Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tukuh Takdir S

Nim : 18/434396/PSA/08373

Mata kuliah : Etnografi masyarakat virtual cyber

1. Pendahuluan

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Bahkan
Indonesia juga termasuk negara demokrasi terbesar di Asia, sehingga layak untuk dicontoh
bagi negara-negara demokrasi lainnya. Hal yang paling menarik dari demokrasi adalah
tentang pemilu. Negara-negara demokrasi pasti menggunakan sistem ini dalam pembentukan
kepemerintahan, seperti pemilu kepala daerah (Pilkada), pemilu desa (Pilkades), Pemilu
presiden (Pilpres) dan lain-lain. Maka dari itu perlu diketahui lebih lanjut mengenai arti
pemilu, karena pemilu itu sangat penting, tidak sekedar dilakukan tetapi juga mengerti makna
di dalamnya. Definisi pemilu sebenarnya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti
pandangan para ahli politik, masyarakat awam, mahasiswa dan undang-undang dasar.
Namun, secara umum pengertian pemilu adalah proses memilih dan dipilih.

Menurut Ali Moertopo, hakikatnya pemilu merupakan sarana masyarakat untuk


menggunakan haknya dalam kedaulatan bangsa yang sesuai dengan asas tercantum dalam
undang-undang dasar 1945. Meskipun begitu, undang-undang tentang pemilu memiliki
ketentuan terkait dengan hak memilih, yaitu hanya yang berumur 17 tahun yang baru
memiliki hak memilih. Dalam pelaksanaannya, asas-asas pemilihan umum yang diterapkan
adalah bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Akan tetapi, asas-asas
tersebut nyatanya masih saja sering dimanipulasi atau dicurangi oleh pihak-pihak tertentu
yang memiliki kepentingan. Tulisan kali ini akan menyoroti berita dari sumber media online
kumparan.com terkait isu-isu terduga terjadinya kecurangan dalam pemilu presiden (Pilpres)
yang baru saja dilaksanakan beberapa hari lalu di Indonesia, yang membuat kecemasan
masyarakat umum, simpatisan dan juga kubu partai itu sendiri. Menurut berita yang
dipaparkan kumparan sendiri, bahwa sudah banyak terjadi kecurangan dalam pemilihan
presiden, dan dijelaskan juga menurut BPN bahwa kecurangan tersebut sangat terstruktur,
sistematis, dan masif (kumparan.com)
Isu ini menurut saya penting, karena dari sinilah kita sebagai masyarakat bisa menilai
bagaimana kondisi politik Indonesia. Sebenarnya isu-isu ini sudah biasa terjadi di Indonesia,
dan selalu muncul sebelum dan sesudah pemilu. Tetapi hal seperti itu sudah saatnya untuk
dihentikan, karena masyarakat membutuhkan kepastian akan perubahan negara Indonesia
yang lebih baik lagi, bukan adu kekuatan dan mengutamakan kepentingan sendiri yang
ujung-ujungnya membuat perpecahan dalam masyarakat. Bagi masyakat awam yang tidak
mengerti seluk beluk politik seharusnya mulai mau belajar untuk memilah-milah informasi
yang datang dari berbagai sumber. Di era new media ini informasi mudah untuk didapatkan,
tetapi mudah juga untuk dimanipulasi (hoax). Dari pemilu ini mudah-mudahan masyarakat
bisa menjadi diri yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

2. Pembahasan

Kumparan dalam Kampanye

Membahas media online kumparan dalam konteks kampanye, menurut saya kumparan
memposisikan diri sebagai media online yang tidak berpihak kepada kubu siapapun atau
partai apapun, justru semua berita yang dipaparkan tidak ada kalimat-kalimat yang
menjatuhkan pihak tertentu. Kumparan mencoba mencari berita yang benar-benar unik dan
menjual tanpa harus menyinggung salah satu kubu. Dari rumor yang saya dengar kumparan
ikut menjadi salah satu pendukung capres yaitu Prabowo-Sandi. Hal itu mungkin saja benar,
tetapi kumparan sebagai media online telah memposisikan dengan baik sebagai sebuah media
yang memberikan informasi tanpa adanya berita yang menjurus mendukung salah satu calon
presiden.

Menariknya, dari sekian berita kampanye, kumparan menuliskan berita yang isinya
mengajak kita untuk menjadi pemilih cerdas dalam pemilu. Menurutnya, pemilu akan
berkembang dan berkualitas apabila yang memilih paham dan cermat. Kebanyakan dari
masyarakat memilih calon-calon pengurus negara dengan asal-asalan , bahkan ada yang
golput. Hal ini tentunya perlu menjadi konsen perhatian pemerintah bagaimana cara
mengedukasi masyakarat terkait pemilu, terutama golongan putih. Tindakan-tindakan
tersebut bisa dianggap penghambat sistem demokrasi bangsa Indonesia. Dalam pemilihan
umum, tersirat sebuah harapan dari masyarakat untuk kondisi kehidupan yang lebih baik dan
lahirnya pemimpin yang jujur, amanah, anti korupsi, mensejahterakan, hidup yang layak, dan
sebagainya (kumparan.com).
Pilpres dalam New media

Pilpres 2019 kemarin adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh semua rakyat Indonesia,
di mana nantinya siapapun yang terpilih menjadi presiden akan menentukan arah bangsa dan
membawa perubahan lebih baik dari sebelumnya. Pemilihan yang digelar pada tanggal 17
April 2019 itu bisa dikatakan tidak berjalan sebagimana mestinya, karena banyak sekali
konflik dan isu-isu terjadi sebelum dan sesudah pemilihan. Salah satunya yang menjadi
konsen tulisan ini adalah dugaan kecurangan dalam pemilu. Sebelum pemilihan para tokoh-
tokoh politik seperti Amien Rais mengajak kita semua sebagai rakyat Indonesia untuk
berlaku adil dan jujur, begitu juga pada saat perhitungan suara harus transparan tidak boleh
ada kecurangan sedikitpun.

Pernyataan itu dinyatakan sebagai langkah antisipasi bukan untuk berprasangka buruk
bagi kedua kubu, karena pada dasarnya potensi kecurangan-kecurangan dalam bentuk apapun
di Indonesia selalu ada, dan kecurangan pemilu 2019 kemarin ternyata memang ada, terjadi
di pemilu luar Negeri. Bukti-bukti yang ditampilkan terlihat surat suara yang sudah dicoblos
oleh oknum-oknum. Hal tersebut kemudian sempat viral beberapa hari kemudian pasca
pemilu, KPU serta Bawaslu mulai mengusut kejadian tersebut, dan siap mengurus semua
tindakan kecurangan pemilu. Bahkan kubu Prabowo-Sandi juga ikut menuding banyak
kecurangan di pemilu 2019 ini. Dilansir oleh kumparan “sudah terjadi kecurangan secara
struktur, masif, dan sistematis. Mereka membiarkan pemilu adil dan jujur dilarang. Kenapa?
Karena masyarakat yang mau melaporkan kecurangan sejak kemarin muncul ancaman
dianggap penyebar hoaks karena data yang dianggap sah hanya dari KPU.”(Said Didu,
anggota dewan pakar BPN)

Kecurangan tersebut melibatkan banyak aparat, BUMN nyata-nyata terlibat dalam


pemilu tetapi dibiarkan. Secara terstruktur ini maksudnya adalah dilaksanakan oleh struktur
pemerintahan, organisasi penyelenggara pemilu. Kalau sistemik, polanya sama. Masif artinya
terjadi hampir di seluruh Indonesia dan bahkan luar negeri. Maka dari itu pemilu 2019
sepatutnya perlu diulang apabila terus menerus ditemukan kecurangan (Said Didu, anggota
dewan pakar BPN).

3. Analisis

Kecurangan pemilu adalah bentuk tindakan yang menyalahgunakan kepentingan diri


atau kelompok, dan juga melanggar asas-asas pemilu yang adil serta jujur. Sampai saat ini
masalah kecurangan pemilu masih diusut oleh Bawaslu dan KPU. Salah satu solusinya dalam
menyelesaikan masalah ini adalah dengan pemilihan ulang. Namun, dari fenomena ini kita
hendaknya perlu memahamai dan mengambil sikap bahwa kecurangan-kecurangan tersebut
adalah bentuk ketidakprofesional. Kecurangan tersebut juga mengindikasikan bahwa terdapat
perebutan kekuasaan demi kepentingan diri atau kelompok. Di sini saya memposisikan diri
tidak memihak kedua kubu, artinya kecurangan bisa saja dilakukan oleh kedua kubu. Semua
bentuk kecurangan masih hangat-hangatnya meski pemilu sudah lewat, hampir semua berita
tentang pemilu adalah berita kecurangan dan pengulangan suara.

Seharusnya oknum-oknum yang melakukan tindakan kecurangan tersebut pikirannya


harus terbuka kepada masyarakat. Setidaknya harus profesional dalam segala bentuk dan
kondisi. Profesinoal disini maskdunya adalah sesuai dengan kinerjanya, kapasitasnya, dan
aturan-aturanya. Jangan sampai kejadian 98 terualang kembali, hingga mengakibatkan
kekacauan yang meluas di seluruh Indonesia. Apalagi, di era new media ini segala informasi
sangat cepat dan mudah untuk didapat serta disebarkan. Berita hoax bisa menjadi pemicu
konflik antar kubu, maka dari itu profesionalitas sangat penting untuk dijaga dan
dipertanggung jawabkan.

4. Ideologi yang mendasari (misrepresentasi)

Indonesia sebagai negara yang berlandaskan pancasila adalah gambaran kehidupan


berbangsa dan bernegara. Dalam sila-sila pancasila dari sila pertama hingga sila kelima
semuanya merepresentasikan nilai-nilai luhur tentang bagaimana masyarakat Indonesia hidup
dalam berdampingan dan juga hubungan antara masyarakat dengan pemerintah. Sayangnya,
dalam konteks pemilu ideologi kita yang sakaral itu nyatanya dihiraukan oleh oknum tidak
bertanggung jawab. Terbukti dengan kecurangan pemilu presiden 2019 kemarin. Sehingga
kita sebagai warga yang memiliki hak kebebasan memilih justru telah dimatikan oleh oknum
tersebut. Hal ini berarti tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam sila kedua dan kelima
pancasila. Hak-hak kita yang seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa justru tidak
bisa tersampaikan. Jika memang kecurangan terjadi besar-besaran, berarti sudah banyak
suara-suara masyarakat Indonesia yang tidak terwakili.

Ketika terjadi kecurangan tersebut, maka sistem demokrasi kita sedang dalam tahap
kekacauan. Ideologi yang mendasari negara kita sudah runtuh, dan perlu dibenahi lagi
ekosistemnya. Memdang tidak perlu dusangkal lagi bahwa dunia politik benar-benar
permainan kotor, yang menghalalkan segala cara demi kemajuan bangsa. Alih-alih, bahwa
jika tidak dilakukan tindakan yang seperti itu suatu negara bisa saja hancur.
5. Penutup

Semua sistem dalam pemerintahan memiliki kelemahan tertentu, tidak terkecuali


dalam pemilu. Kelemahan pemilu adalah mudah untuk dicurangi atau dimanipulasi oleh
siapapun. Maka dari itu, banyak masukan dari netizen bahwa lebih baik pemilu sudah mulai
dilakukan secara online. Tetapi, hal itu tidak menjamin bahwa pemilu benar-benar berlaku
adil dan jujur tanpa adanya manipulasi, karena selama masih ada perebutan kekuasaan dan
mementingkan kepentingan diri atau kelompok maka kecurangan pasti selalu ada. Belum ada
solusi yang benar-benar dapat menghentikan kecurangan tersebut, paling mudah yaitu
diselenggarakannya pemilihan ulang, itu pun masih bisa saja bercelah untuk dicurangai.

Sebagai warga negara Indonesia yang berdaulat, alangkah baiknya kita belajar
menjadi warga yang cerdas dan paham di era new media sekarang ini. Era new media ini
merupakan era yang bebas tidak ada batasan tertentu sehingga dapat menimbulkan kekacauan
sesaat maupun jangka panjang. Termasuk dalam konteks dunia politik, informasi-informasi
simpang siur (hoax) sangat mudah ditemukan. Jadilah warga negara yang cerdas, paham,
profesional, dan mampu melawan kecurangan yang terjadi di segala bidang.

Anda mungkin juga menyukai