Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Morbiditas dalam arti sempit dimaksudkan sebagai peristiwa sakit atau


kesakitan. Dalam arti luas, morbiditas mempunyai pengertian yang jauh
lebih kompleks, tidaksaja terbatas pada statistic atau ukuran tentang
peristiwa-peristiwa tersebut, tetapi juga faktor yang memengaruhinya
(determinant factor),seperti faktor sosial, ekonomi, dan budaya.(Lembaga
Demografi FEUI, 2010:99)
Mortalitas diartikan sebagai kematian yang terjadi pada anggota penduduk.
Berbeda halnya dengan penyakit dan kesakitan, yang dapat menimpa
manusia lebih dari satu kali, mortalitas hanya dialami sekali dalam hidup
seseorang. (Lembaga Demografi FEUI, 2010:100)
Angka tingkat sakit mempunyai peranan penting yang lebih penting
dibandingkan dengan angka kematian. Karena apabila angka kesakitan
tinggi maka akan memicu kematian sehingga menyebabkan angka
kematian juga tinggi. Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan
kesehatan yang sesungguhnya sebab mempunyai hubungan yang erat
dengan faktor lingkungan seperti kemiskinan, kurang gizi, penyakit
infeksi, perumahan, air minum yang sehat, kebersihan lingkungan, dan
pelayanan kesehatan. (Suharwati,dkk, 2013:1)
Tingkat morbiditas dan mortalitas berbeda pada setiap kelompok umur.
Morbiditas dan mortalitas dipengaruhi oleh penyakit seperti penyakit
menular, penyakit tidak menular dan kecelakaan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk. Pada penduduk
usia muda ada beberapa penyakit yang mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas, yaitu diare, ISPA dan pneumonia. Pada penduduk usia
produktif ada beberapa penyakit yang mempengaruhi morbiditas, yaitu
penyakit jantung, TBC, hipertensi dan kecelakaan lalu lintas. Dan pada
penduduk usia lanjut banyak ditemui penyakit degenerative.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari morbiditas dan mortalitas penduduk ?


2. Apa saja faktor penyebab terjadinya mortalitas penduduk ?
3. Apa saja Penyakit terbesar penyebab morbiditas dan mortilitas ?
4. Dari mana saja sumber data kematian diperoleh ?
5.

C. TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan Umum :

Mengetahui Mortalitas dan Morbiditas Penduduk.

b. Tujuan Khusus :

1. Mengetahui pengertian morbiditas dan mortalitas penduduk.


2. Mengetahui faktor penyebab terjadinya mortalitas penduduk.
3. Mengetahui Penyakit terbesar penyebab morbiditas dan mortilitas.
4. Mengetahui sumber data kematian.
5.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Mortalitas dan Morbiditas

Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda


kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran
hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian.
Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama,
tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat
kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat kesehatan
dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
Morbiditas dalam arti sempit dimaksudkan sebagai peristiwa sakit atau
kesakitan, sedangkan dalam arti luas morbiditas mempunyai pengertian yang
jauh lebih kompleks, tidak saja terbatas pada statistic atau ukuran tentang
peristiwa-peristiwa tersebut, tetapi juga factor yang mempengaruhinnya
(determinant factors), seperti factor sosial, ekonomi, dan budaya.
Ukuran kematian merupakan angka atau indeks, yang di pakai sebagai
dasar untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu
penduduk.Ada berbagai macam ukuran kematian, mulai dari yang paling
sederhana sampai yang cukup kompleks.Namun demikian perlu di catat
bahwa keadaan kematian suatu penduduk tidaklah dapat diwakili oleh hanya
suatu angka tunggal saja.Biasanya berbagai macam ukuran kematian di pakai
sekaligus guna mencerminkan keadaan kematian penduduk secara
keseluruhan.
Ukuran morbiditas dan mortalitas digunakan sebagai dasar untuk
menentukan tinggi rendahnnya tingkat kesakitan dan kematian suatu
komunitas penduduk. Adanya beberapa ukuran kesakitan dan kematian yang
dikenal,dari yang paling sederhana sampai dengan yang cukup kompleks
Angka kematian (Mortalitas) dan angka kesakitan (Morbiditas) digunakan
untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Kegunaan
dari mengetahui angka kesakitan dan kematian ini adalah sebagai indikator
yang digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat status
kesehatan penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan serta upaya
pengobatan yang dilakukan. Data kematian yang terdapat pada komunitas
dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di
rumah, sedangkan data kematian pada fasilitaspelayanan kesehatan hanya
memperlihatkan kasus rujukan.

B. Faktor Penyebab Morbiditas dan Mortalitas


Penyebab kematian dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Pendidikan
Angka Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat
pendidikan para ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita
melihat dari jenjang pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010
menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD,
yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya
memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu yang
berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan
perguruan tinggi.
Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan seorang ibu. Latar pendidikan formal serta
informal akan sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu
mulai dari segi pikiran, perasaan maupun tindakannya.
Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi calon ayah dan calon ibu
akan mampu merncanakan kehamilan dengan baik sehingga bisa
terhindar dari 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20
tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan
kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
Dalam penanganan kehamilan dan persalinan pun pendidikan akan
sangat penting agar bisa terhindar dari faktor risiko 3 Terlambat yaitu
terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/
transportasi dan terlambat menangani dan Terlambat mendapat
pelayanan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin
tinggi pulakesadaran mereka terhadap proses pra kehamilan dan pasca
kehamilannya, sehingga untuk menjaga agar dirinya sehat dalam masa
kehamilan maka ibu tersebut pasti akanmelaporkan dan memeriksakan
dirinya kepada tenaga medis yang ahli dibidangnya. Dan sebaliknya, jika
pendidikan seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi di Indonesia,
maka kesehatannya selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan.
Oleh sebab itu banyak terjadi kematian pada ibu melahirkan yang
disebabkan kesadaran akan kesehatan yang rendah.
2. Lingkungan
Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA.
Banyak aspek yang mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu
lingkungan. Dalam hubungannya dengan meningkatnya kasus kematian
ibu (hamil, melahirkan dan nifas), lingkungan yang dibahas adalah aspek
geografis. Kondisi geografis suatu lingkungan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri. Kondisi lingkungan yang
tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana transportasi tentu
saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk
menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di
lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam
sarana kesehatan, dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa
kehamilan, melahirkan dan juga nifas, sehingga angka kematian ibu
(hamil, melahirkan dan nifas) akan terus bertambah besar.
3. Ekonomi
Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu
(hamil, melahirkan dan nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan
yang memadai. Oleh sebab itu, mereka cenderung tidak memeriksakan
kesehatan dirinya pra kehamilan hingga pasca kehamilan. Akibatnya,
banyak ibu yang meninggal saat melahirkan karena penyakit yang baru
diketahui ketika akan melahirkan.
4. Minimnya Tenaga Medis
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena
relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan.
Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong
oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei
SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional
meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen
dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Dengan cukupnya tenaga medis diharapkan persoalan
berupa kevalidtan data dan kasus yang tidak tersentuh dapat dikurangi
sehingga dapat mengurangi angka AKI.
5. Adat Istiadat
Pada kasus kematian ibu akibat perdarahan faktor budaya yang
berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu adalah
kecenderungan bagi ibu di perdesaan dan keluarga miskin untuk
melahirkan dengan bantuan dukun beranak, bukan dengan bantuan
petugas medis yang telah disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu yang
mengharuskan ibu nifas ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat
dikatakan kurang higienis.

C. Penyakit Penyebab Morbiditas dan Mortalitas di Indonesia


1. ISPA dan Pneumonia
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita adalah sekitar
10-20% per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia
adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap tahun
ada 6 orang diantaranya yang meninggal akibat pneumonia. Jika
dihitung, jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di indonesia
dapat mencapai 150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari,
17 orang per jam atau 1 orang balita tiap menit. Usia yang rawan adalah
usia bayi (dibawah 1 tahun), karena sekitar 60-80% kematian pneumonia
terjadi pada bayi.
Secara umum, ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial
ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara
pemberian makan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara.
Pencegahan ISPA dan Pneumonia yaitu dengan cara pemberian imunisasi
campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif,
sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan
imunisasi DPT, 6% kematian pneumonia dapat dicegah. Secara umum
dapat dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat,
cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.
2. Diare
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
berkembang, termasuk indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah
salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pernafasan.
Angka kematian akibat diare di Indonesia masih sekitar 7,4%. Sedangkan
angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi yaitu 45% (solaiman,
EJ, 2001). Sementara itu, pada survei morbiditas yang dilakukan oleh
depkes tahun 2001, menemukan angka kejadian diare di indonesia adalah
berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut SKRT 2004,
angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan angka
kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000 balita.
Insiden penyakit diare yang berkisar antara 200-374 dalam 1000
penduduk, dimana 60-70% diantaranya anak-anak usia dibawah 5 tahun.
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi faktoral, dimana dapat
muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang
serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena
itu, keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap
setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan
oralit dan cairan rumah tanggapada anak yang menderita diare.
Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas
untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan
ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare.
3. Berat Badan Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan
salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal
dan neonatal. BBLR dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR karena
premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR),
yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di
negara berkembang banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi
buruk, anemia, malaria dan menderita penyakit menular seksual(PMS)
sebelum konsepsi atau saat kehamilan.
4. Afiksia (Kesulitan Bernafas saat Lahir)
Afiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara sepontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. Pernafasan spotan BBL tergantung pada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan dan
pertukaran gas tau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan
akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
5. Masalah nutrisi dan infeksi
Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan neonatus dimana
di Indonesia merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus adalah
penyakit pada bayi baru lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi
yang terkena infeksi menunjukan dengan kriteria-kriteria diagnosis.
Infeksi neonatus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada bayi-bayi baru lahir. Infeksi pada neonatus merupakan salah satu
penyebab tertinggi terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama
periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi
baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama
kehidupan.
6. DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk golonganArbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
betina. Gejala klinis DHF (dengue hemoragic fever) dibagi menjadi
empat tingkatan, yaitu derajat I ditandai adanya panas 2-7 hari dengan
gejala umumnya tidak khas, tetapi uji tourniquet positif; derajat II sama
seperti derajat I, tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan spontan,
seperti petekie,ekimosa, epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi,
telinga, dan lain-lain; derajat III ditandai adanya kegagalan dalam
peredaran darah, seperti adanya nadi lemah dan cepat serta tekanan darah
menurun; dan derajat IV ditandai adanya nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak terukur, akral dingin, berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-
kadang dijumpai gejala seperti pembesaran hati, adanya nyeri, asites, dan
tanda-taandaensefalopati, seperti kejang, gelisah, sopor, dan koma.
7. Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan
tenggorokan. Bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada
trakea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung,
tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkitis umumnya diawali
dengan batuk pilek, akan tetapi jika infeksi ini telah menyebar ke
bronkus, maka batuknya akan bertambah parah dan bertambah sifatnya.
8. Kejang demam
Merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan
suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan –
4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat
terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah
anak akan menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya
akan brgetar dengan hebat.
Kejang demam sering terjadi pada anak di bawah usia satu tahun
samai awal kelompok usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini
otak anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan.
Sekitar sepuluh persen anak mengalami sekurang-kurangnya 1 kali
kejang. Pada usia lima tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi
kerentanannya terhadap kejang demam
9. Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva kulit
dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi
besar terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Bayi yang mengalami bilirubinemia memiliki ciri
sebagai berikut: adanya ikterus tejadi pada 24 jam pertama, peningkatan
konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi
bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg%
pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan
lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain.
10. Tetanus neonatorum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
oleh adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan
oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob, dimana kuman tersebut
berkembang pada keadaan tanpa oksigen. Tetanus pada bayi dapat
disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril.
Masa inkubasi penyakit ini antara 5-14 hari.
D. Sumber Data Mortalitas
Untuk mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari :
1. Sistem Registrasi Vital
Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data
kematian yang ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat
segera setelah peristiwa kematian tersebut terjadi. Di Indonesia, belum
ada sistem registrasi vital yang bersifat nasional, yang ada hanya sistem
registrasi vital yang bersifat bersifat lokal, dan inipun tidak sepenuhnya
meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu sendiri. Dengan
demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh data kematian yang
baik dari sistem registrasi vital.
2. Sensus atau survei penduduk
Sensus atau survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang
bertujuan untuk mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data
kematian. Berbeda dengan sistem registrasi vital, pada sensus atau survei
kejadian kematian dicacat setelah sekian lama peristiwa kejadian itu
terjadi. Data ini diperoleh melalui sensus atau survei dapat digolongkan
menjadi dua bagian :
a. Bentuk langsung (Direct Mortality Data)
Data kematian bentuk langsung diperoleh dengan menanyakan
kepada responden tentang ada tidaknya kematian selama kurun
waktu tertentu.Apabila ada tidaknya kematian tersebut dibatasi
selama satu tahun terakhir menjelang waktu sensus atau survei
dilakukan, data kematian yang diperoleh dikenal sebagai ‘Current
mortality Data’.
b. Bentuk tidak langsung (Indirect Mortalilty Data)
Data kematian bentuk tidak langsung diperoleh melalui pertanyaan
tentang ‘Survivorship’ golongan penduduk tertentu misalnya anak,
ibu, ayah dan sebagainya.Dalam kenyataan data ini mempunyai
kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk langsung. Oleh
sebab itu data kematian yang sering dipakai di Indonesia adalah data
kematian bentuk tidak langsung dan biasanya yaitu
data ‘Survivorship’ anak. Selain sumber data di atas, data kematian
untuk penduduk golongan tertentu di suatu tempat, kemungkinan
dapat diperoleh dari rumah sakit, dinas pemakaman, kantor polisi
lalu lintas dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai