Anda di halaman 1dari 33

KONSEP DASAR KEPENDUDUKAN DALAM PENGEMBANGAN

KELUARGA BERENCANA (KB)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengembangan Asuhan Pelayanan Keluarga Berencana

Dosen Pengampu:
Dr. Tita Husnitawati Madjid, dr. Sp.OG (K)

Oleh:
KELOMPOK I

Rati Andriani NPM 131020180513


Eka Andriany NPM 131020180518
Nurul Husna NPM 131020180521

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Salah satu masalah kependudukan yang cukup besar di Indonesia adalah
jumlah kepadatan penduduk yang sangat besar. Hal ini menimbulkan berbagai
macam masalah lain. Untuk itu, pemerintah mencanangkan program Keluarga
Berencana (KB) yaitu program pembatasan jumlah anak yakni dua untuk setiap
keluarga. Program KB di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat dan
diakui keberhasilannya di tingkat Internasional. Hal ini terlihat dari angka kesertaan
ber-KB meningkat dari 26% pada tahun 1980, menjadi 50% pada tahun 1991, dan
terakhir menjadi 57% pada tahun 1997.1
Program KB nasional telah berjalan selama kurun waktu 4 pelita dengan
hasil yang cukup menggembirakan, baik secara normatif maupun demografis.
Berdasarkan hasil – hasil Survey Prevalensi Indonesia ( SPI ) tahun 1987 ternyata
tingkat kelahiran kasar telah menurun menjadi sekitar 28 –29/1000 dan TFR
menjadi sekitar 3,4 –3,6. Meskipun begitu, masih ada beberapa pro dan kontra jika
dipandang dari segi islam KB itu hukumnya haram.1
Indonesia mengajak dunia Internasional untuk memperhatikan kembali
program Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan
jumlah penduduk. Dalam intervensinya atas laporan Sekjen PBB mengenai
monitoring populasi dunia dengan fokus kontribusi dan program aksi International
Conference Population and Development (ICPD), Indonesia menyebutkan
penduduk merupakan masalah penting yang harus ditangani bersama. Termasuk
untuk mencapai tujuan pembangunan global dan pembangunan lainnya yang saling
berkaitan.1,2
Didapat dari data Proyeksi Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis
Kelamin Tahun 2010-2035 Penduduk Indonesia berjumlah 268 074,6 203,6 juta
jiwa. Dalam Pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Indonesia telah mengukir sejarah
keberhasilan dalam menurunkan laju pertumbuhan penduduk dari 2,31 persen
selama periode 1971-1980, menjadi 1,49 % periode 2000-2010 dan 1,36 persen
selama periode 2010-2016. Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini, konsisten
dengan penurunan angka kelahiran total (atau TFR) dari 5,61 anak per wanita usia
subur pada tahun 1971 menjadi 2,38 pada tahun 2018.3
Permasalahan kependudukan kembali meresahkan pemerintah dan para
pakar kependudukan di Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 2014 menunjukkan
kenaikan laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia dari 1,45 persen pada
periode 1990-2000 menjadi 1,49 persen pada periode 2000-2009. Keresahan ini
sangat beralasan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 ,6 juta
jiwa (BPS, 2010), merupakan penduduk terbanyak ke-4 di dunia setelah cina, India,
dan Amerika serikat. walaupun kenaikan LPP relatif kecil (0,04), jumlah tersebut

1
menambah secara signiflkan jumlah penduduk Indonesia sebesar 32,6 juta jiwa
selama 10 tahun terakhir. persoalan kependudukan Indonesia tersebut juga
diperberat dengan kondisi kependudukan lain yang kurang baik, diantaranya masih
60 persen penduduk hanya tamat SD dan bahkan tidak/belum tamat SD. Angka
Human Development Index (HDI) Indonesia masih menduduki peringkat ke 108
dari 188 negara (2010) dan urutan ke 7 dair 10 negara ASEAN setelah viefiram, di
atas Laos, Kamboja, dan Myanmar (UNDP 2010).4
Masalah kependudukan adalah suatu masalah yang sangat penting bagi
semua negara. Kenapa menjadi penting terutama di Indonesia, sehingga muncul
program KB. Oleh karena itu kebijakan KB di terbitkan di Indonesia: Angka
kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi. Begitu pula dengan kematian ibu-ibu
pada waktu melahirkan, selain itu. Permasalahan kependudukan ini bisa melebar ke
berbagai permasalahan sosial ekonomi yang sangat erat dan sering juga dianggap
contoh, adalah 2 isu kependudukan, oleh karena itu tidak heran bila BKKBN
merasa ikut bertanggung jawab dengan masalah kemiskinan, bahkan lembaga ini
punya program pengentasan keluarga miskin.2

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep kependudukan dalam Pengembangan Keluarga
Berencana
2. Untuk mengetahui konsep keluarga berencana
3. Untuk mengetahui Konsep Dasar Penapisan Calon Akseptor KB Sesuai
Evidence Based
4. Untuk mengetahui Kajian Jurnal
5. Untuk mengetahui Permasalahan Dalam Keluarga Berencana (KB)

C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi setiap pendidik untuk
memberikan gambaran tentang sebaran penduduk terhadap keluarga berencana,
meliputi laju atau pertumbuhan penduduk serta kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan keluarga berencana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kependudukan dalam Pengembangan Keluarga Berencana


1. Dinamika Kependudukan
Penduduk menurut UU.RI.No. 10 tahun 1992 yaitu orang dalam matranya
sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara dan
himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah
Negara pada waktu tertentu. Penduduk adalah semua orang yang mendiami
suatu daerah dalam suatu waktu/jangka waktu tertentu. Penduduk dipelajari oleh
ilmu kependudukan, fokus perhatian demografi adalah perubahan beserta
komposisi dan distribusi pendukung.5,6

Gambar. Peta Indonesia


Sumber. https://indonesia.go.id/archipelago

Dinamika penduduk yaitu suatu proses perubahan penduduk secara


terus menerus yang mempengaruhi jumlah. Dinamika kependudukan
merupakan perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari waktu
ke waktu. Dinamika penduduk dipengaruhi beberapa faktor yaitu kelahiran,
kematian, perpindahan penduduk serta kondisi sosial ekonomi dan budaya
yang berkembang di masyarakat. Dari berbagai penyebab tersebut dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.5,6
a. Penyebab langsung
1) Yang dimaksud dari penyebab langsung dari pertumbuhan penduduk
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk
secara langsung tanpa melalui variabel antara lain kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk.
2) Hubungan kelahiran, kematian dan migrasi dengan jumlah penduduk
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka pertambahan penduduk
secara sederhana terbagi menjadi :

3
a. Pertumbuhan penduduk alami yaitu pertambahan penduduk karena
adanya selisih antara kelahiran dan kematian.
b. Pertambahan penduduk sosial yaitu pertambahan penduduk
disebabkan selisih antara kelahiran kematian dan migrasi
b. Penyebab tidak langsung
Faktor yang mempengaruhi perubahan penduduk secara tidak
langsung melalui variabel antara yaitu keadaan sosial ekonomi dan
budaya. Menurut King Sley Davis dan Judith Blake, variabel antara yang
dapat mempertinggi/menekan fertilitas suatu masyarakat yaitu:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan oleh hubungan
kelamin (inter couse variable)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan untuk konsepsi
(conception variable)
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran selamat
(gestation variable)
d. perkawinan juga akan berpengaruh pada dinamika penduduk, jika
perkawinan terjadi pada usia muda maka usia reproduktif yang
dialami oleh pasangan usia muda tersebut akan lebih panjang
daripada pasangan usia lanjut akibatnya kemungkinan jumlah anak
yang dihasilkan oleh pasangan muda akan lebih banyak daripada
pasangan usia lanjut.
e. Status sosial, pekerjaan dan latar belakang pendidikan sedikit banyak
berpengaruh pada tinggi rendahnya fertilitas maupun mortalitas
dalam suatu masyarakat. Tingkat fertilitas umur lebih rendah pada
wanita yang berusia lebih tua yang mempunyai penghasilan lebih
rendah. Ini karena tingkat ekonomi masyarakat rendah sehingga
secara tidak langsung status sosial ekonomi berpengaruh pada
dinamika penduduk.5.6
2. Faktor Demografi yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk (Growth Rate) ditentukan oleh tingkat
kelahiran dan tingkat kematian. Tingkat kelahiran kasar (Crude Birth Rate) dan
tingkat kematian kasar (Crude Death Rate) masing-masing menunjukkan jumlah
kelahiran hidup dan jumlah kematian per 1000 penduduk per tahun. Dengan
demikian ada 4 kemungkinan dari 2 variabel ini :5
a. Tingkat kelahiran tinggi dan tingkat kematian tinggi
b. Tingkat kelahiran tinggi dan tingkat kematian rendah
c. Tingkat kelahiran rendah dan tingkat kematian rendah
d. Tingkat kelahiran rendah dan tingkat kematian tinggi
Pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Indonesia telah mengukir sejarah
keberhasilan dalam menurunkan laju pertumbuhan penduduk dari 2,31 persen
selama periode 1971-1980, menjadi 1,49 % periode 2000-2010 dan 1,36 persen

4
selama periode 2010-2016. Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini, konsisten
dengan penurunan angka kelahiran total (atau TFR) dari 5,61 anak per wanita
usia subur pada tahun 1971 menjadi 2,38 pada tahun 2018.3
3. Transisi Demografi
Transisi demografi adalah proses perubahan kematian dan kelahiran yang
berlangsung dari tingkatan yang tinggi ke tingkatan yang rendah dalam suatu
kurun waktu pada masyarakat tertentu. Transisi ini muncul dengan terjadinya
banyak perubahan di masyarakat, diantaranya adalah perubahan sosio-ekonomi
yang berhubungan timbal balik dengan kesehatan (Siregar & Suwandono, 1992).
Perubahan penduduk secara implisif menyatakan pertambahan atau penurunan
jumlah penduduk secara parsial maupun keseluruhan sebagai akibat perubahan
komponen utama perubahan penduduk yaitu kelahiran, kematian dan migrasi
(Sudarti, 2004). Dalam transisi demografi menurut Bogue (1965) tahap transisi
sebagai berikut:5
a. Pratransisi (Pre-Transitional), ditunjukkan dengan tingkat fertilitas dan
mortalitas yang tinggi
b. Tahap Transisi (Transitional), ditunjukkan dengan tingkat fertilitas tinggi
dan tingkat mortalitas rendah
c. Tahap Pasca Transisi (Past Transitional), dinyatakan dengan tingkat
fertilitas dan mortalitas sudah rendah (Sudarti, 2004).
Penduduk Indonesia akan bertambah banyak dengan piramida yang terus
berubah. Jumlah penduduk Indonesia akan menjadi 274 juta orang pada tahun
2025. Penduduk usia lanjut dan usia produktif termasuk usia angkatan kerja
akan bertambah besar proporsinya. Sementara itu penduduk usia muda (bayi dan
anak), meskipun proporsinya menurun, jumlahnya tetap meningkat. Di samping
itu karena adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah menimbulkan
urbanisasi yang tidak terkendali. Begitu pula kemiskinan dan pengangguran
dengan segala akibatnya terhadap kesehatan tetap ada terus sampai tahun 2025,
walaupun jumlahnya sudah menurun (Depkes RI, 2009).5

5
Gambar. piramida penduduk indonesia tahun 1971-2010

Pada piramida penduduk tahun 2010, kelompok umur 20-24 tahun


menunjukkan keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) pada tahun 1990.
Apabila dibandingkan dengan kelompok umur di bawahnya (0-19 tahun) terlihat
adanya peningkatan kelahiran pada periode setelah tahun 1990. Selain itu, bagian
puncak piramida menunjukkan peningkatan pada jumlah penduduk lanjut usia
(BKKBN, 2013). Dalam konteks transisi demografi, Indonesia berada diperingkat
akhir (era pasca transisi demografi) dan negara ini juga telah memulai proses
modernisasi dalam berbagai bidang dan diikuti era reformasi pemerintahan dan
globalisasi yang berkembang pesat. Sebagai akibat era pasca transisi demografi,
Indonesia akan menghadapi masalah-masalah seperti: jumlah penduduk berusia
tua (Sariman, 2007). Peningkatan jumlah penduduk yang besar akan
menyebabkan kemiskinan di masa depan karena tekanan pada sumber informasi
lainnya langka seperti energi, atau akan memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global (Canning, 2011). Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya
mortalitas, antara lain :5
a. Perkembangan teknologi di bidang pertanian dan perkembangan industri
modern/ dewasa ini dikenal juga revolusi hijau yang ada pada masyarakat
Indonesia ditetapkan sebagai panca usaha di bidang pertanian.
b. Munculnya pemerintahan yang relatif stabil/mantap yang memungkinkan
mantapnya fasilitas penyaluran bahan makanan dan jasa
c. Kemajuan sanitasi lingkungan menimbulkan kondisi lingkungan yang sehat
d. Kemajuan di bidang kedokteran, gizi, pengobatan dan program-progran
kesehatan masyarakat.
Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi mortalitas didasarkan pada :
a. Berdasarkan penelitian, kematian di desa pada umumnya lebih rendah
dibanding di kota (mutu kehidupan yang lebih sehat di desa)

6
b. Pilihan terhadap perkerjaan/profesi yang juga berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya mortalitas dan lingkungan pekerjaan yang tidak sehat (tambang,
pabrik, percetakan, lingkungan berdebu dan sebagainya) meningkatkan
mortalitas
4. Kondisi Kependudukan Indonesia
Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan penduduk terbanyak nomor
empat di dunia. Data tersebut mengacu kepada The Spectator Index. Mengutip
data The Spectator Index terkait 20 negara dengan penduduk terbanyak di dunia,
Indonesia tercatat memiliki populasi penduduk sebanyak 265 juta jiwa. Sementara
negara dengan penduduk terpadat di dunia adalah China dengan jumlah penduduk
sebanyak 1,4 miliar jiwa. Disusul India dengan populasi sebanyak 1,33 miliar
jiwa dan Amerika Serikat sebanyak 328 juta jiwa.7

Tabel. Proyeksi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin


Tahun 2010-2019 (X 1000)8

Sumber:https://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Ind
onesia_2010-2035.pdf

7
Dampak Peledakan Penduduk.1
a. Terhadap Kualitas Penduduk
1) Kemiskinan dan kelaparan
2) Kekurangan gizi balita
3) Kematian ibu dan anak
4) Pengangguran meningkat
b. Terhadap Lingkungan dan Ekologi
1) Penggundulan hutan
2) Erosi dan abrasi tanah/laut
3) Banjir, tanah longsor,dan kekeringan lahan
4) Perubahan iklim yang ekstrim
5) Mencairnya kutub es

Gambar. dampak dari meningkatnya jumlah penduduk

5. Dampak Program KB Tidak Berhasil Terhadap Kondisi Kependudukan di


Indonesia
a. Kemiskinan Meningkat
Tingkat kelahiran penduduk miskin lebih besar, sehingga penduduk miskin
bertambah
b. Kualitas penduduk rendah
Total Fertility Rate (TFR) masih tinggi, sehingga penyediaan pelayanan dasar
tidak memadai
c. Pengangguran Meningkat
Total Fertility Rate (TFR) masih tinggi, sehingga pertumbuhan ekonomi
rendah, sehingga pengangguran bertambah
d. Kebutuhan energi meningkat
Bertambahnya penduduk, sehingga pemenuhan fasilitas energi menjadi lebih
besar
e. Kebutuhan akan pangan meningkat
Pertambahan penduduk besar, sehingga penyediaan biaya lebih besar untuk
pengadaan pangan.

8
Tabel. Peran KB dalam Peningkatan IPM

Mengerucut pada tujuan program pembangunan pada abad millennium


(MDG’s), tujuan program pembangunan, bidan memiliki tanggung jawab dalam
upaya mengatasi masalah kematian ibu dan anak. Sebagai pengganti MDG’s maka
diluncurkan suatu sistem pebangunan baru yang bernama Sustainable Development
Goals (SDGs), yang ememiliki 17 Goals dan 169 target, diantaranya adalah Goals
ke 5 yang berisi Kesetaraan Gender (Akses Kespro dan KB, menjamin kesetaraan
Gender serta memberdayakan seluruh wanita dan perempuan, dengan 2 target
kesehatan:9
1. Menghilangan segala bentuk praktek berbahaya, seperti pernikahan anak-anak,
usia dini dan terpaksa, serta sunat perempuan (hanya untuk negara tertentu),
2. Menjamin akses semesta kepada kesehatan seksual dan reproduksi serta hak-
hak reproduksi, sebagaimana yang disetujui, Programme of Action of the
International on population and Deveploment serta Beijing platform for Action.
6. Masalah Kependudukan Di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke
4 setelah Amerika Serikat. Selain jumlah penduduknya yang besar, luasnya
negara kepulauan dan tidak meratanya penduduk membuat Indonesia semakin
banyak mengalami permasalahan terkait dengan hal kependudukan. Tidak hanya
itu, faktor geografi, tingkat migrasi, struktur kependudukan di Indonesia dll
membuat masalah kependudukan semakin kompleks dan juga menjadi hal yang
perlu mendapatkan perhatian khusus guna kepentingan pembangunan manusia
Indonesia.10
Masalah kependudukan di Indonesia antara lain :2,9
1. Jumlah dan pertumbuhan penduduk
Orang pertama yang mengemukakan teori mengenai penduduk
adalah Thomas Robert melthus yang hidup pada tahun 1886-1824 dalam
edisi pertamanya Essay on population tahun 1798 Melthus mengemukakan
dua pokok pendapatnya yaitu penduduk seperti bahan makanan adalah
penting bagi kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat tertahan dan
tidak terbatas atas dua hal tersebut dia mengemukakan pendapatnya bahwa

9
pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari pertumbuhan bahan makanan.
Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu jumlah penduduk meningkat secara
geografis (deret ukur) sedangkan kebutuhan hidup kian meningkat secara
alat arit matika (deret hitung), akibatnya pada suatu saat akan terjadi
perbedaan yang besar antara jumlah penduduk dan kebutuhan hidup.
Sementara pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara
2,15% pertahun hingga 2,49% pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk
seperti itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas),
kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi). Jumlah
penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2010 mencapai angka 237.641.326
jiwa.
Peristiwa kelahiran di suatu daerah menyebabkan perubahan jumlah
dan komposisi penduduk, sedangkan peristiwa kematian  dapat menambah
maupun mengurangi jumlah penduduk di suatu daerah. Mengurangi bagi
yang ditinggalkan dan menambah bagi daerah yang didatangi. Selain
penyebab langsung seperti kelahiran, kematian dan migrasi terdapat
penyebab tidak langsung seperti keadaan social, ekonomi, budaya,
lingkungan, politik dsb. Pertumbuhan penduduk seperti dikemukakan di atas
dapat dikatakan terlalu tinggi karena dapat menimbulkan berbagai
persoalan. Jadi apabila pertubuhan penduduk di Indonesia tahun 1990
sebesar 2,15% pertahun diperlukan investasi sebesar 2,15 kali 4 sama
dengan 8,6% pertahun. Sedangkan tingkat pertumbuhan GNP di Indonesia
pada tahun yang sama hanya mencapai 4% pertahun. Defisit antara
kemampuan dan kebutuhan sebesar 8,6%-4% = 4% ditutup pinjaman dari
luar negeri.
2. Persebaran dan kepadatan penduduk.
Permasalahan yang muncul adalah tidak meratanya kepadatan
penduduk antar daerah di Indonesia, secara ekonomi permasalahan yang
muncul dari kondisi ini adalah rendahnya produktifitasnya daerah dengan
kepadatan penduduk yang rendah.
Faktor yang mempengaruhi penyebaran penduduk tidak merata
yaitu:
a. Kesuburan tanah, daerah atau wilayah yang ditempati banyak
penduduk, karena dapat dijadikan sebagai lahan bercocok tanam dan
sebaliknya.
b. Iklim, wilayah yang beriklim terlalu panas, terlalu dingin, dan terlalu
basah biasanya tidak disenangi sebagai tempat tinggal
c. Topografi atau bentuk permukaan tanah pada umumnya masyarakat
banyak bertempat tinggal di daerah datar
d. Sumber air
e. Perhubangan atau transportasi
f. Fasilitas dan juga pusat-pusat ekonomi, pemerintahan, dll.

10
3. Stuktur umur penduduk
Umur dan jenis kelamin merupakan karakteristik penduduk utama,
pengelompokan penduduk berdasarkan dua karakteristik tersebut selalu
diperlukan dalam menganalisis data. Melalui analisis komponen penduduk
berdasarkan umur dan jenis kelamin disuatu daerah atau Negara dapat
dihitung berbagi perbandingan atau rasio antara lain rasio jenis kelamin
waktu lahir atau sex rasio birth, rasio ibu dan anak (wild women ratio) dan
rasio beban ketergantungan (dependenty ratio). Komposisi penduduk di
Indonesia termasuk dalam model ekposive atau umur muda mengandung
masalah penyediaan lapangan kerja pendidikan dan beban kelompok
produktif.
4. Kelahiran dan kematian
Kelahiran adalah ukuran tingkat kelahiran yang digunakan dalam
perhitungan proyeksi adalah angka kelahiran total atau Total Fertility Rate
(TFR) dan angka kelahiran menurut umur atau Age Specificity Fertility Rate
(ASFR) .
Kematian adalah ukuran tingkat kematian yang digunakan dalam
perhitungan proyeksi adalah angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate
(IMR), Karena IMR merupakan salah satu indikator yang penting yang
mencerminkan derajat kesehatan masyarakat. Di samping itu IMR dapat di
pakai sebagai alat monitoring situasi kependudukan sekarang maupun
sebagai alat untuk mengidentifikasi kelompok umur penduduk tertentu yang
mempunyai resiko kematian tinggi.
5. Masalah Tingkat Penghasilan/Pendapata
Tingkat penghasilan/pendapatan suatu negara biasanya diukur dari
pendapatan per kapita, yaitu jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam
suatu negara.
Penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi
masalah-masalah kependudukan yaitu :
1. Jumlah penduduk dan pertumbuhannya diatasi dengan program Keluarga
Berencana (KB).
2. Persebaran dan Kepadatan penduduk diatasi dengan:
a. Program Transmigrasi
b. Pembangunan lebih intensif di Kawasan Indonesia Timur
3. Tingkat kesehatan yang rendah diatasi dengan:
a. Pembangunan fasilitas kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
b. Pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin
4. Tingkat kependudukan yang rendah diatasi dengan:
a. Penyediaan fasilitas pendidikan yang lebih lengkap dan merata di
semua daerah di Indonesia. Dengan meratanya pendidikan di seluruh

11
daerah di Indonesia, diharapkan Indonesia kedepannya dapat
memanfaatkan SDA Indonesia dengan baik.
b. Penciptaan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja
c. Peningkatan kualitas tenaga pengajar (guru dan dosen) di lembaga
pendidikan milik pemerintah
d. Penyediaan program pelatihan bagi para pengajar dan pencari kerja
e. Mempelopori riset dan penemuan baru dalam bidang IPTEK di
lembaga- lembaga pemerintah
5. Tingkat  pendapatan yang rendah diatasi dengan:
a. Penciptaan perangkat hukum yang menjamin tumbuh dan berkembang-
nya usaha/investasi, baik PMDN ataupun PMA.
b. Optimalisasi peranan BUMN dalam kegiatan perekonomian, sehingga
dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja.
c. Penyederhanaan birokrasi dalam   perizinan usaha.
Pembangunan/menyediakan fasilitas umum (jalan, telepon) sehingga
dapat mendorong kegiatan ekonomi.
6. Penciptaan dan Perluasan lapangan Kerja
Pembukaan lapangan kerja adalah hal yang patut diperhatikan dalam
masalah kependudukan di Indonesia. Sebab problem ini menyangkut
pengsilan penduduk dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Maka
demikian, jika lapangan kerja sempit maka akan tetap menghasilkan
masalah klasik dala bidang kependudukan.

B. Konsep Keluarga berencana


1. Beberapa Konsep Tentang KB
Keluarga Berencana adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan
kemandulan dan penjarangan kelahiran.2,5,6
Keluarga adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran.2,5,6

Gambar: Komponen Penduduk

12
2. Tujuan Keluarga Berencana
Keluarga berencana bertujuan untuk:5,6
a. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan
pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia
b. penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga
3. Sasaran program KB
a. Sasaran langsung
Pasangan usia subur yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran
dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan
b. Sasaran tidak langsung
Pelaksana dan pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran
melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka
mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani,
2010;29).
4. Ruang Lingkup Program KB
Ruang lingkup program KB, meliputi:5,6
a. Komunikasi informasi dan edukasi
b. Konseling
c. Pelayanan infertilitas
d. Pendidikan seks
e. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawainan
f. Konsultasi genetik
5. Manfaat Usaha KB di Pandang dari Segi Kesehatan
Peningkatan dan perluasan pelayanan KB merupakan salah satu usaha
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang semakin tinggi akibat
kehamilan yang dialami wanita.5,6
6. Kebijakan Publik Keluarga Berencana
Perkembangan KB di Indonesia.2
a. Era soekarno, bertambahnya penduduk berarti bertambahnya SDM yang
merupakan modal terbaik untuk menciptakan suatu negara yang kuat dalam
melaksanakan pembangunan. Dalam UUDS 1950 pasal 39 ayat 1 : keluarga
berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negeri ini. Pasal itu menjadi
patokan bahwa pembatasan jumlah anak tidak disetujui di era Soekarno
(Diana Trisnawati, program keluarga Berencana masa Pemerintahan
Soeharto, FIB UI 2004).
b. Era Soeharto (ORBA), meskipun periode sebelumya negara berjanji akan
melindungi setiap keluarga Indonesia, namun seiring dengan keadaan
ekonomi, yang diakibatkan jumlah penduduk yang besar dan tidak merata.
Tap MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, dalam MPR RI, Himpunan
ketetapan MPRS dan MPR tahun 1960 s/d 2002 (Jakarta: Sekretariat Jendral

13
MPR RI, 2002) hlm. 579-622. Program KB harus ditempuh dengan cara-
cara sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang maha Esa.
1) Keadaan ekonomi padda masa itu
2) Terkait jumlah penduduknya tidak merata
3) KB berkembang di negara-negara Barat untuk mengatasi persoalan
kependudukan
4) Di sisi lain suatu keadaan yang mendesak Indonesia untuk melaksanakan
KB adalah faktor intervensi luar negeri (Diana Trisnawati, Program
keluarga berencana masa Pemerintahan Soeharto, FIB UI 2004)
Pada pelaksanaan dibagi dalam Repelita I: Pada pelaksanaan
program KB masih terbatas pada 6 provinsi di pulau jawa & bali; Repelita
II: Diperluas 11 provinsi yang terdapat di Pulau Sumatera & kalimantan;
Repelita III: Kemudian program ini selesai pada Repelita 3 dengan
menambah 10 Provinsi lagi di Kepulauan Indonesia timur.
c. Era reformasi, Keputusan presiden nomor 20 tahun 2000 tentang Badan
Koordinasi Keluarga Berencana nasional yang ditandatangani oleh Presiden
Abdurrahman Wahid, bahwa:
1) Bahwa program keluarga berencana nasional dan pembangunan keluarga
sejahtera serta pemberdayaan perempuan sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional perlu ditingkatkan dengan memperluas
pemanfaatan sumber daya yang tersedia;
2) Bahwa untuk mempercepat terwujudnya keluarga berkualitas, maju,
mandiridan sejahtera, dipandang perlu untuk meningkatkan peran serta
semua pihak, secara terkoordinasi, terintegrasi, dan tersinkronisasi dalam
program keluarga berencana nasional dan pembangunan sejahtera serta
pemberdayaan perempuan;
3) Bahwa untuk mencapai maksud dan tujusn tersebut di atas dipandang
perlu untuk menata kembali kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi
dan tata kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dengan
Keputusan Presiden
d. Perbandingan Program KB ORBA-Reformasi
1)Perempuan menjadi sasaran utam program penurunan jumlah penduduk
dengan berbagai alat kontrasepsi
2)Perkembangan positif dengan adanya perubahan orientasi program KB
dan KK dari kepentingan strategis gender pada masa reformasi
3)Sejak pemerintahan Gusdur dilancarkan program peningkatan partisipasi
KB untuk laki-laki, peserta KB meningkat 1,1% pada tahun 1999
menjadi 18% ada tahun 2000
e. Era Megawati
BKKBN merupakan instansi vertikal menjadi tidak berarti ketika
harus berhadapan dengan peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang

14
SOTK di daerah yang terbit pada masa Presiden Megawati, yang juga
menerbitkan Kepres Nomor 103 tahun 2001 yang menggariskan bahwa:
Pasal 1
(1) Lembaga Pemerintah Non Departemen dalam pemerintahan Negara
Republik Indonesia, yang selanjutnya dalam keputusan Presiden ini
disebut LPND adalah lembaga pemerintah pusat yang terbentuk
untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari presiden
(2) LPND berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
(termasuk BKKBN)(Sumber: Kepres Nomor 103 tahun 2001 tentang
tugas, kedudukan , fungsi, kewenangan, dan tata kerja lembaga
pemerintah non departemen Pressiden RI)
f. Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 disebutkan bahwa:
‘Sasaran pembangunan kependudukan dan pembangunan keluarga kecil
berkualitas adalah terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya
keluarga kecil berkualitas ditandai dengan”:
(1) Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14
persen per tahun; Total fertilitas rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan;
persentase pasangan usia subur yang tidak terlayani menjadi 6 persen;
(2) Meningkatnya kesertaan KB laki-laki menjadi 4,5 persen
(3) Meningkatnya pengunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien,
(4) Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi 21 tahun
(5) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam tumbuh kembang anak
(6) Meningkatnya keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang aktif dalam
usaha ekonomi produktif; dan
(7) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi

C. Konsep Dasar Penapisan Calon Akseptor KB Sesuai Evidence Based


1. Konsep Dasar Pelayanan KB
Pelayanan KB merupakan salah satu strategi untuk mendukung
percepatan penurunan Angka Kematian Ibu melalui:7
a. Mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan
b. Mencegah atau memperkecil kemungkinan seorang perempuan hamil
mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
c. Mencegah atau memperkecil terjadinya kematian pada seorang perempuan
yang mengalami komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Peranan KB sangat diperlukan untuk mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan, unsafe abortion dan komplikasi yang pada akhirnya dapat
mencegah kematian ibu.

15
Selain itu, Keluarga Berencana merupakan hal yang sangat strategis
untuk mencegah kehamilan “Empat Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu
sering dan terlalu banyak). Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, upaya yang
diselengggarakan di Puskesmas terdiri dari upaya kesehatan masyarakat
esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Pelayanan
Keluarga Berencana merupakan salah satu dari 5 Upaya Kesehatan
Masyarakat Esensial yaitu:11
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi; dan
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Begitu pula untuk di Rumah Sakit, menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah
Sakit, pelayanan KB merupakan pelayanan medik umum yang harus ada di
RS. Dapat disimpulkan, pelayanan KB merupakan:11
1. Upaya kesehatan masyarakat esensial Puskesmas dan pelayanan medik
umum di Rumah Sakit
2. Upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas
3. Upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan
4. Memenuhi hak reproduksi klien. Pelayanan keberlanjutan (Continuum of
Care) dalam pelayanan KB, meliputi pendidikan kesehatan reproduksi
pada remaja, konseling WUS/calon pengantin, konseling KB pada ibu
hamil/ promosi KB pasca persalinan, pelayanan KB pasca persalinan, dan
pelayanan KB interval.
Sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Pelayanan KB 2014-2015,
salah satu strateginya adalah peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, dan
kualitas pelayanan KB melalui pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) dan konseling secara sistematis dengan salah satu program utama adalah
memastikan seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan
pelayanan KB. Komunikasi, Informasi dan Edukasi adalah proses yang sangat
penting dalam pelayanan KB. Pengertian komunikasi adalah penyampaian
pesan secara langsung/tidak langsung melalui saluran komunikasi kepada
penerima pesan untuk mendapatkan suatu efek.11,12
Dalam bidang kesehatan kita mengenal komunikasi kesehatan yaitu
usaha sistematis untuk mempengaruhi perilaku positif masyarakat, dengan
menggunakan prinsip dan metode komunikasi baik menggunakan komunikasi
individu maupun komunikasi massa. Sementara informasi adalah keterangan,
gagasan maupun kenyataan yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang
disampaikan) dan edukasi adalah proses perubahan perilaku ke arah yang

16
positif. Proses yang diberikan dalam KIE, salah satunya adalah konseling.
Melalui konseling pemberian pelayanan membantu klien memilih cara KB
yang cocok dan membantunya untuk terus menggunakan cara tersebut dengan
benar.11
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif
antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih
solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang
sedang dihadapi. Pelayanan konseling KB memegang peranan yang sangat
penting, oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan konseling KB dapat
digunakan media KIE dengan menggunakan lembar balik Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) - KB. Konseling KB dapat dilaksanakan bagi
wanita dan pasangan usia subur, ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas.11
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan Nasional dan Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa
Pelayanan KB merupakan salah satu manfaat promotif dan preventif. Selama
masa transisi menuju universal health coverage pada tahun 2019, maka
pelayanan KB bagi penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta program
JKN, dapat dibiayai dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pelayanan
KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi
termasuk komplikasi KB bekerjasama dengan lembaga yang membidangi
keluarga berencana.12
Mengacu pada Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas
didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan. Jaringan pelayanan Puskesmas terdiri atas Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan bidan desa. Sementara Jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan terdiri atas klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.12
Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 tahun 2013, tentang pelayanan
kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa penyelenggara
pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Berdasarkan cara pembayaran dalam JKN, maka
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL). Pelayanan KB tersebut dilaksanakan secara
berjenjang di:12
a. FKTP meliputi: - pelayanan konseling; - kontrasepsi dasar (pil, suntik, IUD
dan implant, kondom); - serta pelayanan Metode Operasi Pria (MOP) -
penanganan efek samping dan komplikasi ringan-sedang akibat
penggunaan kontrasepsi; - merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani di
FKTP.

17
b. FKRTL meliputi : - pelayanan konseling; - pelayanan kontrasepsi IUD dan
implan - Metode Operasi Wanita (MOW) - Metode Operasi Pria (MOP).
Untuk wilayah yang tidak mempunyai fasilitas pelayanan kesehatan,
terdapat pelayanan yang dilaksanakan secara mobile atau bergerak oleh
BKKBN.
Pembiayaan pelayanan kontrasepsi bergerak ini di luar skema JKN.
Pelayanan KB bergerak ini tetap harus memperhatikan standar dan kualitas
pelayanan, sehingga kejadian efek samping dan komplikasi dapat dikurangi.
Selain itu untuk kecamatan yang tidak ada tenaga dokter berdasarkan
penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota setempat, BPJS Kesehatan dapat
bekerjasama dengan praktik bidan, dengan persyaratan praktik bidan tersebut
harus membuat perjanjian kerjasama dengan dokter atau Puskesmas
pembinanya.12
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 1464/PER/X/ 2010 tentang
ijin dan penyelenggaraan praktik bidan, maka bidan dalam menjalankan
praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, anak dan
kesehatan reproduski perempuan dan keluarga berencana meliputi:12
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana;
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Selain kewenangan tersebut, terdapat juga kewenangan bidan yang
menjalankan program Pemerintah yaitu :
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, AKDR/ IUD, dan memberikan
pelayanan AKBK /implan
b. Pelayanan AKDR dan AKBK dilakukan oleh bidan terlatih Bagi bidan
yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat
melakukan kewenangan pelayanan kesehatan dengan syarat:
1). Daerah yang tidak memiliki dokter ditetapkan oleh Kadinkes Kab/ Kota
2). Bidan dengan pendidikan D3 Kebidanan atau Bidan yang telah terlatih
Bidan Praktek Mandiri yang menjadi jejaring Puskesmas harus terdaftar
di Dinas Kesehatan dan di BKKBN melalui SKPD KB/ BKKBD agar
mendapat distribusi alat dan obat kontrasepsi.
3). Penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN tetap memperhatikan mutu
pelayanan dan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas
tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya.
Pengaturan pembiayaan pelayanan KB sudah diatur dengan Permenkes
Nomor 59 tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Namun untuk prosedur pembiayaan
untuk klien diluar peserta JKN, mengacu pada Peraturan Daerah masing-
masing.12

2. Kajian Konsep Penapisan Calon Akseptor KB

18
Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan tela’ah dan kajian
tentang kondisi kesehatan klien dengan kesesuaian penggunaan metode
kontrasepsi yang diinginkan. Tujuan utama penapisan klien untuk menentukan
keadaan yang membutuhkan perhatian khusus dan masalah (misalnya diabetes
atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih
lanjut. Lebih jauh berikut akan dijelaskan penapisan klien: Tujuan penapisan klien
adalah untuk menentukan:5,14
a. Apakah ada masalah medik, kondisi biologik sebagai penyulit teknis, tidak
terpenuhinya syarat teknis-medik yang dapat menghalangi penggunaan metode
KB tertentu.
b. Apakah perlu dilakukan penilaian/pengelolaan lanjut terhadap masalah medik
yang ditemukan agar penggunaan kontrasepsi memungkinkan.
c. Perencanaan Keluarga Dan Penapisan Klien
d. Seorang perempuan telah dapat melahirkan, segera setelah ia mendapat haid
yang pertama (menarche)
e. Keseburan seoramg perempuan akan terus berlangsung sampai berhentinya
haid (menopuse)
f. Kehamilan dan kelahiran terbaik, artinya resiko rendah untuk ibu dan anak
adalah antara 20-35 tahun.
g. Persalinan pertama dan kedua paling rendah resikonya
h. Jarak antara 2 kelahiran sebaiknya 2-4 tahun.
Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu kontrasepsi adalah
untuk menentukan apakah ada :
a. Kehamilan
b. Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus
c. Masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan
pengamatan dan pengelolaan lanjut.
Untuk sebagian besar klien bisa diselesaikan dengan cara anamnesis terarah,
sehingga masalah utama dikenali atau memungkinkan hamil dapat dicegah.
Sebagian besar cara kontrasepsi, kecuali AKDR dan kontrasepsi mantap tidak
membutuhkan pemeriksaan fisik maupun panggul. Pemeriksaan laboratorium
untuk klien Keluarga Berencana dan klien baru tidak diperlukan karena :5,14
1. Sebagian besar klien KB berusia muda (umur 16 – 35 tahun) dan umumnya
sehat.
2. Pada wanita, masalah kesehatan reproduksi (misalnya kanker genital dan
kanker payudara, fibroma uterus) jarang di dapat pada umur sebelum 35 tahun
atau 40 tahun.
3. Pil kombinasi yang sekarang tersedia berisi estrogen dan progestin lebih baik
karena efek sampingnya jarang menimbulkan masalah medis.
4. Pil progestin, suntikan, dan susuk bebas dari efek yang berhubungan dengan
estrogen dan dosis progestin yang dikeluarkan perhari bahkan lebih rendah dari
pil kombinasi.

19
Tabel. Daftar Tilik Penapisan Klien KB Pil, Suntik, Implan, AKDR dengan
Metode Reversibel

Apabila klien menyusui dan kurang dari 6 minggu postpartum maka pil
kombinasi adalah metode panggilan terakhir.
a. Tidak cocok untuk pil progestin (minipil), suntikan (DMPA atau NET - EN),
atau susuk/implan.
b. Tidak cocok untuk suntikan progestin (DMPA atau NET - EN)
c. Tidak cocok untuk AKDR pelepas – progestin Selain itu, tenaga kesehatan
cenderung menggunakan syarat pemakaian metode kontrasepsi secara
berlebihan sehingga mempengaruhi pemilihan metode dari klien.
Akibatnya, banyak permintaan pemeriksaan lab yang sebenarnya tidak di
perlukan (misalnya pemeriksaan kolesterol, fungsi hati, glukosa atau pap smear).
Walaupun permintaan menjadi klien KB menjadi meningkat, kemampuan
pelayanan terbatas karena tidak tersedianya laboratorium untuk pemeriksaan
sehingga menghambat terhadap pemilihan kontrasepsi dan pelaksananan pelayanan.
Karena itu klien dapat memperoleh cara konrasepsi yang terbaik sesuai pilihannya,
penilaian cara klien harus di batasi pada prosedur yang di perlukan untuk semua
klien pada setiap tatanan. Jika semua keadaan di atas ”tidak” (negatif) dan tidak
dicurigai adanya kehamilan, maka dapat di teruskan dengan konseling metode
khusus. Bila respon banyak yang dalam “iya” (positif), berarti klien perlu di
evaluasi sebelum keputusan akhir dibuat. Catatan : klien tidak selalu memberikan
informasi yang benar tentang kondisi di atas. Namun, petugas kesehatan harus

20
mengetahui bagaimana keadaan klien sebenarnya bila di perlukan petugas dapat
mengulangi pertanyaan yang berbeda. Perlu juga di perhitungkan masalah
sosial ,budaya atau agama yang mungkin berpengaruh terhadap respon klien
tersebut (pasangannya).4,9

Meyakini bahwa klien tidak hamil apabila :5,13,14


a. Tidak senggama sejak haid terakhir
b. Sedang memaka metode efektif secara baik dan benar
c. Sekarang didalam 7 hari pertama haid terakhir
d. Didalam 4 minggu pasca persalinan
e. Dalam 7 hari pasca keguguran
f. Menyusui dan tidak haid Pemeriksaan fisik jarang dibutuhkan kecuali untuk
menyingkirkan kehamilan yang lebih dari 6- 8 minggu.
Uji kehamilan yang biasa tidak selalu menolong, kecuali tersedia uji
kehamilan yang lebih sensitif. Jika tidak tersedia kehamilan yang sensitif, klien di
anjurkan memakai kontrasepsi barier sampai haid berikutnya.

21
Keterangan : 1. Metode hormonal. 2. Oklusi tba dan vasektomi. 3. Bila ceklis
penapisan benar semua “tidak” pemeriksaan tidak diperlukan.

D. Kajian Jurnal
1. Efektifitas program Keluarga Berencana dalam kependudukan
berdasarkan jurnal
Efektifitas program Keluarga Berencana dalam kependudukan
berdasarkan jurnal penelitian dari Purba LP, Windarto AP, Wanto A (2018),
dengan judul “Faktor Terbesar Rendahnya Minat Ber-KB (Keluarga Berencana)
Dengan Metode ELECTRE II”. Dimana penelitian ini yang menjadi masalah
utama yang dihadapi negara yang berkembang yaitu tingginya laju pertumbuhan
penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Maka apabilla analisa bahwa
ada dampak sosial di masyarakat dengan jumlah penduduk seperti rendahnya
kualitas pendidikan dan kesehatan Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang
menjadi faktor terbesar rendahnya minat ber kb dengan metode electre II. hasil
penelitian ini menunjukkan Setelah kedua indeks telah dihitung, maka untuk
mendapatkan alternatif terbaik adalah dengan mencari nilai rata rata dari kedua
peringkat indeks concordance murni dan discordance murni. sehingga
didapatkan bahwa faktor penyebab rendahnya minat Ber-KB adalah adalah
Banyak Anak Banyak Rezeki (A3). Sistem Pendukung Keputusan yang
menggunakan metode Electre II ini mampu menjadi salah satu rekomendasi bagi
masyarakat untuk lebih mempertimbangan mintanya dalam ber-KB. Diharapkan
juga dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan saran masukan kepada
masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan KB. Dimana Realita

22
menunjukkan bahwa pengetahuan, pemahaman dan kemauan tentang KB yang
dimiliki oleh masyarakat masih cukup rendah.15
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian dari Ermawati E, Imanda A,
Asnawati (2018), dengan judul “Peran Badan Kependudukan Dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu Dalam Pelatihan Petugas
Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)” Dimana penelitian ini dilakukan di
Kantor Cabang BKKBN Provinsi bengkulu, pelatihan dan berkembang
(Latbang). dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran PT BKKBN
dalam pelatihan PLKB adalah: (1) Stabilizator, PLKB dapat meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan dalam Pelatihan PLKB, bisa dilihat dari pre-test
dan post-test. Tetapi tidak di semua pelatih PLKB dapat meningkatkan
keterampilan mereka karena beberapa dari mereka tidak mendengarkan atau
membuat catatan, beberapa di antaranya mereka bermain dengan smartphone
mereka dan berbicara; (2) Dinamisator, proses PLKB pelatihan dimulai dengan
mengadakan pertemuan persiapan. Dalam pertemuan itu, bahan dibahas, waktu
pelatihan, persiapan administrasi seperti korespondensi dan keuangan, serta
fasilitas di latihan; (3) Inovator, BKKBN menemukan hal-hal baru dalam
Pelatihan PLKB karena ada evaluasi setelah pelatihan, observasi, saran, semua
peserta pelatihan dapat memberikan saran tentang latihan.
Dalam hal ini peranan penting Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat berkedudukan di
Desa/Kelurahan yang bertugas melaksanakan, mengelola, menggerakan,
memberdayakan serta menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan
berbagai pihak dalam pelaksanaan program KKBPK bersama institusi
masyarakat pedesaan/perkotaan di tingkat Desa/Kelurahan. Kita ketahui bersama
bahwa posisi PLKB dalam pengelolaaan Program KB Nasional sangat
menentukan keberhasilan Program KB atau sekarang dikenal dengan Program
Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)
antara lain ditandai dengan adanya penurunaan laju pertumbuhan pendudukan,
penurunan tingkat fertilitas, peningkatan kesadaran masyarakat tentang makna
keluarga kecil dan peningkatan kepedulian serta peran masyarakat dalam
pengelolaan program KB.
Namun dari Realita menunjukkan dalam penelitian ini bahwa tidak di
semua pelatih PLKB dapat meningkatkan keterampilan mereka karena beberapa
dari mereka tidak mendengarkan atau membuat catatan, beberapa di antaranya
mereka bermain dengan smartphone mereka dan berbicara, maka dari itu
perlunya penumbuhan, pembinaan dan pengembangan PLKB perlu terus
dikembangkan untuk ikut membina agar program-program tersebut dapat
terlaksana dengan baik. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari keberadaan
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di lini lapangan sebagai motor
penggerak pembangunan yang merupakan perpanjang tangan Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) di tingkat Kelurahan/desa yang ada, agar mereka
berhasil mempertahankan eksistensi program Kependudukan Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di lapangan di bidang
Kependudukan dan Keluarga Berencana.16
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian oleh Rahman HM, junaidi I
(2019), dengan judul “Implementasi Program Kampung KB dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Gunung Pangilun

23
Kecamatan Padang Utara Kota Padang” dimana penelitian ini untuk mengatasi
masalah kemiskinan dan kesejahteraan yang terjadi di Indonesia, pemerintah
telah menetapkan salah satu program yaitu program kampung KB, yang telah
diterapkan di Kampung KB Berok Kelurahan Gunung Pangilun, Kecamatan
Padang Utara, Kota Padang. Dimana peneliti menggunkan Analisis data dengan
teknik kualitatif dengan reduksi,penyajian dan penarikan kesimpulan. Hasil dari
penelitian menunjukan bahwa implementasi program Kampung KB dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa program, yaitu Bina
Keluarga Balita, Bina Keluara Remaja, Bina Keluarga Lansia, Usaha
Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera, dan Pusat Informasi dan Konseling
Remaja. Namun masih terdapat kendala-kendala dalam implementasi program
seperti belum maksimalnya dukungan pemerintah, belum dibentuknya pengelola
yang aktif untuk menjalankan program-program, keterbatasan pengetahuan
SDM (kader), dan keterbatasan anggaran. Oleh sebab itu diharapkan pemerintah
dapat mengevaluasi kebijakan mengenai program kampung KB, sehingga
penerapan kampung KB dapat ditingkatkan dan terciptanya masyarakat yang
sejahtera. dengan kesedaran pemerintah dengan pedesaan diharapkan apabila
pembangunan kependudukan dimulai dari wilayah-wilayah pinggiran yaitu
kampung, karena kampung merupakan cikal bakal terbentuknya desa, dan
apabila pembangunan pada seluruh kampung maju, maka desapun akan maju,
apabila seluruh desa maju maka sudah tentu negara pun akan menjadi maju
dengan tujuan sejalan dengan nawacita Presiden yaitu meningkatkan kualitas
hidup manusia indonesia (BKKBN, 2017).17
Penelitian lainnya didukung oleh Raikhani A, Yunas ns, Ratnasari L,
Hariastuti I (2018). dengan judul “Analisa Kontribusi Program Kampung Kb
Dalam Upaya Peningkatan Program KKBPK Di Kab. Jombang, Provinsi Jawa
Timur” Fokus penelitian ini yaitu organisasi pelaksana program KB untuk
mengetahui apakah program berjalan dengan baik. penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode eksplorasi pada 3 wilayah
Kampung KB yang tersebar di Kabupaten Jombang. Hasilnya, secara umum
keberadaan Kampung KB berkontribusi secara signifikan pada penguatan
program KKBPK, namun kontribusi tersebut dirasa belum maksimal mengingat
masih kuatnya ego sektoral diantara stakeholder terkait program maupun
anggaran, sehingga dibutuhkan political will dan model sinergitas antar
stakeholder yang ada tersebut. Selain itu, perencanaan yang partisipatif dari
masyarakat dan pemberdayaan potensi yang ada menjadi salah satu kunci
keberhasilan program Kampung KB.
Menyikapi permasalahan peningkatan jumlah penduduk, pemerintah
Indonesia kemudian fokus menjalankan program Keluarga Berencana (KB).
Jumlah penduduk Indonesia saat ini melaju dengan cepat dan mengakibatkan
angka pengangguran dan kemiskinan semakin tinggi. Pada dasarnya hasil dari
program KB berguna untuk pembangunan dan perkembangan masyarakat
Indonesia itu sendiri. Upaya untuk terus memaksimalkan pelaksanaan program
KB tentu menjadi pilihan mutlak bagi pemerintah saat ini.18

24
E. Permasalahan Dalam Keluarga Berencana (KB)
Dari hasil studi pendahuluan dan wawancara yang dilakukan di salah satu
daerah yang ada di Jawa, terhadap 10 responden.
Penelitian ini penentuan bobot kriteria dilakukan dengan menggunakan metode
electre II.. Berikut data-data alternatif yang digunakan : Alternatif yang didapatkan
dari redahnya minat KB yaitu Resiko Kesehatan(A1), Ajaran Agama (A2), Banyak
Anak Banyak Rezeki (A3), Dan beberapa sampel data kriteria yang didapat dari
responden yang menjawab suatu angket.
Proses menerapkan metode ELECTRE II dapat dilihat di bawah ini. Dengan
menggunakan metode Sistem Peringkat Untuk Mendapatkan Bobot : Prosedur ini
melibatkan pengambil keputusan yang pada awalnya menilai kriteria sesuai urutan
kepentingannya. Setiap kriteria kemudian diberi skor berdasarkan pangkatnya,
dengan satu kriteria, peringkat pertama diberi skor "1", yang peringkat kedua diberi
skor "2" dan seterusnya. Dalam hal kriteria mengikat untuk rangking yang sama,
rata-rata skor diberikan kepada mereka. Kriteria yang paling tidak penting akan
berakhir dengan skor n, di mana n adalah jumlah kriteria. Dimana w adalah bobot
normalisasi untuk masing-masing kriteria, ri adalah skor peringkat untuk masing
masing kriteria, dan n adalah jumlah kriteria keputusan. Penulis menyetujui
peringkat kriteria ini dari yang paling penting hingga yang paling tidak penting.
Jumlah kriteria yang sedang dipertimbangkan adalah 10, oleh karena itu n = 10.
Setelah bobot telah diperoleh maka selanjutnya adalah memulai proses perhitungan
untuk menentukan alternatif mana yang menyebabkan keraguan masyarakat,
adapun langkah-langkah proses perhitungannya bisa dilihat pada lampiran belakang
pada jurnal.
Hasil studi pendahuluan diatas didukung oleh penelitian yang berjudul judul
“Faktor Terbesar Rendahnya Minat Ber-KB (Keluarga Berencana) Dengan Metode
ELECTRE II” oleh Purba LP, Windarto AP, Wanto A (2018), hasil penelitian ini
menunjukkan Setelah kedua indeks telah dihitung, maka untuk mendapatkan
alternatif terbaik adalah dengan mencari nilai rata rata dari kedua peringkat indeks
concordance murni dan discordance murni. sehingga didapatkan bahwa faktor
penyebab rendahnya minat Ber-KB adalah adalah Banyak Anak Banyak Rezeki
(A3). Sistem Pendukung Keputusan yang menggunakan metode Electre II ini
mampu menjadi salah satu rekomendasi bagi masyarakat untuk lebih
mempertimbangan mintanya dalam ber-KB. Dimana Realita menunjukkan bahwa
kurangnya pengetahuan, pemahaman tentang dampak bila tidak menjalankan
program KB dan kemauan yang dimiliki oleh masyarakat di kecamatan ini masih
cukup rendah.
Apalagi jumlah masyarakat yang tidak mengikuti program KB semakin di
dukung dengan angka kelahiran yang setiap tahunnya meningkat sesuia dengan
pehaman yang dimiliki banyak anak banyak rezeki
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi, antara lain :
1. Hampir seluruh akseptor berpengetahuan kurang terkait kontrasepsi

25
2. budaya yang menjadi pemicu terendahnya minat berKB
3. Akseptor dengan usia >35 tahun tidak menggunakan kontrasepsi jangka panjang
4. Pengaruh lingkungan (teman/keluarga) sebagai penentu penggunaan kontrasepsi
5. Hampir seluruh akseptor tidak mengetahui alat kontrasepsi sederhana.

Dari studi pendahuluan diatas yang telah kami lakukan ada beberapa
permasalahan yang didapat, yang salah satunya akan dikaitkan dengan jurnal yang
sesuai dengan pembahasan materi tentang “Kosep dasar kependudukan dan kajian
konsep dasar penapisan calon akseptor keluarga berencana (KB) sesuai dengan
evidence Based”. Permasalahn tersebut yaitu tentang “Lebih dari setengahnya
akseptor tidak melibatkan suami dalam pengunaan kontrasepsi) dan sebagai
pengambil keputusan menggunakan kontrasepsi”. Adapun jurnal yang terkait
dengan permasalahan tersebut yaitu : Jurnal Partisipasi pria dalam program keluarga
berencana (kb) di kecamatan pakal surabaya “siwalan mesra”18
Melalui Program KB yang dilaksanakan sejak awal 1970-an, angka fertilitas
total Indonesia telah menurun drastis, dari 5,6 anak per ibu menurut Sensus
Penduduk 1971 menjadi 2,6 anak per ibu pada tahun 1997. Dapat dikatakan jika
dulu perempuan Indonesia memiliki anak rata-rata sampai sebanyak 5 atau 6 orang,
kini hanya 2 sampai 3 orang per perempuan. Dampak penurunan fertilitas ini
ternyata sangat besar, tidak saja secara langsung menghambat laju pertumbuhan
penduduk, tetapi juga ada kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan keluaga
peserta KB. (Lembaga Demografi FEUI, 2010:261-270). Melihat data diatas, dapat
dikatakan Partisipasi masyarakat dalam Program Keluarga Berencana cukup baik
khususnya dalam hal penggunaan alat dan obat kontrasepsi. Namun, penggunaan
kontrasepsi sampai saat ini masih didominasi oleh wanita (istri).
Berdasarkan fakta, pada tahun 1997, partisipasi pria dalam penggunaan
kontrasepsi masih 1,1%; lebih dari 70% pria perkotaan dan pedesaan berpendapat
sebaiknya perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi; sebagian besar pria
berpendapat bahwa berpartisipasi dalam Keluarga Berencana cukup hanya
memberikan dukungan kepada istri; informasi dan konseling KB pada pria oleh
provider umumnya sangat rendah; dan hanya sebagian kecil pria yang pernah
mendengar tentang istilah Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2003:138). Oleh karena
itu, Peningkatan partisipasi pria Dalam Program KB menjadi isu penting dewasa ini.
Sesuai rekomendasi dari Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) tahun 1994 di kairo dan Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW), Indonesia telah mulai
melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender
dalam Program KB dan KR. Sejak tahun 2004, pemerintah sepakat untuk
meningkatkan partisipasi pria dalam Program KB dan KR menjadi delapan persen
(BKKBN, 2003:139). Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria
dalam Program KB terutama dalam penggunaan alat dan obat kontrasepsi yang
dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap

26
dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), factor lingkungan (social, budaya,
masyarakat dan keluarga/istri, keterbatasan informasi dan aksesibilitas terhadap
pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria, persepsi masyarakat tentang
pria yang berkontrasepsi) (BKKBN, 2003:139). Meskipun dalam skala nasional
partisipasi pria masih rendah namun di kota Surabaya minat dan partisipasi pria
dalam Program KB cukup tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di
jawa timur. Data di media mengungkapkan secara langsung bahwa Surabaya unggul
dan memperoleh penghargaan atas keberhasilan pelaksanaan MOP pada 2012 lalu.
Berdasarkan data yang ada, prestasi Surabaya dalam hal pencapaian
partisipan terbanyak skala nasional dalam program MOP 2012 lalu, disebabkan
adanya partisipan yang cukup banyak di Kecamatan Pakal Surabaya dalam
pelayanan MOP. Adanya data sekunder tentang tingginya partisipasi pria dalam
berKB menjadi dasar untuk penelaahan lebih dalam lagi tentang bentuk
partisipasinya dalam program KB. Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan
terkait apa dan bagaimana pria di kecamatan pakal berpartisipasi dalam program
KB. Teori yang dijadikan dasar acuan penelitian adalah teori partisipasi milik
Syahyuti (2006) yang dianggap relevan dengan permasalahan penelitian ini. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Lokasi penelitian ini di kecamatan pakal dimana terdapat partisipasi yang
tinggi dari pria dalam program MOP.
Partisipasi Pria Dalam Program KB di Kecamatan Pakal Ditinjau secara
historis, keikutsertaan pria di kecamatan pakal dalam pelayanan kontrasepsi MOP
dimulai pada tahun 2010. Berdasarkan hasil wawancara, informan mengatakan
adanya peningkatan jumlah partisipan MOP yang signifikan pada tahun 2010. Hal
ini dikarenakan adanya tokoh penggerak yang menjadi akseptor yang bernama
Suharto yang berdasar pada pengalamannya secara aktif mengajak pria lain di
kecamatan pakal secara sukarela mengikuti MOP. Pada akhir tahun 2010 jumlah
akseptor KB pria MOP mencapai 17 orang, tahun 2011 sebanyak 25 orang dan pada
tahun 2012 sebanyak 126 orang. Kenaikan jumlah partisipan MOP di kecamatan
pakal dari tahun ke tahun juga disebabkan oleh adanya partisipasi dan sosialisasi
oleh kader KB pria dari kelompok KB pria “Siwalan Mesra” yang terbentuk pada
tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian yang juga melibatkan anggota paguyuban
“Siwalan Mesra” sebagai informan penelitian dan juga pihak pelaksana KB dari
BKKBN Jawa Timur dan bapemas KB Surabaya, dapat digambarkan partisipasi
akseptor KB pria dalam program KB cukup baik. Kelima informan KB yang telah
menjadi akseptor sekaligus kader KB mengungkapkan alasannya untuk ikut dan
terlibat menjadi akseptor MOP. Diantaranya adalah alasan untuk mencapai
kesejahteraan dengan jumlah keluarga yang cukup dan tanggung jawab sebagai
lelaki untuk ikut serta merencanakan keluarga.
Keterlibatan mereka dalam kegiatan KB di kecamatan pakal cukup holistik.
Sesuai dengan teori milik Hoofstede 1971 (dalam Sugandi 2011:183), yang
mengungkapkan bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam suatu

27
program pembangunan mulai dari perencanaan hingga evaluasi, maka partisipasi
pria dalam program KB di kecamatan pakal telah merepresentasikan teori tersebut.
Keterlibatan pria dalam program KB di kecamatan pakal diwujudkan dalam
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kontrasepsi MOP, mulai dari perencanaan
hingga pelaksanaanya. Pada awalnya, partisipasi pria dimulai dari keikutsertaannya
dalam kontrasepsi MOP. Selanjutnya, pria yang telah menjadi akseptor terlibat
dalam kelompok paguyuban akseptor pria yang juga berpartisipasi dalam proses
sosialisasi MOP. Dalam proses sosialisasi MOP ini, akseptor pria terlibat mulai dari
perencanaan, hingga pelaksanaan sosialisasinya. Sosialisasi ini mereka lakukan
secara personal maupun bersama untuk menjaring calon akseptor.
Dari jurnal tersebut dapat diambil kesimpulan untuk menyelesaikan
permasalahan yaitu agar dapat melibatkan peran suami dalam penggunaan
kontrasepsi, menggerakkan tokoh kader yang ada di daerah tersebut agar lebih aktif
dalam program perencanaan keluarga berencana hal ini dilakukan bertujuan untuk
menjalankan program pemerintah dalam rangka mengurangi jumlah kepadatan
pendudukan yang beresiko terhadap kemiskinan, mortalitas dan lain-lain serta tujuan
khususnya untuk kesejahteraan dalam rumah tangga.
Disamping penggunaan kontrasepsi yang terus meningkat, faktor penentu
pengendalian angka kelahiran total, adalah peningkatan Median Usia Kawin
Pertama perempuan. Perempuan Indonesia menunjukkan kecenderungan menikah
pada usia yang lebih matang, dari 18 tahun pada tahun 1991, menjadi 21 tahun pada
tahun 2018. Penurunan angka kelahiran total telah merekayasa struktur umur
penduduk untuk menciptakan peluang terjadinya bonus demografi yang dimulai
sejak tahun 2012. Bonus demografi ini ditandai dengan rasio ketergantungan di
bawah 50 per 100 penduduk usia produktif. Diproyeksikan bonus demografi ini
akan membuka jendela peluang pada tahun 2020 sampai 2030.
Keberhasilan tersebut bukan hanya hasil dari kinerja BKKBN namun juga
tak lepas dari dukungan komitmen dan peran serta para Stakeholder dan Mitra Kerja
dalam pelaksanaan Program KKBPK. Dalam pencapaian tujuan Program KKBPK,
BKKBN sangat memerlukan dukungan, komitmen, kepedulian tinggi, partisipasi,
dan kerja sama dari para Stakeholder dan Mitra Kerja di seluruh tingkatan wilayah.
“Jika program Keluarga Berencana tetap menjadi prioritas pemerintah dan
pemerintah daerah, maka usia bonus demografi akan lebih panjang dan akan
memberi dampak bagi pembangunan kesejahteraan. Seiring dengan keberhasilan
pengendalian penduduk dan terwujudnya momentum bonus demografi tersebut,
maka proporsi penduduk lanjut usia juga mengalami peningkatan, untuk itu perlu
diambil kebijakan dan langkah-langkah yang tepat agar mereka ‘lebih sejahtera di
hari tua; dan tidak tua sebelum kaya’.”
Maka dari itu, kemitraan yang telah terjalin tersebut harus tetap
dipertahankan dan ditingkatkan demi terciptanya ketahanan dan kesejahteraan
keluarga Indonesia. Sehingga peran serta Stakeholder dan Mitra Kerja dalam
pelaksanaan Program KKBPK pada umumnya dapat berjalan secara optimal.

28
BKKBN selalu berupaya meningkatkan sinergitas kegiatan bersama mitra kerja
salah satunya dengan kegiatan Kampung KB. Kampung KB ini merupakan langkah
konkret BKKBN dalam mengurangi angka kemiskinan dan penanggulangan gizi
buruk melalui pendekatan keluarga. Kegiatan Kampung KB dititikberatkan pada
pemberian pelayanan dasar dan pemberdayaan keluarga bersama sektor terkait
melalui sumber pendanaan yang beragam.3

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kependudukan adalah masalah klasik yang ada disetiap negara berkembang
termasuk Indonesia. Keluarga Berencana adalah suatu program yang secara tidak

29
langsung berkaitan dengan masalah kependudukan. Oleh karena itu, untuk
mencapai semua tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan program KB ini
diperlukan Asuhn yang tepat dan benar. Laju kependudukan dalam satu negara
sangat penting untuk indikator kesejahteraan penduduk di negara tersebut, dari hal
tersebut ide Keluarga Berencana dikembangkan guna untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk, hal ini untuk menghindari ledakan penduduk dalam jumlah
besar yang secara tidak langsung dapat berdampak pada angka mortalitas dan
morbiditas penduduknya. Salah satu upaya menekan ledakan penduduk adalah
program Keluarga Berencana, program ini merupakan salah satu usaha untuk
mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan saran guna membuat kebijakan-
kebijakan publik tentang keluarga berencana di Indonesia.
Melalui program-program yang telah di buat bukan semata-mata untuk
mengurangi keinginan keluarga untuk memiliki jumlah anak, akan tetapi banyak
manfaat yang dapat diambil dari program pemerintah melalui KB yaitu untuk
kesejahteraan keluarga, kesehatan ibu, mengurangi angka kemiskinan dan lain-lain.

B. Saran
Diharapkan semua pelaku pendidik maupun yang di pelayanan lebih aktif
mencari informasi dan isu-isu terkini terkait dengan KB dan kependudukan,
mengingat masalah kependudukan yang berkaitan erat dengan peningkatan
penduduk adalah masalah bersama yang harus kita kendalikan. Dan dengan adanya
solusi permasalahan di dalam makalah ini nantinya dapat dijadikan sebagai
pedoman untuk menggerakkan dalam penggunaan kontrasepsi melalui kader yang
ada di desa atau daerah sehingga pencapaian dalam kesejahtaran keluarga dapat
dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik. Kebutuhan Data Ketenagakerjaan untuk Pembangunan


Berkelanjutan. 2015

30
2. BKKBN. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan.
Jakarta: 2015.

3. Siaran Pers No.RILIS/18/B4/BKKBN/III/2019: 2018. [serial online] 2019. Available


from: URL:https://www.bkkbn.go.id/detailpost/program-bkkbn-harus-tetap menjadi-
prioritas-pemerintah-pusat-dan-daerah}

4. Lembaga Demografi FEUI.Keluarga Berencana: Pola, Perbedaan, Trend, Kebijakan


di Negara Lain. Jakarta: 2010

5. Prijatni. I & Rahayu. S. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat pendidikan sumber Daya Manusia
Kesehatan. Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan. 2016

6. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan BPPSDM. Modul Kesehatan


Reproduksi & KB. Jakarta: 2015.

7. Ulfa A. Indonesia Penduduk Terbanyak Nomor 4 di Dunia. 2018. [serial online]


2019. Available from: URL:
https://economy.okezone.com/read/2018/07/21/320/1925559/indonesia-penduduk-
terbanyak-nomor-4-di-dunia-siapa-juaranya.

8. Bappenas. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta. Katalog BPS. 2013;


468. [serial online] 2019. Available from: URL:
https://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesia_20
10-2035.pdf.

9. Kemenkes RI. Kesehatan Dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).


Jakarta: 2015.

10. Selasari D. Masalah kependudukan. [serial online] 2018. Available from: URL:
https://www.selasari.desa.id/masalah-kependudukan-di-indonesia/

11. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Ibu Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian
Kesehatan RI. Tahun 2014.

12. Kebijakan Dan Manajemen Publik. Zahrah. 2015; Vol. 3 (2).

13. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 2015

14. Meilani N. Pelayanan Keluarga Berencana. Fitramaya. Yogyakarta: 2010.

15. Purba LP, Windarto AP, Wanto A.. Faktor Terbesar Rendahnya Minat Ber-KB
(Keluarga Berencana) Dengan Metode ELECTRE II. Seminar Nasional Sains &
Teknologi Informasi (SENSASI). 2018;369-374.

31
16. Ermawati E, Imanda A, Asnawati. Peran Badan Kependudukan Dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu Dalam Pelatihan Petugas
Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Jurnal professional FIS UNIVED.
Bengkulu. 2018;5(1):41-49.

17. Rahman HM, junaidi I. Implementasi Program Kampung KB dalam Meningkatkan


Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang Utara
Kota Padang. Journal of Civic Education. Padang. 2019;2(4):295-301.

18. Raikhani A, Yunas ns, Ratnasari L, Hariastuti I. Analisa Kontribusi Program


Kampung Kb Dalam Upaya Peningkatan Program KKBPK Di Kab. Jombang,
Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Kebidanan Scientific Journal of Midwifery. Jawa
timur. 2018;4(2):101-113.

19. Zahrah. Partisipan Pria Dalam Program Keluarga Berencana (KB) Di Kecamatan
Pakal Surabaya. Jurnal Kebijakan Dan Manajemen Publik. ISSN 2303-341X.
2015;3(2).

32

Anda mungkin juga menyukai