1. Pengertian mortilitas
Mortalitas atau kematian penduduk adalah salah satu dari variabel demografi yang
penting. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk di suatu daerah tidak hanya
mempengaruhi jumlah penduduk,tetapi juga mencerminkan kualitas SDM yang ada
ditempat tersebut, yang sekaligus juga mencerminkan bagaimana kondisi ekonomi di
wilayah tersebut. Definisi mati adalah peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen yang dapat terjadi setiap saat setelah terjadi kelahiran
hidup. Jadi mati hanya dapat terjadi setelah terjadi kelahiran hidup.
Kematian ibu adalah jumlah kematian ibu selama periode waktu tertentu per 100.000
kelahiran hidup. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil atau dalam
42 hari pengakhiran kehamilan, terlepas dari durasi dan tempat kehamilan, dari setiap
penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau
penanganannya tetapi bukan dari penyebab kecelakaan atau insidental (WHO, 2010).
Status ibu dalam keluarga berkaitan dengan status pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan begitu juga berkaitan dengan ketidakmampuan ibu mengambil keputusan
dalam keluarga. Pengambilan keputusan dalam keluarga sangat mempengaruhi
keterlambatan dalam merujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih baik. Masih sering
ditemukan kasus yang terlambat dirujuk karena masalah ketersediaan transportasi dan
biaya juga masih merupakan kendala dalam upaya penyelamatan dan rujukan ke
Rumah Sakit sehingga pemanfaatan pusat rujukan primer masih rendah
(underutilized). Hal ini dipengaruhi oleh faktor sosiobudaya, ketidaktahuan, dan
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. (Manuaba
dkk, 2005).
o Status kesehatan ibu .
Status kesehatan ibu hamil merupakan suatu proses yang membutuhkan
perawatan khusus agar dapat berlangsung dengan baik. Resiko kehamilan ini bersifat
dinamis karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat berisiko
tinggi. Jika status kesehatan ibu hamil buruk, misalnya menderita anemia maka bayi
yang dilahirkan berisiko lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Bayi dengan
BBLR
ini memilki risiko kesakitan seperti infeksi saluran nafas bagian bawah dan kematian
yang lebih tinggi dari pada bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Bagi ibu
sendiri anemia ini meningkatkan risiko pendarahan pada saat persalinan dan pasca
persalinan, gangguan kesehatan bahkan resiko kematian (Kusmiyati, 2009).
Menurut Lubis (2003) ibu hamil yang menderita Kekurangan Energi
Kronik (KEK) dan anemia mempunyai risiko kesakitan yang lebih besar terutama
pada trimester ke tiga kehamilan di bandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya
mereka mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR,
kematian saat persalinan, perdarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan
mudah mengalami gangguan kesehatan. Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat
berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menganggu kelangsungan hidupnya. Selain itu juga ibu hamil dengan KEK akan
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap infeksi
saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, serta masalah perilaku. Seorang
ibu hamil juga memerlukan tambahan zat gizi besi rata-rata 20 mg per hari, sedangkan
kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (Najoan
dkk., 2011).
Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan
Menurut Dubois dan Miley (2005), sistem pelayanan kesehatan merupakan
jaringan pelayanan interdisipliner, komprehensif dan kompleks, terdiri dari aktivitas
diagnosis, treatmen, rehabilitasi, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan untuk
masyarakat pada seluruh kelompok umur dan dalam berbagai keadaan. Pelayanan
kesehatan adalah sebuah upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan baik secara
perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.
The Safe Motherhood Initiative inilah yang kemudian digunakan sebagai basis Program
Gerakan Sayang Ibu, atau yang biasa disebut sebagai Program GSI. Program Gerakan Sayang
Ibu merupakan sebuah “gerakan” untuk mengembangkan kualitas perempuan – utamanya
melalui percepatan penurunan angka kematian ibu – yang dilaksanakan bersama-sama oleh
pemerintah dan masyarakat (Syafrudin dalam Priyadi dkk, 2011). Tujuan utama dari Program
GSI adalah peningkatan kesadaran masyarakat, yang kemudian berdampak pada keterlibatan
mereka secara aktif dalam program-program penurunan AKI; seperti menghimpun dana
bantuan persalinan melalui Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), pemetaan ibu hamil dan
penugasan donor darah pendamping, serta penyediaan ambulan desa (Syafrudin dalam
Priyadi dkk, 2011). Berbeda dengan The Safe Motherhood Initiative yang terkesan sangat
struktural, program GSI justru menekankan keterlibatan masyarakat sipil dalam upaya-upaya
untuk menurunkan AKI.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) terlibat secara aktif dalam upaya
penurunan AKI; khususnya melalui poin pertama, kelima, dan terakhir dari The Safe
Motherhood Initiative, yaitu akses program keluarga berencana, perawatan pasca aborsi,
dan kontrol IMS, HIV dan AIDS. Sejak didirikan pada tahun 1957, PKBI percaya bahwa
keluarga merupakan pilar utama untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Keluarga
yang dimaksud adalah keluarga yang bertanggung jawab – baik dalam dimensi kelahiran,
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan masa depan. Nilai inilah yang kemudian
dimanifestasikan dalam Program Layanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Seksual
dan Reproduksi (Kespro) PKBI.
Melalui Program Layanan KB dan Kespro, PKBI menyediakan pelayanan kesehatan seksual
dan reproduksi yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (termasuk kelompok difabel
dan kelompok marjinal lain). Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan oleh PKBI dalam
program tersebut adalah program keluarga berencana – senada dengan poin pertama dari
enam pilar utama The Safe Motherhood Association. Selain program KB, PKBI juga
menyediakan pelayanan penanganan kehamilan tidak diinginkan yang komprehensif, sesuai
dengan poin kelima dari enam pilar utama The Safe Motherhood Association. Terakhir, dalam
rencana strategisnya, PKBI juga memiliki komitmen untuk mengembangkan upaya
pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. – sejalan dengan pilar terakhir The
Safe Motherhood Initiative.
https://pkbi.or.id/kematian-ibu-dan-upaya-upaya-penanggulangannya/
Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun
2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:
Pertama, kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres
no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan
Inpres No. 3 tahun 2010 HYPERLINK “https://bappenas.go.id/get-file-server/node/9274/”
Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan
advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan
kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian
MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian
anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Kedua, pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap
Puskesmas mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per
tahun. Dengan adanya BOK, pelayanan “outreach” di luar gedung terutama pelayanan KIA-
KB dapat lebih mendekati masyarakat yang membutuhkan.
Ketiga, menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator
komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang
digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130
kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi
Kementerian Kesehatan.
Keempat, penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan
di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile team”.
Kelima, akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB
berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
9. Pengertian SDGs
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs)
adalah pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat
secara berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan
sosial masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta
pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu
menjaga peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya.
TPB/SDGs merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk
menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan yaitu
(1) Tanpa Kemiskinan;
(2) Tanpa Kelaparan;
(3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera;
(4) Pendidikan Berkualitas;
(5) Kesetaraan Gender;
(6) Air Bersih dan Sanitasi Layak;
(7) Energi Bersih dan Terjangkau;
(8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi;
(9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur;
(10) Berkurangnya Kesenjangan;
(11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan;
(12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab;
(13) Penanganan Perubahan Iklim;
(14) Ekosistem Lautan;
(15) Ekosistem Daratan;
(16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh;
(17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.