Faktor keekonomian dan penghematan waktu, sedikit banyak menentukan metoda perbaikan
tanah yang akan dipilih, tentunya disamping faktor-faktor lain yang situasional. Dari berbagai
pengalaman lapangan dan engineering yang pernah saya geluti, beberapa metode perbaikan tanah
dapat dilaksanakan sekaligus/sinergikal pada suatu tapak proyek.
Dalam artikel bagian 1 ini, saya akan menyajikan metoda-metoda perbaikan daya dukung tanah
yang dapat dilakukan pada suatu waktu tertentu secara berkesinambungan. Metoda tersebut
adalah Dynamic Compaction/DC (Pemadatan Dinamis) dan Dynamic Replacement/DR. Untuk
metoda DR ini bisa juga disebut metoda kolom batu (Stone Column), nanti akan saya uraikan
lebih lanjut.
Metoda DC/DR ini ditemukan oleh Menard (France, 1960). Metoda ini bisa menghemat biaya
dalam mensubtitusi penggunaan pile (tiang pancang) menjadi pondasi dangkal hingga
penanggungan beban tertentu sesuai peningkatan kapasitas daya dukung tanah. Di negara kita
Indonesia, mungkin metoda ini belum banyak diketahui. Tetapi seiring dengan mudahnya
informasi yang didapat dan faktor komparasi dengan metode konvesional lainnya yang dikenal,
saya yakin kedepannya metoda ini bisa jadi pilihan yang patut dipertimbangkan.Terutama untuk
kondisi lahan di Sumatera dan Kalimantan serta Sulawesi. Dimana yang saya tahu, pembukaan
lahan untuk eksplorasi dan pembuatan kilang pengolahan masih mengandalkan teknik pemadatan
pola konvensional.
Sedangkan tulisan di bagian 2 nanti akan membahas pelaksanaan Pilot Test dan perhitungan
kekuatan daya dukung tanah setelah pelaksanaan metoda DC dan DR.
CATATAN:
Silahkan meng-klik sketsa illustrasi dan foto-foto memperjelas tampilan.
1. Metoda Dynamic Compaction (DC)
Secara garis besar, pengertian DC adalah suatu metoda peningkatan kondisi tanah yang dapat
diterapkan pada tanah yang kering, basah/lembab dan jenuh (saturated). Metoda ini bisa juga
diterapkan pada tanah jenuh dengan kandungan butiran halus mencapai hingga 30%. Target DC
dicapai dengan menjatuhkan beban (pounder) dari suatu ketinggian tertentu ke atas permukaan
tanah yang akan dipadatkan. Proses pemadatan ini berlangsung pada sekian banyak jatuhan pada
lahan yang dituju.
P wave atau gelombang tekan akan merombak struktur partikel tanah akibat Push-Pull Motion
dan meningkatkan tekanan pori. Sedangkan S wave atau gelombang geser memainkan peran
menyusun ulang kepadatan partikel meskipun kecepatan gelombang cukup pelan. Adapun
Rayleigh wave adalah ringkasan dari gelombang geser dan gelombang permukaan yang tersebar
dekat dengan permukaan tanah. Sehingga akibat adanya berbagai macam gelombang yang
tercipta oleh karena beban benturan pounder, akan menghasilkan tekanan tarik dibawah tanah,
berujung pada retak tarik dalam bentuk radial (seperti gambar diatas) pada pusat beban benturan.
Retak tarik ini membuat jalur aliran yang berguna untuk mengeluarkan tekanan pori yang
berlebihan dan membuang air pori dalam tanah jenuh. Hal inilah yang berujung pada
peningkatan kapasitas daya dukung tanah.
Illustrasi diatas adalah perilaku partikel tanah secara mikroskopik selama pemadatan berlangsung
dan setelahnya.
Bagaimana dengan penurunan permukaan tanah? Penurunan tanah tergantung dari pada jenis
tanah dan energi jatuhan/pemadatan yang tercipta. Namun biasanya berkisar 3-8 % dari
ketebalan tanah asal alami, sedangkan untuk reklamasi lahan buangan sekitar 20-30 %. Tekanan
pori yang berlebih terjadi karena jatuhan beban bisa saja masih terjadi bahkan setelah proses
jatuhan itu selesai. Namun tingkat disipasi (penghamburan/penghilangan) tekanan pori berlebih
ini sangat singkat jika dibandingkan dengan metoda pemadatan statis seperti halnya metoda pre-
loading.
b. Karateristik Metoda DC
1. Pekerjaan terapan yang cepat dengan tahapan sederhana, penghematan biaya dan sangat
dimungkinkan pelaksanaannya dengan pekerjaan lain pada saat yang sama.
2. Meskipun tergantung dari jenis tanah, kelangsungan pekerjaan lain diatas tanah setelah
peningkatan terjadi sangatlah diijinkan.
3. Dapat diterapkan pada berbagai jenis tanah termasuk jenis tanah hasil bongkaran/pembuangan,
pasir tanah kepasiran (dredging soil), tanah halus, lumpur buangan maupun hasil pengeboran
atau bentonit.
4. Kualitas kerja dapat dikontrol dan hasil yang baik.
5. Tidak bermasalah terhadap lapisan batuan dibawahnya.
6. Tidak memerlukan material khusus.
a. Prinsip Dasar DR
Secara prinsip, metoda pelaksanaan pada awal pekerjaan sama dengan metoda DC tetapi ada
tahapan kerja yang berkelanjutan yaitu pengisian material kasar kedalam crater yang terbentuk
akibat tamping. Material yang diisikan terus menerus akan membentuk pola seperti kolom batu,
maka dari itulah metoda DR ini dapat pula disebutkan metoda kolom batu. Pada saat batuan
kedalam crater ataupun granular soil (seperti gravel ukuran tertentu misalnya), area tekanan pada
tanah lunak didistribusikan ke kolom batu (stone column/pillar). Sehingga tanah lunak memadat
dan menghasilkan daya dukung yang ditargetkan. Penerapan DR ini berdasarkan data tanah
(hasil dari soil investigation report) yang dilanjutkan pada tahapan experiment lapangan (seperti
halnya uji trial and error) serta dilakukan dengan interval tertentu berdasarkan rumus yang
tertulis berikut ini.
b. Karateristik Metoda DR
1. Sementara kolom DR terbentuk dengan mengisikan material non plastis (batuan pecah,
gravel), terjadi kontraksi dilapisan tanah lunak sekeliling kolom DR. Yang menyebabkan tekanan
pori berlebih terlepas terus menerus. Proses ini pada dasarnya sama dengan dengan teknik
konsolidasi tanah dengan metode pre-loading, hanya saja konsolidasi tersebut terjadi lebih cepat
sekaligus menaikkan daya dukung tanah.
2. Tahanan geser lebih besar terjadi didalam kolom DR dan kekuatan tanah diantara kolom DR
meningkat secara signifikan.
3. Pada saat kolom DR terbentuk didalam tanah setelah proses dilakukan, komposisi kandungan
tanah akan berubah. Pengertiannya yaitu lapisan tanah terdiri dari batuan dan tanah asal yang
mana partikel awal menjadi tersusun ulang. Dalam hal ini tekanan tanah sebagian besar
diakomodasi oleh kolom DR sedangkan tanah asal hanya menderita tekanan lebih kecil.
Contoh hasil tamping dan bentuk crater yang tercipta (cukup besar ukurannya sekitar 2 x 2 m):
3. Vibroflotation
Vibroflotation merupakan suatu metode perbaikan tanah yang dilakukan dengan cara
memasukkan vibrating poker ke dalam tanah yang kemudian berkembang menjadi metode
Vibrocompaction, vibroreplacement dan perkembangan terakhir lebih dikenal dengan vibro stone
column (VSC). VSC merupakan salah satu alternatif metode perbaikan tanah yang merupakan
salah satu kelompok metode vibro-compaction. Pada Gambar 1 dapat dilihat peralatan yang
digunakan untuk melakukan pemasangan stone column pada tanah.
Vibro compaction pertama kali digunakan pada kawasan River-borne,negara Jerman pada jenis
tanah Glanural pada tahun 1930an, dan kemudian metode ini tidak digunakan lagi hingga tahun
1960 ketika pada saat itu metode stone column mulai dikembangkan. Stone column pertama kali
digunakan di Ireland pada tahun 1970an. Penggunaan Stone column kemudian berkembang
karena dianggap lebih ekonomis dan pelaksanaannya lebih cepat. Selain itu penggunaan stone
column sebagai perkuatan tanah yang cohessive dapat meningkatkan daya dukung tanah,
mengurangi adanya perbedaan settlement, mempercepat pemampatan dan menggurangi
terjadinya liquefaction. Liquefaction adalah salah satu penyebab utama dari lateral spreading,
longsor pada jembatan, dan fasilitas pelabuhan selama terjadinya gempa (e.g,1964 Alaska
earthquake, 1995 kobe earthquake). Selama terjadi gempa, stone column dapat berfungsi sebagai
gravel drain untuk mengurangi pore water pressure dan liquefaction pada tanah.
Grouting
Grouting adalah suatu proses, dimana suatu cairan campuran antara semen dan air diinjeksikan
dengan tekanan ke dalam rongga, pori, rekahan dan retakan batuan yang selanjutnya cairan
tersebut dalam waktu tertentu akan menjadi padat secara fisika maupun kimiawi. pekerjaan
grouting merupakan salah satu cara dalam perbaikan pondasi (foundation treatment) pada
bendungan air terutama bendungan.
Selain itu grouting juga metode untuk mengisi rongga struktur beton yang kropos dan
penambahan coran akibat pengecoran tidak sempurna, Mortar fillet ( Pinggulan sudut ) untuk
pondasi mesin, sebagai dudukan mesin ,dudukan bearing pondasi jembatan, pembuatan beton pra
cetak, penutup retak yang besar, tentunya semen Grouting siap pakai yang mempunyai
karakteristik tidak susut dan dapat mengalir sangat baik, memenuhi persyaratan standar corps of
engineering CDR C-621 dan ASTM C-1107
Grouting pada celah ubin/tile
Teknologi grouting bukanlah barang baru, grouting sudah ada sejak tahun 1800-an dan bahkan
sebelumnya. Grouting awalnya hanya digunakan untuk mengontrol aliran air, tetapi sekarang
telah meluas dan aplikasinya tidak terbatas, diantaranya adalah digunakan untuk:
Menurut James Warner (2005), tipe – tipe sementasi (grouting) berdasarkan tujuannya dapat
dibedakan menjadi enam (6) jenis, yaitu:
Bahan grouting yang digunakan dalam pekerjaan grouting dapat berupa material suspense dan
atau kimiawi. Material suspensi yang umum dipakai adalah semen dan bila perlu dipakai bahan
tambahan berupa bentonit atau bahan sejenis. Air sebagai bahan cairan yang dipakai sebagai
pencampur semen, harus bebas dari kandungan lumpur, bahan organik dan unsur lain yang dapat
mengakibatkan penurunan kualitas campuran. Sedangkan bahan semen yang digunakan adalah
Portland Cement (PC), tipe I yang tidak mengandung bahan lain dan memenuhi syarat yang
ditentukan dalam SII - 3 - 1981.
Perbandingan bahan grout untuk cement milk, ditentukan berdasarkan tujuan dari grouting
tersebut dan kondisi batuan yang juga akan berubah menurut besarnya penyerapan grouting.
Perbandingan campuran semen yang sering dipakai untuk pekerjaan grouting ini adalah C : W =
1 : 10 sampai 1 : 1. Untuk retakan yang relatif besar dipakai C : B= 1 : 0,5, dan bahkan kadang -
kadang dipakai mortar (campuran semen dan pasir).
Grouting Semen
Grouting semen adalah grouting semen yang merupakan campuran antara air dan semen dengan
perbandingan C : W = 1 : 10 sampai 1 : 1. Perubahan dari campuran semen dan air ini sangat
tergantung kepada permeabilitas batuan dan kondisi batuannya sendiri.
Pada grouting semen ini kadang kala dilakukan tambahan bahan grout berupa tanah lempung
atau pasir halus yang dilakukan sesuai dengan kondisi batuan yang menempati lokasi rencana
bendungan (apabila membangun bendungan). Informasi sifat fisik dan teknik dari tanah / batuan
mempunyai arti yang sangat penting yang perlu diketahui terutama bila grouting akan
dipertimbangkan sebagai bagian dari perbaikan pondasi bendungan atau dari penggalian
terowongan.
Penentuan permeabilitas dan porositas tanah akan dapat membantu dimana permeabilitas akan
mengontrol kemampuan grouting dan jenis bahan grout yang akan digunakan. Sedangkan
porositas tanah menentukan jumlah bahan grout yang diperlukan dan hal ini akan berkaitan
dengan besarnya biaya pekerjaan.
pekerjaan grouting pada sandaran / pondasi bendungan
Grouting Kimia
Secara umum grouting semen tidak dapat dilakukan pada tanah dengan koefisien permeabilitas
lebih kecil dari 0,1 cm/detik (10^-1 cm/detik) dan grouting lempung tidak bisa dilakukan pada
tanah dengan k < 0,01 cm/detik (10^-2 cm/detik) dan bahan groutnya berupa campuran semen
dan air.
Grouting kimia adalah grouting yang dilakukan dengan campuran bahan kimia dan air atau
cairan bahan kimia dengan bahan kimia lainnya. Grouting kimia ini umumnya digunakan untuk
mengisi retakan yang halus atau butiran batuan yang halus yang dimaksudkan untuk
memperkecil koefisien permeabilitas dan meningkatkan kuat tekan dari batuan atau bagian
bangunan yang di grout.
Pada tanah dengan k > 0,01 cm/detik (10^-2 cm/detik) cairan grout harus mempunyai viskositas
sebesar 10 centipois atau lebih tanpa kesulitan, kecuali grouting ini dilakukan dekat permukaan
dengan tekanan grout yang digunakan rendah. Grouting kimia dapat dilakukan pada tanah
dengan k sampai 0,00001 cm/detik (10^-5 cm/detik) dan hasilnya cukup memuaskan (Federal
Highway Administration,1976).
2. Sistem acrylamide, sistem ini dapat dilakukan pada tanah dengankoefisien permeabilitas
dari 10-5cm/detik atau lebih besar. Acrylamide ini viskositasnya berkisar antara 1,50
centipois atau sama dengan viskositas air sehingga acrylamide ini mudah dipenetrasikan
ke dalam lapisan pasir halus. Untuk lebih baiknya dalam memanfaatkan acrylamide ini
sebaiknya larutan acrylamideini mempunyai pH antara 7 - 11. Cairan acrylamide ini
beracun dan dapat menembus kulit.
3. Bahan grout kimia lainnya adalah berupa Lignochromes, Resin, Foams dan Isosyanate
tetapi cairan ini sangat beracun.
Perbandingan Metoda Stabilisasi Tanah Dengan Grouting Dan Kemampuan Penetrasi Relatif Bahan Kimia
1. Pemeriksaan hasil grouting dilakukan dengan membuat check hole pada titik yang dipilih
dan biasanya di bor miring agar mewakili zona grouting
2. Pengambilan contoh inti (core sampling) untuk melihat secara visual efektivitas penetrasi
grouting dan dapat diperiksa dengan membubuhkan phenolptalein 0.1 n.
3. Pengujian permeabilitas setelah grouting dengan water pressure test atau lugeon test.
Tekanan diatur seperti uji permeabilitas secara naik dan turun, yaitu bervariasi 1-3-5-7-
10-7-5-3-1 kg/cm2, tergantung kondisi batuan.
4. Setelah selesai check hole diisi dengan campuran bahan grouting yang kental 1:1 atau
1:0.5 hingga jenuh.
Peralatan Grouting
1. Mesin bor
Dipakai untuk pembuatan lubang grout, dengan diameter antara 46 – 76 mm. jenisnya
bor putar (rotary type drill).
2. Perkakas grouting
Meliputi packer, stang grouting, by pass, manometer, keran pengatur tekanan, pipa pemasukan
dan pengembali dan pengukur debit.
3. Grout mixer dan agitator
Untuk mencampur bahan grout sesuai dengan perbandingan yang ditentukan, kemudian dialirkan
kedalam agitator sebagai tempat grout siap untuk diambil oleh pompa.
4. Pompa grout
Umtuk memompakan grout yang tersimpan di agitator ke lubang grout melalui unit peralatan
grouting.
Tugas individu
Leonardo Mallangi
D 111 09 253
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN