Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

KELAHIRAN (FERTILITAS)
Dibuat untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kependudukan Lingkungan Hidup
Tahun Akademik 2014-2015

Disusun Oleh :
Lugina Fitriani Khaerunnisa

170803130003

Dinny Silviani

170803130016

Rd. Firman Prawira

170803110029

Dosen Pembimbing :
Drs. H. Herry Suharyadi, M.Si

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PADJADJARAN

Kata Pengantar
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan ridho-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisi data tentang Kelahiran (Fertilisasi). Makalah ini disusun
dalam rangka pengerjaan tugas yang diberikan oleh dosen Studi Kependudukan
Lingkungan Hidup.
Makalah ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan, doa dan saran yang
terlibat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih kepada :
1
2

Dosen Studi Kependudukan Lingkungan Hidup.


Orang tua kami yang telah mencurahkan seluruh kasih sayang, cinta dan

doa.
Serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
segala bentuk kritik dan saran yang membangun akan kami terima. Kami berharap
makalah ini dapat memenuhi tugas kami dan bermanfaat untuk kita semua.

Bandung, Oktober 2014

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................

Daftar Isi ...........................................................................................

ii

BAB I Pendahuluan
Latar Belakang ......................................................................

Rumusan Masalah .................................................................

Tujuan ...................................................................................

BAB II Pembahasan
Pengertian Kelahiran (Fertilitas) ..........................................

Konsep terkait Kelahiran (Fertilitas) ...................................

Ukuran ukuran Kelahiran (Fertilitas) ................................

Faktor yang mempengaruhi Kelahiran (Fertilitas) ...............

15

Grafik Survey Kelahiran di Indonesia ..................................

27

Strategi Pengentasan Meningkatnya Kelahiran (Fertilitas) ..

39

Dampak Meningkatnya Jumlah Kelahiran bagi Indonesia ...

42

BAB III Penutup


Kesimpulan ..........................................................................

47

Komentar ..............................................................................

48

Saran .....................................................................................

49

Daftar Pustaka ..................................................................................

50

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang Masalah


Fertilitas merupakan kajian yang menarik untuk di bahas, karena
dari

fertilitas

pembangunan

inilah
untuk

pemerintah
masa

dapat

yang

menentukan

akan

datang

tindakan
dengan

memperhitungkan angka kelahiran yang terjadi di Indonesia secara


berkala, entah diperhitungkan per tahun, per 10 tahun, bahkan lebih
dari hitungan-hitungan tersebut dan mempersentasekan tingkat
kelahiran secara berkala tersebut.
Penduduk Indonesia adalah mereka yang tinggal di Indonesia
pada saat dilakukan sensus dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh
setiap negara di dunia ini. Secara umum, masalah kependudukan di
berbagai negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam hal
kuantitas atau jumlah penduduk dan kualitas penduduknya. Data
tentang kualitas dan kuantitas penduduk tersebut dapat diketahui
melalui beberapa cara, diantaranya melalui metode sensus, registrasi,
dan survei penduduk.
Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk
yang besar dan distribusi yang tidak merata. Hal itu dilengkapi dengan
masalah lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka
mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan
dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat dengan kenyataan
bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih

diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Apalagi


kualitas di bidang pendidikan di beberapa daerah masih relatif sangat
rendah sehingga pemerintah cukup kesulitan untuk memberdayakan
sumber daya manusia yang ada.
Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai
masalah kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam
rangka untuk mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari
target atau sasaran di awal program keluarga berencana dilaksanakan
di Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi
separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu, Indonesia sedang
terus-menerus
Berencana

meningkatkan

guna mengurangi

keberhasilan
peningkatan

program
jumlah

Keluarga

kelahiran

di

Indonesia.
2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan kami angkat yaitu
sebagai berikut :
1
2
3
4
5
6

Apa yang dimaksud dengan Kelahiran (Fertilitas)?


Konsep terkait Kelahiran (Fertilitas)?
Ukuran ukuran Kelahiran (Fertilitas)?
Faktor yang mempengaruhi Kelahiran (Fertilitas)?
Grafik Survey Kelahiran (Fertilitas) di Indonesia?
Strategi Pengentasan Meningkatnya Kelahiran (Fertilitas) di

Indonesia?
7 Dampak dari Meningkatnya Kelahiran (Fertilitas) bagi Indonesia?
3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian kelahiran (fertilitas).
2. Mengetahui konsep terkait kelahiran (fertilitas).

3.
4.
5.
6.

Mengetahui ukuran-ukuran kelahiran (fertilitas).


Mengetahui faktor yang mempengaruhi kelahiran (fertilitas).
Mengetahui grafik survey kelahiran (fertilitas) di Indonesia
Mengetahui strategi pengentasan meningkatnya kelahiran

(fertilitas)
7. Mengetahui dampak meningkatnya kelahiran (fertilitas) bagi
Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

1 Pengertian Kelahiran (Fertilitas)

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil


reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita
yang menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Kelahiran yang
dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, dengan kata lain
bayi yang dilahirkan harus menunjukkan tanda-tanda hidup meskipun
ketika dilahirkan bayi tersebut hanya menghirup udara sekian detik
saja tetapi bayi itu bisa dikatakan lahir karena sudah terlepas dari
kandungan ibunya.
Menurut Kamus Kesehatan Fertilitas adalah kemampuan alami
untuk memberikan keturunan. Sebagai ukuran, tingkat fertilitas adalah
jumlah anak lahir per pasangan, orang, atau populasi. Fertilitas bersifat
nyata, bukan potensi, sehingga berbeda dengan fekunditas, yang
didefinisikan

sebagai

potensi

untuk

bereproduksi.

Kurangnya

fekunditas disebut sterilitas. Fertilitas tergantung pada faktor gizi,


perilaku seksual, budaya, naluri, endokrinologi, waktu, ekonomi, cara
hidup, dan emosi.
Ada istilah

lain

yang

berkaitan

dengan

Fertilitas

yakni

Fekunditas. Fekunditas merupakan jumlah sel telur yang dihasilkan


oleh wanita per tahun jadi dapat diartikan sebagai potensi fisik yang
dimiliki wanita untuk melahirkan anak. Fekunditas adalah lawan kata
dari Sterilitas yang berarti ketidakmampuan untuk berkembangbiak
secara kawin atau secara singkatnya dikatakan mandul. Selain
Sterilitas lawan dari Fekunditas antara lain infekunditas dan/atau
infertilitas fisiologis. Istilah yang memiliki arti sama dengan Fertilitas

adalah Natalitas hanya saja dalam hal ruang lingkup agak sedikit
berbeda.
perubahan

Fertilitas

hanya

penduduk

mencakup

sedangkan

peranan

Natalitas

kelahiran

mencakup

pada

peranan

kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.


Istilah fertilitas sering disebut dengan kelahiran hidup, yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tandatanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung
berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan Paritas merupakan jumlah
anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada
tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati yang di dalam
demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Adanya
fenomena lahir mati ini tercatat dalam pencatatan sipil. Pencatatan
lahir mati merupakan pencatatan yang diatur dalam Pasal 33 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 66 Peraturan Presiden
Nomor 25 Tahun 2008, yang berisi sebagai berikut :
a. Setiap peristiwa lahir mati wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari kerja sejak lahir mati,
untuk diterbitkan Surat Keterangan Lahir Mati;
b. Pelaporan peristiwa lahir mati bagi penduduk WNI melalui
desa/kelurahan, sedangkan bagi orang asing pelaporan dilakukan
ke Instansi Pelaksana;
c. Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Keterangan Lahir
Mati untuk orang asing adalah Kepala Instansi Pelaksana,
sedangkan untuk penduduk WNI adalah Kepala Desa/Lurah.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi
dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada

petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua


wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita atau
pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekitar satu atau dua persen
saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun
tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika
wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
2

Konsep Terkait Kelahiran (Fertilitas)


Dalam buku Dasar-dasar Demografi terbitan FE UI, dijelaskan
konsep-konsep penting yang harus dipegang dalam mengkaji
fenomena fertilitas, diantaranya:

1.

Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, Lahir Hidup (Life Birth)
adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di
dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan,
misalnya bernafas, jantung terdeteksi berdenyut, adanya, gerakangerakan otot yang aktif.

2.

Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari


kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan
tanda-tanda kehidupan seperti yang diutarakan pada fenomena fertilitas
yang pertama. Artinya bayi dalam kondisi lahir mati adalah bayi yang
sebelum dilahirkan sudah tidak memiliki tanda kehidupan.

3.

Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur


kurang dari 28 minggu. Ada dua macam abortus yaitu disengaja (induced)
dan tidak disengaja (spontaneus). Abortus yang disengaja mungkin lebih
sering kita kenal dengan istilah aborsi namun seringkali aborsi ini bukan
atas dasar anjuran dari dokter melainkan orangtua sang bayi yang tidak
menginginkan kelahiran anaknya dan biasanya dilakukan oleh orangorang yang mengandung bayi di luar pernikahan yang sah, sedangkan
yang tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah keguguran yang
dipicu oleh beberapa faktor misalnya kelelahan, faktor gen, organ dalam
sang ibu yang tidak baik, dan faktor-faktor lain yang biasanya lebih
mempengaruhi mental dan fisik sang ibu dan bayi.

4.

Masa reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana


perempuan melahirkan, yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).
Dalam usia ini sel telur dalam rahim perempuan masih aktif diproduksi
sehingga memungkinkan untuk melahirkan seorang bayi ketika terjadi
pembuahan sangat relative besar.
Namun, Tim Kompre Angkatan 51 memiliki konsep yang agak
berbeda terkait kematian bayi, yakni :

Kematian bayi intra uterin (di dalam kandungan ibu), terdiri dari:

1. Abortus yaitu kematian janin menjelang dan sampai pada


kandungan berumur 16 minggu.

10

2. Immatur yaitu kematian janin antara umur kandungan di


atas 16 minggu sampai 28 minggu.
3. Prematur yaitu kematian janin di dalam kandungan pada
umur kandungan di atas 28 minggu sampai waktu lahir

Kematian bayi extra uterin (di luar kandungan ibu), terdiri dari:

1. Lahir mati (still birth) adalah jika bayi yang lahir setelah
cukup masanya, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan
2. Kematian baru lahir (neonatal death) atau kematian endogen
adalah kematian sebelum bayi berumur 1 bulan yang
biasanya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa bayi
sejak lahir.
3. Kematian lepas baru lahir (post neonatal death) adalah
kematian bayi setelah berumur 1 bulan tetapi kurang dari 1
tahun yang biasanya disebabkan oleh faktor-faktor yang
berkaitan dengan lingkungan luar.

3 Ukuran Ukuran Kelahiran


1 Tingkat Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat kelahiran kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada
suatu tahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun.
11

Dalam ukuran CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara


langsung dengan penduduk wanita, melainkan dengan penduduk
secara keseluruhan.

P=
B
Rounded Receangle : CBR = P x k
CBR = Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar
B
= Jumlah kelahiran
P
= Jumlah penduduk pertengahan tahun
k
= Bilangan konstan (1.000)
P0 = Jumlah penduduk awal tahun
P1 = Jumlah penduduk akhir tahun
Kelemahan dalam perhitungan CBR yaitu tidak memisahkan
antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan baik yang
masih kanak-kanak ataupun yang telah berumur 50 tahun ke atas.
Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan
dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungannya sederhana,
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2 Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah
kelahiran (lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun)
pada tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar
karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada
penyebutnya sudah tidak menggunakan jumlah penduduk pada
pertengahan

tahun

lagi,

tetapi

jumlah

penduduk

wanita

pertengahan tahun umur 15-49 tahun.

12

Rounded Recceangle : GFR =

GFR
B
Pf (15-49)
k

B
Pf x k

= General Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas Umum


= Jumlah kelahiran
= Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun pada
pertengahan tahun
= Bilangan konstanta yang bernilai 1.000

Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini


tidak membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur
40 tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan yang sama besar
dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari
penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini lebih cermat daripada CBR
karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau
sebagai penduduk yang exposed to risk.
3 Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)
Menurut Mantra (2000:34), umur merupakan karakteristik
penduduk yang dirasa penting dikarenakan struktur umur tersebut
dapat sangat mempengaruhi perilaku demografi yang meliputi
jumlah, pertambahan, dan mobilitas penduduk, maupun sosial
ekonomi rumah tangga yang meliputi tingkat pendidikan, angkatan
kerja, pembentukan, dan perkembangan keluarga. Usia-usia muda
sangat berpengaruh terhadap jumlah dan pertambahan penduduk
melalui fertilitas.

13

Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat


variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat
fertilitas wanita pada tiap-tiap kelompok umur. Dengan mengetahui
angka-angka ini dapat pula dilakukan perbandingan fertilitas antar
penduduk dari daerah yang berbeda.

i
ASFRi = Age Specific Fertility Rate Batau
Tingkat Fertilitas menurut
ASFRi = P fi x k
Umur
Bi
= Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i
Pfi
= Jumlah wanita kelompok umur i pada pertengahan tahun
k
= Angka konstanta bernilai 1.000
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa

masalah atau kekurangan (terkait dengan SDM) sebagai berikut :


1. Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban
pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas
kesehatan ketimbang aspek intelektual.
2. Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin
meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan
menunjukan korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan
penduduknya.
3. Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak
kepada investasi SDM yang semakin menurun.
Kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :
1. Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk
yang exposed to risk ke dalam berbagai kelompok umur.
2. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan
fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.
3. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas.

14

4. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas


dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa
kelemahan diantaranya yaitu:
1. Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya
kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut
belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang
sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali
mendapatkan ukuran ASFR.
2. Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita
umur 15-49 tahun.
3. Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific
Fertility Rate).
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk
mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan
seorang istri menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak
yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat
kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur
anak yang masih hidup.
4 Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific
Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk
mengukur tinggi-rendahnya fertilitas suatu negara. Seorang wanita
dalam

menambah

kelahiran

memiliki

kemungkinan

yang

bergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Hal ini


disebabkan karena wanita tersebut kemungkinan menggunakan

15

alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan umur


anaknya yang masih hidup.

BOSFR

B0 i
= Birth Order
Specific
BOSFR
= Fertility
P f x kRate atau Tingkat Fertilitas

menurut Urutan Kelahiran


B0i
= Jumlah kelahiran urutan ke i pada tahun tertentu
Pf (15-49) = Jumlah penduduk perempuan usia 15-49 tahun pada
pertengahan tahun
= angka konstanta bernilai 1000

5 Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rate)


Tingkat Fertilitas Total merupakan rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan seorang wanita sampai masa akhir reproduksinya,
dengan catatan :
a. tidak ada wanita yang meninggal sebelum mengakhiri masa
reproduksi.
b. tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode
tertentu.

TFR
ASFR

ASFR
TFR Rate
= 5 x atau
= Total Fertility
Tingkat Fertilitas Total
= Age Specific Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas

menurut Umur
6 Angka Reproduksi Bruto (Gross Reproduction Rate)
Angka Reproduksi Bruto adalah angka yang menunjukkan rata-rata
jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang wanita
selama masa hidupnya dengan mengikuti pola fertilitas dan
mortalitas yang sama dengan ibunya, tetapi tidak memperhitungkan
unsur kematian.

16

Menggunakan TFR dengan rasio jenis kelamin pada saat lahir,


dengan ketentuan sebagai berikut :

Jml kelahiran
GRR
= Gross Reproduction
Ratebayi
atauwanita
Tingkat Fertilitas Total
GRR
=
x
Jml
kelahiran
bayi
lakilaki
dan wanitaTotal
TFR
= Total Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas
Menggunakan ASFR bagi perempuan dengan ketentua sebagai
berikut :

GRR

GRR = 5 x Rate
ASFRatau
fi
= Gross Reproduction
Angka Reproduksi

ASFRfi

Bruto
= Angka kelahiran menurut umur untuk bayi perempuan
pada kelompok umur i

7 Angka Reproduksi Netto (Net Reproduction Rate)


Angka Reproduksi Netto adalah angka yang menunjukkan rata-rata
jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang wanita
selama hidupnya dan akan tetap hidup sampai dapat menggantikan
kedudukan ibunya, dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas
yang sama seperti ibunya. Berbeda dengan Gross Reproduction
Rate, Net Reproduction Rate justru memperhitungkan unsur
kematian.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kelahiran (Fertilitas)
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan
fertilitas baik yang berupa faktor demografi maupun faktor nondemografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya adalah struktur
umur,

umur

perkawinan,

lama

perkawinan,

paritas,

distrupsi

17

perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi


dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
Beberapa faktor yang lebih detail yang mempengaruhi kelahiran
antara lain sebagai berikut :
a. Kebijakan pro-natalis dan anti-natalis dari pemerintah
b. Tingkat aborsi
c. Struktur usia dan jenis kelamin yang ada
d. Kepercayaan dari segi sosial dan keagamaan yang dikhususkan
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

pada penggunaan alat kontrasepsi


Tingkat buta aksara terutama pada para wanita
Kemakmuran secara ekonomi
Tingkat kemiskinan
Angka kematian bayi
Urbanisasi
Homoseksualitas
Usia pernikahan
Usia pensiun dan kebijakan pemerintah mengenai hal tersebut
Konflik

1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel


Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin
sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis
tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih
dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah
satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan
(selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis
sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne
(1970) telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang
perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul The Social structure and
fertility: an analytic framework (1956)2 Kingsley Davis dan Judith

18

Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and


Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
melalui apa yang disebut sebagai variabel antara (intermediate
variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan
budaya yang mempengaruhi fertilitas akan melalui variabel
antara. Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang
masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi
sebagai berikut:
1. Intermediate Variables Of Fertilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin
(intercouse variables) adalah :
a.
Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan
kelamin:
1. Umur mulai hubungan kelamin
2. Selibat permanen yaitu proporsi wanita yang tidak
pernah mengadakan hubungan kelamin
3. Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa
hubungan kelamin:
a) Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
b) Bila kehidupan suami istri berakhir karena suami
meninggal dunia
b. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
1. Abstinensi sukarela
2. Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah
sementara)
3. Frekuensi hubungan seksual
2. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi

terjadinya

konsepsi

(conception variables) :
1. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktorfaktor yang tidak disengaja

19

2.

Menggunakan

atau

tidak

menggunakan

metode

kontrasepsi:
a)
Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan
kimia
b)
Menggunakan cara-cara lain
3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktorfaktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan
d.

sebagainya)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran
dengan selamat (gestation variables) :
1. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
2.

tidak disengaja
Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja

2. Teori Ekonomi tentang Fertilitas


Pandangan bahwa faktor-faktor

ekonomi

mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang


baru. Dasar pemikiran utama dari teori transisi demografis yang
sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya
pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan
suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan
perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan
oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai
keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak
anak

berarti

memikul

beban

ekonomis

dan

menghambat

peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal

20

pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal


inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan
Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak
dasar dari apa yang dikenal dengan teori ekonomi tentang
fertilitas. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas
adalah:
untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor
yang menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per
keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa
banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan
yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan
yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitunganperhitungan

kasar

mengenai

jumlah

kelahiran

anak

yang

dinginkannya. Dan perhitungan perhitungan yang demikian ini


tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan
(utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik
berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu
(a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang
konsumsi misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b)
kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana
produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah
pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak

21

sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun


sebaliknya.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek
kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah
memberikan kepuasan, dapat memberikan balas jasa ekonomi
atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan
sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan.
Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya
dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seorang
anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang
dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang
karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu
tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan
penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas
orang

tua

yang

mempunyai

tanggungan

keluarga

besar

(Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka
aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak
dengan kualitas yang baik. Berarti sangat memungkinkan adannya
kenaikan biaya sesuai keperluan anak tersebut. Pengembangan
lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker

22

dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu An Economic


Analysis of Fertility.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat
dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good,
consumers durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility)
tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan
sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi
fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki
anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat
meningkatkan permintaan terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan
terbitanya buku A Treatise on the Family. Perkembangan
selanjutnya

analisis

ekonomi

fertilitas

tersebut

kemudian

membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah


tangga (household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang
dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli
lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan
sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth and
population: Perspective of the new home economics6 Nerlove
mengemukakan:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a)
suatu fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah
dalam arti komoditi fisik melainkan berbagai kepuasan yang
dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah
tangga;

(c)

suatu

lingkungan

pasar

tenaga

kerja

yang

23

menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah


tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan
sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari harta warisan
dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk
melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar.
Waktu yang tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam
hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya manusia (human
capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia
dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku
generasi-generasi yang akan datang maupun untuk kepentingan
tingkah laku sendiri
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan
akan anak berkurang bila pendapatan meningkat dan apa yang
menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan
komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat. New
household economics berpendapat bahwa orang tua mulai lebih
menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah
yang hanya sedikit sehingga harga beli meningkat dan bila
pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak
waktu (khususnya waktu untuk ibu) yang digunakan untuk
merawat anak. Dengan kata lain anak yang mereka miliki dengan
kualitas terbaik akan bernilai lebih mahal dibandingkan anak
lainnya yang tidak memiliki kualitas sebaik itu.

24

Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat


fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang
didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility
ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung
dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik
yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan
pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas dari
segi kuantitas maupun kualitas sang anak. Pertimbangan ekonomi
dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya langsung
maupun

biaya

tidak

langsung,

selera,

modernisasi

dan

sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulatao
menulis tentang konsep demand for children dan supply of
children. Konsep demand for children dan supply of children
dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan
factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsep demand for
children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam
pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu
memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survei
tentang jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau
diinginkan. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children
berlaku di negara berkembang? Apakah pasangan di negara
berkembang

dapat

memformulasikan

jumlah

anak

yang

25

dinginkan?

Menurut

Bulato,

jika

pasangan

tidak

dapat

memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka


digunakan konsep latent demand di mana jumlah anak yang
dinginkan akan disebut oleh setiap pasangan ketika mereka
ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand
for children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif.
Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam
artikel tersebut Bulatao membahas masing-masing faktor tersebut
dari mulai biaya yang dibutuhkan anak, pendapatan orangtua, dan
selera keluarga secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas
apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan net
supplier atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai
banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika
mereka tidak berpisah atau bercerai pada suatu batas tertentu.
Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan
untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep
kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken

fertilitas

alami

dapat

diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu:


a.

Ketidak-suburan

setelah

melahirkan

(postpartum

infecundibality)
b.

Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)

26

c.

Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)

d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)


e.

Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)


Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh

Richard A. Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak


sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis atau tipe keluarga
dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas.
Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat
determinan ketiga di samping dua determinan lainnya --permintaan
anak dan biaya regulasi fertilitas--, yaitu mengenai pembentukan
kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung
pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang
bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor
fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada
praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka
terjadilah

perubahan

suplai

anak

karena

perbaikan

gizi,

kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula


perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan,
harga dan selera. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai
dalam

suatu

masyarakat

bisa

melebihi

permintaan

atau

sebaliknya.

27

Easterlin

berpendapat

bahwa

bagi

negara-negara

berpendapatan rendah permintaan mungkin bisa sangat tinggi


tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis
terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan
berlebihan (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah
besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek
pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang
tinggi,

permintaan

adalah

rendah

sedangkan

kemampuan

suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai berlebihan


(over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C.
Caldwell juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan
ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas
dalam masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat
dari segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan
ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti
luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan
keluarga dalam arus kekayaan netto (net wealth flows) antar
generasi dan juga perbedaan yang tajam pada regim demografis
pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa sifat
hubungan ekonomi dalam keluarga menentukan kestabilan atau
ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan
pada dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu oleh

28

suatu kelompok keluarga yang lebih besar bahkan jika tidak satu
wilayah sekalipun daripada oleh norma-norma yang sudah
diterima masyarakat. Seperti yang diamati oleh Caldwell, di dalam
keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu
kelompok atau generasi terhadap kelompok atau generasi lainnya,
sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat antar
individu.

2.5. Grafik Survey Kelahiran di Indonesia


Grafik

survei

kelahiran

membahas

mengenai

pencatatan

kelahiran yang tidak akan pernah terlepas dari tingkat kepemilikan akta
kelahiran. Menurut laporan SUSENAS 2001 hanya sekitar 40% anakanak di Indonesia yang berusia di bawah lima tahun yang tercatat
kelahirannya dan memiliki akta kelahiran. Bahkan di era 80-90an para
orangtua yang baru melahirkan anak dengan sengaja mengubah
tanggal lahir yang sebenarnya, entah itu dimajukan atau dimundurkan
dari tanggal asli kelahiran sang anak. Tak tanggung-tanggung para
orangtua memajukan atau memundurkan tanggalnya tidak lagi dalam
hitungan minggu melainkan dalam hitungan tahun. Tidak hanya dalam
ukuran waktu kelahiran, bukan tidak mungkin seorang bayi memiliki
dua akta kelahiran dengan nama yang berbeda dan salah satunya
belum dihanguskan oleh orangtuanya. Hal ini terjadi karena tidak
adanya kesadaran dari masyarakat yang bersangkutan bahwa hal

29

yang diperbuatnya adalah salah dan membingungkan pemerintah, tak


hanya pihak masyarakat tetapi pihak pemerintah daerah yang
mengurusi akta kelahiran tersebut bisa dikatakan terlalu menundanunda pengurusan akta kelahiran sehingga salah satu akta yang
seharusnya dihanguskan atau dibatalkan masih tersimpan dan tercatat
sebagai warga negara aktif dan masih hidup.
Meskipun ada masyarakat yang ternyata memiliki akta kelahiran
ganda dengan nama berbeda, tetapi sayangnya angka kepemilikan
akta kelahiran yang rendah ini menempatkan Indonesia dalam
kelompok negara-negara di dunia yang terendah dalam pencatatan
kelahiran. Secara universal, akta kelahiran adalah dokumen resmi
yang dikeluarkan oleh negara yang membuktikan adanya identitas
seorang anak. Maka beberapa anak yang tidak tercatat kelahirannya
dalam dokumen negara bahkan hingga tidak memiliki akta kelahiran
dapat disebut sebagai non existent individual, dengan kata lain anak
tersebut tidak memperoleh hak-hak perlindungan yang justru sangat
diperlukan dalam anggota masyarakat.
Data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi
Kependudukan mencantumkan bahwa prosentase kepemilikan akta
kelahiran per Desember 2007 diperkirakan hanya dimiliki oleh sekitar
60% anak yang berusia di bawah lima tahun. Partisipasi masyarakat
yang kurang peduli terhadap pentingnya akta kelahiran bagi sang anak
adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme pelayanan yang terkonsentrasi di kabupaten/kota
dengan jarak tempuh yang jauh sehingga biaya transportasi yang

30

harus

dikeluarkan

pemerintahan

oleh

daerah

masyarakat

cukup

mahal

yang

jauh

sedangkan

dari

pusat

masyarakat

pedesaan tidak memiliki cukup biaya untuk pergi ke pusat


pemerintahan daerah dan khawatir untuk meninggalkan rutinitas
sehari-harinya di desa meskipun hanya terhitung hari saja.
b. Keterlambatan pelaporan kelahiran bayi bahkan sampai satu tahun
lebih menyebabkan harus adanya siding di pengadilan dan
masalah biaya di pengadilan pun lagi-lagi menjadi masalah yang
relatif besar bagi masyarakat sehingga menimbulkan faktor
keengganan pada masyarakat yang bersangkutan untuk mengurus
akta kelahiran anaknya lebih lanjut lagi dan menyelesaikannya.
Dalam kurun waktu per dua tahun atau per tiga tahun sebenarnya
telah dilakukan Konferensi Regional Asia Pasifik tentang Pencatatan
Kelahiran Universal atau biasa dikenal dengan istilah Asia Pasific
Conference

on

Universal

Birth

Registration

karena

persoalan

pencatatan kelahiran telah mendapatkan perhatian yang cukup


signifikan.

Dalam

Konferensi

tersebut

masing-masing

negara

mengirimkan delegasinya yang merupakan perwakilan dari pengambil


kebijakan pencatatan kelahiran tingkat nasional, pelaksana unsur
legislatif, dan masyarakat. Tanpa pencatatan kelahiran maka penilaian
terhadap HAM tidak mungkin dapat dilakukan terutama dalam hal
kepemilikan identitas berdasarkan Pasal 7 Konvensi Hak Anak bahwa
seorang

anak

harus

dicatatkan

segera

identitasnya

setelah

kelahirannya dan atas hal itulah sang anak memiliki hak atas nama,

31

hak status kewarganegaraan, dan hak untuk mengetahui orangtuanya


dan dirawat oleh orangtuanya.

Berikut grafik prosentase angka kelahiran di Indonesia pada


tahun 2004-2013
Sumber : Statistik Indonesia (BPS) Tahun 2014

32

Grafik Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk


Indonesia pada Tahun 2004-2013
Sumber : Statistik Indonesia (BPS) tahun 2014

Grafik Angka Kelahiran menurut kelompok umur ibu pada Tahun


1971-2010

Kualitas kehidupan seseorang dapat diukur dari kesejahteraannya


selama ia hidup dan salah satu cara untuk mengukur kesejahteraan
penduduk suatu negara adalah dengan menggunakan PQLI atau
Physical Quality of Life Index yang diperkenalkan oleh Moris yang

33

mengukurnya melalui tiga indikasi antara lain rata-rata harapan hidup


sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan ratarata prosentase buta dan melek huruf.
Grafik Harapan Hidup menurut jenis kelamin di Indonesia Tahun
2011

Grafik angka kelahiran kasar dan angka kematian kasar 19502050

34

Jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus Tahun


1971-2010

Jml. Penduduk
250,000,000
200,000,000
150,000,000

Jml. Penduduk

100,000,000
50,000,000
0
1971

1980

1990

2000

2010

35

Pencatatan kelahiran diatur dalam Pasal 27 s.d. Pasal 32 UU


Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 51 s.d. Pasal 65 PP Nomor 25 Tahun
2008, yang berisi :
a. Ruang lingkup pencatatan kelahiran meliputi pencatatan kelahiran
di Indonesia, pencatatan kelahiran di atas kapal laut atau pesawat
terbang, dan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu;
b. Pencatatan kelahiran di Indonesia :
1) Pencatatan peristiwa kelahiran di Indonesia memperhatikan halhal sebagai berikut : a) tempat domisili Ibunya bagi penduduk
WNI; b) di luar tempat domisili Ibunya bagi penduduk WNI; c)
tempat domisili Ibunya bagi penduduk orang asing; d) di luar
domisili Ibunya bagi penduduk orang asing; e) orang asing yang
memiliki izin kunjungan; f) anak yang tidak diketahui asal-usulnya
atau keberadaan orangtuanya;
2) Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai Kutipan Akta
Perkawinan/Akta Nikah orangtua, pencatatan dilakukan dengan
mencantumkan nama ibu (nama ayah tidak bisa dicantumkan
karena tidak ada Akta Perkawinannya);
3) Setiap kelahiran di Indonesia wajib dilaporkan oleh penduduk
kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling
lambat 60 hari kerja sejak kelahiran;
4) Bagi penduduk WNI pelaporan dilakukan melalui desa/kelurahan
dengan

membawa

Desa/Lurah

persyaratan

menandatangani

yang

Formulir

ditentukan,
Surat

Kepala

Keterangan

Kelahiran, selanjutnya diteruskan ke UPTD Instansi Pelaksana

36

untuk dicatat dalam Register Akta Kelahiran dan diterbitkan


Kutipan Akta Kelahiran oleh Pejabat Pencatatan Sipil. Tapi jika
UPTD tidak ada di Kecamatan tersebut, maka Formulir Surat
Keterangan Kelahiran tersebut diteruskan ke kecamatan dan
dilanjutkan ke Instansi Pelaksana untuk dilakukan pencatatan
sipil.
Bagi orang asing pelaporan dilakukan langsung ke Instansi
Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana, dengan membawa
persyaratan yang ditentukan, selanjutnya Pejabat Pencatatan
Sipil mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan Menerbitkan
Kutipan Akta Kelahiran;
5) Untuk pencatatan kelahiran bayi WNI di luar domisili Ibunya,
pelaporannya tidak melalui desa/kelurahan dan kecamatan tetapi
langsung ke Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana
dan

persyaratannya

dokter/bidan/penolong
Ibu/Bapaknya

cukup
kelahiran

Surat
dan

Kelahiran

dari

menunjukkan

KTP

dii Instansi Pelaksana, selanjutnya

Pejabat

Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan


menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran;
6) Pencatatan kelahiran bagi anak yang tidak diketahui asalusulnya atau keberadaan orangtuanya, didasarkan pada laporan
orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan
dari

Kepolisian,

berdasarkan

laporan

tersebut

Pejabat

Pencatatan Sipil mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan


menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran, salanjutnya Kutipan Akta

37

Kelahiran tidak diberikan kepada pelapor tetapi disimpan oleh


Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana diserahkan
kepada yang bersangkutan setelah dewasa yaitu setelah
berumur 18 tahun;
c. Pencatatan kelahiran di Luar Wilayah RI :
1) Kelahiran WNI di luar wilayah RI wajib dicatatkan pada instansi
yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan kepada
Perwakilan RI;
2) Apabila negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan
kelahiran bagi orang asing termasuk WNI yang berada di negara
tersebut, pelaporan dilakukan di Perwakilan RI. Berdasarkan
laporan tersebut Pejabat Konsuler pada Perwakilan RI mencatat
pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta
Kelahiran;
3) Apabila yang bersangkutan telah kembali ke Indonesia hasil
pencatatan di luar wilayah RI tersebut wajib dilaporkan kepada
Instansi Pelaksana dalam hal ini Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil paling lambat 30 hari kerja sejak yang
bersangkutan kembali ke Indonesia. Dalam hal ini Instansi
Pelaksana tidak mencatat dalam Register Akta dan menerbitkan
Kutipan Akta Kelahiran tetapi hanya melakukan perekaman data
penduduk dalam Database Kependudukan;
d. Pencatatan kelahiran di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang :
1) Pencatatan kelahiran WNI di atas kapal laut atau pesawat
terbang wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi
Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana di tempat tujuan atau

38

tempat singgah berdasarkan keterangan kelahiran dari nahkoda


kapal laut atau kapten pesawat terbang;
2) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah berada di wilayah
NKRI, kelahiran dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau
UPTD Instansi Pelaksana setempat untuk dicatat dalam Register
Akta Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Dalam hal
ini Nahkoda Kapal Laut/Kapten Pesawat Terbang menerbitkan
Surat Keterangan Kelahiran. Selanjutnya dalam pemberian
pelayanan

penerbitan

Akta

Kelahiran

berlaku

ketentuan

pencatatan kelahiran di luar domisili Ibunya;


3) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah berada di luar
wilayah RI, kelahiran dilaporkan kepada negara tempat tujuan
atau tempat singgah. Dalam kaitan ini diberlakukan ketentuan
yang sama dengan pencatatan kelahiran di luar wilayah RI.
e. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu :
1) Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari kerja
sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran,
pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
Kepala Instansi Pelaksana setempat;
2) Pencatatan kelahiran yang malampaui batas waktu 1 (satu)
tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.

Pemerintah dalam permasalahan masa transisi memberlakukan


UU Nomor 23 Tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri telah
mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain :

39

Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474.1/1274/SJ, pada tanggal 11


Juni 2008, perihal Dispensasi Pelayanan Pencatatan Kelahiran
Dalam Masa Transisi berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006, yang ditujukan kepada Bupati/Walikota seluruh Indonesia.
Dalam surat ini tercantum bahwa Penduduk WNI yang lahir
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 akan
diberikan

dispensasi

pelayanan

tanpa

adanya

penetapan

pengadilan, tetapi dalam implementasinya dilakukan dengan


penerbitan Peraturan Bupati/Walikota sebagai landasan hukum dan
berlaku dengan batas selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya

Peraturan Bupati/Walikota;
Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474.1/3827/MD, pada tanggal
11 September 2008, perihal Dispensasi Pelayanan Pencatatan
Kelahiran Dalam Masa Transisi berlakunya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006, yang ditujukan kepada Bupati/Walikota seluruh
Indonesia.dalam

surat

ini

tercantum

bahwa

pemerintah

kabupaten/kota yang belum melaksanakan program dispensasi


diminta untuk segera melaksanakan dengan berpedoman pada
surat sebelumnya dan harus berakhir pada tahun 2010.

2.6. Strategi Pengentasan Meningkatnya Kelahiran


Kelahiran di Indonesia yang menurut data per tahun semakin
meningkat pertumbuhannya membutuhkan pembatas agar jumlah
40

penduduk Negara Indonesia dapat terprediksi dan disesuaikan dengan


jumlah lapangan pekerjaan yang ada. Cara untuk mengatasinya
adalah dengan lebih memprioritaskan program Keluarga Berencana
(KB) dan menunda masa perkawinan terlebih lagi di usia-usia muda.
Mungkin bagi setiap individu hal seperti ini adalah hal yang sepele dan
merasa bahwa dia tidak memberikan pengaruh besar terhadap
perubahan lingkungan sekitarnya. Tetapi semakin banyak individu yang
berfikiran seperti ini justru akan membuat pengaruh yang sudah jelas
besar menjadi semakin besar.
Sejauh ini masyarakat belum paham betul dengan dua kebijakan
di atas meskipun mereka sebenarnya sudah mengetahui tentang
kebijakan yang pemerintah berlakukan. Karena cukup sulit maka
pemerintah pun harus menyiapkan penyeimbang tingkat kelahiran
yang semakin tidak terkontrol tiap tahunnya dengan cara :
a. Penambahan dan penciptaan lapangan pekerjaan
Tidak sembarang pemerintah menyiapkan

lapangan

pekerjaan. Penciptaan lapangan pekerjaan ini harus disesuaikan


dengan kualitas yang dimiliki penduduk Indonesia, apakah lebih
cenderung di bidang industri, perkantoran, lapangan, politik, pasar,
atau bidang lain yang benar-benar mendukung dari lahan Indonesia
sampai kualitas sumber daya manusianya. Penambahan dan
penciptaan lapangan kerja dengan meningkatnya taraf hidup
masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan bahwa ketika
keluarga memiliki banyak anak maka keluarga tersebut akan
banyak

rejekinya.

Di

samping

itu

pula

diharapkan

akan

41

meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir


dalam bidang kependudukan.
b. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap seseorang yang dilaksanakan secara
terencana sehingga diperoleh berbagai perubahan-perubahan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di suatu wilayah.
Masyarakat sekitaran perkotaan telah mengerti betul tentang
pendidikan yang harus dilampaui oleh seluruh individu dalam
keluarga, bahkan di pedesaan pun sudah cukup mengerti akan
pentingnya pendidikan. Hanya saja di pedesaan belum sepenuhnya
terfasilitasi dengan baik. Mungkin keinginan para penduduk
pedesaan untuk bersekolah amat sangat tinggi untuk melanjutkan
kehidupan mereka kelak, namun fasilitas gedung sekolah dan
sarana prasarana yang seharusnya ada di beberapa daerah ini
masih belum memadai seolah-olah ada kesenjangan sosial antara
perkotaan dan pedesaan. Masyarakat pedesaan pada akhirnya
berfikiran bahwa pemerintah lebih mementingkan potensi yang ada
di perkotaan karena mungkin memandang dari materi yang dimiliki,
padahal bukan hal yang tidak mungkin potensi yang dimiliki
masyarakat pedesaan lebih menonjol hanya karena tidak diasah
dan tidak difasilitasi akhirnya potensi mereka stuck dalam satu titik.
Seharusnya fasilitas di bidang pendidikan disamaratakan agar
potensi yang akan dikembangkan pun seimbang. Dengan semakin
sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak

42

terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela


turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
Berbicara tentang hubungan tingkat pendidikan dengan
fertilitas, Bollen Kenneth AJ dan Glanville Stecklov (2002:27)
mengatakan bahwa tingkat pendidikan antara laki-laki dan wanita
merupakan prediktor yang kuat terhadap permanent income dan
fertilitas. Berdasarkan hal tersebut, tingkat pendidikan berkolerasi
positif terhadap income namun berkolerasi negative terhadap
fertilitas. Menurut Balk dalam buku Bollen Kenneth AJ dan Glanville
Stecklov (2002:36) bila tingkat pendidikan laki-laki lebih kuat
dibandingkan tingkat pendidikan perempuan maka dapat dipastikan
kekuatan penguasaan dalam rumah tangga akan lebih besar
sehingga pada akhirnya pasangan tersebut memiliki kemampuan
untuk mengatur kelahiran. Sebaliknya jika pendidikan wanita lebih
besar dibandingkan pendidikan laki-laki maka yang terjadi adalah
autonomi wanita untuk mengontrol kelahiran akan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.
c. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Transmigrasi untuk mengurangi kepadatan penduduk dapat
digunakan dalam hal pemindahan kerja yang sesuai dengan
potensi yang dimiliki penduduk. Transmigrasi merupakan bentuk
migrasi yang direncanakan, diseleksi dari penduduk di pulau yang
padat ke pulau yang penduduknya jarang.. Transmigrasi adalah
satu bentuk migrasi internal di Indonesia, yaitu perpindahan

43

penduduk dari tempat tinggal permanen di Jawa ke luar pulau


Jawa. Karena pulau Jawa termasuk pulau dengan tingkat kelahiran
tertinggi sehingga jumlah penduduknya bisa dibilang padat.
Program ini dimulai pada masa Hindia Belanda dengan nama
kolonisasi. Pada tahun 1905 dengan daerah tujuan Lampung terjadi
pertama kali pemindahan penduduk dari Jawa Tengah. Dan setelah
Indonesia merdeka (1946), nama program ini berubah menjadi
transmigrasi. Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah
yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu
menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah
penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
Istilah transmigrasi tidak hanya dikenakan pada migrasi yang
disponsori pemerintah, tetapi juga migrasi atas inisiatif sendiri.
Keberhasilan program ini sangat dipengaruhi oleh informasi
keberhasilan migran terdahulu. Kekuatan sentripetal migran dapat
menarik penduduk dari daerah asal untuk bermigrasi. Dalam hal ini
transmigran

pionir

memegang

peranan

penting

dalam

meningkatnya jumlah transmigran swakarsa (transmigrasi atas


swadaya sendiri). Karena selain mendapat informasi keberhasilan,
migran baru juga ditampung dan dicukupi kebutuhan makannya
oleh migran lama, dan dibantu untuk memperoleh sebidang tanah
pertanian (jual beli).
d. Meningkatkan produksi dan pencairan sumber makanan
Banyak lahan pertanian yang berubah menjadi gedunggedung pencakar langit terutama di daerah perkotaan. Ini

44

menyebabkan lahan sumber makanan semakin berkurang, apalagi


lahan persawahan yang secara umum adalah bahan makanan
pokok penduduk Indonesia. Jika lahannya berkurang maka bahan
makanannya pun berkurang, belum lagi kemunculan makananmakanan cepat saji yang semakin marak di lidah penduduk
Indonesia di daerah perkotaan membuat bahan pokok makanan
semakin tersingkirkan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan
swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah
lainnya.

2.7. Dampak Meningkatnya Kelahiran bagi Indonesia


Meningkatnya tingkat kelahiran di negara Indonesia sudah
barang tentu berdampak terhadap berbagai hal, antara lain :
1. Kurangnya lapangan pekerjaan. Semakin meningkat jumlah
manusia dari tahun ke tahun maka kebutuhan lapangan pekerjaan
pun akan semakin meningkat. Sementara sumber daya manusia
yang ada kualitasnya semakin menurun karena masyarakat
Indonesia lebih mendahulukan kuantitas dibandingkan kualitas.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak di era modernisasi ini
membuat setiap individu harus memutar otak lebih cepat untuk
menghidupi keluarganya, bahkan bukan hal yang tidak mungkin
terjadinya berbagai kejahatan karena keterpaksaan keadaan.
Sementara pembangunan lapangan pekerjaan terkadang tidak

45

sesuai dengan kebutuhan orang-orang sekitar pembangunan


lapangan pekerjaan tersebut. Tak jarang sebuah lapangan
pekerjaan dalam bidang A justru orang-orang yang ada di sekitar
wilayahnya tidak meminati sama sekali hingga pada akhirnya
orang-orang luar wilayahlah yang masuk ke wilayah tersebut dan
menggantikan posisi orang-orang asli yang ada di suatu daerah.
Hal ini menyebabkan hilangnya keaslian dan kekhasan penduduk
suatu daerah. Karena dirasa tidak cocok dan tidak ada pekerjaan
yang sesuai kemampuannya, pada akhirnya beberapa individu
memilih untuk migrasi ke wilayah lain demi mendapatkan
pekerjaan yang benar-benar ia minati.
2. Kemiskinan. Negara Indonesia memiliki pembangunan yang luar
biasa yang hanya terpusat pada satu pulau, pulau Jawa. Dengan
kata lain, penduduk asli di wilayah luar pulau Jawa merasa
terasingkan dengan pemusatan globalisasi tersebut dan seperti
sudah menjadi hal yang wajar bahwa penduduk yang tidak hidup
di wilayah perkotaan tidak akan memiliki kekayaan lebih untuk
menghidupi keluarganya. Namun jika pembangunan dilakukan
secara merata pun dikhawatirkan akan menimbulkan kesenjangan
sosial, ketika sebagian orang dalam suatu wilayah tersebut tidak
mampu mengikuti perkembangan yang secara paksa dibuat untuk
memajukan negara. Hal ini inilah yang membuat pertumbuhan
ekonomi

di

negara

Indonesia

amat sangat lambat untuk

menambah kenaikannya. Banyaknya pertumbuhan di Indonesia

46

membuat pengelolaan pemerintah terhadap perekonomian negara


Indonesia pun akan terhambat dan sulit diretaskan.
3. Pendidikan rendah. Meskipun semakin banyak generasi yang
bermunculan setiap tahunnya bukan berarti tingkat pendidikan
secara otomatis meningkat. Justru dengan banyaknya jumlah anak
yang lahir maka fasilitas gedung sekolah, sarana, dan prasarana
lain yang dibutuhkan dunia pendidikan harus semakin bertambah
dan

diperbaharui.

Namun

masyarakat

Indonesia

belum

sepenuhnya bisa mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang


dijalankan oleh pemerintah. Belum lagi dengan adanya Kurikulum
2013

yang

memiliki

sistem

membuat

siswa/i

lebih

aktif

dibandingkan pengajar. Ada kelebihan dan kekurangannya di balik


kebijakan yang diberlakukan pemerintah baru-baru ini, antara lain
siswa/i akan lebih terlatih untuk belajar dan memahami sendiri
setiap pembelajaran yang ada tanpa harus dicekoki oleh pengajar
melainkan hanya diberi arahan oleh pengajar bagaimana cara
memahaminya, tetapi di sisi lain setiap siswa/i yang belum bisa
beradaptasi untuk belajar

dengan sistem seperti justru akan

kesulitan mengikuti pembelajaran semudah apapun materi yang


disampaikan. Maka pemerintah pun seharusnya memperhitungkan
segal aspek dalam menjalankan suatu kebijakan, apalagi ini
sangat berkaitan dengan kualitas generasi Indonesia.
4. Lahan berkurang. Pembangunan yang sedang dijalankan oleh
pemerintah memiliki kelebihan tersendiri untuk mengurangi angka

47

pengangguran namun sayangnya lahan yang dipakai untuk


pembangunan adalah lahan untuk bertempat tinggal dan bercocok
tanam.

Secara

otomatis

akan

mengurangi

harapan

hidup

seseorang karena kebutuhan primer mereka terjajah oleh orang


lain yang mencari keuntungan semata.
5. Banyaknya polusi yang disebabkan limbah dari rumah tangga,
pabrik, industri, perusahaan, peternakan, dan lain-lain. Limbah
telah

menjadi

masalah

pemerintah

sejak

lama.

Proses

penanggulangannya bisa terbilang sulit karena tidak adanya


peralatan yang memadai yang mampu menanggulangi limbah
tersebut secara langsung dan bersamaan, jika pun ada limbahlimbah

yang

tertanggulangi

hanya

sekitar

10%-15%

saja

sedangkan limbah yang muncul lagi di saat yang bersamaan bisa


mencapai 50%-60%, jelas saja limbah yang dihasilkan lebih
banyak dibandingkan yang ditanggulangi pemerintah.
6. Pengangguran meningkat karena lapangan pekerjaan yang
dibutuhkan mungkin tidak sesuai atau masih kurang karena
pembangunan

yang

dilaksanakan

tidak

seimbang

dengan

kelahiran yang semakin meningkat. Sehingga persaingan dalam


bidang pekerjaan semakin meningkat.
7. Angka kesehatan masyarakat menurun

karena

kurangnya

perhatian dari pemerintah maupun masyarakat sendiri terutama


bagi masyarakat-masyarakat yang berada di sekitar lingkungan
pedesaan dan padat penduduk.

48

8. Sulitnya ketersediaan pangan karena pemerintah melaksanakan


pembangunan di atas tanah yang menghasilkan bahan makanan
pokok bagi masyarakat, sehingga masyarakat beralih ke makanan
instan yang belum tentu terjamin keaslian dan kehigienisannya
bahkan tak jarang masyarakat banyak yang teracuni dan
terkontaminasi oleh makanan-makanan siap saji.
9. Kebijakan yang semakin kompleks. Berbagai masalah yang
datang di sekitar masyarakat karena kebijakan pemerintah dan
semakin timbul pro-kontra di antara masyarakat sendiri akan hal
tersebut justru membuat pemerintah harus lebih banyak membuat
kebijakan baru untuk menetralkan permasalahan di masyarakat.

49

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fertilitas merupakan hasil reproduksi yang nyata dari seorang
wanita atau sekelompok wanita yang menyangkut banyaknya bayi
yang lahir hidup. Konsep dari fertilitas antara lain lahir hidup, lahir
mati, abortus, dan masa reproduksi. Fertilitas memiliki cara tersendiri
untuk mengukur kelahiran baik secara tahunan atau perhitungan yaitu
Tingkat Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate), Tingkat Fertilitas Umum
(General Fertility Rate), Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific
Fertility Rate), Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order
Specific Fertility Rate), Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rate),
Angka

Reproduksi

Bruto

(Gross

Reproduction

Rate),

Angka

Reproduksi Netto (Net Reproduction Rate). Faktor-faktor yang


mempengaruhi kelahiran meliputi faktor demografi dan faktor nondemografi yang diuraikan melalui Teori Sosiologi dan Teori Ekonomi
dan dicatat melalui Pencatatan Kelahiran mengacu pada Pasal 27
sampai dengan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan
Pasal 51 sampai dengan Pasal 65 Nomor 25 Tahun 2008, serta
pengeluaran kebijakan Menteri Dalam Negeri dalam masa transisi

50

kependudukan. Fertilitas digunakan untuk memperhitungkan angka


kelahiran yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain agar negara
yang bersangkutan dapat memprediksi kualitas dan kuantitas yang
kelak akan dimiliki oleh negara tersebut.
3.2. Komentar
Masalah fertilitas di Indonesia telah menjadi topic pembicaraan
pemerintah sejak lama. Dari mulai penanggulangan tingkat kelahiran
yang semakin meningkat setiap tahunnya dngan memberlakukan
sistem Keluarga Berencana (KB) hingga sosialisasi mendalam
sekaligus pencatatan yang merata bi berbagai wilayah untuk
mendeteksi tingkat pertumbuhan penduduk per wilayah. Berbagai
strategi telah dilakukan untuk menanggulangi peningkatan kuantitas
penduduk di Indonesia namun strategi yang dimutakhirkan tersebut
justru berdampak pada kemunculan masalah lain yang lebih kompleks
dan membutuhkan strategi lain untuk menanggulangi kemunculan
masalah tersebut.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya membatasi angka kelahiran di setiap
keluarga. Dengan kata lain setiap keluarga harus mengacu pada
kebijakan pemerintah tentang penekanan angka kelahiran yang
semakin membludak. Masyarakat harus mulai beranggapan bahwa
memiliki anak satu adalah kurang, memiliki anak dua adalah cukup,
dan memiliki anak melebihi jumlah dua orang adalah berlebihan. Jika

51

setiap masyarakat telah beranggapan demikian, maka masalah


kenaikan jumlah penduduk akan sangat mudah diretaskan. Namun
sayangnya masyarakat masih memandang alot tentang pemahamanpemahaman tersebut.

3.3 Saran
Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini kami dapat lebih
mengetahui tentang segala aspek yang mencakup Kependudukan
dan Lingkungan Hidup, khususnya dalam hal Fertilitas. Kami juga
berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari Dosen
Pembimbing maupun para pembaca makalah ini agar ke depannya
kami memiliki acuan untuk membuat makalah yang lebih baik lagi
serta menjadi pribadi yang jauh lebih profesional lagi.

52

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arief, Dr (1994). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Salatiga: PT


Gramedia Pustaka Utama.
Davis, Kingsley & Judith Blake (1974). Struktur Sosial dan Fertilitas.
Yogyakarta: Lembaga Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Hartono,

Andry,

Dr

(2002).

Kamus

Kesehatan

Inggris-Indonesia.

Surabaya: Penerbit EGC.


Soemartono, Triyuni, Hj, Dr, Ir, MM & Hendrastuti, Sri, SH, MM (2011).
Administrasi Kependudukan Berbasis Registrasi. Jakarta: Yayasan Bina
Profesi Mandiri.
http://www.academia.edu
http://fertilitas.blogspot.com/2012/10/fertilitas.html

53

Anda mungkin juga menyukai