 adalah mengalami kenaikan,yaitu dari 462 Ha-957 Ha. Syarat

administratif yang harus dipenuhi oleh pemohon adalah sebagai

berikut:

1. Surat kuasa jika dikuasakan;

2. Foto copy kartu tanda penduduk;

3. Foto copy nomor pokok wajib pajak;

4. Foto copy akta pendirian dan pengesahan badan

hukum ;

5. Foto copy izin usaha;

6. Sketsa letak lokasi yang dim ohon;

93
94

7. Rencana pengggunaan tanah yang dimohon;

8. Persetujuan prinsip dari instansi yang berwenang;

9. Bukti kepemilikan tanah;

10. Dokumen penunjang lainnya;

Pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian

di Kabupaten Purworejo telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) terlihat dari data bahwa penggunaan terbanyak

diperuntukkan untuk perumahan, jasa dan perdagangan, SPBE,

pabrik, hal ini menandakan bahwa penggunaan dan pemanfaatan

tanah harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat penggunan

tanah.

2. Pada prinsipnya ada beberapa pertimbangan yang dipakai dalam

memberikan izin perubahan penggunaan tanah yaitu pertimbangan

mengenai:

a. Aspek rencana tata ruang;

b. Letak tanah dalam wilayah ibukota kecematan yang

bersangkutan;

c. Letak tanah berbatasan langsung dengan permukiman yang

telah ada dan termasuk daerah pertumbuhan pemukiman;

d. Letak tanah mempunyai aksesibilitas umum jalan dan

fasilitas umum lainnya antara lain fasilitas listrik, PAM,dan

telepon;
95

e. Luas tanah yang diberi izin sebanyak-banyaknya 2 kali luas

rencana banguna yang akan dibangun ditambah luas untuk

sempadan jalan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

f. Tanah sudah bersertifikat;

g. Tanah yang dimohan tidak termasuk tanah pertanian yang

subur/sawah irigasi teknis;

h. Aspek penguasaan tanah yang meliputi perolehan hak,

pemindahan hak dan penggunaan tanah;

i. Setiap perubahan peruntukan tanah harus selalu

memperhatikan fungsi tanah dan daya dukung lungkungan

disekitarnya.

B. SARAN

1. Agar penggunaan lahan pertanian dapat optimal tanpa

mengganggu pemanfaatan lahan maka dalam pemberian izin

pengalihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian benar-benar

dapat disesuaikan berdasarkan aspek penatagunaan tanah dan

rencana tata ruang wilayah.

2. Semakin pesatnya perkembangan jaman, Alih fungsi lahan

pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari

pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan


96

memperlambat atau memperkecil peluang terjadinya konversi

lahan dan mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan pertanian

menjadi non pertanian. Guna untuk mewujudkan sistem pertanian

yang berkelanjutan serta ketahanan pangan.

3. Dilakukan sosialisasi yang lebih menyeluruh kepada masyarakat

Kabupaten Purworejo mengenai pengalihfungsian lahan pertanian

menjadi non pertanian, agar masyarakat mengetahui zonasi-zonasi

daerah masing-masing sehingga akan menimbulkan kesadaran diri

masyarakat untuk turut serta mengendalikan perubahan

penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Mukti Fajar danYulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum,

Yogyakarta, Cetakan1, FakultasHukumUniversitas Yogyakarta.

H. Ali Achmad Chomzah, SH, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan Di

Indonesia), Cetakan 1, Prestasi Pustaka raya, Jakarta.

Made Sandy, 1977, Penggunaan Tanah di Indonesia, Direktorat Tata Guna

Tanah Direktorat Jenderal Agraria.

Yusriyadi, SH., MS dan Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA, 2010,

Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah,

GentaPublishing, Cetakan 1 , Yogyakarta.

H. Imam Supardi, dr. sp. Mk. 2003, Lingkungan Hidup Dan Kelestarian, P.T.

ALUMNI Bandung .

Sitanala Arsyad dan Erna Rustiadi, 2012, Penyelamatan Tanah, Air, dan

Lingkungan, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.

Bernhard Limbong, 2012, Konflik Pertanahan, Cetakan 1, Pustaka

Margaretha, Jakarta Selatan.

Muhammad Iqbal dan Sumaryanto, Juni 2007 Strategi Pengendalian alih

Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat,

dalam Jurnal analisa Kebijakan Pertanian.

Jayadinata, Johara T,1999 Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan


Perkotaan & Wilayah, Bandung : ITB.

H. Mustofa, S.H., M.SI., M.HUM, Suratman, S.H., M.HUM, 2013,

Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk Industri, Cahaya Prima Sentosa,

Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, Nurhasan Ismail, 1984, Materi Pokok 6 Tata Guna

Tanah, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Prof. Dr. H. Muchsin, S.H., Imam Koeswahyono, S.H., M. Hum., 2008, Aspek

Kebijaksanaa Hukum Penatagunaan Tanah Dan Penataan Ruang,

Sinar Grafika, Jakarta.

Moch.Hasan Wargakusumah, 2003, ibid.

PeraturanPerundang-Undangan :

Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria. .

Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentangPenataanRuang.

PeraturanPemerintahNomor 16 Tahun 2004 tentangPenatagunaan Tanah.

UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan.

Peraturan Daerah KabupatenPurworejoNomor 27 Tahun 2011 Tentang

RencanaTata Ruang Wilayah KabupatenPurworejoTahun 2011 – 2031.


Data Elektonik :

http://dianagustia.blogspot.com/2010/05/makalah-tentang-alih-fungsi-

lahan.html., diakses 7 Oktober 2013, jam 11:59 WIB.

http://krjogja.com/read/167586/pembatasan-alih-fungsi-lahan-semakin-

sulit.kr.,diakses 7 Oktober 2013, jam 12:40.

Susanti, 2004, PengendalianPemanfaatanLahanKomersialBerdasarkanPola

PERKEMBANGAN Dan KesesuaiannyaDenganRencana Tata Ruang Di Kota

Bandung.

http://pl.lib.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpl-gdl-s 1 -2004-irasusanti-54.internet

http://birohukum.jogjaprov.go.id/index.php/berita/provinsi-diy/458-alih-

fungsi-tanah-pertanian, diakses 8 Oktober 2013, Jam 15:19

http://trinuryanti.wordpress.com/2011/05/16/dampak-konversi-lahan-

pertanian-bagi-kesejahteraan-petani-di-pedesaan/. Di akses 3 Febuari 2014,

jam 20:45 .

http://herman-notary.blogspot.com/2009/08/tata-guna-tanah.htm l Di akses 9

Februari 2014, jam 13:15.


61

Gambar 1 : Peta Topografi Daerah Kabupaten Purworejo

Berdasarkan peta penggunaan lahan Wilayah Kabupaten Purworejo, terinci

sebagai berikut:

a. Perkampungan :10137.5977 Ha

b. Industri :1.363 Ha
62

c. Jasa :7.8184 Ha

d. Persawahan :30602.957 Ha

e. Pertanian Tanah Kering :51597.125 Ha

f. Kebun :640.2 Ha

g. Perkebunan :12.5 Ha

h. Padang Rumput :175.66 Ha

i. Hutan :6857.96 Ha

j. Perairan Darat :119.42 Ha

Gambar 2: Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Purworejo


63

Gambar 3 : Peta Rencana Pola Ruang di Kabupaten Purworejo

Rencana Pola Ruang di Kabupaten Purworejo yang Ditetapkan Dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011 – 2031

adalah Sebagai Berikut :


64

Rencana Pola Ruang di Kabupaten Purworejo

No
Rencana Pola Ruang Luas (Ha)
1 Kawasan Lindung
a) Kawasan lindung yang dikelola
8.964
oleh masyarakat
b) Kawasan resapan air 10.989
c) Kawasan sempadan saluran
1.035
irigasi
d) kawasan sekitar waduk 58
e) kawasan sekitar embung 290
f) Kawasan sekitar mata air 2.361
g) RTH perkotaan 3.984
h) Kawasan pantai berhutan
80
bakau
i) Kawasan cagar alam geologi 1.050
j) Kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap air 48.480
tanah
2 Kawasan Budidaya
a) Hutan Produksi Tetap 2.182,8
b) Hutan Produksi Terbatas 5.421,65
c) Kawasan hutan rakyat 9.742
d) Kawasan pertanian tanaman
29.891
pangan lahan basah
e) Kawasan pertanian tanaman
10.258
pangan lahan kering
f) Kawasan peruntukan
7.038
holtikultura
g) Kawasan peruntukan
32.363
perkebunan
h) peruntukan peternakan 93
i) Perikanan budidaya air payau 119
j) Kawasan peruntukan
18.000
permukiman

Sumber Data : Perda Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011


69

Pabrik Kecap Tegalsari Kabupaten Purworejo


70

Perumahan Tegal Malang Kabupaten Purworejo

1. Menjaga tanda batas bidang tanah.

2. Mendaftarkan perubahan yang disetujui, ke Kantor Pertanahan.

3. Menggunakan tanah sesuai peruntukan yang disetujui.

4. Menghindari konflik penguasaan dan penggunaan tanah

dengan membuat senderan batas tanah.

5. Limbah dari tempat tinggal dan toko harus ditampung secara

khusus dan permanen.


71

6. Tidak menghambat fasilitas umum yang ada baik jalan atau

saluran.

Sedangkan contoh Penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak

memenuhi ketentuan dan syarat-syarat penggunan tanah sebagai berikut:

Pabrik Kerupuk Mranti Kabupaten Purworejo

Anda mungkin juga menyukai