Anda di halaman 1dari 5

Nama : Widya Andari

NIM : 12190011

5 kasus tentang pelanggaran demokrasi


1.sumber berita : okezone
Link : https://nasional.okezone.com/read/2019/05/23/337/2059630/belajar-dari-bentrok-aksi-
21-22-mei-mentalitas-berdemokrasi-harus-diperbaiki
Judul : Belajar dari Bentrok Aksi 21-22 Mei, Mentalitas Berdemokrasi Harus Diperbaiki
Mentalitas dalam berdemokrasi harus diperbaki, sehingga insiden aksi di depan Gedung Bawaslu
dan sekitarnya pada 21-22 Mei 2019 yang sampai menelan korban jiwa tidak kembali terjadi.
Ketua DPP Partai NasDem Martin Manurung mengatakan, mentalitas tidak mau menerima
kekalahan dapat merusak demokrasi di Indonesia. “Mentalitas seperti itu harus diberantas,
jangan sampai menjadi tradisi demokrasi di Indonesia, kalau kalah lalu rusuh,” kata dia, Kamis
(23/5/2019). Martin menjelaskan, apa yang saat ini terjadi bukanlah perseteruan elite. Sebab,
adanya dugaan kecurangan pada Pemilu 2019 akan digugat oleh kubu Prabowo Subianto-
Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi. “Jadi, ini bukan perseteruan elite, itu framing yang
keliru. Ini soal pendewasaan demokrasi,” ujarnya. Karena itu, Partai NasDem mendukung sikap
tegas Presiden Joko Widodo yang tidak memberikan ruang kepada perusuh. “Karena itu, kita
dukung sikap Presiden yang tidak mau memberi ruang kepada para perusuh. Kita dukung juga
Polri dan TNI menjalankan tugas negara dengan baik,” tuturnya.
a. Mengidentifikasi pelanggaran demokrasi.
Pelaku :
Lokasi : Jakarta
Jenis pelanggaran : materlitas yang tidak mau menerima kekalahan capres dan wapres
pasngan prabowo dan sandiaga uno.
Waktu : 21-22 mei 2019
b. Apa penyebab terjadinya pelanggaran
Faktor Penyebab : Adanya dugaan kecurangan pada Pemilu 2019 akan digugat oleh kubu
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi.
c. Solusi

2. Sumber berita : CNN Indonesia


Link : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190418164601-32-387690/koalisi-sipil-
pemilu-2019-semrawut-ada-ribuan-pelanggaran
Judul : Koalisi Sipil: Pemilu 2019 Semrawut, Ada Ribuan Pelanggaran
untuk Pemilu 2019 yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengkritik
pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2019. Koalisi menemukan sebanyak 1.022 cacat Pemilu,
mayoritas merupakan pelanggaran Pemilu. Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry
Sumampouw, salah satu lembaga yang tergabung dalam koalisi tersebut, menyatakan bahwa
pemilu 2019 memiliki sejumlah catatan merah, terutama soal penyediaan logistik. "Kesimpulan
pertama, pemilu kita semrawut, chaotic dan crowded. Penyebabnya tak lain adalah
penyelenggara dan bukan masyarakat," kata Jeirry di Jakarta, Kamis (18/4). Jeirry mengatakan
semrawutnya Pemilu bisa diindikasikan dari tidak tersedianya logistik di wilayah yang dianggap
masih terjangkau. Salah satunya, Jeirry menyesalkan penyediaan logistik pemilu di Bekasi yang
bermasalah. Menurutnya, Bekasi masih daerah yang mampu terjangkau dari segi pengiriman
logistik. "Sulit membayangkan logistik tidak sampai ke lokasi. Kalau di Jayawijaya orang masih
bisa paham secara geografi. Kalau Bekasi bagaimana rasionalisasinya," kata dia.Hal ini
diperparah dengan kurangnya pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tidak
bisa memastikan dan melakukan pengawasan ketersediaan logistik. Harusnya Bawaslu bisa
memberikan peringatan atau imbauan atas kekurangan dari penyelenggaraan pemilu oleh KPU.
"Jadi jelas ini ada di penyelenggara Pemilu, bukan hanya KPU tapi juga Bawaslu. Ini bentuk
ketidakmampuan Bawaslu memastikan logistik atau teknis betul-betul oke," beber dia. Belum
lagi hingga kini menurut Jeirry tidak ada pernyataan resmi dari KPU dan Bawaslu mengenai
kekurangab logistik tersebut. KPU menurutnya hanya menjelaskan bakal ada pemilihan susulan
tanpa mengungkapkan fakta dan kendala di lapangan. "Tidak ada permintaan maaf dan tidak ada
pengakuan bersalah. Ini parah menrut saya. Itu harusnya ada penjelasan dari penyelenggara,"
ungkap dia. Kendati membeberkan kesemrawutan penyelenggara pemilu, Jeirry menegaskan
bahwa pemilu 2019 sah dilaksanakan. Pelanggaran yang terjadi adalah tindakan oknum yang
harus diteruskan ke institusi penindakan hokum. Sementara peneliti Konstitusi Demokrasi
(Kode) Inisiatif, lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, Ihsan Maulana
menyatakan paling banyak pelanggaran yang pihaknya temukan ialah di sektor pelanggaran
teknis dan administrasi. "Berdasarkan pemantauan kami, hal yang paling menonjol menyangkut
pelanggaran teknis administrasi dengan total 367 temuan," kata Ihsan di Jakarta, Kamis (18/4).
Sebanyak 1.022 temuan yang ditemukan Ihsan, dibagi menjadi 7 kategori, diantaranya
pelanggaran teknis dan administrasi, temuan mengenai partisipasi dan hak pilih serta terakhir
kesiapan penyelenggara.
Pelanggaran teknis dan administrasi menjadi temuan terbanyak yang diindikasikan
dengan enam masalah. "Ada 204 temuan DPT yang tidak terpasang di TPS, 93 temuan
keterlambatan pembukaan TPS, 20 temuan surat tertukar dan rusak . Ada 9 temuan surat yang
kurang, 5 surat suara yang tercoblos dan 6 temuan mengenai TPS yang ditutup tidak tepat
waktu," kata dia. Temuan terbesar di Pemilu 2019 lainnya ialah ketidaksiapan penyelenggara
yakni sebanyak 275 temuan panwas disebut tidak di tempat saat TPS buka. Berikutnya, temuan
kesiapan logistik yang dinilai kurang. "Ada 97 temuan kasus logistik kurang, 50 kasus logistik
rusak, 52 logistik terlambat, dan sisanya ialah karena bencana alam dan logistik rusak di
Malaysia, NTB, Riau, bengkulu dan sejumlah tempat lainnya," jelas dia. Temuan lainnya, 93
kasus politik uang. Satu di antaranya, kata Ihsan, ialah kasus dugaan politik uang di Jakarta Utara
hingga Sumatera Utara. Adapula yang dilakukan tim kampanye di Probolinggo hingga Ciamis
dengan pembagian uang tunai disertai stiker dan sembako. Laporan ini dibuat Koalisi
Masyarakat Sipil berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh relawan di lapangan sepanjang
masa tenang 14-16 April 2019, pemantauan media untuk pemilu luar negeri selama 8 April
hingga 14 April 2019 dan pemantauan media pada H-1 hingga H Pemungutan suara pukul 21.00
WIB. Adapun lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil ini ialah Mata Rakyat
Indonesia, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Kode Inisiatif, Indonesia
Corruption Watch (ICW) dan Lingkar Madani Indonesia (LIMA). Kemudian Komite Pemilih
Indonesia (TePI) Indonesia serta Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).

a. Mengidentifikasi pelanggaran demokrasi.


Pelaku : Bawaslu dan Oknum Oknum
Lokasi : Jakarta
Jenis pelanggaran : Pelanggaran teknis dan administrasi
Waktu : 2019
b. Apa penyebab terjadinya pelanggaran
Faktor Penyebab : Pelanggaran teknis dan administrasi menjadi temuan terbanyak yang
diindikasikan dengan enam masalah. "Ada 204 temuan DPT yang tidak terpasang di TPS,
93 temuan keterlambatan pembukaan TPS, 20 temuan surat tertukar dan rusak . Ada 9
temuan surat yang kurang, 5 surat suara yang tercoblos dan 6 temuan mengenai TPS yang
ditutup tidak tepat waktu

c. Solusi :
3. Sumber berita : jpnn.com
Link : https://www.jpnn.com/news/rakyat-kritis-ditangkapi-demokrasi-mundur-di-satu-tahun-
jokowi-amin
Judul : Rakyat Kritis Ditangkapi, Demokrasi Mundur di Satu Tahun Jokowi-Amin Artikel ini
telah tayang diJPNN.comdengan judul "Rakyat Kritis Ditangkapi, Demokrasi Mundur di Satu
Tahun Jokowi-Amin",
Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, demokrasi mengalami kemunduran di satu tahun
pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Salah satu penyebab, banyak pihak terkait unjuk rasa
menentang kebijakan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang ditangkap aparat keamanan. "Saya
kira itu menjadi salah satu bukti demokrasi mengalami penurunan dan kemunduran. Banyak rakyat yang
kritis ditangkap. Aktivis diborgol seperti tahanan kriminal," ujar Ujang kepada jpnn.com, Rabu (28/10).
Menurut dosen di Universitas Al Azhar Indonesia ini, penangkapan-penangkapan itu menunjukkan kesan
seolah-olah demokrasi hanya ada di atas kertas. "Demokrasi juga terkesan hanya prosedural, jauh dari
demokrasi substansial. Bahkan demokrasi Indonesia terkesan mengarah ke demokrasi kriminal. Lawan
politik dihajar," ucapnya. Direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini kemudian mengingatkan
pemerintah, kesan yang timbul sangat tidak baik. Karena itu harus segera diperbaki. Jangan sampai
masyarakat menjadi tidak percaya terhadap demokrasi. Padahal, demokrasi penting untuk
mendewasakan masyarakat dalam berpolitik. "Jadi, hal-hal yang tidak baik itu penting menjadi catatan
bagi Pemerintahan Jokowi-Amin. Misalnya yang lain, muncul kesan aspirasi rakyat tak didengar. Padahal
rakyat pemilik kedaulatan. Kemudian, muncul juga kesan pemerintah bersama DPR bekerja
membelakangi rakyat. Saya kira hal-hal ini perlu untuk segera diperbaiki,"

a. Mengidentifikasi pelanggaran demokrasi.


Pelaku :
Lokasi : Jakarta
Jenis pelanggaran : Rakyat Kritis Ditangkapi
Waktu : 2019
b. Apa penyebab terjadinya pelanggaran
Faktor Penyebab : Banyak pihak terkait unjuk rasa menentang kebijakan pemerintahan
Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang ditangkap aparat keamanan
c. Solusi : Sebaiknya ada pendekatan an
4. Sumber berita : Sindonews

Link:https://oktavianirani88.wordpress.com/2015/03/16/analisa-kasus-demokrasi-di-indonesia/
Judul berita : Penerapan Sistem Demokrasi di Indonesia

Suap yang terjadi di lingkungan Mahkamah Konstitusi (MK), telah merusak tatanan demokrasi.
Hal itu diungkapkan pengamat politik Heri Budianto. Menurutnya, penangkapan Ketua MK Akil
Mochtar dan anggota DPR berinisial CHN, membuktikan bahwa korupsi merajalela. Tamparan
keras terjadi di MK, sebab selama ini MK dikenal sangat bersih dan mampu membangun kinerja
baik dan positif oleh publik. Namun kejadian ini sangat memalukan dan menunjukkan bahwa
korupsi tanpa pandang bulu, sudah menggerogoti semua institusi negara. Ini membuktikan
bahwa semua institusi negara rentan terhadap korupsi, katanya kepada Sindonews, Kamis
(3/10/2013). Dia mengatakan, peristiwa penangkapan oleh KPK ini juga membuktikan bahwa
sasaran mafia-mafia kasus dan korupsi adalah orang nomor satu di institusi negara. Penangkapan
Ketua MK ini bisa menjadi pintu masuk adanya praktik suap dan kongkalingkong kasus di MK.
Saya berharap KPK nantinya tidak hanya menyidik kasus Kabupaten Gunung Mas, namun juga
sengketa pilkada lain yang bergulir di MK yang melibatkan Akil, pintanya. Hal ini bukan tanpa
alasan, lanjutnya, jika melihat beberapa sengketa yang diputus MK. Kasus MK ini jelas
mencederai demokrasi yang sudah terbangun dengan baik. Bagaimana tidak, suara rakyat yang
disampaikan dalam pilkada begitu mudah diubah keputusannya, oleh lembaga yang memiliki
kewenangan tetap seperti MK, katanya. Ini penghianatan terhadap demokrasi, tidak bisa di
tolerir. Kasus suap Ketua MK ini merusak tatanan demokrasi yang sudah terbangun,
sambungnya.
a. Mengidentifikasi pelanggaran demokrasi
Pelaku : Ketua MK Akil Mochtar dan anggota DPR berinisial CHN
Lokasi : Jakarta
Jenis pelanggaran : korupsi dan suap
Waktu : Kamis, 03 oktober 2013
b. Apa penyebab terjadinya pelanggaran
Faktor internal : penyalahgunaan kekuasaan
Faktor eksternal : kepentingan publik dikesampingkan guna demi kedudukan jabatan
dan kepentingan golongan tertentu yang bertujuan untuk memperkaya diri
c. Bagaimana solusinya
Solusi jangka pendek : melakukan sidak disetiap lembaga dalam proses kinerja yang
dilakukan,
Solusi jangka panjang : pengawasan lebih ketat lagi terhadap pejabat negara bahkan
presiden, sanksi yang lebih tegas kepada pejabat negara yang melakukan korupsi,
tidak pandang bulu dalam penanganan nya, membubarkan lembaga yang merugikan
negara secara tegas
5. Sumber berita :
Link :
Judul :

Anda mungkin juga menyukai