Anda di halaman 1dari 4

Partai-partai Korup kembali Mendulang Suara

Oleh : Fendi Agus Syaputra

1710812024

Tahun 2019 menjadi saksi bisu perhelatan pesta demokrasi indonesia. Banyak hal
menarik dalam kontestasi politik tahun ini,mulai dari panasnya duel politik antar pasangan
capres,munculnya partai-partai baru,hingga partai-partai mendulang suara padahal memiliki
rekam jejak sebagai partai yang kadernya banyak terjerat kasus korupsi.

Dari sekian banyak fenomena dalam kontestasi politik tahun ini,kemenangan partai-
partai “korup” menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dikupas lebih dalam.
Berdasarakan data yang dikutip dari infografis yang disusun oleh detik.com dengan rentang
waktu tahun 2014-2017 menempatkan partai GOLKAR sebagai peringkat satu partai yang
paling banyak korupsi diikuti oleh PDI-Perjuangan dan Demokrat diposisi kedua dan ketiga.
Jika kita menelisik lebih jauh,berdasarkan data yang dihimpun oleh KPKWATCH dengan
rentang waktu 2002 hingga 2014 tercatat bahwa ada 118 kader partai PDI-Perjuangan yang
terjerat kasus korupsi,diikuti oleh PAN dengan 88 kadernya,dan GOLKAR dengan 73
kadernya yang juga terlibat korupsi.

Berdasarkan data diatas,terlihat bahwa ada beberapa partai yang cukup dekat dengan
kasus korupsi. Dari kurun waktu yang cukup panjang terlihat bahwa ada partai-partai tertentu
yang selalu menempati posisi 3 besar pemuncak dalam deretan daftar statistik partai-partai
yang terlibat kasus korupsi. Partai-partai besar yang tidak pernah absen dalam daftar partai
penyumbang nama-nama koruptor.

Meskipun begitu,dengan rekam jejak sebagai partai-partai pencetak koruptor


terbanyak,justru pada setiap kontestasi politik partai-partai tersebut masih mampu untuk
mendulang suara. Hal ini terlihat pada tahun 2009 PDI-Perjuangan memperoleh 14,03 %
suara,pada tahun 2014 meningkat menjadi 18,95% suara,dan pada tahun 2019 berdasarkan
hasil hitung cepat oleh lembaga Quick count Saiful Mujani Riset & Consulting (SMRC)
PDI-Perjuangan memperoleh suara sebanyak 19.43%. sementara itu pada tahun 2009 Partai
GOLKAR memperoleh suara sebanyak 14,45% suara,pada tahun 2014 meningkat menjadi
14,75% suara,dan pada tahun 2019 berdasarkan hasil hitung cepat oleh lembaga Quick count
Saiful Mujani Riset & Consulting (SMRC) Partai Golkar memperoleh suara sebanyak 12,14
suara.
Mengejutkan memang,bagaimana bisa partai-partai yang sudah terbukti terlibat begitu
banyak korupsi namun masih saja memperoleh begitu banyak suara dan menjadi pemuncak
dalam kontestasi politik. Ada apa dengan demokrasi kita?,merupakan pertanyaan yang cukup
rasional untuk diajukan atas fenomena aneh tapi nyata ini. Ada apa dengan pemilih kita,apa
yang menjadi alasan mereka tetap memilih partai-partai tersebut.

Ada beberapa hal yang mungkin menjadi sebab mengapa partai-partai tersebut masih
mampu berjaya serta bertahan dengan mendulang banyak suara meskipun mereka adalah
pabrik penghasil koruptor. Pertama,mulai dari nama besar mereka sebagai partai yang sudah
begitu lama berdiri,seperti Golkar yang berdiri semenjak tahun 1964,serta PDI-Perjuangan
yang lahir dalam gerak gelombang reformasi tahun 1999,sehingga nama mereka sudah sangat
membumi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sehingga ketika membuka surat suara
didalam bilik suara,para pemilih lebih familiar dengan logo-logo partai tersebut. Dan bisa
juga dikarenakan partai yang sudah berdiri cukup lama menyebabkan pemilih menjatuhka
pilihan dengan dalih partai itu sudah memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam politik
dan mengelola pemerintahan.

Kedua,tidak berjalannya fungsi edukasi politik baik dari partai politik maupun
pemerintah. Hal ini sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat untuk menentukan pilihan.
Fungsi edukasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar memiliki
pertimbangan untuk menjatuhkan pilihan. Sayangnya,edukasi politik hanya berjalan ketika
waktu-wakru pemilihan umum sudah didepan mata,dan seringkali edukasi tersebut hanya
berisi pencitraan partai dengan cara memaparkan prestasi dan janji,namun menutupi fakta
bahwa mereka terlibat banyak kasus korupsi. Hal ini tentu menyebabkan masyarakat kurang
memiliki pengetahuan tentang partai-partai politik peserta pemilu,dan pada akhirnya memilih
partai-partai korup tersebut.

Ketiga,pemilihan umum serentak antara pemilihan presiden dengan pemilihan calon anggota
legislatif. Hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pemilihan calon anggota
legislatif. Perhatian publik cenderung lebih fokus ke pasangan calon presiden,terlebih lagi media
massa lebih fokus untuk membahas rekam jejak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Hal ini membuat masyarakat minim informasi soal pemilihan legislatif. Karena yang lebihb disorot
adalah calon presiden,bukan calon legislatif.

Padahal kontestasi pemilu tidak hanya soal pemilihan presiden,tapi juga pemilihan calon
anggota legislatif. Dampaknya adalah masyarakat memiliki kemantapan dalam memilih calon
presiden dan calon wakil presiden,namun kebingungan dalam menentukan pilihan dalam memilih
calon anggota legislatif. Hingga pada akhirnya,mereka menjatuhkan pilihan dengan asal-asalan. Dan
akhirnya,partai-partai korup mendulang suara kemenangan.

Keempat,kurangnya informasi melalui media massa soal rekam jejak partai-partai politik
peserta pemilu. Terlihat bahwa banyaknya media massa yang seringkali tidak memberikan informasi
pada khalayak ramai perihal rekam jejak partai politik yang ada. Cenderung pemberitaan yang ada
hanya sisi baiknya saja. Sedangkan sisi buruknya ditutup-tutupi. Padahal kita menyadari bahwa media
massa menjadi salah satu referensi publik untuk menetapkan pilihan dalam pemilu. Dengan kondisi
media massa seperti itu menyebabkan bahwa sejumlah partai politik tertentu ternyata memiliki rekam
jejak korupsi yang cukup banyak. keterbatasan informasi seperti itu menjadikan partai politik korup
itu memiliki peluang untuk menang.

Ada begitu banyak dampak atas menangnya partai-partai politik langganan KPK tersebut.
Salah satunya ialah kerugian negara akibat uang yang mereka gelapkan. Misalnya saja pada tahun
2014 PDI-Perjuangan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp205.000.000,00 serta Partai Golkar
menyebabkan kerugian negara sebesar Rp198.000.000,00.

Sampai kapan mereka yang menguras uang negara akan terpelihara?. Ada begitu banyak
pekerjaan rumah tidak hanya pemerintah,namun semua elemen masyarakat baik itu
mahasiswa,maupun masyarakat luas untuk menegaskan bahwa tiada tempat bagi partai-partai yang
ketagihan melakukan korupsi. Harus ada upaya untuk mencerdaskan pemilih,dengan membuka mata
mereka untuk mengetahui data dan fakta kasus-kasus korupsi yang menyangkut berbagai partai
politik.Jangan biarkan mereka parah pemilih justru kebingungan untuk menentukan pilihan,merasa
terkejut ketika diberi pemaparan bahwa partai yang mereka pilih selama ini justru merupakan partai
yang paling banyak korupsi,paling banyak merugikan negara. Dengan cara melakukan transparansi
informasi melalui media massa,menjalankan fungsi edukasi politik yang terbuka tanpa ada yang
ditutup-tutupi serta dilakukan secara berkala baik oleh partai politik,pemerintah,maupun mahasiswa.
Agar pemilih kita memilih dengan cerdas sehingga mereka tak lagi tertipu dengan janji-janji manis
para politisi yang justru berakhir dengan korupsi.

Untuk mewujudkan negara yang bersih dari korupsi,maka harus diwujudkan demokrasi yang
bersih. Memastikan semua pemilih tidak lagi buta politik,sehingga memilih tanpa pertimbangan.
Menjadikan kompetisi yang seimbang,agar tak hanya fokus pada pemilihan presiden saja,namun juga
pada pemilihan legislatif.

Oleh karena itu,mari bergerak bersama-sama untuk menghapuskan korupsi,menyelamatkan


negara ini dari mereka tikus-tikus berdasi yang begitu rakus menjarah negeri ini. Dengan cara tidak
memilih partai yang terlibat korupsi,agar mereka sadar bahwa tiada tempat bagi korupsi di negara
kita tercinta ini. Mari bijak dalam memilih,cerdas dalam berdemokrasi.

Anda mungkin juga menyukai