Anda di halaman 1dari 3

Nama: Dini Dayanti

Nim: 200609500009

Mata Kuliah: Sosiologi Politik dan Birokrasi

Tugas Review Diskusi Publik yang bertema :

"Penataan Kampanye Politik di Media Sosial untuk Persiapan Pemilu dan Pilkada
Serentak Tahun 2024 yang informatif dan Edukatif".

Melihat bagaimana masifnya penggunaan media sosial sebagai wadah


kampanye politik maka perlu adanya pengawasan, pengkoordinasian, dan
pembatasan capes pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 yang akan datang. Hal
ini juga diungkapkan oleh bapak Uslimin selaku komisioner KPU Sulsel, beliau
juga mengatakan bahwa berdasarkan data jumlah pengguna aktif media sosial di
Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara
dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri. Hal demikian karena Media sosial
merupakan platform yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita
sehari-hari. Dengan media sosial, kita akan terhubung dengan orang-orang dari
seluruh dunia, berbagi pikiran dan pendapat, serta memperluas pengetahuan kita
tentang berbagai topik.

Kampanye di media sosial menjadi sesuatu yang terhindarkan, kampanye


sendiri dapat didefinisikan sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang
ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemili dengan menawarkan visi,
misi, program, dan atau citra diri peserta pemilu. Sedangkan yang termasuk
kedalam peserta pemilu adalah anggota masyarakat atau warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Media dalam kampanye pemilu ada empat
4 yaitu, iklan kampanye, lembaga penyiaran publik maupun swasta dan media
sosial.

Pengaturan kampanye di media sosial diatur dalam UNDANG-UNDANG


pasal 36, 37, 40, 41, 69 dimana dalam pasal-pasal ini berisi apa-apa saja yang
boleh dan tidak boleh dilakukan di media sosial bagi kampanye pemilu berupa
pembatasan dan pengawasan terhadap kampanye dalam pemilu yang jika dapat
terlaksana maka pemilu tahun 2024 akan berjalan dengan baik, aman dan damai.
Dan juga tidak kalah penting yaitu bagaimana mencegah hoaks atau berita palsu
yang dengan mudah menyebar melalui media sosial utamanya yang dilakukan
oleh peserta kampanye nah adapun beberapa upaya menghindari hoax seperti
yang di jelaskan oleh pak Uslimin dalam pptnya yaitu melalui literasi yang baik,
fatwa, UU ITE, deklarasi, jaringan relawan yang dibutuhkan untuk memantau
situasi kampanye di media sosial ini bisa dilakukan mahasiswa, dan yang terakhir
yaitu perayaan kegiatan lintas agama dan kelompok.

Penataan kampanye politik di media sosial yang informatif dan edukatif


menurut bapak Saiful Jihad sebagai anggota Bawaslu Sulawesi Selatan yang
disampaikannya melalui seminar politik di Balroom Pinisi bahwa ada 4 hal yang
harus diperhatikan diantaranya yaitu yang pertama regulasi terkait kampanye
politik di media sosial, isu terkait kampanye politik di media sosial, penanganan
pelanggaran kampanye di media sosial, dan upaya strategi Bawaslu. Seperti sudah
dijelaskan diatas regulasi kampanye pemilu di media sosial di atur dlm UU
begitupun terkait isu kampanye politik. Adapun upaya strategis yang dilakukan
oleh Bawaslu, yaitu kerjasama dan koordinasi aktif dengan multi stakeholder
diantaranya ada, kominfokom sebagai Edukasi dan dukungan Kebijakan, Platform
Media Sosial sebagai Edukasi dan dukungan Kebijakan untuk Men-takedown
postingan yang dinilai melanggar, Tim cyber Kepolisian Untuk Penindakan
terhadap pelaku penyebaran ujaran kebencian dan pelanggaran UU ITE, Mafindo
sebagai untuk edukasi dan penyebaran informasi yang sehat, Ceck-Fakta dengan
Pengecekan informasi yang beredar untuk mamastikan kebenarannya sebelum
disebar, Komunitas Milenial sebagai Edukasi dan Penyebaran Informasi yang
benar kepada kaum muda dan yang terakhir mengembangkan aplikasi JARIMU
AWASI PEMILU.

Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta seminar terkait


kampanye politik di media sosial yaitu pertanyaan pertama bahwa bagaimana
menangani buzzer-buzzer yang dimana dia menyembunyikan identitasnya untuk
kemudian mengunggulkan salah satu peserta pemilu dan menyebarkan hoax untuk
peserta pemilu lainnya, menurut saya buzzer ini adalah salah satu tekhnik
kampanye yang dalam tanda kurung secara curang yang tentu saja mungkin
diketahui oleh peserta pemilu itu sendiri maka dari itu perlu ada perhatian khusus
oleh segenap stakeholder yang disebutkan oleh pak saiful untuk menangani
masalah buzzer karena kecenderungan hoax yang disebar oleh buzzer sangat
rentang menimbulkan konflik antar pendukung peserta pemilu jadi jangan sampai
pemilu serentak 2024 justru menimbulkan konflik diantara kita.

Pertanyaan kedua yaitu bagaimana mengatasi politik uang atau money


politik menurut politik uang di Indonesia sudah menjadi budaya sangat sulit untuk
dipungkiri karena kepercayaan masyarakat terhadap para wakil rakyat sudah todak
ada lagi jadi menurut masyarakat alangkah baiknya jika calon wakil rakyat ini
mengeluarkan duitnya memang toh nanti juga pasti korupsi nah anggapan seperti
demikian lumrah kita temui di masyarakat. Bagaiman mengatasinya menurut saya
sanksi hukum masih terlalu kecil sehingga calon kandidat pemilu dengan enteng
melakukan perbuatan yang demikian dan kecenderungan kita masyarakat takut
melaporkan karrna takut berurusan dengan perpolitikan semisal saja munir
meninggal karena ingin membongkar kebusukan para penguasa dan politikus di
Indonesia begitupun dengan bapak Novel Baswedan yang disiram wajahnya air
keras sunggu memilihkan dan masih banyak lainnya kekejaman-kekejaman sistem
politik yang pernah terjadi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai