Anda di halaman 1dari 7

Deineira Diga Zahra Winona Puteri

153180082
Komunikasi Politik D

Analisis Komunikasi Politik pada Pilkada Serentak 2020


Pilkada serentak 2020 tetap dilaksanakan di tengah-tengah pandemi Covid-19. Hal ini
menuai banyak kritikan dari berbagai pihak. Banyak pihak yang kurang setuju jika pilkada
tetap dilakukan disaat pandemi seperti sekarang ini. Hal tersebut dinilai akan menimbulkan
klaster baru dan berpotensi besar menciptakan lonjakan kasus Covid-19.
Pelaksanaan pilkada ini mundur dari jadwal sebelumnya, 23 September 2020, akibat
pandemic Covid-19. Jokowi meminta pilkada tetap dilaksanakan dengan mematuhi protokol
kesehatan. “Penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan dan tidak bisa menunggu sampai
pandemic berakhir, karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan pandemi
Covid ini berakhir.” ujar Jokowi saat memberikan arahan dalam rapat terbatas tentang lanjutan
pembahasan 'Persiapan Pelaksanaan Pilkada Serentak' seperti yang disiarkan di akun Youtube
Sekretariat Presiden, Selasa (8/9). (cnnindonesia.com)
Para pasangan calon kini telah memulai kampanye, baik secara tatap muka maupun secara
daring. Kampanye dijadwalkan dimulai pada 26 September sampai 5 Desember, dan masa
tenang dimulai pada 6-8 Desember. Kampanye secara tatap muka dilaksanakan dengan
melakukan personal approach kepada masyarakat, sedangkan kampanye secara daring
dilakukan dengan pemasangan iklan di media sosial.
Pada hari Rabu (23/09) KPU menetapkan Peraturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum no.
13 tahun 2020 yang merevisi peraturan sebelumnya. Pasal 58 dalam peraturan baru
menyatakan para kandidat dalam Pilkada serentak 2020 harus mengutamakan kegiatan
kampanye di media sosial dan media daring. KPU juga membatasi penayangan iklan kampanye
di media sosial dan media daring hanya selama 14 hari sebelum dimulainya masa tenang pada
tanggal 6 Desember. Pada pasal 88C, KPU dengan tegas melarang tim kampanye
melaksanakan kegiatan yang biasanya mengumpulkan massa dalam jumlah besar seperti rapat
umum, kegiatan kebudayaan seperti pentas seni atau konser musik, kegiatan olahraga,
perlombaan, kegiatan sosial, atau peringatan hari ulang tahun partai politik. (bbc.com)
Meskipun begitu, hasil sigi Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia menunjukan 50,2
persen responden menilai Pilkada 2020 harus ditunda. Sementara itu, sebanyak 43,4 persen
publik menilai Pilkada 2020 mesti tetap digelar pada Desember 2020. Selain survei tersebut,
Mahasiswa kelas Komunikasi Politik Peminatan Jurnalistik dan Media Massa Universitas
Bakrie Jakarta juga melakukan survei persepsi politik mahasiswa terhadap Pilkada 2020.
Survei mahasiswa tersebut menunjukkan hasil bahwa mayoritas mahasiswa setuju pelaksanaan
Pilkada 2020 perlu ditunda. Jajak pendapat dilakukan sejak 29 September hingga 9 Oktober
2020 terhadap 224 mahasiswa dari 54 kampus dari 22 kota yang mengadakan Pilkada, mulai
dari Medan sampai Manokwari. Mayoritas koresponden menjawab tidak setuju
diselenggarakannya Pilkada serentak pada 9 Desember nanti. Berdasarkan hasil survei
tersebut, 75 persen koresponden memilih Pilkada ditunda dengan alasan masih
adanya pandemi Covid-19. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 58 persen yang
memilih Pilkada 2020 ditunda beralasan bahwa Pilkada akan memperbesar penularan virus
Corona. Alasan lain, yaitu kekhawatiran mereka akan turunnya partisipasi politik masyarakat
karena takut tertular Covid 19. (tempo.com)
Berdasarkan uraian fenomena Pilkada Serentak 2020 di atas, dapat kita analisis peran-peran
infrastruktur dan suprastruktur sistem politik dalam komunikasi politiknya. Dalam suatu sistem
politik yang demokratis, terdapat subsistem suprastruktur politik (lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif) dan subsistem infrastruktur politik (partai politik, organisasi kemasyarakatan,
kelompok kepentingan, dll) –nya. Proses politik berkenaan dengan proses input dan output
sistem politik.
Komunikasi politik model input merupakan proses opini berupa gagasan, tuntutan, kritikan,
dukungan mengenai suatu isu-isu aktual yang datang dari infrastruktur ditujukan kepada
suprastruktur politiknya untuk diproses menjadi suatu keputusan politik (berupa undang-
undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan sebagainya). Sedangkan komunikasi
politik model output adalah proses penyampaian atau sosialisasi keputusan-keputusan politik
dari suprastruktur politik kepada infrastruktur politik dalam suatu sistem politik. Sebagai
proses politik, komunikasi berperan menghubungkan bagian-bagian dari sistem politik.
Dalam permasalahan Pilkada Serentak 2020 ini, subsistem suprastruktur politik (Presiden
& KPU) berperan menjadi komunikan ketika mereka menerima kritikan dari berbagai pihak
dari subsistem infrastruktur politik. Ketika Lembaga Survei Indikator Politik dan Mahasiswa
kelas Komunikasi Politik Peminatan Jurnalistik dan Media Massa Universitas Bakrie Jakarta
mengadakan survey mengenai pelaksanaan pilkada tersebut, secara tidak langsung mereka
telah menyampaikan aspirasi mereka terhadap keputusan Presiden tersebut. Terlebih lagi
ketika hasil survey tersebut diumumkan, maka mereka menunjukkan bahwa pihak-pihak dari
subsistem infrastruktur politik tidak setuju dengan keputusan tersebut.
Selain kelompok mahasiswa dan tokoh-tokoh politik, disini wartawan juga berperan sebagai
komunikator infrastruktur politik. Wartawan berperan dalam menuliskan fakta-fakta atau
kejadian-kejadian yang ada di lapangan untuk kemudian disebarkan di media massa. Dengan
adanya media, aspirasi-aspirasi dari masyarakat dapat tersampaikan ke subsistem suprastruktur
sistem politik.
Subsistem infrastruktur pun dapat menjadi komunikan dalam permasalahan ini. Ketika KPU
menetapkan Peraturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum no. 13 tahun 2020 yang merevisi
peraturan sebelumnya, subsistem suprastruktur ini menjadi komunikator dengan menetapkan
kebijakan. KPU juga menetapkan beberapa peraturan mengenai pelaksanaan kampanye
pilkada untuk dipatuhi oleh para pasangan calon. Hal ini menunjukkan bahwa KPU menjadi
komunikator dalam komunikasi politik dan para pasangan calon serta masyarakat menjadi
komunikan.
Selain KPU, Presiden berperan menjadi komunikator ketika memutuskan bahwa pilkada
tetap harus dilakukan. Beliau juga menghimbau untuk tetap mematuhi protokol kesehatan
dalam pelaksaan pilkada 2020 ini. Dengan begitu, ifrastruktur berperan menjadi komunikan
dalam aktivitas komunikasi politik.
Aktivitas komunikasi politik yang baik adalah bagaimana komunikasi antara suprastruktur
dan infrastruktur dapat berjalan dengan seimbang. Bila hanya salah satu yang dominan dalam
aktivitas komunikasi politik tersebut, maka hal tersebut tidak baik bagi berlangsungnya proses
komunikasi politik. Pesan-pesan dalam aktivitas tersebut seharusnya dapat tersampaikan
dengan benar dan terdapat feedback yang sesuai.
Namun, dalam persoalan pilkada 2020, proses komunikasi politik kurang berjalan dengan
baik. Subsistem suprastruktur mendominasi proses komunikasi politik tersebut. Ketika
infrastruktur telah menyampaikan aspirasinya hingga melakukan survei mengenai persoalan
ini, feedback yang diberikan dari pihak-pihak suprastruktur politik tidak sesuai harapan
masyarakat. Pilkada 2020 tetap dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Beberapa tokoh politik juga mengkritisi hal ini. Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan
serentak pada tanggal 9 Desember 2020 ini dinilai dapat meningkatkan penularan Covid-19.
Walaupun dengan protokol kesehatan yang ketat, pilkada 2020 tetap berpotensi membentuk
klaster baru.
Analisis Komunikasi Poltik Pemerintahan Orde Baru
Pemerintahan orde baru dimulai sejak tahun 1966-1998, yang mana dipimpin oleh Presiden
Soeharto. Dalam jangka waktu tersebut, dapat dikatakan ekonomi Indonesia berkembang
secara pesat. Berjayanya Orde Baru selama 32 tahun disebabkan karena kekuatan politik yang
didapatkan dari proses konsolidasi politik mulai rezim ini muncul. Orde Baru memperoleh
kejayaannya sejak era 1970-an, ditandai dengan penyelesaian Peristiwa Malari pada tahun
1974 oleh kekuatan militer dan jaringan politik Soeharto lainnya.
Watak anti partai politik yang diterapkan Orde Baru dapat menunjukkan bahwa rezim ini
lebih memilih untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dengan
mengesampingkan masalah politik dalam masyarakat. Terwujudnya paham seperti itu juga
tidak terlepas dari bagaimana peran para ekonom teknokrat yang memprakarsai
Pembangunanisme pada rezim Orde baru. Mereka berpendapat bahwa politik harus
dikesampingkan dahulu untuk memberi kesempatan pada pembangunan.
Orde Baru juga memanfaatkan beberapa struktur ide untuk melegitimasi setiap gerakan
politiknya, sehingga meskipun gerakan politik rezim ini bertentangan dengan
kamaslahatan bersama, tetapi rakyat tetap dapat ‘menerimanya’. Struktur ide tersebut
diantaranya adalah, konsep negara integralistik, developmentalisme, Dwi Fungsi ABRI,
monopoli penafsiran Pancasila, anti komunisme dan pengkambinghitaman demokrasi.
Dengan memanfaatkan beberapa struktur tersebut, rezim orde baru menjadi sangat kuat dan
dapat bertahan lama. Namun, kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa orde baru juga
sangat meningkat. Pada masa ini, pihak-pihak yang tidak setuju dengan pemerintahan akan
diancam. Rakyat, mau tidak mau, dipaksa untuk tetap patuh terhadap pemerintah.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa subsistem suprastruktur mendominasi proses
komunikasi politik di Indonesia. Subsistem infrastruktur tidak memiliki ruang bebas untuk
berpendapat atau bahkan mengkritisi pemerintah. Mereka terus menerus menjadi komunikasn
dalam proses komunikasi politik.
Tak hanya rakyat, namun media-media massa yang ada pada saat itu juga sangat dikontrol
oleh subsistem suprastruktur. Berita-berita yang tersebar ke masyarakat tidak sesuai dengan
fakta yang ada. Pemerintah memiliki kendali penuh atas tersebarnya berita-berita di media
massa. Hal ini bertujuan agar pemerintah tetap memiliki citra yang baik di mata masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi politik selama masa ode
baru tidak seimbang. Salah satu pihak dari system politik, suprastruktur, mendominasi proses
komunikasi politik. Hal ini menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah hingga akhirnya rezim ini runtuh pada tahun 1998.
Analisis Komunikasi Politik Pemerintahan SBY (2009-2014)
Bermula dari jatuhnya rezim orde baru, maka munculah pemerintahan pasca orde baru.
Pemerintahan pasca orde baru dimulai dari masa pemerintahan B.J. Habibie. Selama masa
pemerintahan pasca orde baru, pemerintahan berjalan lebih demokratis dan HAM lebih diakui.
Rakyat memiliki ruang gerak yang bebas untuk menyatakan pendapat mereka terhadap
pemerintahan.
Adanya jaminan kebebasan pers pasca orde baru merubah wajah media yang selama ini
terkekang menjadi bergeliat bangkit. Dimensi kebebasan ini begitu dimanfaatkan oleh media
sehingga pemberitaan terkadang tidak terkontrol dan mulai menunjukan kepentingan
didalamnya. Era kebebasan media dapat dimaknai sebagai kebebasan dari kekangan orde baru
namun tidak dari kepentingan yang lain.
Proses komunikasi politik mulai berjalan dengan baik dan seimbang. Adanya hubungan
timbal balik yang seimbang dari subsistem suprastruktur dan infrastruktur politik. Pemerintah
lebih memperhatikan apa yang diinginkan rakyat dan memberikan feedback yang terbaik untuk
rakyat.
Seiring berkembangnya zaman, proses komunikasi politik semakin modern. Kampanye-
kampanye tidak hanya dilakukan secara langsung atau face-to-face, namun juga melalui media
digital. Media sosial memiliki peran penting dalam hal tersebut. Partai-partai politik mulai
beriklan di media sosial.
Media sosial memili peran besar selama pemerintahan SBY-Boediono (2009-2014). Mulai
tahun 2012, SBY mulai aktif menggunakan sosial media dalam menjalani proses komunikasi
politik. Dengan adanya media sosial, pemerintah lebih terbuka kepada masyarakat dan kita pun
bisa mengetahui aktivitas-aktivitas pemerintahan. Suprastruktur politik dapat menjadi lebih
dekat dengan infrastruktur politik dengan media sosial.
Pemerintahan SBY-Boediono tidak selamanya berjalan dengan lancar. Proses komunikasi
politiknya pun tetap ada masa naik dan turun. Tidak selamanya proses komunikasi yang terjadi
pada masa pemerintahan SBY-Boediono berjalan dengan seimbang. Ketika infrastruktur
politik mengkritisi pemerintahan SBY-Boediono, tidak semuanya diindahkan. Tetap ada
beberapa keinginan masyarakat yang tidak dapat dikabulkan oleh pemerintahan.
Namun, jika dibandingkan dengan masa pemerintahan orde baru, pemerintahan pasca orde
baru proses komunikasi politiknya lebih seimbang. Pada masa pemerintahan SBY-Boediono,
pemerintah memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat. Dalam pengambilan keputusan,
memang pemerintah dinilai lamban. Walaupun terkesan lamban dan menuai kritik, namun
dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang diambil merupakan keputusan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarabi. 2010. Kajian Komunikasi Kritis Terhadap Ekonomi Politik Media. Idea, 4 (17).
Sivfian Hendra Legowo, IG. Krisnadi, dan Hendro Sumartono. 2013. Dinamika Politik Rezim
Orde Baru Di Indonesia Studi Tentang Kegagalan Konsolidasi Politik Rezim Orde Baru
Pada Tahun 1990-1996. Publika Budaya. 1 (1), 16-24.
Abdussamad. 2008. Tantangan Dan Prospek Komunikasi Politik Indonesia Dalam Negara
Kesejahteraan. 5 (3).
Danial, Akhmad. 2009. Iklan Politik TV Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru.
Yogyakarta: PT. LKis Printing Cemerlang.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54299548
https://nasional.tempo.co/read/1399294/survei-indikator-502-persen-publik-setuju-pilkada-
2020-ditunda
https://nasional.tempo.co/read/1398210/survei-mahasiswa-mayoritas-responden-berharap-
pilkada-2020-ditunda
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200908114433-32-543915/jokowi-pilkada-
serentak-2020-harus-tetap-dilakukan

Anda mungkin juga menyukai