Salah satu modal pembangunan nasional adalah jumlah penduduk yang besar dan berkualitas. Jika dilihat
dari segi kuantitas, jumlah penduduk Indonesia termasuk Sumatera Selatan sudah cukup besar. Saat ini
jumlah penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 228 juta jiwa dan merupakan negara keempat terbesar
dari jumlah penduduknya didunia setelah China, India, dan Amerika dengan laju pertumbuhan penduduk
mencapai 1,3 %. Sementara untuk Sumatera Selatan merupakan propinsi ke sembilan terbesar jumlah
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, DKI
Jakarta, Sulawesi Selatan dan Lampung, dengan pertumbuhan penduduk saat ini sekitar 1,64 %.
Namun bila dilihat dari sisi kualitas melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih sangat
memprihatinkan. Dari 177 negara didunia, IPM Indonesia bertengger diposisi 108. Sementara IPM Sumatera
Selatan berada pada posisi 16 diantara 33 propinsi di Indonesia, padahal Sumatera Selatan merupakan
propinsi no 5 terkaya pada era otonomi daerah. Kenyataan itu menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia
masih jauh dari harapan, demikian juga bagi kita Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kualitas SDM
Sumatera Selatan masih cukup memprihatinkan. Berdasarkan hal tersebut apa yang dapat kita berikan oleh
para pengelola dan pelaksana Program KB Nasional ?
Program KB tidak hanya berupaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, namun juga
menciptakan keluarga bahagia dan sejahtera. Melalui Program KB setiap pasangan bisa merencanakan
kehidupan dengan lebih baik, sehingga dengan motto ”dua anak lebih baik” setiap rumah tangga bisa
mendidik serta memberi nutrisi yang baik bagi anak-anaknya.
Mantan Presiden Indonesia ke 3 Prof. Dr. BJ Habibie pernah mengungkapkan untuk menciptakan sumber
daya manusia yang potensial atau berkualitas maka keluarga-keluarga Indonesia harus dapat mengakses 3
hal, yaitu :
1. Akses pada gizi
2. Akses pada pendidikan
3. Akses pada ekonomi
Memasuki era otonomi daerah di mana kewenangan ada di Kabupaten Kota terjadi perubahan pelaksanaan
program kependudukan dan keluarga berencana yang cenderung kurang menguntungkan terutama pada
aspek pengendalian jumlah penduduk (TFR naik dari 2,3 pada 2003 menjadi 2,7 pada SDKI 2007),
sedangkan perhatian pada kualitas penduduk seperti program pengentasan kemiskinan, kesehatan dan
pendidikan cenderung meningkat padahal menurut International Conference Population and Development
(ICPD) 1994 Cairo, isu kuantitas dan kualitas penduduk harus ditangani secara simultan karena peningkatan
kualitas penduduk tidak mungkin dapat dilakukan tanpa mengendalikan jumlah penduduk. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tanpa diikuti oleh pengendalian jumlah penduduk tidak akan banyak artinya bagi
kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan hal tersebut di atas kita dapat menyepakati bahwa Program KB masih sangat dibutuhkan dalam
upaya meningkatkan kualitas SDM
Jumlah Anak Ideal
Program KB, seperti tertuang dalam UU No 10 tahun 1992 menginsyaratkan agar keluarga-keluarga di
Indonesia mempunyai anak yang ideal. BKKBN sendiri sebagai pengelola dan pelaksana Program KB
menetapkan motto ”dua anak lebih baik”. UU NO 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok
pembangunan keluarga berencana menuju pembangunan keluarga sejahtera adalah upaya pengaturan
kelahiran.
Dalam kaitan ini, kebijkasanaan yang dapat dilakukan adalah hal-hal yang berkaitan dengan :
a. Jumlah anak ideal
b. Jarak kelahiran anak yang ideal
c. Usia ideal untuk melahirkan dan mengakhiri kehamilan
Kebijakan tersebut dalam Program KB Nasional dilakukan melalui Reproduksi Sehat yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
B J J B
A A Silahkan punya anak A A
H N N H
A G G A
Y A A Y
A N N A
D L
U A
L G
U I
10 16 20 30 35 40
Berdasarkan diagram tersebut diharapkan bahwa perempuan tidak hamil dan melahirkan sebelum usia 20
tahun dan sesudah usia lebih dari 30 tahun. Jarak yang aman untuk hamil dan melahirkan adalah usia 20 –
30 tahun dengan jarak melahirkan yang aman dari anak yang satu ke anak berikutnya adalah 3-5 tahun,
sehingga diharapkan selama masa suburnya wanita hanya melahirkan 2 orang anak saja dan maksimalnya
adalah 3 orang.
Kurun reproduksi sehat bukan hanya berhubungan dengan ibu dan banyaknya anak, melainkan juga dengan
jarak anak yang dilahirkan. Penyeleidikan Wyon dan Gordon (Sumapraja, 1983) tentang pengaruh anak yang
terlampau dekat di Punjab, India menyebutkan bahwa kematian bayi baru lahir dan anak meningkat kalau
jaraknya kurang dari 2 tahun sejak kelahiran anak sebelumnya, dan angka kematian itu akan menurun
dengan cepat kalau jaraknya menjadi lebih lama. Taylor dalam penelitian di Thailand tahun 1970
menyebutkan bahwa ada hubungan kematian ibu dengan umur ibu. Ibu yang melahirkan di bawah 20 tahun
dan melahirkan di atas 35 tahun mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan ibu yang
melahirkan dalam umur 20-34 tahun (Sumapraja, 1983). Graef, dkk (1996) mengemukakan bahwa makin
muda atau makin tua usia ibu, maka makin tinggi resiko ibu beserta anaknya. Bila seorang ibu telah
melahirkan anak lebih dari empat orang anak, maka resiko ibu dan anaknya makin besar pada setiap
kelahiran berikutnya. Meskipun demikian, resiko tertinggi ada pada kelahiran yang berjarak kurang dari 2
tahun. Pendapat Graef ini didukung oleh temuan United Stated agency for International Development
(USAID) yang menyebutkan bahwa angka mortalitas bayi yang mempunyai jarak kelahiran kurang dari 2
tahun menunjukka 71 % lebih tinggi dibandingkan yang berjarak dua sampai tiga tahun (Graef, dkk, 1996).
Sedangkan dari hasil-hasil penelitian pada rumah-rumah sakit pendidikan di Indonesia sekitar tahun 1980-
1981 disimpulkan :
1. Resiko melahirkan dua anak saja relatif lebih kecil dari pada melahirkan anak lebih dari dua
2. Jarak antara tiap kehamilan yang dianggap cukup aman 3-4 tahun
3. Usia yang terbaik paling aman bagi ibu untuk melahirkan ialah 20-30 tahun
4. Resiko/bahaya kematian perinatal (bayi lahir) sangat kecil bila ibu melahirkan pada usia antara 20-30
tahun (PKMI, 1992)
Dengan melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat Sumsel saat ini upaya pelaksanaan Program KB
Nasional perlu semakin dipacu. Salah satu ahli kependudukan Doubleday dalam teorinya mengatakan
bahwa ”Kemakmuran akan menurunkan daya reproduksi manusia”. Berdasarkan teori ini dapat kita katakan
bahwa kemiskinan yang ada pada masyarakat akan menaikkan daya reproduksi masyarakat. Bila hal ini
tidak dicermati dan program KB sampai gagal di Sumatera Selatan maka masyarakat yang berada pada
kondisi keluarga pra sejahtera dan KS I dikhawatirkan akan terus melahirkan dan anak-anak yang terlahir
tentu saja akan mengalami serba kekurangan akibat kondisi ekonomi orang tua yang tidak menggembirakan.
Akibatnya SDM yang kita bangun akan jauh dari harapan yang kita cita-citakan. Ahli kependudukan lain,
Arsene Dumount mengatakan bahwa setiap orang selalu/ ingin mencapai kedudukan yang paling tinggi, tapi
tidak semua orang bisa mencapainya, hal ini disebabkan karena keluarga besar akan menjadi perintang.
Teori ini berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat rendah (miskin) maka keluarga yang dimiliki tidak
akan mampu bersaing dalam segala hal, karena tidak mempunyai akses untuk mencukupi berbagai
kebutuhan yang diperlukan.
Perbandingan antara dua kelompok penduduk usia produktif dan non produktif ini diindikasikan dengan rasio
ketergantungan yaitu rasio antara penduduk non produktif terhadap penduduk usia produktif. Jika
pertumbuhan penduduk usia kerja lebih pesat dibandingkan pertumbuhan penduduk usia muda, maka rasio
ketergantungan secara dinamis akan menurun. Keuntungan ekonomis akibat penurunan rasio
ketergantungan inilah yang disebut Bonus Demografi.
Bonus demografi sering dikaitkan dengan suatu kesempatan yang hanya akan terjadi satu kali saja bagi
semua penduduk negara yakni ”the window of opportunity”. Kesempatan yang ada berkaitan dengan bonus
demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal pada perbandingan antara jumlah
penduduk yang produktif dan yang non produktif. Terbukanya jendela kesempatan yang menyediakan
kondisi ideal untuk meningkatkan produktivitas ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pemerintah bila
ingin meningkatkan kesejahteraan penduduknya, termasuk menciptakan SDM yang berkualitas.
Visi pembangunan kependudukan di Indonesia saat ini adalah terciptanya pertumbahan penduduk seimbang,
yaitu pertumbuhan penduduk seimbang dengan daya dukung alam (SDA), tertib administrasi dan penduduk
berkualitas.
Penduduk berkualitas adalah penduduk yang bercirikan :
1. Sehat
2. Pandai
3. Mempunyai nilai jual
Melalui upaya program KB Nasional maka keluarga akan dengan mudah merencanakan dan mengatur
kehidupannya. Jumlah anak yang sedikit dapat mendorong kesehatan penduduk perempuan sehingga dapat
meningkatkan partisipasi perempuan dalam pasar kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan status
sosial dan kemandirian mereka. Mereka cenderung memiliki waktu yang lebih untuk berkontribusi baik dalam
kehidupan keluarga manupun masyarakat. Pendapatan keluarga dapat diprioritaskan untuk keperluan
kesehatan melalui konsumsi makanan bergizi. Pendapatan juga dapat diarahkan untuk pendidikan jangka
panjang terutama bagi penduduk perempuan dan remaja untuk memperbaiki prospek kehidupan mereka.
Daftar Rujukan :
BKKBN, 2008, Profil Kependudukan Sumsel 2008, Palembang
BPS, 2006, Sumatera Selatan Dalam Angka 2006, Palembang
PKMI, 1992, Panduan MKET Kontap Bagi PPLKB/PLKB, Jakarta
Sumapraja, Sudraji, 1983, Metode Penelitian Kespro, Consortrium Medical Sciences, Depdikbud, Jakarta
Matra, Ida Bagus, Dasar-Dasar Demografi, Yogyakarta
Saputra, Dani, 2008, Bahan Ajar Komunikasi Kesehatan, Palembang
Utarini, Adi, 1996, Komunikasi Untuk Perubahan Perilaku, GajahMada Pers, Yogyakarta
Catatan :
*) Penulis merupakan Peneliti Madya
Pada BKKBN Propinsi Sumatera Selatan.