Anda di halaman 1dari 30

Bab V

BAB V
STRATEGI PENGAWASAN TERHADAP
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL PADA PILKADA
KABUPATEN LINGGA TAHUN 2020

Oleh:
Dwi Vita Lestari Soehardi, Ardhi Auliya, Aulia Rahman,
Devie Adelianty, Nur Ikhlas, Ilyas

LATAR BELAKANG
Dalam rangka pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pilkada perlu strategi khusus untuk
mengawasi konten media sosial, perlu upaya-upaya
untuk melakukan pengawasan penggunaan media
sosial untuk kepentingan politik. Hal ini berkaitan
dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, maka
diperlukan pula keseimbangan teknologi yang pesat
tersebut untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pilkada.
Pada setiap pelaksanaan pemilu atau pemilihan
kepala daerah, media sosial merupakan sarana yang
efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan politik
para pasangan calon (paslon) kepada para calon
pemilih. Media sosial seperti Facebook, Youtube,
Instagram, Twiter, WhatsApp dan media sosial lainnya
menjadi media yang sangat populer bagi para paslon
maupun pendukung paslon dalam kontestasi pemilihan
untuk melakukan kampanye politik (Ardha, 2014:105-
120).
Ada beberapa fungsi media sosial dalam pemilu,
diantaranya sebagai alat untuk mendengarkan aspirasi,
alat keterlibatan dalam partisipasi politik, penyampaian
pesan politik dan lain sebagainya (Fayakhun Andiadi,
2017:279). Selanjutnya menurut Lilleker (dalam
Fayakhun Andiadi, 2017:279), ada empat kecendrungan
92
model kampanye di internet dan media sosial, yaitu : 1)
memberikan informasi kepada konstituen tentang
kandidat dan apa saja yang perlu mereka ketahui, agar
tumbuh dukungan untuk memilih kandidat tersebut; 2)
melibatkan konstituen dalam proses partisipasi politik;
3) membujuk konstituen untuk mendukung kandidat;
dan 4) memobiliasi dan berinteraksi dengan konstituen
Internet bukan lagi menjadi barang tabu atau
asing ditengah-tengah masyarakat Kabupaten Lingga,
baik itu kaum muda atau orang tua, semua kalangan
telah menggunakan akses internet dalam
genggamannya. Apalagi dimasa pademi ini banyak
manfaat dan mudharat dari internet ditengah kemajuan
teknologi dan pengembangan industri. Mengingat
meningkatnya pengguna internet dan media sosial di
beberapa wilayah Indonesia, salah satunya di
Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau.
Kabupaten Lingga, merupakan daerah Kepulauan
yang terdiri dari ratusan pulau-pulau kecil yang sulit
dijangkau langsung, namun dengan keberadaan
kemajuan teknologi informasi saat ini, salah satunya
media sosial diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk menyampaikan berbagai informasi
tentang pentingnya pemilukada yang bersih.
Era globalisasi yang inline dengan derasnya
informasi dan komunikasi dapat dibuktikan melalui
banyaknya pengguna internet. Untuk itu, media sosial
memiliki daya tarik untuk digunakan pihak-pihak
tertentu yang memiliki kepentingan, seperti para aktor
politik pemilu untuk dijadikan sebagai sarana
komunikasi politik yang potensial. Melalui internet,
komunikasi politik dapat dilakukan secara lebih
komprehensif pada tiga segmen sekaligus, yaitu massa,
antarpribadi dan organisasi, sehingga internet
cenderung dijadikan sebagai sarana kampanye yang
93
dianggap potensial dan efektif untuk digunakan
(Ratnamulyani dan Maksudi, 2018:154-161).
Kampanye partai atau paslon melalui media sosial
bukanlah hal yang baru bagi perkembangan demokrasi
di Indonesia. Partai politik, calon legislatif, calon
Presiden-Wakil Presiden maupun calon kepala daerah
selalu mengandalkan media sosial sebagai sarana
mengiklankan profil untuk membentuk pencitraan
politik, karena media sosial dianggap cukup efektif
untuk mendongkrak popularitas, akseptabilitas, dan
elektabilitas kandidat sekaligus meningkatkan
perolehan suara dalam setiap pemilihan umum kepala
daerah. Bentuk yang digunakan dalam kampanye
pemilupun beragam, mulai dari iklan langsung, pamflet,
hingga berita mengenai profil setiap pasangan calon.
Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU)
membolehkan paslon maupun tim pemenangan
melakukan kampanye di media sosial. Paslon atau tim
paslon dapat membuat akun resmi di media sosial untuk
keperluan kampanye. Namun, wajib mendaftarkan akun
resminya kepada KPU. Hal ini sudah diatur dalam
rancangan revisi PKPU Nomor 4 tahun 2017 pasal 47.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan
jatah membuat akun resmi di media sosial sebagai
media kampanye bagi paslon dengan puluhan akun.
Untuk tingkat propinsi maksimal 30 akun resmi,
sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, maksimal 20
akun resmi, tentu ini jumlah yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan
akan adanya celah terjadinya pelanggaran, meskipun
akun tersebut sudah didaftarkan di KPU. Dikarenakan
banyaknya jumlah akun resmi yang digunakan setiap
paslon dalam kampanye, bisa saja tidak terkendali dan
berpotensi merugikan salah satu paslon. Sehingga hal

94
ini menjadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu dalam
Pilkada Serentak tahun 2020 ini.
Penelitian ini sangat penting guna mengukur
efektifitas pengawasan konten media sosial dalam
peyelenggaran Pilkada dan untuk mengetahui strategi
pengawasan yang seharusnya dilakukan Bawaslu Kab.
Lingga. Meskipun penelitian ini sudah selesai, tapi
penelitian ini dapat memberikan kontribusi bahwa, jika
selama tahapan kampanye di media sosial masih
berlangsung, maka sudah ada solusi penanganan dan
pencegahannya, sehingga tidak terjadi lagi
penyalahgunaan media sosial.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk
memfokuskan penelitian ini, maka rumusan masalah
yang peneliti susun adalah bagaimana strategi
pengawasan terhadap penggunaan media sosial pada
pilkada Kabupaten Lingga tahun 2020?

SIGNIFIKANSI KAJIAN
Pentingnya kajian ini adalah untuk dapat
melahirkan sebuah strategi yang tepat dalam proses
berlangsungnya pilkada. Kebijakan yang dihasilkan
dalam kajian ini sebagai pengawasan Bawaslu Kab.
Lingga terhadap penggunaan media sosial selama masa
penyelenggaraan pilkada di Kab. Lingga.
Sebagaimana aturan yang berlaku, pelaksanaan
kampanye di masa pandemi Covid-19 lebih banyak
diarahkan menggunakan media daring dan media
sosial. Hal ini tentu berisiko terjadinya pelanggaran
yakni penyebaran hoaks dan disinformasi dengan
memanfaatkan jangkauan internet yang luas. Oleh
karena itu, Bawaslu Kabupaten Lingga melakukan
strategi pengawasan dalam mengawasi lalu lintas media
95
sosial (medsos) untuk memantau kampanye Pilkada
yang dilakukan dari media sosial ataupun daring.
Dikarenakan banyaknya bentuk media sosial
(Facebook, Youtube, Instagram, Twiter, WhatsApp dan
media sosial lainnya), agar penelitian ini fokus dalam
satu kajian atau tidak melebar kemana-mana, maka
media sosial yang diteliti di dalam penelitian ini
dikerucutkan khusus facebook saja. Adapun media
sosial facebook yang dimaksud adalah media sosial
facebook yang sudah didaftarkan di KPU. Pengawasan
dilakukan melalui akun media sosial facebook paslon
dan/atau tim kampanye dari masing-masing paslon,
selain itu respon maupun like dari masyarakat yang
besifat positif ataupun negatif.
Diberitakan oleh KPU Kab. Lingga, berdasarkan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kab. Lingga
Nomor: 96/PL/02.3-Kpt/2014/KPU-Kab/IX/2020, tentang
Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Lingga tahun 2020, ditetapkan bahwa
ada 3 pasangan calon yang ikut serta dalam Pemilihan
Kepala Daerah Kab. Lingga, yaitu: 1) H. Riki Syolihin,
S.fil.I., M.Si dengan H. R. Supri, S.Sos., M.Si, 2)
Muhammad Nizar, S.Sos dengan Neko Wesha Pawelloy,
3) Ir. H. Muhammad Ishak, MM., dengan Salmizi, ST.
Dari data yang dikumpulkan, ketiga paslon ini memiliki
media sosial khusus berupa facebook paslon (data
Bawaslu, 2020).
Adapun signifikansi kajian yang akan dibahas dan
dipaparkan dalam penelitian ini adalah terkait
pemanfaatan media sosial oleh paslon dalam
berkampanye. Dalam penelitian ini, media sosial
facebook paslon terbukti telah digunakan sebagai
medium komunikasi atau kampanye politik para paslon
dan tim yang sedang berjuang untuk memenangkan
proses pemilihan kepala daerah di Kab. Lingga.
96
Kampanye di media sosial diatur dalam PKPU
Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 tahun 2017
tentang kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota
dan Wakil Walikota. Pada Pasal 47 (1) kampanye melalui
media sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
huruf g dilakukan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye.
(1a) Kampanye melalui Media Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama masa
Kampanye dan berakhir sebelum dimulainya masa
tenang. (2) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik,
Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dapat
membuat akun resmi di Media Sosial untuk keperluan
Kampanye selama masa Kampanye, dengan ketentuan:
a. paling banyak 30 (tiga puluh) akun resmi untuk seluruh
aplikasi, untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
dan b. paling banyak 20 (dua puluh) akun resmi untuk
seluruh aplikasi, untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota.
Gagasan membangun jejaring sosial di media
online untuk mendukung aktivitas kampanye telah
menjadi keniscayaan. Ketiga paslon memanfaatkan
momen penting dalam masa kampanye menggunakan
media sosial facebook sebagai saluran komunikasi
kampanyenya secara masif. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, media sosial yang diteliti adalah media
sosial berupa facebook paslon yang sudah didaftarkan di
KPU. Adapun bentuk media sosial paslon yang sudah
didaftarkan di KPU adalah:

97
a. Paslon Ishak dan Salmizi No. 1
https://www.facebook.com/kompak.bisa.5/

Gambar 1. Tampilan Halaman Muka Media Sosial


Facebook Paslon No. 1

b. Paslon Riki Solihin dan Raja Supri No. 2


https://www.facebook.com/kab.linggabahagia/

Gambar 2. Tampilan Halaman Muka Media Sosial


Facebook Paslon No. 2

98
c. Paslon Nizar dan Neko No. 3
https://www.facebook.com/nizar.neko

Gambar 3. Tampilan Halaman Muka Media Sosial


Facebook Paslon No. 3

Melalui situs media sosial facebook tersebut,


masing-masing paslon memiliki strategi
mengomunikasikan pesan politiknya dengan membuat
halaman facebook khusus dukungan untuk dirinya yang
khas. Menariknya, halaman facebook ini dikemas
sedemikian rupa untuk menarik perhatian dan
dukungan. Pada aspek yang lain, strategi komunikasi
politik dilakukan dengan mengemas kegiatan dan pesan
politis melalui media sosial. Komunikasi politik telah
dilakukan oleh paslon. Adapun respon masyarakat
mengenai pesan yang disampaikan bisa dilihat dari
bagaimana masyarakat mengomentarinya melalui
pesan yang dikirim.
Pada umumnya, ada kecenderungan para praktisi
politik menggunakan akun media sosial untuk berbagai
kepentingan, misalnya untuk menyampaikan visi dan
misi serta program kerja, atau untuk pencitraan dirinya
agar lebih dikenal khalayak dalam kampanye pemilu.
Selain itu, media sosial digunakan untuk menjaring dan
99
membentuk opini masyarakat sehingga dapat
mempengaruhi pola pikir dan argumen masyarakat.
Dalam hal pembinaan publik dalam pemanfaatan
media sosial, Bawaslu Kab. Lingga akan tetap selalu
melakukan pengawasan terkait penggunaan media
sosial oleh paslon maupun masyarakat Kab. Lingga.
Untuk itu diperlukan strategi pengawasan terhadap
penyalahgunaan media sosial sebagai media kampanye.
Masih ada penggunaan media sosial untuk hal-hal
negatif seperti penghujatan, pelecehan dan
penyerangan dengan tujuan untuk menjatuhkan pihak
tertentu, maka hal ini perlu adanya tindakan
pencegahan agar tidak berkelanjutan.
Upaya pembinaan masyarakat terhadap
pemanfaatan media sosial dengan benar, tidak untuk
merugikan orang lain, perlu terus dilakukan oleh
Bawaslu Kab. Lingga secara kontiniu. Tidak hanya pada
masa pilkada ini saja, tetapi untuk pemilu selanjutnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji media sosial ketika
digunakan pada masa pilkada di Lingga tahuan 2020.
Pada dasarnya, kontribusi pada penelitian ini adalah
agar ditemukannya formulasi yang tepat dalam
pengawasan berjalannya pemilihan kepala daerah oleh
Bawaslu kedepan, khususnya pengawasan
penyalahgunaan media sosial pada masa
penyelenggaraan pilkada di Kabupaten Lingga tahun
2020.

METODE PENELITIAN
Metode adalah cara bertindak menurut sistem
aturan tertentu. Hal ini bertujuan agar kegiatan praktis
terlaksana secara rasional, terarah dan mencapai hasil
maksimal (Beker, 1986). Agar tercapai maksud dan
tujuan pembahasan pokok-pokok masalah di atas, maka
100
peneliti menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti
adalah jenis penelitian lapangan (field research) yang
dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam
yang dilakukan oleh Bawaslu Kab. Lingga terhadap
penggunaan media sosial pada pilkada Kab. Lingga
tahun 2020.

2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptik-analitik.
Deskriptik adalah menjelaskan suatu gejala atau
fakta, sedang analisis merupakan sebuah upaya
untuk mencari dan menata secara sistematis hasil
temuan Bawaslu Kab. Lingga, kemudian dilakukan
penelaahan guna mencari makna (Sumantri, 1987).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis hasil temuan dan analisa Bawaslu Kab.
Lingga. Data yang terkumpul dideskripsikan dan
dilanjutkan dengan pembahasan seputar peran
media sosial pada pilkada Kab. Lingga tahun 2020.

3. Ruang Lingkup Penelitian


Supaya penelitian ini tidak meluas, maka perlu
dibatasi ruang lingkupnya, yakni sebatas
pengawasan terhadap penggunaan media sosial
pada pilkada Kab. Lingga tahun 2020.

4. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam
memaparkan data-data dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan sosiologis. Pendekatan
sosiologis adalah sebuah pendekatan dimana
101
peneliti menggunakan logika-logika dan teori-teori
sosiologi baik teori klasik maupun modern untuk
menggambarkan fenomena sosial politik yang ada.
Dalam hal ini fenomena penggunaan media sosial
pada pilkada Kab. Lingga tahun 2020.

5. Teknik Pengumpulan Data


Data-data yang sudah terkumpul, kemudian
disatukan dengan teknik pengumpulan data. Teknik
pengumpulan dalam kajian ini terdiri dari:
a. Wawancara, teknik wawancara yang dilakukan
adalah teknik wawancara mendalam (deep
interview). Wawancara dilakukan dengan
masyarakat Kab. Lingga sebagai pemilih tetap
dalam pelaksanaan pilkada di Kabupaten
tersebut (Ahmad, 2003:83).
b. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data
yang sebagian besar fakta dan data tersimpan
dalam bahan yang terbentuk dalam
dokumentasi, baik berupa karya ilmiah, jurnal,
ensklopedi, artikel, ataupun media online
(Suhartono, 1996:70). Peneliti juga
mengumpulkan data-data dengan metode
menganalisa data yang masuk di Bawaslu Kab.
Lingga yang berkaitan dengan pilkada. Dalam
hal ini, peneliti melakukan analisa data terhadap
media sosial yang digunakan pada pilkada Kab.
Lingga tahun 2020.

6. Metode Analisa Data


Analisis data adalah proses penyederhanaan
data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan (Hadi, 1992:136). Setelah data
dianalisa dan diformulasikan lebih sederhana, maka
hasilnya akan diinterpretasikan untuk mencari
102
makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil
penelitian.
Peneliti lebih mempertajam analisis dengan
menggunakan alur berpikir:
a. Analisis deduktif, yakni dengan memahami
kualitas dari data yang diperoleh, kemudian
dibahas secara mendalam tentang penggunaan
media sosial pada pilkada Kab. Lingga tahun
2020.
b. Analisis induktif, yakni metode penalaran yang
bersifat parsial dan khusus untuk kemudian
ditarik kesimpulan yang bersifat umum, ini
merupakan metode pelengkap dan tidak
mendominasi dalam penelitian ini.

7. Landasan Teori
Sebagai pisau analisis, peneliti dalam penelitian
ini menggunakan teori Dramaturgi yang dikemukakan
oleh Erving Goffman (1959). Peneliti tertarik
menggunakan teori Dramaturgi yang dikemukakan oleh
Erving Goffman karena adanya keterkaitan dengan
penggunaan media sosial pada pilkada dengan
pembentukan eksistensi paslon dalam berkampanye
(Wagiyo, dkk, 2004).
Erving Goffman mengemukakan teori mengenai
kehidupan manusia yang disebut dengan teori
Dramaturgi. Kehidupan sosial manusia digambarkan
seperti pertunjukan drama atau teater yang dimainkan
di atas panggung. Maksudnya yakni peran seseorang
yang berinteraksi dan berhubungan dalam kenyataan
sosial melalui jalan cerita yang telah dibuat oleh orang
yang menentukan jalan cerita pementasan drama
tersebut atau di dalam film Kehidupan sosial seseorang
diibaratkan seperti panggung sandiwara dimana

103
seseorang akan memainkan peran tertentu di depan
penonton.
Masyarakat sekarang menjadi kecanduan untuk
terus menggunakan media sosial mereka dan
menunjukkan aktifitas mereka kepada pengguna media
sosial lainnya sebatas mendapatkan komentar atau
pujian yang baik, meskipun faktanya tidak bersungguh-
sungguh melakukan hal itu. Dengan begitu, mereka
akan lebih dikenal di media sosial dibandingkan
lingkungan sekitarnya.
Oleh karena topik pembahasan dalam penelitian
ini membahas mengenai penggunaan media sosial,
sehingga dalam penelitian ini bukan menekankan pada
penggunaan media sosial paslon sebagai media
kampanye, namun lebih kepada bagaimana para paslon
membentuk citranya dalam media sosial dengan
berbagai cara dan upaya-upaya yang dilakukannya
untuk mendapatkan citra yang diinginkan dalam dunia
media sosial tersebut. Sehingga teori ini sangat tepat
dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini.

WAKTU DAN JADWAL KAJIAN


Kajian dilakukan pada rentang tahapan
pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 yaitu
berlangsung sejak bulan Mei sampai Desember, mulai
dari pra riset/kajian sampai pelaksanaan dan asistensi
penulisan kajian.

HASIL DAN REKOMENDASI KAJIAN


Tentang Temuan
Hasil penelusuran terhadap situs media sosial
(facebook) pasangan calon bupati dan wakil bupati Kab.
Lingga, terlihat dinamika komunikasi politik yang
menggambarkan adanya pengembangan media sosial
sebagai sarana kampanye politik dan partisipasi politik
104
masyarakat baik mereka yang mendudukkan diri
sebagai pendukung maupun non pendukung. Mereka
menjalankan aktifitasnya membangun komunikasi
politik terkait materi kampanye pilkada di Lingga tahun
2020.
Berikut bentuk pesan politik dari salah satu paslon
beserta komentarnya:

Gambar 6. Tampilan pesan politik di akun facebook dari


Paslon No. 3

Pesan-pesan politik dikembangkan sesuai


kapasitasnya masing-masing pihak, dalam ruang publik
yang tersedia. Berdasarkan teori Dramaturgi, manusia
belajar memainkan berbagai peran dan kemudian
mengasumsikan identitas yang sesuai dengan peran-
perannya masing-masing. Paslon mengkomunikasikan
pesan-pesan politik dengan cara mengunggah narasi
pesan yang bersifat himbauan atau ajakan, melalui
halaman facebook yang dibuat khusus. Sementara
masyarakat (pendukung dan non pendukung) sebagai
pemilih merespon melalui pesan balik berupa
tanggapan atau komentar dalam ruang komentar. Isi
komentar sangat tergantung bagaimana masyarakat
mendudukkan diri dalam proses komunikasi melalui
media sosial tersebut.

105
Gambar 7. Tampilan balasan komentar masyarakat di
akun facebook dari Paslon No. 3

Berdasarkan teori Dramaturgi, kehidupan sosial


seseorang digambarkan seperti panggung sandiwara
dimana seseorang akan memainkan peran tertentu di
depan penonton. Jadi ketika manusia berinteraksi
dengan sesamanya, seseorang ingin mengelola pesan
yang diharapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya.
Artinya, masyarakat akan menilai dari peran yang
dimainkan masing-masing paslon.
Bagi mereka yang memposisikan sebagai
pendukung, maka isi komentarnya akan bersifat positif,
tetapi bagi yang mendudukan posisinya bukan sebagai
pendukung, maka kecenderungan isi pesannya bernada
negatif.

Gambar 8. Tampilan balasan komentar masyarakat di


akun facebook dari Paslon No. 3

Pada umumnya, ada kecendrungaan para praktisi


politik menggunakan akun media sosial untuk berbagai
kepentingan, misalnya untuk menyampaikan visi dan
misi serta program kerja, atau untuk pencitraan dirinya
agar lebih dikenal khalayak dalam kampanye pemilu.
106
Selain itu, media sosial digunakan untuk menjaring dan
membentuk opini masyarakat sehingga dapat
mempengaruhi pilihan masyarakat, sebagaimana pesan
kampanye salah satu paslon di bawah ini:

Gambar 9. Tampilan pesan politik berupa sosialisasi


politik di akun facebook dari Paslon No. 1

Dalam sosialisasinya, para paslon melalui akun


facebook-nya mengundang partisipasi aktif warga
masyarakat untuk terlibat dalam interaksi komunikasi
dengan pihak pemilih paslon di media sosial facebook.
Pola komunikasi yang digunakan dengan cara
mengunggah pesan komunikasi politik untuk direspon

107
oleh warga masyarakat (pemilih), berikut respon salah
satu masyarakat yang terlibat:

Gambar 10. Tampilan balasan komentar masyarakat di


akun facebook dari Paslon No. 1

Masyarakat sebagai pemilih tetap pada pilkada di


Kabupaten Lingga, hampir memiliki pandangan yang
mayoritas terhadap urgensi media sosial dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk mensosialisasikan
visi, misi, dan flatform (program kerja) salah satu paslon,
sehingga mereka dapat menilai bahwa paslon yang ikut
dalam pemilihan kepala daerah merupakan pilihan yang
tepat.
Namun apabila paslon tidak bisa memanfaatkan
media sosial dengan baik, maka masyarakat tidak mau
memilih paslon yang salah menggunakan media sosial,
karena mereka sudah tidak lagi percaya pada paslon.
Sebagaimana disebutkan oleh Pak Nadar selaku
Anggota Lembaga Adat Melayu di Lingga.

Kami-kami nih tentu tak mau salah pilih dengan


calon pilkada sekarang, bisa kite tengoklah di
medsos die, apakah dia share yang baik-baik atau
tak baik maka akan tampak jati diri die, pokoknya
tak susah kalilah nak tengok siape calon yang
bagus tu sekarang, pantau ajelah medsos die. (hasil
Wawancara, 2020).

Semua kegiatan yang dilakukan paslon di media


sosial dimaksudkan untuk menggambarkan perhatian
dan kepedulian terhadap masyarakat yang
108
membutuhkan. Dengan aktivitas sosial, diharapkan
dapat menggugah hati dan perasaan masyarakat untuk
kemudian memberikan empati dan dukungannya pada
salah satu dari ke tiga paslon bupati dan wakil bupati
Kab. Lingga yang akan maju. Tapi belum tentu semua
masyarakat ikut berpastisipasi terhadap paslon yang
menggunggah kegiatan sosialnya di media sosial.
Untuk mengetahui tingkat partisipasi Politik
Masyarakat dalam memilih paslon yang menggunakan
media sosial sebagai media kampanye di Kabupaten
Lingga adalah sebagaimana disebutkan oleh Pak Azman
selaku ketua RT/RW. 004/005 di salah satu desa di Kab.
Lingga:

“Kalau tentang calon-calon ini kalau di facebook


atau ape hanya sekilas memandang, tidak
menanggapi. Ape yang diposting, ape yang
diapekan, hanya memandang. Terkait Pilkada
hanye itulah, kitepun hanya mengetahui media
sosial. Untuk kampanye mereka inipun banyak
melalui di media sosial. Disitu kite tau pasangan
calon dan no urutnye terutama di wa grup. Kalau
untuk media sosial disini paling cepat sampai
informasi melalui facebook baru masuk melalui wa.
Karna di tempat kite ni yg paling kuat itu adalah
facebook.” (Hasil Wawancara, 2020)

Meski demikian, mengingat masing-masing


paslon juga memiliki strategi yang sama dalam
menjaring dukungan melalui media sosial, sehingga
dukungan suara warga masyarakat Kab. Lingga dari
pengguna media sosial pun harus terbagi-bagi. Tinggal
bagaimana masyarakat sendiri merespon pesan-pesan
komunikasi politik yang disalurkan melalui media sosial
tersebut. Itulah sebabnya dalam memanfaatkan media
109
sosial, harus ada strategi-strategi yang dibangun untuk
menarik perhatian warga masyarakat Kab. Lingga dari
semua kalangan.
Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan
diibaratkan seperti teater, interaksi sosial yang sesuai
dengan pertunjukan di atas panggung yang ditonton
oleh penonton, menampilkan peran tertentu yang
dimainkan oleh aktor. Terkait respon masyarakat
terhadap pesan politik dari paslon, tampak
menunjukkan realitas yang kontradiktif.
Merujuk pada hasil wawancara dengan Bapak
Yasmin selaku tokoh masyarakat di Lingga,
mengindikasikan adanya perubahan respon masyarakat
terhadap pesan politik dari paslon.

Sebenarnya hati saya lebih terpaut kepada


pasangan nomor 1, tapi setelah saya mengetahui
babnyaknya akun sosial media yang
mengatasnamakan dirinya, dan itu belum tentu
benar, akhirnya saya berpindah ke nomor 2, karena
saya menilai tidak percaya diri dengan apa yang
ada pada dirinya. (Hasil Wawancara, 2020)

Bapak Amron selaku warga masyarakat Kab.


Lingga yang ikut merespon masyarakat terhadap pesan
politik dari paslon.

Awalnya saya tidak tahu mereka, tapi setelah saya


baca-baca dan melihat media sosial yang
menyinggung2 dia atau mengolok-olokkan dia,
justru saya jadi jatuh hati padanya, dia masih tetap
percaya dri dan tidak mudah tersinggung walaupun
ada orang yang menjahatinya. (Hasil Wawancara,
2020)

110
Berdasarkan teori Dramaturgi, setiap orang
memainkan peran yang dipilihnya di depan orang lain
untuk membangun citra diri sesuai dengan
keinginannya. Manusia belajar memainkan berbagai
peran dan kemudian mengasumsikan identitas yang
sesuai dengan peran-perannya tersebut. Seseorang bisa
saja memainkan peran yang berbeda dengan peran
yang sebelumnya dimainkannya bergantung pada
situasi apa yang sedang dihadapinya.
Artinya ada kelompok atau responden yang
merespon berbeda dari apa yang direspon sebelumnya,
tergantung dengan kepentingannya masing-masing.
Sehingga muncullah responden bersifat positif dan
responden yang bersifat negatif. Berikut ditampilkan
responden yang bersifat positif dan responden yang
bersifat negatif:
a. Respon Bahasa Komunikasi Bersifat Positif
Komunikasi yang dilakukan oleh responden yang
menggunakan bahasa santun untuk mendukung paslon
seperti narasi komunikasi dengan kata-kata berikut:

Gambar 12. Tampilan balasan responden yang bersifat


positif di akun facebook Paslon No. 2
111
Contoh pesan positif disampaikan oleh akun Atan
Leman di akun facebook-nya Paslon No. 2, yang mana
paslon no. 2 menampilkan dirinya sebagai seorang yang
agamis. Kemudian dibalas dengan pujian bahwa paslon
no. 2 adalah calon pemimpin yang mampu memimpin
masyarakat Lingga agar bahagia nantinya.

b. Respon Bahasa Komunikasi Bersifat Negatif


Komunikasi yang dilakukan oleh responden yang
menggunakan bahasa yang tidak baik atau
menjatuhkan, seperti narasi komunikasi dengan kata-
kata berikut:

Gambar 13. Tampilan balasan responden yang bersifat


negatif di akun facebook Paslon No. 3
112
Contoh pesan negatif disampaikan oleh akun Tian
di akun facebook-nya Paslon No. 3. Terlihat bahwa
Paslon No. 3 mengajak masyarakat untuk memilih
nomor 3 supaya tidak salah memilih pemimpin. Tapi di
kolom komentar, akun Tian membalas dengan
komentar bahwa dia akan memilih nomor 4. Padahal
paslon yang maju dalam Pilkada Kab. Lingga hanya
berjumlah 3 paslon. Hal ini menunjukkan pesan bahasa
negatif kepada paslon ataupun masyarakat yang
membacanya.
Adanya pesan-pesan yang bersifat negatif melalui
media sosial paslon, dapat mempengaruhi bagaimana
partisipasi politik masyarakat memilih paslon tersebut.
Sebagaimana disampaikan oleh Bapak H. Ismi selaku
tokoh masyarakat melayu di Lingga yang sekarang
menjabat sebagai Ketua Baznas Kab. Lingga, beliau
mengatakan bahwa:
Tanggapan saye melihat seperti itu kurang
wajarlah, karne pertame media sosial ni dilihat oleh
semua orang. Kalau nak berkomen tidak usah di
media sosial yang bersifat umum. Mungkin di
mesenger atau wa pribadi. Kalaupun wa, wa
pribadi tak usah di grup. Itu terserahlah ape nak
bedebat langsung, tak masalah. Tapi kite semue
orang bacekan di media sosial atau facebook itu.
Pandangan saye itu Tidak wajar. (Hasil
Wawancara, 2020)

Budiyono (2015:143-160) Dalam demokrasi


sangat wajar adanya perbedaan pendapat dan
pandangan ketika komunikasi politik di tengah
masyarakat berlangsung. Dikarenakan proses
kampanye politik dimaksudkan untuk menarik massa
pendukung, tentu bagi komunitas yang memiliki afiliasi
yang sama akan memberikan respon secara positif.
113
Tetapi sering komunitas yang bukan pendukungnya dan
masuk dalam forum, tanggapan, mereka memberikan
respon yang tidak mendukung, dan bahkan
menghambat melalui bahasa pesan yang negatif
(mencela, melecehkan, tidak beretika).
Perilaku mengirim pesan komunikasi dengan
kata-kata kasar, jorok merupakan fenomena yang tidak
pantas dipublikasikan melalui media sosial yang bisa
diakses banyak orang. Fenomena komunikasi tersebut,
menyiratkan ada makna yang perlu ditelisik mengapa
mereka melakukan komunikasi secara demikian. Hal
yang membedakan dukungan politik bersifat positif dan
negatif dapat diketahui dari penggunaan bahasa yang
disampaikan oleh komunitas pendukung dan non
pendukung.
Pada konteks pemaknaan pesan, maka
penggunaan bahasa menjadi sangat penting untuk
melihat aspirasi yang muncul dalam media sosial
sebagai sarana komunikasi politik. Pesan-pesan politik
yang disampaikan oleh para kandidat pada umumnya
menggunakan bahasa yang santun dan menarik, karena
memang difungsikan untuk promosi guna mendapat
dukungan masyarakat Kab. Lingga.
Sementara bahasa komunikasi politik yang
diterapkan oleh komunitas dalam merespon pesan
paslon, terlihat menggunakan bahasa santun dan
bahasa yang tidak santun. Bahasa yang santun
digunakan untuk memberikan dukungan, sementara
bahasa yang tidak santun lebih mengarah pada
penolakan dukungan. Bagi Kandidat paslon, munculnya
respon-respon positif merupakan hal yang sangat
diharapkan, tetapi sebaliknya munculnya respon negatif
ini merupakan hal yang sebenarnya tidak diharapkan
terjadi.

114
Jadi, presentasi diri seperti yang ditunjukan
Goffman, bertujuan untuk membangun identitas sosial
bagi para aktor, dan definisi situasi yang dapat
mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak
layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.

Rekomendasi Perbaikan
Upaya mengawasi dan menindaklanjuti maraknya
penyimpangan dalam pemberitaan atau
penyebarluasan pesan-pesan yang tidak sehat atau
merugikan pihak lain di media sosial oleh Bawaslu Kab.
Lingga sudah cukup intens. Bawaslu Kab. Lingga sudah
melakukan berbagai strategi pengawasan dalam
menangkal konten-konten yang tidak sehat di media
sosial. Hal yang pertama kali dilakukan adalah Bawaslu
Kab. Lingga melakukan koordinasi bersama instansi
terkait seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab.
Lingga, Pemerintah Daerah (Pemda) dan lembaga
pemerintah terkait lainnya untuk menyamakan persepsi
antar lembaga. Hal ini berdasarkan tugas lanjutan
tanggungjawab dari Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau
yang telah melaksanakan berbagai regulasi dalam
menangkal Hoaks dan Politisasi SARA jelang Pilkada
2020 pada media sosial (www.lintaskepri.com,
05/07/2020).
Selanjutnya strategi pengawasan Bawaslu Kab.
Lingga terhadap penggunaan media sosial untuk
kepentingan politik di masa penyelenggaraan Pilkada di
Kabupaten Lingga tahun 2020 dalam hal meminimalisir
terjadinya pelanggaran yaitu berupaya meningkatkan
partisipasi masyarakat dengan melakukan sosialisasi.
Apabila menemukan pelanggaran konten internet di
media sosial dan media daring pada pemilihan serentak
2020 selama masa kampanye, dapat melaporkan
melalui situs web, aplikasi Gowaslu, hotline Bawaslu,
115
atau datang langsung ke kantor Bawaslu Kabupaten
Lingga maupun ke kantor Panwaslu Kecamatan
terdekat di wilayah Kabupaten Lingga.
Strategi selanjutnya yaitu Bawaslu Kabupaten
Lingga membuat program pengawasan partisipatif,
dengan dibentuknya kader pengawasan partisipatif dan
Gerakan Millenial Anti Money Politic (GM-AMP). Kader
pengawasan inilah yang membantu kerja-kerja
pengawasan dan komunitas relawan ini sebagai bentuk
kepedulian, kepada masyarakat akan pentingnya
mencipatakan iklim demokrasi yang bersih, damai dan
tanpa kecurangan di masa penyelenggaraan Pilkada.
Kegiatan yang sasarannya adalah pengguna
media sosial, melalui konten-konten kreatif yang
dikemas melalui video, audio maupun naskah. Salah
satunya, lahirnya video-video dengan dialog khas
melayu, yang mengajak masyarakat untuk
menggunakan hak pilihnya secara cerdas dengan
menolak politik uang.
Bawaslu Kabupaten Lingga berupaya melakukan
pencegahan dengan membuat surat himbauan terkait
netralitas ASN, TNI, POLRI dan surat himbauan kepada
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Lingga, Tim Kampanye, dan/atau Tim Pemenangan
Pasangan Calon agar mlekukan kampanye sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Bawaslu Kabupaten Lingga juga melakukan Mou
bersama instansi terkait seperti KPPAD Kabupaten
Lingga untuk mencegah anak-anak dilibatkan
kampanye Pilkada 2020. Peningkatan kapasitas internal
Bawaslu Kabupaten Lingga dilakukan dengan
berkoordinasi dengan Panwaslu Kecamatan Se-
Kabupaten Lingga dan PKD. Hal ini dilakukan untuk
menyamakan persepsi dan meningkatkan kinerja
pengawas dalam mengawasi tahapan. Selain itu,
116
Bawaslu Kabupaten Lingga berkerja sama dengan
pihak kepolisian dan kejaksaan dengan dibentuknya
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu),
apabila terjadinya pelanggaran undang-undang lain.
Selain itu, Bawaslu Kabupaten Lingga merangkul
berbagai pihak komunitas-komunitas serta organisasi-
organisasi dan lembaga yang kompeten untuk sama-
sama mensukseskan Pilkada 2020.
Tantangan terbesar bagi Bawaslu Kab. Lingga
terhadap penggunaan media sosial akan muncul karena
ketiadaan aturan yang baku dalam kampanye di media
sosial sehingga berpotensi maraknya kampanye hitam
(black campaign) antar paslon. Hal ini karena tidak ada
proses filter terhadap berbagai informasi yang
disebarkan melalui media sosial. Untuk itu, masyarakat
harus kritis dan jeli dalam menyikapi segala informasi.
Penggunaan kampanye hitam dapat dilaporkan ke
Bawaslu daerah maupun nasional.
Antisipasi Bawaslu Kab. Lingga ke depan adalah
dengan selalu melakukan pengawasan terhadap
fenomena penggunaan media sosial yang tidak pada
tempatnya.

117
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad, Cholid Narbukodan Abu. 2003. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Beker, Anton. 1986. Metode-metode Filsafat. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Dahi, R.A. 1971. Polyarchy: Participation and Opposition,
New Haven: Yale University Press
Dahi, R.A. 1998. On Democracy, New Haven: Yale
University Press
Dijk, Jan Van. 2006. The NetWork Society, London: Sage
Publication Ltd.
Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in
Everyday Life, Harmondworth: Penguin
Hadi, Sutrisno. 1992. Metodologi Research Untuk
Penulisan Paper, Thesis, Disertasi. Yogyakarta:
Andi Offset
Pateman, C. 1970. Participation and Democratic Theory,
Cambridge: Cambridge University Press.
Suhartono, Irwan. 1996. Metodologi Penelitian Sosial.
Bandung: RemajaRosdakarya
Sumantri, Jujun Suria. 1987. Pedoman Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Ikip Negeri
Surbakti, R. 2000. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Wagiyo, dkk. Teori Sosial Modern, (Jakarta : Universitas
Terbuka,2004

118
Jurnal dan Hasil Penelitian
Alami, Athiqah Nur. 2013. “Menakar Kekuatan Media
Sosial Menjelang Pemiliu 2014” Jurnal Penelitian
Politik. 10 (1)
Ardha, Berliani. 2014. “Social Media Sebagai Media
Kampanye Partai Politik 2014 di Indonesia”, Jurnal
Visi Komunikasi. 13 (1)
Budiyono. 2015 . “Fenomena Komunikasi Politik dalam
Media Sosial”, IPTEK-KOM. 17 (2)
Hasan, Amirul. 2007, “Pengaruh Media Terhadap
Tingkat Partisipasi Politik”, Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta
Ratnamulyani, I.A. dan I. Beddy Basuki. 2018. Peran
Media Sosial Dalam Peningkatan Partisipasi
Pemilih Pemula Dikalangan Pelajar di Kabupaten
Bogor. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. 20
(2).
Ratnamulyani, Ike Atikah dan Beddy Iriawan Maksudi.
2018. “Peran Media Sosial dalam Peningkatan
Partisipasi Pemilih Pemula Dikalangan Pelajar di
Kabupaten Bogor”, Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-
ilmu Sosial dan Humaniora. 20, (2)

Berita Online
https://bawaslu.go.id/en/berita/hoaks-dan-ujaran-
kebencian-di-medsos-fritz-tangkal-dengan-
pesan-positif
https://bawaslu.go.id/en/berita/kepada-polisi-siber-
fritz-jabarkan-tantangan-deteksi-ujaran-
kebencian-dan-hoaks

119
https://kominfo.go.id/content/detail/18440/temuan-
kominfo-hoax-paling-banyak-beredar-di-april-
2019/0/sorotan_media
https://lintaskepri.com/bawaslu-gelar-diskusi-publik-
tangkal-hoaks-dan-politisasi-sara-jelang-pilkada-
2020.html

Hasil Wawancara
Wawancara dengan Bapak Amron, salah satu warga
masyarakat di Kab. Lingga, 2020
Wawancara dengan Bapak H. Ismi selaku tokoh
masyarakat melayu yang menjabat sebagai Ketua
Baznas Kab. Lingga, 2020
Wawancara dengan Bapak Azman selaku ketua RT/RW
004/005 di salah satu desa di Kab. Lingga, 2020
Wawancara dengan Bapak Yasmin, salah satu tokoh
masyarakat di Kab. Lingga, 2020
Wawancara dengan Bapak Nadar selaku Anggota
Lembaga Adat Melayu di Kab. Lingga, 2020

120

Anda mungkin juga menyukai