Anda di halaman 1dari 9

Nama : Kho Fifah Nur Aprilia

NIM : 11180510000236
Kelas : Komunikasi Politik (6.A)

IDENTITAS BUKU
Judul: Realitas Komunikasi Indonesia Kontemporer

Sub-BAB: Komunikasi untuk Penyelesaian Konflik

Halaman: 26-29.

Penulis: Dr. Gun Gun Heryanto

Penerbit: IRCiSoD

Tahun Terbit: 2020

Kota Penerbit: Yogyakarta

REVIEW: KOMUNIKASI UNTUK PENYELESAIAN KONFLIK

A. Mental Kerumunan
Seperti yang kita tahu hasil rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Pada hari Selasa (21/05/2019) dini hari, membuat situasi politik nasional kita panas dan
mencemaskan. Sebagian dari mereka yang tak puas atas penetapan tersebut, turun kejalanan
dan yang disayangkan juga berbaur sekelompok pihak yang menjadi penunggang bebas dan
memanfaatkan situasi agar menjerumus chaos sehingga menimbulkan korban meninggal dan
terluka.
Hal yang patut diwaspadai dari gelombang massa yang hadir di jalanan Ibu Kota adalah
mental kerumunan (mob mentality). Mental kerumunan dari segi akademik adalah
bagaimana orang dapat dipengaruhi oleh orang lain untuk mengadopsi perilaku tertentu
berdasarkan emosi, daripada rasionalitas. Ketika individu dipengaruhi oleh mentalitas massa
yang berkerumunan mungkin saja membuat keputusan yang berbeda dari yang mereka
miliki. Bisa jadi, massa yang turun kejalan sejak Selasa (21/05/2019) ada yang murni karena
ekspresi berdemokrasi yakni menyampaikan ketidakpuasan atas hasil penetapan rekapitulasi
suara oleh KPU. Namun, yang dikhawatirkan adalah modus sebagian kelompok yang
memanfaatkan situasi ini untuk membuat keonaran yang disengaja dan bisa memantik
luasnya mental kerumunan di arena unjuk rasa.
Kita tahu bersama bahwa pemilu adalah mekanisme demokratis, maka seharusnya kita
kembali ke jalur konstitusional dalam mengekspresikan konflik elektoral. Setiap orang
memang memiliki hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum, tapi kita
juga harus ingat bahwa kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan oleh orang lain. Oleh
karena itu, pihak-pihak yang memang ingin benar-benar memperjuangkan ketidakpuasan
atas hasil pemilu bisa melalui jalur hukum. Sesuai Pasal 473 Ayat 1 UU No. 7 Tahun 2017
jelas dan tegas menyebutkan, perselisihan hasil pemilu dilakukan melalui Mahkamah
Konstitusi.

B. Gejala Groupthink
Gejala groupthink terjadi ketika seseorang yang berada di dalam kelompok tertentu yang
bergerak bukan karena kesadaran rasionalitas individunya tetapi lebih karena semangat
kebersamaan kelompoknya. Jika pun dalam hatinya tidak setuju, tetapi karena adanya
batasan afliatif seperti loyalitas pada pimpinan, akhirnya tindakannya larut dalam tindakan
kolektif kelompok. Gejala ini, sering kita lihat pada perilaku anggota ormas yang turun ke
jalan, mereka membangun batasan afliatif dengan anggotanya mulai dengan seragam yang
sama, teriakan yang sama, komando bergerak sama, bahkan tindakan modus yang juga
serupa. Saat gejala groupthink bergerak menjadi tindakan yang nyata yang membahayakan
banyak orang, tentu akan sangat merepotkan aparat keamanan dan merugikan banyak orang.

C. Solusi Penyelesaian Konflik Perspektif Komunikasi Politik


Setidaknya ada tiga solusi dari perspektif komunikasi politik untuk untuk penyelesaian
konflik pasca-penetapan hasil pemilu sbb:
1. Kedua pasangan kandidat di pilpres tak cukup hanya pidato yang secara simbolik
memberi pesan damai. Baik Jokowi maupun Prabowo harus menyampaiakn pesan
meminta semua pihak agar menghentikan kekerasan dan kembali ke politik kebangsaan.
Prabowo harus memastikan pesannya dipahami dan dijalankan oleh seluruh timnya, tidak
hanya sekedar retorika yang menimbulkan ada komponen memberi dukungan logistic
untuk memprovokasi aksi massa. Begitupun dengan Jokowi, harus memberi instruksi
agar aparat bertindak proporsional dan persuasif, jangan sampai represif dan memantik
resistensi lebih besar.
2. Memulai diinisiasi pendekatan public realities politik secara berjenjang. Mulai dari
inisiatif perjumpaan Jokowi dan Prabowo yang akan memenangkan kedua pihak yang
terpolarisasi sejak lama. Hal ini juga berlaku di level tim sukses, tim relawan dan lain
lain, sehingga konflik elektoral di dorong ke jalur hukum yakni MK.
3. Peranan tokoh struktur sosial tradisional seperti agamawan dan tokoh masyarakat, untuk
menyemai kedamaian bukan meneguhkan kebencian. Pesan-pesan damai dank anal
konflik konstitusioanl ini dapat diantu resonansinya melalui komunikasi massa oleh
media.
Nama : Kho Fifah Nur Aprilia
NIM : 11180510000236
Kelas : Komunikasi Politik (6.A)

IDENTITAS BUKU
Judul: Realitas Komunikasi Indonesia Kontemporer

Sub-BAB: Kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin

Halaman: 118-121.

Penulis: Dr. Gun Gun Heryanto

Penerbit: IRCiSoD

Tahun Terbit: 2020

Kota Penerbit: Yogyakarta

REVIEW: KEMENANANGAN JOKOWI-MA’RUF AMIN

A. Hitung Cepat
Puncak kontestasi pemilu 2019 sudah dilalui dengan situasi yang kondusif, aman terkendali
paling tidak sampai hari H pencoblosan. Banyak pihak yang menunggu hasil siapa yang
akan menjadi presiden dan wakil presiden, selain juga DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota,dan DPD. Tetapi, pilpres tentu menjadi perhatian lebih karena memasuki
masa kampanye panjang sekitar 7 bulan, pertarungan wacana dan lain-lain.
Jika melihat data-data hitung cepat dan exit poll, pasangan 01 Jokowi-Ma’ruf Amin
sukses mendulang suara lebih banyak dari Prabowo-Sandiaga Uno. Menurut hitung cepat
Litbang Kompas data yang sudah masuk 76,75% dan hasilnya Jokowi-Ma’ruf 54,28%,
sementara pasangan Prabowo-Sandiaga 45,72%. Sementara data Indobarometer dengan data
yang masuk 75,42%, pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul 53,81% dan pasangan Prabowo-
Sandiaga memperoleh suara 46,19%. Charta Politika dengan jumlah data yang masuk
85,9%, memosisikan Jokowi-Ma’ruf memperoleh suara 54,17% dan pasangan Prabowo-
Sandiaga 45,83% dan masih banyak data lembaga-lembaga hitung cepat lainnya yang
memposisikan Jokowi-Ma’ruf unggul dari pasangan Prabowo-Sandiaga.
Data-data yang diperoleh oleh lembaga-lembaga hitung cepat, secara metodeoogis
menggambarkan lebih awal kemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin sebelum real count
KPU diumumkan. Hitung Cepat (quick count) atau Parallel Vote Tabulation (PVTs)
merupakan metode yang diadopsi dari The Natioanal Democratic Institute (NDI). Hitung
cepat bukan sekadar untuk tahu hasil pemilu lebih awal, tetapi juga bisa menjadi data
perbandingan bagi hasil pemilu KPU. Bisa dikatakan hitung cepat dapat dijadikan untuk
mengawasi hasil demokrasi elektoral. Dengan demikian tidak tepat apabila ada pihak-pihak
yang langsung menuduh lembaga-lembaga yang melakukan hitung cepat telah melakukan
persengkokolan memenangkan salah satu pasangan.
Kita harus memahami bahwa hitung cepat merupakan metodologi akademik untuk
memverikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil
pemilu di TPS yang dijadikan sampel. Semakin besar pengambilan sampel di TPS maka
semakin besar peluang akurasi hitungannya. Begitupun apabila satu lembaga dengan
lembaga hitung cepat lainnya memiliki kemiripan data tentang hasil pemilu, maka semakin
mengukuhkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.

B. Kemenangan Kita
Respon Jokowi saat menyampaikan pidato kemenangan (victory speech) di Jakarta Theater,
Rabu (17/04) petang ada yang menarik. Setidaknya ada tiga subtansi pesan yang
disampaikan dalam pidato singkat Jokowi diantaranya sbb:
1. Jokowi meminta agar seluruh masyarakat Indonesia bersabar, menunggu hasil resmi
yang akan diumumkan oleh KPU.
2. Jokowi menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Pesan inilah
yang menjadi sangat penting, mengingat situasi kontestasi yang snagat menggerus
semangat kekitaan sebagai warga bangsa akibat perbedaan pilihan yang ada di tengah
masyarakat.
3. Jokowi mengucapkan terima kasih kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP. Selain juga
mengapresiasi kinerja jajaran Kepolisian dan TNI, yang mengamankan dan membantu
ketertiban selama proses Pemilu 2019 di berbagai daerah di Indonesia.

Kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin, harus dimaknai sebagai tugas berat keduanya untuk
mengemban amanah sebagai pemimpin nasioanl. Banyak tantangan yang akan dihadapi
Jokowi-Ma’ruf Amin di periode kedua. Tidak bisa berleha-leha dan mengumbar retorika,
saatnya kembali kerja, kerja, dan kerja!
Nama : Kho Fifah Nur Aprilia
NIM : 11180510000236
Kelas : Komunikasi Politik (6.A)

IDENTITAS BUKU
Judul: Media Komunikai Politik

Sub-BAB: Demokratisasi Kampanye di Media Penyiaran Mungkinkah?

Halaman: 89-123.

Penulis: Dr. Gun Gun Heryanto

Penerbit: IRCiSoD

Tahun Terbit: 2018

Kota Penerbit: Yogyakarta

REVIEW: DEMOKRATISASI KAMPANYE DI MEDIA PENYIARAN MUNGKINKAH?

Kampanye di media pada pemilu 2019 banyak menggunakan media, baik cetak maupun
elektronik. Seperti yang kita tahu kampanye yang dilakukan pada masing-masing pasangan
menggunakan media televisi untuk mengkampanyekan calon presiden dan wakil presiden 2019.
Bisa kita lihat masing-masing partai berlomba-lomba untuk memperoleh suara dari kampanye.
Namun perlu digarisbawahi, bahwa kampanye menggunakan media penyiaran dapat
menimbulkan efek negative, yaitu memecah belah persatuan.

Sering kita lihat media-media televise swasta memiliki dukungan yang berbeda-beda
pada calon presiden dan wakil presiden. Terakadang media media penyiaran juga menyalahi
aturan-aturan yang telah dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Untuk itu dalam kasus
kampanye melalui media penyiaran dapat dilakukan apabila tidak menyalahi aturan-aturan yang
telah dibuat dan dilakukan secara sehat.

Anda mungkin juga menyukai