Anda di halaman 1dari 15

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

7TSOSIOLOGI HUKUM DALAM PARADIGMA


SOSIAL
Liky Faizal*
Abstrak

Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang


secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik
antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial
lain. Tujuan sosiologi hukum di dalam kenyataan seperti
berikut: berguna untuk terhadap kemampuan memahami
hukum di dalam konteks sosial, memberikan kemampuan
untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam
masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial,
mengubah masyarakat, mengatur interaksi sosial agar
mencapai keadaan social yang tertentu dan memberikan
kemungkinan-kemungkinan
dan
kemampuan
untuk
mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam
masyarakat.
Kata Kunci: Sosiologi hukum, gejala sosial,Hukum
Pendahuluan
Hukum telah lama ada dan keberadaannya telah diakui serta
digunakan untuk berbagai keperluan. Tetapi hukum yang benar-benar
otonom di masyarakat kita tentulah masih menjadi pertanyaan besar
karena makna yang ada dibalik hukum yang terbentuk (undangundang atau peraturan lainnya) seringkali lebih dominan (seperti unsur
politik, ekonomi dan kepentingan lain) dibandingkan makna hukum
yang berciri keadilan. Otonomi hukum perlu ditumbuhkan agar
hukum sebagai suatu sistem tersendiri mempunyai kebebasan untuk
121

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

mengembangkan dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat berupa


keadilan dan tuntutan ilmu pengetahuan berupa timbulnya teori
hukum yang lebih komprehensif.
Membicarakan sosiologi hukum tidak bisa dilepaskan dari
fakta atau realitas karena sosiologi hukum berparadigma fakta sosial.
Sosiologi hukum merupakan cabang khusus dari sosiologi yang
berperhatian untuk mempelajari hukum tidak sebagai konsep-konsep
normatif melainkan sebagai fakta sosial. Berparadigma fakta sosial
berarti tidak mengkaji nilai, norma atau ide apapun tentang hukum.
Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum memberikan suatu
pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini
hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang
biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. Berbeda
dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah
mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan seharihari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum
sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti
fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum,
pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum,
dampak dan efektifitas hukum, serta kultur hukum
Untuk memahami bekerjanya hukum, dapat dilihat fungsi
hukum tersebut di dalam masyarakat. Fungsi tersebut dapat diamati
dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai sosial kontrol 1, sebagai
alat untuk mengubah masyarakat, sebagai simbol, sebagai alat politik,
maupun sebagai alat integrasi.Hukum dari waktu ke waktu mengalami
perkembangan. Sejak jaman Yunani dan Romawi sampai sekarang
hukum mengalami perkembangan yang luar biasa yang mungkin saja
orang Yunani dan Romawi dahulu tidak akan dapat memperkirakan
hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. Perkembangan ini
tidak bisa dilepaskan dari sifat hukum yang selalu berada di tengah* Liky Faizal merupakan staf pengajar Mata Kuliah Ilmu Politik dan
Pemerintahan pada Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung
1
Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung , Penerbit Angkasa, h.
6
122

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

tengah masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa


mengalami perkembangan. Pendapat yang hendak dikemukakan pada
awal tulisan ini adalah apakah hukum itu berkembang mengikuti
perkembangan masyarakat atau sebaliknya masyarakat berkembang
karena adanya camput tangan hukum.
Jika diikuti jalan pikiran yang pertama maka yang akan
dipakai sebagai dasar pijakan adalah ajaran von Savigny mengenai
hukum tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat dan jika
yang dipakai adalah jalan pikiran yang kedua maka pendekatannya
lebih mengarah kepada apa yang telah dikemukakan oleh John Austin
yang memandang hukum sebagai perintah dari penguasa
yangberdaulat. Austin memisahkan hukum dan keadilan, ini adalah
kekeliruan besar karena bagaimanapun inti hukum adalah keadilan.
Pemisahan ini tidak didasarkan pada pengertian baik atau buruk akan
tetapi didasarkan pada kekuasaan dari sesuatu yang lebih kuat (the
power of a superior). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa aliran
hukum imperatif dari Austin tidak menghendaki hukum yang tumbuh,
hidup dan berkembang dalam masyarakatnya sendiri. Hukumnya
adalah hukum penguasa yang superior untuk kepentingan penguasa itu
sendiri.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang uraikan di atas merupakan suatu gambaran adanya
dua sisi yang berbeda dalam pandangan mengenai hukum yang
berasal dari dua sisi yang berbeda?
2. Apakah dua pandangan ini menjadi dasar pijakan untuk melihat
lebih jauh hukum yang berkembang di Indonesia dalam
menghadapi perkembangan zaman ?
Landasan Teori

123

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

Definisi sosiologi (1839) 2 yang berasal dari kata latin socius


yang berarti kawan dan kata Yunani Logos yang berarti kata atau
bicara. Jadi sosiologi berarti bicara mengenai masyarakat bagi
Auguste Comte sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada
perkembangan ilmu pengetahuan. Comte berkata bahwa sosiologi
harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak kepada spekulasispekulasi perihal keadaan masyarakat. Sosiologi hukum adalah suatu
cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis
mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala
sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Ini karena sejak dilahirkan di
dunia ini manusia telah sadar bahwa dia merupakan bagian dari
kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa
kesatuan manusia tadi memiliki kebuyaan. Selain itu, manusia
sebetulnya telah mengetahui, bahwa kehidupan mereka dalam
masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan dan
pedoman. Sosiologi hukum juga dapat membantu untuk memberikan
kejelasan mengenai kemampuan yang ada pada undang-undang serta
pengaruh-pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh bekerjanya
undang-undang itu dalam masyarakat.
Pembahasan
Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis Memasuki
Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih
baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat.
Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berekembang karena paham
tersebut acapkali tidak sesuai dengan keadilan dan kebenaran sehingga
muncul gerakan-gerakan untuk melawan positifisme.
Jika berhadapan dengan formalisme, dimana hakim dalam
suatu kasus kadang sulit untuk membuktikan meskipun yakin kalau si
pelaku bersalah. Menurut Gustav Radbruh hukum harus mengandung
2

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta , PT RajaGrafindo


Persada, Cet 38, 2005, h. 3
124

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

tiga nilai idealitas: yuridis 1. Kepastian Filosofis 2. Keadilan


Sosiologis 3.Kemanfaatan Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3
karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu: 1. Bertujuan untuk
memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum 2. Menguji
empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum 3.sebagai
Pohon Ilmu Hukum. 4. Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku
hukum tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book
tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut
tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah.
Nuansa Kolonial Dalam Negara Nasional Hukum yang ada di
Indonesia (minus hukum adat) sebagian besar masih didominasi oleh
hukum peninggalan kolonial Belanda melalui produk-produknya yang
sekarang masih berlaku dengan berbagai modifikasi, dilengkapi
dengan undang-undang baru untuk mengatur bidang yang baru
muncul kemudian. Tidak dapat disangkal bahwa pada masa kolonial,
hukum tidak digunakan dalam fungsinya yang positif, dalam
pengertian tidak digunakan untuk tujuan hukum itu sendiri yaitu
memberi keadilan tetapi lebih tepat disebut sebagai alat penjajah
untuk memperkuat posisinya dan mendapatkan legitimasi dalam
menghukum para pejuang kemerdekaan.Hukum menjadi sub sistem
dari sistem penjajahan sehingga hukum tidak mempunyai otonomi.
Hukum dalam tahap ini menurut pandangan Nonet dan Selznick masih
berada dalam tahap hukum represif atau jika dipandang dari teorinya
Roscou Pound hukum dipandang sebagai alat penguasa (baik dalam
fungsinya sebagai social control maupun as a tool as social
engineering) yang bertujuan untuk mengkooptasi rakyat Indonesia
agar tidak melakukan tindakan yang merugikan penjajah. Pandangan
hukum dari penjajah adalah pandangan hukum Austin yang imperatif.
Kehidupan hukum yang demikian oleh Rudolf von Jhering
dipandang terlalu sibuk dengan konsep-konsep sehingga ilmu hukum
untuk kepentingan sosial sehingga hukum menjadi mandul apabila
dipisahkan dari lingkungannya. Austin berpendapat hukum
merupakan suatu proses sosial untuk mendamaikan perselisihan125

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

perselisihan dan menjamin adanya ketertiban dalam masyarakat.


Tugas ilmu pengetahuan hukum adalah untuk mempelajari dan
berusaha untuk menjelaskan sifat hakekat dari hukum, perkembangan
hukum serta hubungan hukum dengan masyarakat. Ilmu hukum
(science of jurisprudence) mengani hukum positif atau laws strictly so
called tidak memperhatikan apa hukum itu baik atau tidak. Semua
hukum positif berasal dari satu pembuat undang-undang yang terang,
tertentu dan berdaulat (soverign) Ketertiban bagi penjajah merupakan
hal yang sangat penting. Hal ini berkaitan dengan kegiatan bisnis
mereka agar tidak terganggu dan uang hasil penjualan rempah-rempah
dan cengkeh tidak dihamburkan untuk biaya perang sehingga
keuntungan yang diperoleh bisa diangkut ke Belanda.
Bangsa Indonesia sebagai negara terjajah atau sebagai negara
pinggiran tidak memiliki peran yang berarti dalam kehidupan hukum.
Peran pinggiran bangsa Indonesia antara lain dapat dilihat dalam
diskusi dan debat mengenai perlakuan terhadap hukum adat. Bangsa
Indonesia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara
mengenai suatu permasalahan besar yang menyangkut dirinya dan
hanya menjadi penonton dan obyek kontrol oleh hukum. Sebagai
negara pinggiran maka segala keputusan dan siasat ditentukan dari
Den Haag.Sesudah Indonesia merdeka, hukum masih juga dipandang
sebagai alat penguasa, ini terbukti dengan adanya UU No. 19/1964
yang menentukan bahwa hukum merupakan alat revolusi pancasila
menuju masyarakat sosialis Indonesia. Sekali lagi ini menjadi bukti
bahwa kekuasaan yudikatif tidak berdaya menghadapi kekuatan
eksekutif sehingga mekanisme check and balance tidak berjalan,
Perubahan dari negara pinggiran ke negara sebagai pelaku penuh
dalam kehidupan hukum tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
oleh bangsa Indonesia malahan mewarisi sikap kolonial yang tidak
memajukan hukum sebagai instrumen membangun bangsa.
Memasuki orde baru Indonesia mulai melakukan industrialisasi.
Pemanfaatan tenaga manusia mulai ditinggalkan dan diganti dengan
mesin-mesin modern. Modernisasi dalam indutrialisasi membawa
dampak yang tidak sedikit pada masyarakat.
126

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

Jika modernisasi dipandang sebagai transisi menuju


masyarakata modern, waktu dan pentahapan modernisasi seringkali
dilalaikan. Bukti historis dan komparatif jelas mengungkap bahwa
modernisasi tidak dapat berlangsung dua kali melalui cara yang sama.
Variasi waktu dan pentahapan dapat dipengaruhi misalnya oleh
inisiatif dan perencanaan pemerintah, oleh persaingan dan peniruan,
oleh difusi kebudayaan dan ideologi. Sebenarnya hukum Indonesia
perkembangannya sudah menuju pada hukum yang modern, ditandai
dengan diterimanya hukum sebagai alat rekayasa sosial, sebagai
sarana kebijakan negara. Diterimanya hukum sebagai sarana rekayasa
sosial memperkuat pemahaman bahwa hukum adalah buatan manusia,
sebagai keputusan politik hukum sangat diwarnai oleh tujuan-tujuan,
kepentingan-kepentingan dan selektivitas serta dipengaruhi oleh
konteks seperti kondisi-kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya,
hukum dan hankam serta struktur-struktur yang ada. Dalam bidang
ilmu pengetahuan hukum, pemerintah orde baru tidak peduli dengan
hal ini. Pemerintah terlalu sibuk dengan memanfaatkan hukum untuk
kepentingannya. Justru yang dikembangkan adalah usaha mengganti
produk undang-undang peninggalan kolonial tetapi subtansi dari
peraturan itu kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang ada di
Indonesia. Sebagai parameternya adalah berapa undang-undang atau
peraturan kolonial yang telah diganti.
Hukum yang Fleksibel dan Tuntutan Perubahan Dalam
kehidupan hukum, saat ini adalah masa transisi yang kedua setelah
transisi yang pertama seperti tersebut di atas tidak membawa pengaruh
yang besar terhadap kehidupan hukum yang masih diwarnai nuansa
kolonial. Pada masa transisi yang kedua ini merupakan masa untuk
membangun hukum secara baik, tetapi yang harus diperhatikan oleh
pembuat undang-undang adalah perlu ditumbuhkan pengertian bahwa
hukum bukanlah sesuai yang eksak, pasti dan steril.
Sistem hukum sendiri mendapat sebutan yang tidak menyenangkan,
yaitu sebagai dualisme dalam hukum. Istilah dualisme hukum ini
memberikan gambaran tentang kontradiksi-kontradiksi antara hukum
127

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

dalam teori dengan hukum dalam praktek, antara validitas dan


efektivitas dari hukum, antara norma dan fakta sebagai kenyataan.
Kontradiksi-kontradiksi ini sering membingungkan bagi orang-orang
yang berniat untuk mempelajari ilmu hukum secara mendalam.
Mungkin ahli hukum akan menyangkal kenyataan ini dan bahkan akan
menuduh bahwa ini hanyalah merupakan alasan yang dibuat-buat saja.
Castberg F. 3 memberikan reaksi terhadap pandangan yang
dualistik dari karakter hukum ini, yaitu suatu fakta bahwa orang
mengenal karakter normatif dari hukum sebagai suatu sistem normatif
yang mengikat, tidak pernah berusaha membuat solusi yang dapat
memecahkan problem yang menyangkut hubungan antara hukum
dengan realitas. Dasar-dasar dari hukum adalah keputusan-keputusan
faktual yang didasarkan pada fakta-fakta, bentuk-bentuk tindakan atau
perilaku individu dan kesadaran akan kewajiban yang semuanya
terletak di dalam kenyataan yang bersifat psycho-psycsical. Problem
kemudian terjadi karena hukum - seperti digambarkan Kelsen- muncul
ke permukaan baik sebagai sollen dan sein. Suatu kenyataan bahwa
kedua kategori itu secara logis berbeda dan terpisah satu sama lain
Persepsi normatif dogmatis pada hakekatnya menganggap apa yang
tercantum dalam peraturan hukum sebagai deskripsi dari keadaan
yang sesuangguhnya. Tetapi seperti dikatakan oleh Chamblis dan
Seidman kita sebaiknya mengamati tentang kenyataan bagaimana
sesungguhnya pesan-pesan, janji-janji serta kemauan hukum itu
dijalankan. Janganlah peraturan hukum itu diterima sebagai deskripsi
dari kenyataan. Apabila yang demikian terjadi maka sesungguhnya
kita telah membuat mitos tentang hukum padahal mitos yang
demikian itu setiap hari dibuktikan kebohongannya.
Agar tidak termakan oleh mitos-mitos itu maka kita harus
mempelajari fakta atau relaitas yang ada di masyarakat. Fakta sosial
yang ada di masyarakat tak dapat dipelajari dan dipahami hanya
3

Castberg F,1957, Problem of Legal Philosophy, Oslo University Press,


London, 2nd Edition, h. 34
128

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

melalui kegiatan mental murni atau melalui proses mental yang


disebut dengan pemikiran spekulatif. Untuk memahaminya diperlukan
suatu kegiatan penelitian empiris, sama halnya dengan ilmu
pengetahuan alam (natural sciences) dalam mempelajari obyek studi.
Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan
sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang
berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi obyek penyelidikan dari
seluruh ilmu pengetahuan. Norma hukum merupakan fakta sosial
seperti halnya arsitektur karena norma hukum adalah barang sesuatu
yang berbentuk material. Sedangkan fakta sosial yang lain seperti
opini hanya dapat dinyatakan sebagai barang sesuatu, tidak dapat
diraba dan adanya hanya dalam kesadaran manusia. Kembali kepada
permasalahan hukum di Indonesia dan ke arah mana hukum hendak di
bangun, maka untuk itu harus diperhatikan beberapa hal yang agar
perubahan dalam hukum betul-betul menyentuh masyarakat sebagai
suatu kesatuan, bukan segelintir elit yang memegang kekuasaan.
Untuk itu pertanyaan yang harus diajukan adalah darimanakah
datangnya perubahan sosial yang sekarang terjadi dan apa sebab-sebab
terjadinya perubahan itu.
Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat
dipandang dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi maka titik
tolaknya adalah krisis moneter (yang bermula pada tahun 1997) dan
jika dilihat dari segi politik maka titik tolaknya adalah kehidupan yang
tidak demokratis dan melahirkan pemerintahan yang totaliter.
Berbagai perkembangan itu berpengaruh terhadap kehidupan hukum.
Jika pada masa kolonial dan orde lama hukum digunakan sebagai alat
(sebagai alat kepentingan politik), demikian juga pada orde baru
(sebagai alat kepentingan ekonomi). Dari ketiga masa yang telah
dijalani oleh pemerintah Indonesia itu hukum menjadi sub sistem dari
sistem yang lebih besar dan dari sini nampak bahwa hukum
sesungguhnya tidak mempunyai fleksibilitas atau keluwesan untuk
mengembangkan dirinya dan tuntutan masyarakat. Dalam masa
reformasi, hukum seakan-akan mengalami chaos, artinya keberadaan
hukum dipertanyakan dan disangsikan keefektifannya oleh masyarakat
129

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

sehingga merebak apa yang dinamakan eigenrichting. Pandangan


masyarakat yang demikian dapat dimaklumi dengan anggapan bahwa
hukum itu buatan manusia, kenapa tidak boleh dilanggar dan dibuat
hukum yang lebih baru dan bermanfaat. Fungsi dan tugas hukum
dalam masa ini mengalami reorientasi dan reformasi untuk
menyesuaikan perkembangan masyarakat. Saat ini sebenarnya saat
yang tepat bagi hukum untuk menunjukkan otoritasnya sebagai satu
kekuatan yang pantas diperhitungkan dalam perkembangan bangsa.
Tetapi apa yang terjadi sepertinya tidak sesuai dengan harapan karena
produk-produk yang muncul saat ini adalah produk yang
mencerminkan kepentingan ekonomi (melalui IMF) dan kepentingan
politik (tarik ulur partai politik) Kita sebenarnya mengharapkan agar
hukum Indonesia yang dibangun berdasarkan pada kepentingan atau
kemauan rakyat bukan penguasa. Hukum lama sudah terbukti tidak
mampu mengatasi permasalahan yang ada yang berdampak pada
kesengsaraan rakyat. Hukum harus berubah dengan lebih banyak
memperhatikan rakyat kecil yang selama ini menjadi korban
pembangunan yang tidak pada tempatnya. Apa yang diharapkan tentu
saja dapat terwujud apabila hukum benar-benar memiliki fleksibilitas
dalam mengembangkan dirinya tanpa campur tangan kekuasaan.
Pendekatan Sosiologi Hukum
a. Pendekatan
Hukum
Positivistik,
Normatif,
Legalislitik,
Formalistik.
Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan morma
yang harus dipahami dengan meanganilis teks atau bunyi undangundang atau peraturan yang tertulis. Dalam rangka mempelajari teksteks normatif tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk
menggunakan logika hukum (legal reasoning) yang dibangan atas
dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrin-doktrin, dan prinsip-prinsip
hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum
(modern). Dalam kenyataannya pendekaan ini memiliki kelemahan
atau kekurangan karena tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan
hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak
130

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti ketika


prinsip hukum undang-undang menyatakan bahwa hukum tidak boleh
berlaku diskriminiatif atau equality before the law, hukum tidak boleh
saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus
ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun
kenyataannya terdapat kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan
kenyataan hukum yang terjadi.
b. Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial.
Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial
(social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya.
Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang-undang atau
peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan social yang menafest dalam
kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normative tetapi
secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak
hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika
social dalam rangka seaching for the meaning. Pendekatan ini
diharapkan dapat menjelaskan berbagai fenomena hukum yang ada
melalui alat bantu logika ilmu-ilmu sosial. Berbagai praktek-praktek
hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum,
terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan
(disobedience), pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan
sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini.
Perbandingan dua model pendekatan hukum Aspek Hukum Positivis
analitis (Jurisprudential) Model Sosiologis Fokus Peraturan Struktur
Sosial Proses Logika Perilaku (behavior) Lingkup Universal Variabel
Perspektif Pelaku (Participant) Pengamat (Observer) Tujuan Praktis
Ilmiah Sasaran Keputusan (Decission) Penejelasan (Expalanation).
c. Menuju Pendekatan Hukum yang Holistik dan Visoner.
Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan
visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma (paradigm
shift) dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara
sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum
131

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya


secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan
komprehensif. Pendekatan hukum yang positistik saja akan
menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana
hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat
memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum.
Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau
konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis
menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang
terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam
memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya
ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi
adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi
anarkisme hukum.
Kesimpulan
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara
empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum
sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Tujuan
sosiologi hukum di dalam kenyataan seperti berikut:berguna untuk
terhadap kemampuan memahami hukum di dalam konteks sosial,
memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap
efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana
pengendalian sosial, mengubah masyarakat, mengatur interaksi sosial
agar mencapai keadaan social yang tertentu dan memberikan
kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan
evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.
Hukum di Indonesia terbukti telah menjadi alat kekuasaan,
hukum bukanlah sesuatu yang otonom karena menjadi sub sistem dari
sistem lain yang lebih besar. Keadaan ini harus diperbaiki pada saat
ini karena saat ini adalah momentum yang tepat untuk itu dimana
hukum harus menunjukkan otoritasnya dan secara fleksibel mengikuti
perkembangan dan tuntutan rakyat. Pengertian yang fleksibel dari
hukum di sini jangan diartikan bahwa hukum itu plin-plan dalam
132

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

menghadapi perkembangan jaman, tetapi pengertian yang benar dalam


konteks ini adalah bagaimana hukum dapat menempatkan diri dalam
posisinya sebagai institusi yang keberadaannya dibutuhkan oleh
rakyat dalam sebuah negara yang demokratif. Jadi lebih tepatnya
fleksibelitas hukum ini dapat dikaitkan dengan adaptasi
hukumterhadaptuntutanrakyat. Setiap peraturan hukum memberitahu
tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu
diharapkan bertindak.
Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons
terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan
yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembagalembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan
lain-lainnya mengenai dirinya. Bagaimana lembaga-lembaga
pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan
hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan
kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan
sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta
umpan balik yang datang dari pemegang peranan Bagaimana para
pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi
peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksisanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis
dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang
datang dari pemegang peran serta birokrasi.
Daftar Pustaka
George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,
Penyunting Alimandan, Rajawali Press, Jakarta, 1995.
Adam Podgorecki & Christoper J. Whelan, Pendekatan Sosiologi
Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1978.
Castberg F., Problem of Legal Philosophy, Oslo University Press,
London, 2nd Edition, 1957
I.S. Suanto, Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Makalah pada
seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa
133

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan


ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan
Sosiologis, BPHN Depkeh dan Sinar Baru, Bandung, tanpa
tahun.
Reinhard Bendix, The Comparative Analysis of Historis Change,
dalam Soscial Theory and Economic Change, disunting oleh T.
Burns & S.B. Saul, Tavistock Publication, London,
Rudolf von Jhering dalam Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi
Hukum Bagi Kalangan Hukum Citra Aditya Bakti, Bandung,
1991, hal. 20.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk
Memahami Proses-proses Sosial Dalam Konteks Pembangunan
dan Globalisasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan
Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan
Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang,
12-13 Nov. 1996.
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta,
PT RajaGrafindo Persada, Cet 15, 2005
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta,
PT RajaGrafindo Persada, Cet 38, 2005.
Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Pradnya Pramamita, Jakarta,
1988.
W. Froedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Susunan I), RajaGrafindo
Persada,
Jakarta,
1993.
Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung , Penerbit
Angkasa, tt
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007
Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam
Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum,
Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi
134

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Liky Faizal: SOSIOLOGI HUKUM

Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global


dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996.

135

Jurnal TAPIs Vol. 5 No. 10 Juli-Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai