Anda di halaman 1dari 19

SDGS TERKAIT ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA KEMATIAN BAYI DI

INDONESIA

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan telah


dimulai saat negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),  termasuk Indonesia,
menyepakati Outcome Document SDGs pada tanggal 2 Agustus lalu. Dokumen ini berisi tentang
deklarasi, tujuan, target dan cara pelaksanaan SDGs hingga tahun 2030. Dokumen ini adalah
kerangka kerja pembangunan global baru pengganti Millenium Development Goals (MDGs)
yang berakhir tahun 2015 ini, dengan 17 tujuan dan 169 target.
SDGs untuk tahun 2016 – 2030. SDGs ini, merupakan program yang kegiatanya
meneruskan agenda-agenda MDGs sekaligus menindaklanjuti program yang belum selesai.
Bidang kesehatan yang menjadi sorotan adalah sebaran balita kurang gizi di Indonesia, proporsi
balita pendek, status gizi anak, tingkat kematian ibu, pola konsumsi pangan pokok, dan
sebagainya.
Secara teknis, dari delapan tujuan pembangunan milenium ini masing-masing telah
memiliki program yang berkelanjutan untuk dilaksanakan serta memiliki alokasi anggaran baik
dari pemerintah pusat, daerah maupun lembaga donor.
Sasaran pertama, dalam penanggulangan kemiskinan, ada program klaster PKH,
Raskin, PNPM mandiri, KUR dan UKM serta program pemenuhan kebutuhan fasilitas dasar.
Program sasaran kedua, dalam rangka mencapai pendidikan dasar untuk semua,
pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan dasar yang terjangkau dan berkualitas, yang
ditempuh antara lain melalui program Bantuan Operasional Sekolah yang dilaksanakan sejak
tahun 2005 dan cakupan pada tahun 2011 sebesar 42,1 juta orang.
Program sasaran ketiga, dalam mendorong Kesetaraan Gender Dan Pemberdayaan
Perempuan upaya peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia ini
secara umum dicapai karena gencarnya upaya pengarusutamaan gender (PUG) yang dilakukan
sejak tahun 1999.
Sasaran keempat, dalam menurunkan Angka Kematian Anak, berbagai upaya yang
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesehatan anak Indonesia, yakni melalui continuum of
care berdasarkan siklus hidup, continuum of care berdasarkan pelayanan kesehatan (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif), continuum of care pathway sejak anak di rumah, di
masyarakat (pelayanan posyandu dan poskesdes), di fasilitas pelayanan kesehatan dasar, dan di
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Sasaran kelima, dalam meningkatkan Kesehatan Ibu, pemerintah mengatasi berbagai
hambatan yang dihadapi ibu-ibu dalam persalinan antara lain dikembangkan tiga program
penting, yaitu Jaminan Persalinan, Kelas Ibu Hamil, dan Rumah Tunggu Ibu Hamil. Selain itu
penurunan angka kematian ibu diperkuat oleh program keluarga berencana.
Sasaran keenam, dalam Memerangi Hiv Dan Aids, Malaria Dan Penyakit Menular
Lainnya telah dilakukan berbagai upaya pencegahan. Salah satu upaya tersebut yakni
penggunaan kondom pada hubungan seksual yang berisiko tinggi menularkan HIV dan AIDS.
Sasaran ketujuh, dalam memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dalam rangka
meningkatkan rasio luas kawasan tertutup pepohonan dan rasio luas kawasan lindung,
Pemerintah Indonesia telah melakukan kegiatan prioritas rehabilitasi hutan dan lahan kritis,
termasuk hutan mangrove, pantai, gambut dan rawa pada Daerah Aliran Sungai prioritas di
seluruh Indonesia dengan target pada periode 2010-2014 seluas 2,5 juta hektar.
Sasaran kedelapan, dalam Membangun Kemitraan Global Untuk Pembangunan,
Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan rasio besarnya ekspor dan impor terhadap
PDB, antara lain melalui kebijakan peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas melalui
diversifikasi pasar serta peningkatan keberagaman dan kualitas produk, yang didukung oleh
strategi, mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi tingkat
ketergantungan kepada pasar ekspor tertentu; meningkatkan keberagaman dan kualitas produk
terutama untuk produk-produk manufaktur yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada
sumber daya alam, dan permintaan pasarnya besar; dan meningkatkan kualitas perluasan akses
pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di berbagai tujuan pasar ekspor melalui
pemanfaatan skema kerjasama perdagangan baik bilateral, regional maupun multilateral; serta
melakukan pengendalian impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing produk
domestik di pasar dalam negeri.
A. Definisi AKI dan AKB
Kematian maternal/AKI merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan,
disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak
secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. (Sarwono,2002:22)
Kematian maternal didefinisikan sebagai setiap kematian ibu yang terjadi pada waktu
kehamilan, melahirkan, atau dua bulan setelah melahirkan atau penghentian kehamilan.
Kematian maternal juga didefinisikan sebagai proporsi kematian pada wanita usia
reproduktif atau proporsi kematian pada semua wanita di usia reproduktif yang disebabkan oleh
penyebab maternal.
Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka probabilitas untuk meninggal di umur antara
lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup.
Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate) ialah jumlah kematian perinatal
dikalikan 1000 dan kemudian di bagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun
yang sama. (Sarwono,2002:786).

B. KONSEP AKB (Angka Kematian Bayi)

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator status kesehatan
masyarakat yang terkait dengan berbagai indikator kesehatan dan indikator pembangunan
lainnya. Misalnya, AKB sangat sensitif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas
pelayanan/perawatan antenatal dan post-natal. AKB dipengaruhi oleh indikator-indikator
morbiditas (kesakitan) dan status gizi anak dan Ibu. Disamping itu, AKB juga berhubungan
dengan angka pendapatan daerah per-kapita, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga,
pendidikan ibu dan keadaan gizi keluarga. Jadi, AKB memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor
pembangunan umum.

Secara internasional, untuk menekan angka kematian terlihat dari adanya kesepakatan
bersama yang dinamakan “Milleneum Developmentelopment Goals”. Kesepakatan ini berlaku di
negara-negara dunia dengan target sesuai kondisi di masing-masing negara. Indonesia termasuk
dalam kelompok negara yang ditargetkan tahun 2015 angkat kematian bayi dan angka kematian
maternal turun setengah. Kesepakatan ini mendukung upaya pemerintah meningkatkan derajad
kesehatan yang telah lama dilakukan. Negara-negara di dunia memberi perhatian yang cukup
besar terhadap Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga menempatkannya di antara delapan
tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals (MDG’s), yang harus dicapai
sebelum 2015 berakhir.

Di antara 10 negara ASEAN, AKB Indonesia menempati peringkat ke-7, sebelum


Kamboja, Laos, dan Myanmar. Tidak ada pola geografis untuk AKB di Indonesia. Kawasan
Indonesia barat maupun timur menyumbang kontribusi yang sama besar. Dalam MDG’s, sasaran
penuruan angka kematian anak pada tahun 2015 adalah menurun tingal 1/3 (sepertiga) dari angka
pada tahun 1990. Sasaran MDG’s untuk kematian anak di Indonesia semula tidak
mengkhawatirkan karena pola penurunannya telah sesuai dengan target yang diharapkan. Pada
target MDGs untuk AKB, yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Indonesia masih
harus bekerja keras untuk mewujudkan target MDGs tersebut. Namun demikian, data terakhir
dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan pola penurunan.
AKB yang sangat mengkhawatirkan dibanding dengan SDKI tahun 2002-03. Dari data SDKI
2002-3 dan SDKI 2007 diperoleh fakta bahwa AKB relatif tidak mengalami penurunan
(stagnant), yaitu dari 35 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup.

Masalah AKB ini sudah bukan hanya menjadi permasalahan bangsa, negara, ataupun
dunia saja, melainkan juga menjadi permasalahan keluarga. Maka dari itu, upaya penurunan
AKB ini juga merupakan tanggung jawab keluarga sebagai lingkup organisasi yang pertama.
Membangun kesadaran keluarga dalam memelihara dan memperhatikan kesehatan bayi sejak
sedini mungkin merupakan upaya pertama yang kemudian akan memudahkan pengorganisasian
program-program ataupun kebijakan pemerintah dalam menurunkan AKB, khususnya dalam
rangka pencapaian target MDGs pada 2015.

Oleh karena, masih tingginya AKB di Indonesia dan di dunia merupakan masalah dan
tanggung jawab kita bersama, maka sudah seharusnya kita berupaya bersama dalam
menyelesaikan masalah ini. Mari memulai langkah pertama dari lingkup yang paling kecil.
Tanamkan pemahaman dan kesadaran dalam diri pribadi bahwa permasalahan ini layak,
lanjutkan untuk bertindak di tingkat keluarga. Jika setiap keluarga menyadari hal ini dan turut
andil dan ambil bagian dalam upaya penurunan AKB dengan penuh komitmen, pencapaian target
MDGs untuk menurunkan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup bukanlah merupakan
suatu kemustahilan

C. Tingkat Kematian Maternal dan perinatal


1. Kematian maternal
Di Negara maju angka kematian maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan di Negara sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran
hidup. Tingkat kematian maternal di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran
hidup. (Sarwono,2002:23)
Estimasi AKI Maternal Indonesia pada tahun 2002-2003 sebesar 307 kematian per 100.000
kelahiran. Di tahun 2007 AKI turun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup). (Survei
Demografi dan Kesehatan).
2. Kematian Perinatal (AKB)
Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) berturut-turut tahun
1997, 2002- 2003 dan 2007, AKB Indonesia adalah 46, 35 dan 34 per 1000 kelahiran hidup.

D. Penyebab Kematian Maternal dan Perinatal


1. Kematian Maternal
a.       Faktor reproduksi meliputi :
a)      Usia
Usia paling aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
b)      Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
c)      Kehamilan tidak di inginkan

b.      Komplikasi obstetric


a)      Perdarahan pada abortus
Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan trimester I umumnya disebabkan oleh
abortus, dan hanya sebagian kecil saja karena sebab-sebab lainnya.
b)      Kehamilan ektopik
Penyakit radang panggul, penyakit hubungan seksual atau infeksi pada paska abortus sering
merupakan factor predisposisi pada kehamilan ektopik.
c)      Perdarahan pada kehamilan trimester III
Penyebab utama perdarahan ini adalah plasenta previe dan solusio plasenta.
d)     Perdarahan post partum
Disebabkan oleh atonia uteri atau sisa plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat.
renjat an karena perdarahan banyak segera akan disusul dengan kematian maternal, jika
masalah ini tidak dapat di atasi secara cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai.
e)      Infeksi nifas
Terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak mengindahkan syarat-syarat asepsis-
antisepsis, partus lama, ketuban pecah dini dan sebagainya.
f)       Gestosis
Primipara dan gravida pada usia 35 tahun merupakan kelompok resiko tinggi untuk gestosis.
g)      Distosia
Panggung kecil, persalinan pada usia sangat muda, kelainan presentasi janin, letak lintang
dapat menyebabkan timbulnya distosia.
h)      Pengguguran kandungan
Pengguguran kandungan secara illegal, merupakan penyebab kematian maternal yang
penting. Sisa jaringan, serta tindakan yang tidak steril serta tidak aman secara medis akan
berakibat timbulnya perdarahan dan sepsis.
c.       Factor-faktor pelayanan kesehatan
a)      Kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal
b)      Asuhan medic yang kurang baik
c)      Kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelamat jiwa.

2. Penyebab Kematian Perinatal


Sebab utama kematian perinatal di Rumah Sakit Dr.Cipo Mangunkusumo, Jakarta, ialah :
1)      Infeksi
2)      Asfiksia neonatorum
3)      Trauma kelahiran
4)      Cacat bawaan/kelainan kongenital
5)      Penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas
6)      Imaturitas, dll.

E. PROGRAM AKI dan AKB


a. AKI
1.         Pencegahan

Keluarga berencana. Jika para ibu yang tidak ingin hamil lagi dapat memperoleh
pelayanan kontrasepsi efektif sebagaimana yang diharapkan, maka akan berkuranglah
prevalensi abortus provokatus serta prevelensi wanita hamil pada usia lanjut dan paritas
tinggi. Dengan berkurangnya faktor resiko tinggi ini maka kematian maternal akan turun pula
secara bermakna. Oleh karena itu pelayanan keluarga berencana harus dapat mencapai
sasaran seluas-luasnya dimasyarakat, khususnya golongan resiko tinggi.

Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan rujukan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan
tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus resiko tinggi dapat menurunkan angka kematian
maternal. Petugas kesehatan seharusnya dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetrik buru, dan perdarahan selama kehamilan.
Mereka harus mampu memberi pengobatan pada penyakit-penyakit yang menyertai
kehamilan, misalnya anemia. Mereka juga harus mampu mengenal tanda-tanda dini infeksi,
partus lama, perdarahan berlebihan dan mengetahui bilamana saat yang tepat untuk merujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

2.         Perbaikan pelayanan gawat darurat

Walaupun upaya pencegahan dengan identifikasi faktor-faktor resiko telah dilakukan


sebagaiman diuraikan diatas, namun masih ada kemungkinan komplikasi berat terjadi
sewaktu-waktu. Dalam hal ini rujukan segera harus dilakukan, karena kematian dapat terjadi
dalam waktu singkat. Oleh karena itu petugas kesehatan di lini terdepan harus dibekali
dengan kemampuan melakukan tindakan-tindakan darurat secara cepat.
Perdarahan. Perdarahan post partum sering memerlukan tindakan cepat dari
penolong persalinan, misalnya pengeluaran plasenta secara manual, memberikan obat-obat
oksitosin, masase uterus, dan pemberian cairan pengganti cairan tranfusi darah.

Infeksi nifas. Kematian karena infeksi nifas dapat dikurangi dengan meningktkan
kebersihan selama persalinan. Kepada penolong persalinan senantiasa perlu diingatkan
tentang tindakan . asepsis pada pertolongan persalinan. Antibiotika perlu diberikan pada
persalinan lama dan ketuban pecah dini.

Gestosis. Petugas kesehatan harus mampu mengenal tanda-tanda awal gestasis seperti
edema,.hipertensi, hiperrefleksia, dan jika mungkin proteinuria. Jika gestosis memberat maka
diperlukan rujukan.

Distosia. Gravida dengan postur tubuh kecil atau terlalu pendek, primi atau
grandemultigravida, perlu di curigai akan kemungkinan terjadinya distosia oleh karena
disproporsi sefalopelvix. Pemanfaatan partograf untuk mendeteksi secara dini persalinan
lama terbukti dapat menurunkan angka kematian maternal.

Abortus provokatus. Kematian karena abortus provokatus seharusnya dapat di cegah,


antara lain dengan pelayanan kontrasepsi efektif sehingga kehamilan yang tidak diingkan
dapat dihindari. Pengobatan pada abortus incomplate adalah kuretase,yang seharusnya dapat
dilakukan di lini terdepan. Jika diragukan apakah sebelumnya telah dilakukan usaha abortus
provokatus, perlu diberikan antibiotik, walaupun belum ada tanda-tanda infeksi. Jika sudah
terjadi infeksi, perlu diberikan antibiotik lebih tinggi secara intravena.

3.         Perbaikan jaringan pelayanan kesehatan

Pengadaan tenaga terlatih di pedesaan. Di indinesia sebagian besar persalinan masih


ditolong oleh dukun, khususnya yang berlangsung di desa desa. Para dukun ini harus
dimanfaatkan dan diajak bekerjasama antara lain dengan melatih merek dalam teknik asepsis
dan pengenalan dini tanda tanda bahaya serta kemampuan pertolongan pertama dan
mengetahui kemana rujukan yang harus dilakukan pada waktunya. Pada saat ini pemerintah
sedang mengupayakan pengadaan tenaga bidan untuk setiap desa, sehingga diperkirakan
perlu dididik sekitar 80.000orang bidan untuk memenuhi kebutuhan tersebut sampai pelita
VI.

Peningkatan kemampuan puskesmas. Puskesmas yang merupakan fasilitas rujukan


pertama dari petugas lini terdepan perlu dilengkapi dengan dokter terlatih serta kelengkapan
yang diperlukan untuk mencegah kematian maternal. Puskesma seharusnya mampu
mengatasi perdarahan akut, tersedia antibiotik dan cairan yang cukup, dan mampu
memberikan pertolongan bedah obstetris sederhana.

Rumah sakit rujukan. Rumahsakit rujukan harus dilengkapi dengan fasilitas tranfusi
darah, listrik, air bersih, alat alat operasi, anastesi, antibiotik dan obat serta bahan lain, dan
tenaga terlatih.

b. AKB
a.       Perbaikan keadaan social dan ekonomi.
b.      Kerjasama yang erat antara ahli obstetri, ahli kesehatan anak, ahli kesehatan masyarakat,
dokter umum, dan perawat kesejahteraan ibu dan anak.
c.       Pemeriksaan postmortem terhadap sebab-sebab kematian perinatal.
d.      Pendaftaran kelahiran dan kematioan janin serta kematian bayi secara sempurna.
e.       Perbaikan kesehatan ibu dan pengawasan antenatal yang baik, antara lain memperbaiki
keadaan gizi ibu dan menemukan high risk mothers untuk dirawat dan diobati.
f.       Ibu dengan high risk pregnancy hendaknya melahirkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang cukup.
g.      Perbaikan teknik diagnosis gawat-janin.
h.      Persediaan tempat perawatan yang khusus untuk berat-badan lahir rendah.
i.        Perbaikan resusitasi bayi yang lahir dengan asfiksia dan perbaikan dalam teknik perawatan
bayi baru lahir terutama bayi premature.
j.        Penyelidikan sebab-sebab intrauterine undernutrition.
k.      Pencegahan infeksi secara sungguh-sungguh, dll.

F. Strategi Percepatan Penurunan AKB


1.   Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas baik
ditingkat dasar maupun rujukan, terutama bagi bayi dan balita dengan menggunakan
intervensi yang telah terbukti menurunkan AKB:

a.       Tatalaksana penanganan asfiksia (bayi lahir tidak bisa menangis spontan) dan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR).
b.      Kunjungan neonatal secara berkala.
c.       Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
d.      Pelayanan Emergensi.
2.      Menggerakkan dan mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat luas
untuk hidup sehat.
3.      Menggerakkan penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
4.     Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan anak.

G. KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKI DAN AKB


Strategi Pembangunan Kesehatan menuju indonesia sehat 2010 mengisyaratkan
bahwa pembangunan kesehatan ditujukan pada upaya menyehatkan bangsa. Indikator
keberhasilannya antara lain ditentukan oleh angka mortalitas dan morbiditas, angka kematian
ibu dan angka kematian bayi.

Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini
adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000
kelahiran hidup dan AKB 35/1000 kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM
tahun 2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan demikian
target tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA.

Sebagaian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei
Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu
Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak
langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%,
anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan
meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.

Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah


diupayakan antara lain melalui peningkatan kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan
klinis bagi pemberi pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan implementasi
dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making Pregnancy Safer yaitu:

1.       Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih


2.       Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
3.       Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau
diramalkan sebelumnya sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana pelayanan
ndicator emergency dasar. Penyebab utama kematian Ibu adalah Perdarahan, Infeksi,
Eklampsi, Partus lama dan Komplikasi Abortus. Perdarahan merupakan sebab kematian
utama. Dengan demikian sangat pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalinan, sedang sebab utama
kematian bayi baru lahir adalah Asfiksia, Infeksi dan Hipotermi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).
Selama kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan secara
tajam, namun AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih
tinggi dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Dalam Rencana Pembangunan
jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya adalah menurunkan
AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009. Oleh karena itu perlu
dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab kematian bayi untuk mendukung
upaya percepatan penurunan AKB di ndicator.

Upaya peningkatan derajat kesehatan keluarga dilakukan melalui program pembinaan


kesehatan keluarga yang meliputi upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Bayi, Anak Pra
Sekolah dan Anak Usia Sekolah, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Kesehatan Usia Subur.
Era Desentralisasi menurut pengelola program di Kabupaten / Kota untuk lebih proaktif
didalam mengembangkan program yang mempunyai daya ungkit dalam akselerasi penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sesuai situasi dan kemampuan
daerah masing-masing mengingat AKI dan AKB merupakan salah satu ndicator penting
keberhasilan program kesehatan Indonesia.

PROGRAM POKOK KIA


1.      Program ANC
2.      Deteksi risti ibu hamil
3.      Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
4.      Rujukan kasus risti ibu hamil
5.      Pemeriksaan BBL (Neonatus), bayi dan balita
6.      Penanganan neonatal yang berisiko
7.      Pelayanan kesehatan bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun
8.      Pelayanan kesehatan balita
9.      Pelayanan kesehatan pra school

Berbagai permasalahan kesehatan anak prasekolah, usia sekolah dan kesehatan


remaja yang semakin kompleks yang meliputi kesehatan reproduksi remaja, masalah
penyalagunaan narkotik dan zat adiktif lainnya merupakan tantangan yang harus dihadapi
oleh program Kesehatan Keluarga. Diharapkan melalui kegitan-kegiatan yang dilaksanakan
dapat memperluas cakupan pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan status
Kesehatan keluarga secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Sehubungan dengan penerapan system desentralisasi, maka pelaksanaan strategi MPS
didaerah pun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat.
Dengan adanya variasi antara daerah dalam hal demografi dan geografi, maka kegaiatan
dalam program kesehatan ibu dan Anak (KIA) akan berbeda pula. Namun agar pelaksanaan
Program KIA dapat berjalan lancer, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA
puskesmas maupun di tingkat Kabaupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai
dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja.
Untuk itu, perlu di pantau secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA di
suatu wilayah kerja, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam
wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu
dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem
Pemantau Wilayah Setempat (PWS-KIA).

H. SOLUSI PERMASALAHAN
1.      Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan cara pemberian
pelayanan antenatal yang optimal secara menyeluruh dan terpadu, peningkatan deteksi dini
resiko tinggi baik pada ibu hamil maupun pada bayi di institusi pelayanan ANC maupun di
masyarakat, disamping itu pengamatannya harus secara terus menerus.

2.      Berfungsinya mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan puskesmas hingga rumah
sakit tempat rujukan.

3.      Adanya keseragaman dan persamaan persepsi tentang sistem pelaporan antara pengelola
program kesehatan ibu dan anak yang berada di kabupaten/kota dengan pengelola yang ada
di propinsi.

I. RINGKASAN
Kematian maternal/AKI merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan,
disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak
secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya.
Penyebab kematian maternal adalah karena faktor reproduksi, komplikasi obstetric, factor-
faktor pelayanan kesehatan. Penyebab kematian perinatal adalah karena infeksi, asfiksia
neonatorum, trauma kelahiran, cacat bawaan/kelainan kongenital, dll.
Upaya memperbaiki AKI adalah melalui pencegahan, perbaikan pelayanan gawat darurat,
perbaikan jaringan pelayanan kesehatan. Upaya memperbaiki AKB adalah melalui perbaikan
keadaan social dan ekonomi, kerjasama yang erat antara ahli obstetri, ahli kesehatan anak, ahli
kesehatan masyarakat, dokter umum, dan perawat kesejahteraan ibu dan anak, dll.
Strategi yang efektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah dengan meningkatkan tingkat implementasi dari
keenam subsistem SKN ditambah dengan adanya inovasi kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam bentuk regulasi. Regulasi tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan
pemerintah dalam penurunan AKI dan AKB.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : HK.02.02/Menkes/52/2015


ditetapkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang mengacu pada
Visi, Misi, dan Nawacita Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2015-2019. Pembangunan kesehatan Indonesia pada periode 2015-2019 adalah
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 antara lain :

1. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu dan anak


2. Meningkatkan pengendalian penyakit

3. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah
terpencil, tertinggal dan perbatasan

4. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan

5. Memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin

6. Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada 2025 adalah meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup, menurunnya
Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang
pada balita.  Tujuan Renstra Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu :

1. Meningkatkan status kesehatan masyarakat


2. Meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap
risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.
Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua siklus kehidupan, mulai dari
bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia.
Dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah:

1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346
menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012)
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.

4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,


serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.

5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.

Sedangkan dalam rangka meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan


masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, maka ukuran yang akan
dicapai adalah:

1. Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah


memiliki jaminan kesehatan, dari 37% menjadi 10%
2. Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan dari 6,80 menjadi
8,00.

J. KESIMPULAN
Kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa diukur dengan menentukan
tinggi rendahnya angka kematian ibu dan perinatal dalam 100.000 persalinan hidup. Sedangkan
tingkat kesejahteraan suatu bangsa ditentukan dengan seberapa jauh gerakan keluarga berencana
dapat diterima masyarakat. (Manuaba, 1998). Kematian maternal adalah kematian dari setiap
wanita sewaktu dalam kehamilan, persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan
tanpa mempertimbangkan lamanya serta di mana kehamilan tersebut berlangsung (FIGO, 1973).
Kematian dan kesakitan ibu dan perinatal juga berkaitan dengan pertolongan persalinan
“dukun” sebanyak 80% dan berbagai faktor sosial budaya dan faktor pelayanan medis. Kematian
ibu (maternal) bervariasi antara 5 sampai 800 per 100.000 persalinan, sedangkan kematian
perinatal berkisar antara 25 sampai 750 per 100.000 persalinan hidup. (Manuaba, 1998). Oleh
karena angka kematian ibu dan perinatal terbesar terjadi di negara berkembang maka WHO dan
UNICEF mencetuskan ide Health for all by the years 2000, dengan harapan setiap orang
mendapatkan pelayanan kesehatan pada tahun 2000. Konsep pelaksanaan Health for all by the
years 2000 menjadi pelayanan kesehatan utama. Unsur pelayanan kesehatan utama mencakup:
Salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat penurunan AKI adalah dengan menempatkan
bidan di wilayah Indonesia khususnya di wilayah pedesaan (Depkes RI, 1995).
Angka kematian ibu dan kematian perinatal masih tinggi. Sebenarnya kematian tersebut
masih dapat dihindari karena sebagian besar terjadi pada saat pertolongan pertama sangat
diperlukan, tetapi penyelenggara kesehatan tidak sanggup untuk memberikan pelayanan.
Penyebab kematian ibu masih tetap merupakan “trias klasik”, sedangkan sebab kematian
perinatal terutama oleh “trias asfiksia”, infeksi, dan trauma persalinan. (Manuaba, 1998).
Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu yaitu dengan Safe Motherhood dan Making
Pregnancy Safer, yang mempunyai tujuan sama yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi
manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan
dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Bidan di wilayah
pedesaaan diharapkan mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan kehamilan
normal, kehamilan dengan komplikasi dan kehamilan resiko tinggi, serta mampu memberikan
pertolongan persalinan normal, sehingga dapat mempercepat penurunan AKI (Depkes RI, 2002)
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo,Sarwono.2002.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka


Manuaba,Ida Bagus.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB.Jakarta:EGC

Manuaba, IBG DSOG. 1997. Kualitas Sumber Daya Manusia dan Penurunan AKI. Ujung
Pandang : POGI XI.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Qomariah Alwi. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kematian Ibu. Media Litbang.
RESUME MATERNITAS
SDGS TERKAIT ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA KEMATIAN BAYI DI
INDONESIA

Disusun Oleh :

Putu Ratih Kartika Dewi Aprillianti (P07120216069)

SEMESTER III / I1.B


KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEHNIK KESEHATAN DENPASAR

PRODI D -IV JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai