Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin berkembang,
pertumbuhan penduduk yang sangat padat pun menjadi pemicunya.
Pertumbuhan penduduk dan tingkat kelahiran bayi yang sangat besar
mengakibatkan kedapatan penduduk yang dapat menimbulkan banyak dampak
negatif. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengadakan salah satu
program, yaitu Keluarga Berencana (KB).
Program ini diadakan pemerintah untuk membatasi angka kelahiran.
Kebanyakan dari masyarakat belum mengetahui pentingnya program KB.
Mereka menganggap bahwa anak adalah sumber rezeki, sehingga bagi mereka
banyak anak maka akan banyak rezeki pula. Tapi, pada akhir-akhir ini
masyarakat sudah mulai mengenal program tersebut. Hal tersebut dipengaruhi
oleh faktor-faktor sosial budaya.

1.2 Tujuan
Makalah ini disusun untuk :
- Menyelesaikan salah satu tugas
- Agar mahasiswa lebih mengetahui tentang KB
- Sebagai media pembelajaran

1
BAB II
MASALAH

Kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi


kesejahteraan masyarakat. Sekarang ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang
mempunyai kepadatan penduduk yang terbesar. Bagaimana cara pemerintah untuk
mengurangi kepadatan penduduk tersebut? siapa yang harus bertanggungjawab
terhadap kesejahteraan masyarakat yang belum tepenuhi tersebut ? apakah program
Keluarga Berencana (KB) mampu untuk mengatasi masalah itu ?
Masalah-masalah tersebut yang akan dibahas dalam makalah ini. Seiring
dengan program yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut, tidak sedikit faktor-
faktor yang mempengaruhi program tersebut, mulai dari faktor sosial maupun faktor
budaya ? apa saja faktor-faktor tersebut.

2
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor- Sosial Budaya Kependudukan


1. Pengertian Penduduk
Penduduk suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
- Orang yang tinggal di daerah tersebut
- Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut.

Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ.
Misalkan bukti warganegara , tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dalam
sosiologi , penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah
geografi dan ruang tertentu. Demografi adalah ilmu yang mempelajari
kependudukan. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi ,
ekonomi , dan geografi . Demografi banyak digunakan dalam pemasaran , yang
berhubungan erat dengan unit-unit ekonomi, seperti pengecer hingga pelanggan
potensial.

Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas
area dimana mereka tinggal. Beberapa pengamat masyarakat percaya bahwa
konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk bumi, yakni bahwa penduduk
yang tak terkontrol dapat menyebabkan katastrofi Malthus . Beberapa
menyangkal pendapat ini. Negara-negara kecil biasanya memiliki kepadatan
penduduk tertinggi, di antaranya: Monako , Singapura , Vatikan , dan Malta . Di
antara negara besar yang memiliki kepadatan penduduk tinggi adalah Jepang dan
Bangladesh .

3
Piramida penduduk
Distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam negara atau wilayah tertentu
dapat digambarkan dengan suatu piramida penduduk. Grafik ini berbentuk
segitiga, dimana jumlah penduduk pada Sistem koordinat kartesius, sedang
kelompok usia (cohort) pada Sistem koordinat kartesius. Penduduk lak-laki
ditunjukkan pada bagian kiri sumbu vertikal, sedang penduduk perempuan di
bagian kanan. Piramida penduduk menggambarkan perkembangan penduduk
dalam kurun waktu tertentu. Negara atau daerah dengan angka kematian bayi
yang rendah dan memiliki usia harapan hidup tinggi, bentuk piramida
penduduknya hampir menyerupai kotak, karena mayoritas penduduknya hidup
hingga usia tua. Sebaliknya yang memiliki angka kematian bayi tinggi dan usia
harapan hidup rendah, piramida penduduknya berbentuk menyerupai genta (lebar
di tengah), yang menggambarkan tingginya angka kematian bayi dan tingginya
resiko kematian.

Pengendalian jumlah penduduk


Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi pertumbuhan penduduk,
umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran. Dokumen dari Yunani Kuno
telah membuktikan adanya upaya pengendalian jumlah penduduk sejak jaman
dahulu kala. Salah satu contoh pengendalian penduduk yang dipaksakan terjadi di
Republik Rakyat Tiongkok yang terkenal dengan kebijakannya 'satu anak cukup';
kebijakan ini diduga banyak menyebabkan terjadinya aksi pembunuhan bayi,
pengguguran kandungan yang dipaksakan, serta sterilisasi wajib. Indonesia juga
menerapkan pengendalian penduduk, yang dikenal dengan program Keluarga
Berencana (KB), meski program ini cenderung bersifat persuasif ketimbang
dipaksakan. Program ini dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan penduduk
Indonesia.

Ledakan penduduk
Buku berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968 oleh
Paul R. Ehrlich meramalkan adanya bencana kemanusiaan akibat terlalu

4
banyaknya penduduk dan ledakan penduduk. Karya tersebut menggunakan
argumen yang sama seperti yang dikemukakan Thomas Malthus dalam An Essay
on the Principle of Population (1798), bahwa laju pertumbuhan penduduk
mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai makanan yang
akan mengakibatkan kelaparan .

2. Masalah Sosial Budaya Kependudukan


Permasalahan pembangunan kependudukan yang perlu mendapat perhatian
adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang masih
relatif tinggi dan persebarannya yang tidak merata, dan kualitasnya masih relatif
rendah. Dewasa ini kualitas penduduk Indonesia masih tertinggal dibandingkan
dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand.
Berdasarkan Human Development Report 2001, Indonesia menempati urutan ke
102, sedangkan Malaysia dan Thailand masing-masing menempati urutan ke 56
dan ke 66. Kualitas penduduk tersebut juga tergambar dari angka harapan hidup
waktu melahirkan (AHH) penduduk Indonesia yang relatif rendah yaitu 65,5
tahun (Inkesra, 1999), sedangkan Malaysia dan Thailand tercatat masing-masing
72,0 tahun dan 68,8 tahun. Rendahnya angka harapan hidup tersebut erat
kaitannya dengan masih tingginya angka kematian bayi dan angka kematian ibu
melahirkan.
Dalam dimensi kuantitas, jumlah penduduk Indonesia relatif telah dapat
dikendalikan pertumbuhannya menjadi 1,35 persen per tahun pada periode 1990-
2000 sehingga jumlah penduduk pada Sensus 2000 diperkirakan mencapai 203,4
juta orang, terdiri dari 101,8 juta perempuan dan 101,6 juta laki-laki. Namun
demikian, mengingat jumlah penduduk Indonesia saat ini masih besar secara
absolut, maka pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya juga masih besar.
Salah satu penyebab masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah
masih relatif tingginya angka kelahiran total (TFR). Angka kelahiran total (TFR)
Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan 2,5 per perempuan, dan cukup bervariasi
baik antardaerah maupun antarpropinsi.

5
3.2 Pemberdayaan Keluarga dan Keluarga Berencana
Permasalahan lain dalam pembangunan sosial dan budaya adalah sebagian
keluarga terutama yang tergolong Pra-Keluarga Sejahtera (Pra-KS) dan Sejahtera I
(KS I), belum berdaya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan
kesehatan termasuk keluarga berencana (KB). Pada tahun 2000, jumlah keluarga
Pra-KS dan KS I, yaitu keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya
masih sekitar 24,6 juta keluarga.
Sementara itu, aspek kesehatan reproduksi remaja yang merupakan salah
satu tiang dalam pewujudan keluarga kecil yang berkualitas juga masih tertinggal.
Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 menunjukkan meskipun
median usia kawin pertama secara nasional adalah 18,6 tahun, median usia kawin
pertama di perdesaan masih relatif muda yaitu 17,9 tahun. Sebagian masyarakat dan
keluarga termasuk orang tua dan remaja sendiri juga belum sepenuhnya
mempersiapkan anggota keluarga yang berusia remaja dalam kehidupan
berkeluarga dan perilaku reproduksi yang bertanggung jawab. Banyak remaja yang
masih kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang
masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan
kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyak remaja yang berperilaku
menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka.
Selain itu, pusat atau lembaga advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan
reproduksi bagi remaja juga masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan
mutunya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah nampaknya
juga belum sepenuhnya berhasil.
Tingkat kelahiran yang relatif tinggi merupakan salah satu beban dalam
pembangunan sosial dan budaya. Tingkat kelahiran yang relatif tinggi ini
mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi dan jumlah anggota
keluarga yang relatif besar. Tingginya angka kelahiran dewasa ini berkaitan dengan
penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB) yang belum sepenuhnya
berkualitas dalam memenuhi hak-hak dan kesehatan reproduksi masyarakat.
Pendekatan program KB yang telah diarahkan pada pemenuhan hak-hak dan
kesehatan reproduksi, dalam pelaksanaannya masih dijumpai beberapa pelayanan

6
KB yang mencerminkan pendekatan pemenuhan target akseptor. Pendekatan target
akseptor mengakibatkan proses dan kualitas penyampaian komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE), serta pelayanan KB lebih ditujukan untuk mencapai target
akseptor KB melebihi perhatian terhadap kecocokan cara KB dan kepuasan
akseptor KB. Kualitas program KB yang belum sepenuhnya memuaskan klien
mengakibatkan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi termasuk KB yang
merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera belum
dapat dirasakan oleh sebagian masyarakat dan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh
data SDKI 1997 yang menunjukkan bahwa baru 57,4 persen pasangan usia subur
(PUS) yang ingin ber-KB dapat terpenuhi permintaannya, dan sekitar 9,21 persen
PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau menunda kehamilannya, tidak memakai
kontrasepsi (unmet need). Permasalahan lainnya dalam program KB adalah
partisipasi laki-laki dalam ber-KB yang masih sangat rendah yaitu sekitar 3 persen
(SDKI 1997). Hal ini selain dikarenakan keterbatasan macam dan jenis alat
kontrasepsi laki-laki, antara lain juga disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
laki-laki di bidang hak-hak dan kesehatan reproduksi.
Kelembagaan dan jaringan pelayanan KB juga belum sepenuhnya berkualitas dan
mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan sumber daya program KB. Peran masyarakat dan pihak di
luar Pemerintah juga masih sangat terbatas, walaupun tokoh agama, organisasi
profesi dan Lembaga Swadaya dan Organisasi Masyarakat (LSOM) terbukti sangat
mempengaruhi keberhasilan program KB di beberapa daerah. Pada tahun 1998/99
jumlah lembaga pelayanan KB non-pemerintah masih relatif rendah yaitu berkisar
44.550 yang melayani sekitar 65 persen PUS peserta KB Aktif. Sementara itu,
kemitraan pemerintah dengan masyarakat terutama PUS dan sektor di luar
pemerintah dalam penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi belum
sepenuhnya dapat diwujudkan.

3.3 Penerapan Program Keluarga Berencana


Keluarga yang sehat sejahtera dan berkualitas akan terwujud jika angka
kelahiran dapat diatur melalui program KB. Banyak yang diharapkan dari adanya

7
gerakan ini, tetapi tampaknya banyak pula kendala yang dihadapi oleh para
pelaksana di lapangan. Salah satu kendala itu muncul dari lembaga di daerah yang
mengurus soal KB ini di lebur entah ke unit-unit lain yang mengakibatkan program
kegiatannya pun menjadi tidak jelas. Belum lagi soal dana.
Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah dalam menumbuhkan kembali
kesadaran masyarakat untuk ber-KB. Sejalan denga era otonomi, hubungan
pemerintah pusat dan daerah terjalin berdasarkan prinsip desentralisasi termasuk
mekanisme pelayanan program KB di lapangan. Tetapi, konsekuensinya adalah
adanya perubahan kebijakan dan sistem manajemen sesuai kenyataan di lapangan.
Salah satu dampaknya, adalah menurunnya kemampuan daerah
menyelenggarakan pelayanan KB secara langsung. Tetapi yang pasti, katanya,
lembaga pemerintah yang mengelola KB di daerah perlu didukung dengan kebijakan
yang terintegrasi. dengan mendayagunakan sumber daya manusia yang ada di
daerah setempat.
Karena itu, tidak salah bila memang kemudian BKKBN menggandeng PKK
yang selama ini pun dikenal sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Bahkan selama ini pun PKK juga dikenal sebagai gerakan
yang mempunyai tugas utama adalah berupaya memberdayaan kesejahteraan
keluarga di semua aspek kehidupan, seperti di bidang ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan hidup.
Langkah yang diinginkan sebenarnya bukan sekadar mensejahterakan
keluarga, tetapi justru juga ingin membuat manusia-manusia di dalam keluarga itu
menjadi lebih berkualitas. "Jadikanlah keluarga kita berkualitas," tegasnya.
Pembinaan keluarga berkualitas harus dimulai sejak dini, sejak anak di dalam
kandungan. Berilah anak-anak itu makanan bergizi, jangan sampai mereka terlantas.
"Berilah makanan yang bergizi bagi pertumbuhan otak anak-anak. Otak ini akan
tumbuh hingga anak berusia 5-7 tahun. Dalam jangka waktu itu sebaiknya diberikan
pasokan gizi yang baik pula," ujarnya.
Yang menjadi salah satu fungsi utama BKKBN adalah mengupayakan
pelayanan di bidang kesehatan kepada masyarakat terutama dalam memperkecil
petumbuhan penduduk dan keluarga sehat. Untuk menjalankan misi yang diemban

8
BKKBN itu, maka keikutsertaan PKK mempunyai peran penting. Sebab PKK sudah
lama eksis di seluruh aspek kehidupan bahkan di tingkat pemerintahan sudah berada
dari tingkat pusat sampai ke desa-desa.
Dalam kondisi seperti ini diharapkan PKK menjadi jembatan kepentingan
pemerintah dan masyarakat dengan tujuan akhir meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Karena itu, implementasi menciptakan keluarga sehat dan mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk dalam membina generasi dan keluarga yang berkualitas di
masa depan dibebankan kepada PKK. Untuk itu, PKK di semua tingkatan dapat
memberikan peran aktif yang tidak terbatas hanya dalam pelaksanaan Harganas,
tetapi harus dilakukan secara rutin dan terus-menerus.
Sampai kini belum ada rencana untuk menambah jumlah target akseptor itu,
yang pasti para peserta yang sudah ada akan tetap dipelihara sambil mencari peserta
baru.
Langkah dilakukan ini dirasakan cukup kondusif, dalam menyadarkan
keluarga tentang pentingnya KB. Kebijakan Departemen Dalam Negeri seperti
tertuang dalam Permendagri No 44 tahun 2005 tentang Rencana Strategis
Departemen Dalam Negeri tahun 2005-2009, diarahkan kepada upaya memperkuat
dasar sistem politik dan pemerintahan khususnya di daerah, menjaga dan
memperkokoh NKRI dan meningkatkan kapasitas pembangunan daerah dan
pemberdataan masyarakat.
Untuk itu, fokus dalam pemberdayaan masyarakat memerlukan perhatian
dalam pembinaan sampai ke tingkat daerah dengan aspek utama pada pemberdayaan
masyarakat di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan lingkungan. Peringatan
Harganas yang jatuh setiap tanggal 29 Juni, pada dasarnya sebagai bukti nyata untuk
lebih meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga dalam seluruh aspek
kehidupan.
Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari keluarga. Keluarga merupakan
unit sosial terkecil dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan keluarga
tentu saja harus menyentuh setiap individu dalam keluarga itu. Artinya, semua

9
lembaga, individu, baik pemerintah maupun swasta berkewajiban mengemban
tanggungjawab untuk memberdayakan keluarga.
Sedangkan menurut Dirjen PMD, pemerintah sendiri telah melakukan
berbagai upaya pemberdataan masyarakat, antara lain melalui program PNPM
sebagai upaya pengentasan kemiskinan, peningkatan derajat kesehatan, termasuk
perilaku hidup bersih dan sehat, pengaturan kelahiran melalui program KB,
pemenuhan hak-hak dasar bagi anak. Upaya tesebut diharapkan dapat
memberdayakan masyarakat Indonesia baik kedudukan di dalam kelompok maupun
keluarga sebagai pribadi. Program ini, selain merangsang tumbuh semakin erat PKK
dan KB, maka akan mendorong juga semakin hidup Posyandu.

Kontribusi
Menggerakan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program KB yang
akhir-akhir ini dirasakan menurun. Sebenarnya keberhasilan program KB dalam
memberikan kontribusi terhadap laju pengendalian pertumbuhan penduduk dan
peningkatan kualitas penduduk selama ini, perlu dipertahankan dengan mengacu
pada prinsip otonomi dan desentralisasi.
Untuk itu salah satu langkah yang perlu dimantapkan adalah penataan
kembali lembaga yang menangani Program KB di daerah, terutama setelah sebagian
kewenangan pemerintah di bidang ini dilimpahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Tekad pemerintah dalam mensukseskan program KB ini begitu kental,
terutama menggunakan Harganas sebagai langkah menggerakan kembali kesadaran
mensejahterakan keluarga. Kerja keras BKKBN ini sebenarnya sudah tertuang di
dalam strategi besar yaitu menggerakan dan memberdayakan seluruh masyarakat
dalam program KB, menata kembali pengelolaan program KB, memperkuat sumber
daya manusia, meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dan
meningkatkan pembiayaan program KB.
Suksesnya penataan lembaga bersama sumber daya manusia-nya, diharapkan
menjadi penentu keberhasilan program KB di daerah. Salah satu yang konkrit adalah
soal Pos KB, diharapkan Pos KB ini jangan sampai hilang begitu saja. Banyak

10
kegiatan yang bisa dilayani di tempat-tempat seperti itu. "Tetapi memang yang
penting penataan lembaga-lembaga yang lebih besar yang ada di daerah.

11
BAB IV
KESIMPULAN

Permasalahan dalam pembangunan sosial dan budaya adalah sebagian keluarga


terutama yang tergolong Pra-Keluarga Sejahtera (Pra-KS) dan SejahteraI (KS I), belum
berdaya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan kesehatan
termasuk keluarga berencana (KB). Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi
pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran
Indonesia menerapkan program pengendalian penduduk, yang dikenal dengan
program Keluarga Berencana (KB), meski program ini cenderung bersifat persuasif
ketimbang dipaksakan. Program ini dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan
penduduk Indonesia.

12
BAB V
PENUTUP

Demikian makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas sosiologi
tentang ”Aspek Sosial Budaya Dalam Program KB”. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penyusun sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak demi memperbaiki makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

http//: www. google.co.id/ Aspek Sosial Budaya Dalam Program KB.

http//: www. google.co.id/ Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi KB.

Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan Sosial Budaya Dasar. Universitas Indonesia,


Jakarta.

Kuncoroningrat dan AA. Loedin. Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan.


Gramedia, Jakarta.

Kuncoroningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai