Politik uang merupakan momok terbesar dalam setiap rekrutmen politik, termasuk dalam
pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Melalui pilkada diharapkan terpilih pemimpin-
pemimpin daerah yang berkualitas sesuai dengan kehendak rakyat, namun dalam
pelaksanaannya, salah satu “pesta demokrasi” ini dipertontonkannya perilaku- perilaku
kecurangan, ketidakjujuran, kebohongan-kebohongan dalam kampanye bahkan membodohi
masyarakat dengan memberikan uang atau barang menjelang pencoblosan agar pemilih
memilih calon tertentu yang dikenal dengan istilah money politics (politik uang). Pendekatan
dalam penelitian ini ialah Pendekatan penelitian Yuridis Empiris. Penelitian ini akan
dilakukan di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi objek dan fokus utama
peneliti dalam melihat dan menganalisis Politik Uang pada Kepemiluan di Indonesia.
ABSTRACT:
Money politics is the biggest scourge in every political recruitment, including in regional
head elections (pilkada). Through the elections, it is hoped that qualified regional leaders
will be elected in accordance with the will of the people, but in its implementation, one of the
"democracy parties" is exhibiting fraudulent behavior, dishonesty, lies in the campaign and
even fooling the public by giving money or goods before the election so that voters choose
certain candidates known as money politics (money politics). The approach in this research
is the Juridical Empirical approach. This research will be conducted in Palembang City,
South Sumatra Province, which is the object and main focus of researchers in viewing and
analyzing Money Politics in Elections in Indonesia.
dengan praktek politik uang, biasanya tidak kepedulian, kompeten sekaligus memiliki
amanah dan menjadi pejabat yang korup. legitimasi konstituensi, serta punya
Sebuah studi menemukan fakta bahwa semangat tinggi disertai kepekaan hati
modal ekonomi yang dimiliki oleh masing- nurani. Dalam Islam, pemimpin kadang
masing kandidat kepala daerah/wakil disebut Imam atau Khal𝑎̅ fah. Secara harfiah,
kepala daerah cenderung merupakan imam berasal dari kata amma, ya’ummu
kombinasi antara modal pribadi dan yang artinya menuju, menumpu, dan
bantuan donator politik (Pengusaha), serta meneladani. Hal ini berarti seorang
sumber-sumber lain. Calon kepala daerah pemimpin harus selalu didepan memberi
acap kali mencari para pengusaha untuk keteladanan dan kepeloporan dalam segala
bergabung sebagai “investor politik”. bentuk kebaikan. Disamping itu, pemimpin
Sebagai imbalan investasi atas disebut juga
keikutsertaan mereka dalam memenangkan Khalifah yang berasal dari kata
calon dalam pilkada, maka para pengusaha Khalafah yang berarti dibelakang. Khalifah
dijanjikan akan mendapat banyak hak dinyatakan sebagai pengganti karena
istimewa (perlindungan ekonomi dan pengganti itu dibelakang atau atau datang
politik, kemudahan memperoleh proyek). setelah yang digantikan.
Logikanya mereka yang berhutang untuk Amat sering, karena pengaruh politik
biaya pilkada, akan membalas jasa melalui uang, masyarakat/pemilih asal memilih
berbagai konsensi kepada pihak yang pemimpin, bukan pemimpin yang benar-
membiayainya pasca pilkada, dan pada benar berkualitas. Dengan demikian
akhirnya meminggirkan aspirasi permasalahan upaya mencegah atau
masyarakat luas. Situasi ini pula yang menghindari politik uang dalam pilkada
belakangan melahirkan perilaku korup para sangat penting, agar terpilih pemimpin atau
kepala daerah guna mengembalikan kepala daerah yang berkualitas di negeri
hutang-hutang semasa pilkada. Ketua ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Upaya yang sangat penting untuk
Agus Rahardjo mengatakan, salah satu hal mencegah politik uang dalam pilkada
yang memicu perilaku korupsi kepala adalah melalui pengaturan mekanisme
daerah adalah tingginya biaya politik. pilkada itu sendiri. Pada awal era
Bahkan, menurut Agus, mustahil kepala reformasi, pemilihan kepada daerah
daerah mengembalikan modal pencalonan mengacu pada UU No.22/1999 dimana
dan kampanye tanpa korupsi. Menurut data kepala daerah dipilih oleh Dewan
Kemendagri, biaya pencalonan kepala Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada
daerah berkisar Rp 20 miliar hingga Rp 30 era ini, praktik politik uang berporos pada
miliar. Kalau tidak korupsi, kerja siang lingkaran partai politik, calon kepala
malam pun untuk menembalikan modal daerah, dan fraksi serta anggota DPRD.
saja tidak bisa.1 Undang- undang tersebut kemudian diganti
Idealnya pemilihan kepala daerah dengan UU No.32/2004 tentang
harus bebas dari politik uang, selain dapat Pemerintahan Daerah. Dengan berlakunya
meredam gejolak sosial politik tetapi juga undang-undang ini, kepala daerah dipilih
memungkinkan munculnya pimpinan secara langsung oleh rakyat melalui
daerah yang berkualitas, yaitu pimpinan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
yang memiliki kemauan dan kaya Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.
Terdapat tiga alasan utama yang mendasari
penyelenggaraan Pilkada secara langsung.
1
Azra, Azyumardi. 1966. Pergolakan Pertama, memberikan kesempatan kepada
Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernism, rakyat secara langsung menentukan kepala
Hingga Post-Modernisme. Jakarta: Paramadina. daerah sesuai dengan pilihannya sebagai
perwujudan demokrasi. Kedua, pilkada
langsung sesuai dengan semangat otonomi singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan,
daerah yang telah digulirkan pada 1999. dan denda paling sedikit Rp
Ketiga, menghindari praktek praktik politik 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
uang pada sistem pemilihan kepala daerah paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
sebelumnya yang menggunakan sistem milyar rupiah). Bagian dari pembiayaan
perwakilan oleh Dewan Perwakilan Rakyat politik yang mencakup biaya politik
Daerah.2 pemenangan, diantaranya untuk kampanye,
Hal yang menarik, salah satu mobilisasi, saksi hingga pengawasan yang
pertimbangan peralihan mekanisme pilkada lebih teknis atas penyelenggaraan
oleh DPRD menjadi pilkada langsung kontestasi demokrasi, dan karenanya
adalah untuk menekan praktek politik dianggap legal dan harus dilaporkan
uang. Namun fakta menunjukkan bahwa penerimaan dan pemanfaatannya.
dalam pilkada langsung praktek politik Pada pertengahan Juni 2018 yang
uang justru semakin meluas. Ketika lalu di Indonesia telah dilaksanakan
mekanisme pilkada oleh DPRD, politik pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak.
uang terjadi hanya pada seputaran antara Sebanyak 171 daerah baik tingkat provinsi
calon dengan para anggota DPRD, setelah dan kabupaten/kota menyelenggarakan
mekanisme pilkada langsung justru praktek pilkada serentak ini. Secara total, Badan
politik uang bertambah marak, melibatkan Pengawas Pemilu mencatat ada 3.133
berbagai pihak dari mulai calon, partai temuan dan laporan dugaan pelanggaran
politik, penyelenggara pemilu, pemilih dan selama tahapan Pilkada Serentak 2018.
masyarakat luas. Politik uang terjadi pada Sebanyak 35 kasus diantaranya adalah
setiap tahapan pilkada mulai dari upaya kasus politik uang. Kasus paling banyak
calon memperoleh parpol pengusung, terjadi di Sulawesi Selatan yakni dengan 8
proses pendaftaran di KPU, proses seleksi kasus. Selanjutnya, Sumatera Utara dan
di KPU, kampanye, sampai upaya-upaya Lampung masing-masing 7 kasus, Jawa
memengaruhi pilihan pemilih menjelang Tengah terdapat 5 kasus disusul beberapa
hari pemungutan suara. di provinsi lain termasuk di Sumatera
Politik uang tidak dibenarkan, dan Selatan.8 Bawaslu mencatat ada empat
pelaku dapat dikenakan sanksi dugaan pelanggaran politik uang secara
administratif maupun pidana. UU No. terstruktur, sistematis, dan masif selama
10/2016 pasal 73 ayat 2 menyebutkan Pilkada Serentak 2018. Pelanggaran
bahwa pasangan calon atau tim kampanye tersebut diduga terjadi di empat provinsi,
peserta pilkada yang terbukti melakukan yakni Sumatra Selatan, Sulawesi Utara,
politik uang akan dijatuhi sanksi Gorontalo, dan Lampung.3
administrasi berupa pembatalan pasangan Dari uraian di atas tergambar betapa
calon oleh KPU Provinsi atau KPU pentingnya pilkada sebagai sarana memilih
kabupaten/kota. Kemudian Pasal 187 pemimpin/kepala daerah yang berkualitas
menyebutkan bahwa sanksi pidana dan sesuai dengan kehendak rakyat demi
terhadap pelaku Politik Uang tidak saja berlangsungnya pemerintahan yang bersih
dikenakan kepada pemberi tetapi juga dan demokratis. Peratutan perundang-
dikenakan kepada pemilih sebagai undangan yang berlaku jelas-jelas
penerima dengan ancaman pidana yang melarang politik uang dan menjatuhkan
sama, baik pidana penjara maupun pidana sanksi yang berat bagi pelanggarnya.
denda. Besarannya pidana penjara paling Namun mengapa dalam pilkada praktek
politik uang masih terjadi dan bahkan
2
Eko Prasojo. “Otonomi Daerah, Pilkada
3
Langsung dan Democratic Decentralization: Elvi, Juliansyah. 2007. Pilkada:
dalam M. Zaki Mubarak, M. Agus Susilo, Agung Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan
Pribadi. (eds.), Blue Print Otonomi Dareah Wakil Kepala Daerah. Bandung: Mandar Maju.
Indonesia, (Jakarta: The YHB Center, 2006).
justru semakin marak? Atas pertanyaan ini pengadilan, hasil wawancara tokoh pejabat
muncul dugaan, politik uang tetap terjadi dan lain-lain akan dianalisis secara
disebabkan karena masih adanya kualitatif melalui metode deskriptif
kelemahan pada materi peraturan analitis. Sedangkan data hasil wawancara
perundang-undangan yang terkait dengan dengan para pemilih berupa data statistik
penyelenggaraan pilkada itu sendiri akan dianalisis secara kuantitatif dengan
maupun aturan-aturan pelaksanaannya. menyajikan tabel, diagram dan
Dugaan lain adalah dari sisi materi sebagainya.4
perundang-undangan sudah baik, namun
materi undang-undang yang terkait dengan ANALISIS DAN DISKUSI
pilkada belum dapat dimplementasikan Politik Uang Dalam Pilkada
dengan baik, atau dengan kata lain belum
efektif. Secara umum, pengertian politik uang
Di sinilah letak menarik dan dalam tulisan ini adalah terkait upaya
pentingnya penelitian ini. Sehubungan mempengaruhi massa pemilu dengan
dengan banyaknya daerah yang melakukan imbalan materi berupa pemberian langsung
pilkada serentak pada tahun 2018, penulis uang tunai, pemberian bantuan/sumbangan
membatasi ruang lingkup penelitian barang, pemberian bahan pokok berupa
pilkada yang diselenggarakan di Sumatera sembako, dan memberi dan menjanjikan
Selatan. Selain alasan domisili, kasus iming-iming “sesuatu‟ untuk mendapatkan
politik uang di Sumatera Selatan keuntungan politik, atau juga disebut istilah
ditemukan oleh Bawaslu sebagai kasus politik transaksional.
yang tergolong paling terstruktur, Politik uang dalam Bahasa Indonesia
sistematis, dan masif. adalah suap, arti suap dalam buku kamus
besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok.
METODE PENELITIAN Politik uang adalah suatu upaya
Penelitian pada jurnal ini akan memengaruhi orang lain (masyarakat)
menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan imbalan materi atau
maupun yuridis empiris. Sumber data yang dapat juga diartikan jual-beli suara pada
digunakan ialah Data primer yang digali proses politik dan kekuasaan serta tindakan
dari instansi atau lembaga yang terkait membagi- bagikan uang, baik milik pribadi
dengan penyelenggara pilkada (KPU, atau partai untuk mempengaruhi suara
Bawaslu, Kepolisian, dan Pengadilan) pemilih.5
berupa laporan, alat dan barang bukti, Secara sederhana politik uang dapat
putusan dan lain-lain yang terkait dengan diartikan suatu upaya mempengaruhi orang
politik uang. Selain itu juga data primer lain dengan menggunakan imbalan materi
juga akan digali dari masyarakat (pemilih) atau dapat juga diartikan jual beli suara
berupa hasil wawancara melalui questioner pada proses politik dan kekuasaan dan
dan Data sekunder, berupa literature dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik
data pendukung lainnya yang bersumber pribadi atau partai untuk mempengaruhi
pada kepustakaan. Selain itu data suara pemilih (vooters). Pengertian yang
pendukung akan digali dari hasil mirip disampaikan oleh pakar hukum tata
wawancara pejabat lembaga penyelenggara Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza
pilkada. pakar hukum baik dari kalangan
praktisi hukum dan kalangan akademis 4
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur
yang kompeten di bidangnya. Data-data Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, Edisi
yang diperoleh dari hasil pengumpulan Revisi VI, Jakarta : PT Rineka Cipta
dokumen dari lembaga- lembaga 5
Fajlurrahman Jurdi, 2018, Pengantar
penyelenggara pilkada yang berupa Hukum Pemilihan Umum, Jakarta: Kencana
pelaporan politik uang, alat bukti, putusan Prenadamedia Group.
pemberi, karena dia akan memperoleh Kasus Politik Uang Pada Pilkada Yang
dukungan dan kekuasaan politik yang Terjadi Di Sumsel Tahun 2018
harganya tidak ternilai. Adapun yang Khususnya Di Kota Palembang
dirugikan adalah rakyat. Karena ketika
calon tersebut berkesempatan untuk Praktek politik uang menjadi
memerintah, maka ia akan mengambil sorotan pada Pilkada kota Palembang 2018
suatu kebijakan yang lebih menguntungkan lalu. Sebagai ibu kota Provinsi, kota
pihak penyumbangnya, kelompoknya Palembang memiliki jumlah daftar pemilih
daripada kepentingan umum.8 tetap (DPT) 1.113.249 pemilih dan jumlah
Dampak dari praktek politik uang anggaran pendapatan dan belanja daerah
dalam pilkada menghasilkan pemimpin (APBD) mencapai Rp4,3 Triliun.
yang tidak berkualitas, korup serta Kemajuan kota yang sangat pesat dengan
seringkali mengeliminasi kandidat yang perputaran ekonomi tidak hanya lokal, tapi
berkualitas dan secara umum politik uang juga nasional dan mancanegara membuat
dapat merusak tatanan demokrasi. Oleh dinamika politik menyedot perhatian
karenanya praktek ini harus dicegah. banyak kalangan.
Dalam rangka mencegah politik uang guna
menciptakan Pilkada yang berkualitas Kontestasi politik yang banyak
dalam rangka stabilitas nasional, maka menyedot perhatian ini membuat pesta
kebijaksanaan yang perlu diambil melalui rakyat di kota Palembang 2018 tidak luput
langkah hukum dan langkah non-hukum. dari praktek jual-beli suara dengan
Payung hukum pilkada di Indonesia melibatkan tim sukses, baik pemberian
semula UU No. 22/1999 tentang uang secara langsung maupun melalui
pemerintahan daerah yang kemudian cinderamata. Menariknya, seakan telah
diganti oleh UU No. 32/2004 yang menjadi rahasia umum, politik uang marak
mengatur mengenai pemilihan laangsung terjadi tapi tidak satupun perkara sampai ke
kepala daerah. Perubahan undang-undang ranah penegakan hukum.9
ini sekaligus merubah sistem pemelihan Berdasarkan hasil penelitian
kepaada daerah. Semula kepala daerah terdapat perbedaan pendapat antara
dipilih oleh DPRD, berubah dipilih penegak hukum terpadu (Gakumdu)
langsung oleh rakyat. Setelah mengalami dengan pemilih. Dimana, Gakumdu yang
beberapa kali perubahan, UU No.10/2016 diwaliki oleh Bawaslu kota Palembang
merupakan payung hukum terbaru dalam mengklaim tidak mendengar atau melihat
penyelenggaraan pilkada. . orang lain di wilayah kota Palembang
Setelah berlakunya UU No. ditawari uang oleh timses dari salah satu
10/2016, di Indonesia sudah dilakukan dua kandidat pada saat pemilihan walikota
kali pilkada serentak yakni pada tahun Palembang 2018 lalu, tapi mendengar jika
2017 dan Juni tahun 2018 yang ada pemilih yang ditawari
dilaksanakan di 171 provinsi, kabupaten sembako/cinderamata atau lainnya.
dan kota. Pada pilkada serentak tahun Sementara dari unsur Polresta bahkan tidak
2018, Bawaslu menemukan 1.792 kasus pernah sama sekali mendengar atau melihat
pelanggaran, dintaranya terjadi kasus pemilih ditawari uang ataupun sembako,
politik uang (money politic) yang tersebar cinderamata lainnya oleh timses dari salah
di 35 daerah termasuk di Sumsel. satu kandidat pada saat pemilihan walikota
Palembang 2018 lalu.
9
Irham Fauzi, 2011, Permasalahan Yang
8
Hirst, Paul and Sunil Khilnani (eds). Timbul pada Pilkada, Yogyakarta, Paper present at
1966. Reinventing Democracy. Oxford: Jurusan Teknik Informatika STIMIK Amikom.
Blackwell Publisher.
sama-sama bisa disanksi. Bagi pemberi Subjeknya lebih setiap orang, jadi siapapun
diatur dalam Pasal 187A ayat (1) yang yang melakukan politik uang , siapapun
menjelaskan setiap orang yang sengaja yang memberi, bisa dijerat. Pasal ini dapat
memberi uang atau materi sebagai imbalan menekan praktek politik uang di lapangan,
untuk memengaruhi pemilih maka orang karena sebyeknya bukan hanya tim
tersebut dipidana penjara paling singkat 36 kampanye, tapi siapa saja yang melakukan.
bulan dan paling lama 72 bulan, plus denda Pertanyaan kemudian, kenapa substansi
paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal hukum dalam UU Pilkada yang sudah
Rp 1 miliar. sangat progresif tetapi fakta di lapangan
“Setiap orang yang dengan sengaja masih banyak pratek politik uang? hal ini
melakukan perbuatan melawan disebabkan UU ini tidak tersosialisasikan
hukum menjanjikan atau memberikan secara maksimal kepada pemilih. Dari data
uang atau materi lainnya sebagai penelitian terungkap sebanyak 92,3 persen
imbalan kepada warga negara masyarakat tidak mengetahui tentang UU
Indonesia baik secara langsung No.10 Tahun 2016.15
ataupun tidak langsung untuk
Beberapa hasil penelitian ini
mempengaruhi Pemilih agar tidak
menyebabkan tidak jalannya substansi
menggunakanhak pilih,
hukum dalam pencegahan poltik uang di
menggunakan hak pilih dengan cara
kota Palembang. Hal inilah yang disebut
tertentu sehingga suara menjadi tidak
bawah kepastian hukum yang tertuang
sah, memilih calon tertentu, atau
dalam pasal demi pasal UU sifatnya
tidak memilih calon tertentu
konkret berwujud nyata, sedangkan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 73
keadilan bersifat abstrak sehingga hukum
ayat (4) dipidana dengan pidana
tidaklah semata-mata dilihat dari sudut
penjara paling singkat 36 (tiga puluh
hukum tertulis saja.
enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda Praktik politik uang dan mahar
paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua politik kerap terjadi lantaran tidak ada
ratus juta rupiah) dan paling banyak definisi yang jelas dan kelonggaran
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar peraturan. Dalam Undang-Undang Pemilu
rupiah)”. tidak ada definisi terkait mahar dan politik
uang. Pasal 71 Peraturan Komisi Pemilihan
Sementara bagi penerima juga Umum Nomor 4 Tahun 2017 dan Pasal 73
mendapat ancaman pidana yang sama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
sebagaimana diatur pada Pasal 187A ayat tentang Perubahan Kedua atas Undang-
(2), kepada pemilih yang dengan sengaja Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
melakukan perbuatan melawan hukum, Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
menerima pemberian atau janji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
“Pidana yang sama diterapkan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pada
kepada pemilih yang dengan sengaja Pasal 71 ayat (1) PKPU menyebutkan
melakukan perbuatan melawan partai politik atau gabungan partai politik,
hukum menerima pemberian atau pasangan calon dan/atau tim kampanye
janji sebagaimana dimaksud pada dilarang menjanjikan dan/atau memberikan
ayat (1)”. uang atau materi lainnya untuk
Selain itu, UU Pilkada dinilai 15
Luki Sandra Amalia, Syamsuddin Haris,
progresif karena subjeknya adalah siapa Sri nur yanti, Lili Romli, Devi Darmawan, 2016,
saja yang melakukan, sehingga hal ini Evealuasi Pemilu Legislatif 2014 : Analisi Proses
dapat mempermudah penegakan sanksi. dan Hasil, Jogjakarta: Pustaka Pelajar
secara nyata sebagai pedoman perilaku sehingga membuat praktek jual beli suara
hubungan–hubungan hukum dalam masih terjadi pada Pilkada kota Palembang
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tahun 2018 tidak sampai kepada penegakan
untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum.
hukum itu sendiri. Khusus penanganan Tindak Pidana
Dalam berfungsinya hukum, Pemilihan, Negara memberikan
mentalitas atau kepribadian petugas kewenangan kepada Sentra Penegakan
penegak hukum memainkan peranan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk
penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi mengusutnya, Gakkumdu terdiri dari unsur
kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau
Selama ini ada kecenderungan yang kuat di Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian
kalangan masyarakat untuk mengartikan Negara Republik Indonesia, Kepolisian
hukum sebagai petugas atau penegak Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan
hukum, artinya hukum diidentikkan dengan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan
tingkah laku nyata petugas atau penegak Negeri.17
hukum. Sayangnya dalam melaksanakan Tata cara penyampaian laporan
wewenangnya sering timbul persoalan dugaan Tindak Pidana Pemilihan
karena sikap atau perlakuan yang disampaikan kepada Pengawas Pemilu,
dipandang melampaui wewenang atau pelapor akan diberikan Surat Tanda
perbuatan lainnya yang dianggap Penerimaan Laporan (STPL). Yang
melunturkan citra dan wibawa penegak dimaksud dengan Pengawas Pemilu adalah
hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas Ketua/Anggota Bawaslu RI, Bawaslu
yang rendah dari aparat penegak hukum Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota,
tersebut. dan Pejabat pada Sekretariat Jenderal
Dalam penegakan hukum politik Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan
uang, UU Pilkada memberikan Panwaslu Kabupaten/Kota yang
kewenangan kepada Penegak Hukum menyelenggarakan tugas dan fungsi di
Terpadu (Gakkumdu) yang berasal dari bidang hukum dan penindakan
unsur Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaaan pelanggaran.
dalam hal Pidana, dan Bawaslu untuk Dalam menerima Laporan/Temuan,
sanksi administrasinya. Akibat dari tak Bawaslu Provinsi atau Panwaslu
tersosialisasi UU ini secara maksimal Kabupaten/Kota harus didampingi dan
menyebabkan sebanyak 86,5 persen dibantu oleh Penyidik Tindak Pidana
masyarakat tidak mengetahui tentang Pemilihan dan Jaksa yang tergabung dalam
adanya Gakkumdu sebagai tempat melapor Sentra Gakkumdu. Pendampingan meliputi
tindak pidana politik uang. Terungkap pula tindakan identifikasi, verifikasi, dan
pemahaman masyarakat terhadap konsultasi terhadap laporan/temuan
Gakkumdu sangat lemah, sebanyak 80,8 tersebut. Kemdian Pengawas Pemilu
persen persen masyarakat tidak mengetahui didampingi oleh anggota Sentra Gakkumdu
Gakkumdu merupakan gabungan dari melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan
unsur Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. saksi yang hadir.
Padahal menurut panwas kota Palembang Penyidik Tindak Pidana Pemilihan
dalam sesi wawancara yang dilakukan melakukan Penyelidikan setelah Bawaslu
peneliti mengatakan bahwa undang-undang Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota
nomor 10 tahun 2016 sudah mengeluarkan Surat Perintah Tugas untuk
disosialisasikan dengan masyarakat. melaksanakan Penyelidikan. Kemudian
Akibatnya tidak terjadi singkronisasi dalam dilanjutkan Penyidik Tindak Pidana
hal penegakan hukum oleh petugas,
meskipun praktek politik uang terjadi tapi
17
tidak sampai kepada penegak hukum, Sastroatmodjo Sudijono. 2005, Perilaku
Politik, Semarang: IKIP Semarang Press.
Pidana Pemilihan dalam Sentra Gakkumdu masyarakat tidak tahu ingin melaporkan
disertai petunjuk tentang hal yang harus kemana. Padahal sarana atau fasilitas
dilakukan untuk dilengkapi. Kemudian mempunyai peranan yang sangat penting di
Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dalam penegakan hukum. Tanpa adanya
mengembalikan berkas perkara kepada sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan
Jaksa paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak mungkin penegak hukum menyerasikan
tanggal penerimaan berkas. peranan yang seharusnya dengan peranan
Pengembalian berkas perkara dari yang actual
Jaksa kepada Penyidik Tindak Pidana Dari hasil penelitian Gakumdu
Pemilihan hanya dilakukan 1 (satu) kali. hanya memiliki 15 personel dalam
Setelah berkas perkara diterima Jaksa dan menangani berbagai perkara pidana yang
dinyatakan lengkap Penyidik Tindak masuk di kota Palembang. Hal ini sangat
Pidana Pemilihan menyerahkan tersangka tidak sesuai dengan luasnya kota
dan barang bukti kepada Jaksa. Palembang yang terdiri dari 18 kecamatan
Penuntut Umum melimpahkan dan 107 kelurahan. Personil panwas yang
berkas perkara kepada Pengadilan Negeri berada dikelurahan juga hanya satu orang
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung hal ini menyebabkan sulitnya personil
sejak berkas perkara diterima dari Penyidik tersebut untuk melakukan penelurusan-
dan surat pengantar pelimpahan yang penelusuran secara mendalam terkait
ditandatangani oleh Pembina Sentra pidana yang terjadi saat pilkada.
Gakkumdu dari unsur Kejaksaan sesuai Sarana dan prasarana yang kurang
tingkatan. memadai menambah lemahnya penanganan
Terhadap putusan yang memerlukan kasus politik uang. Apalagi dengan
upaya hukum banding, paling lama 1 (satu) demografis kota yang cukup luas dan
hari Sentra Gakkumdu melakukan padatnya penduduk, sudah seharusnya
pembahasan dan selambat-lambatnya 3 Gakumdu bekerja sampai ke bawah dan
(tiga) hari harus mengajukan banding memanfaatkan teknologi untuk bekerja.
disertai dengan memori. Hambatan juga terjadi akibat tidak
Demikian pula, terhadap putusan adanya sekretariat Gakkumdu sehingga
yang telah memperoleh kekuatan hukum Gakkumdu susah untuk melakukan
tetap (inkracht van gewijsde) Jaksa pada koordinasi, selama ini koordinasi hanya
Sentra Gakkumdu melaksanakan putusan dilakukan pada saat rapat-rapat rutin yang
tersebut paling lambat 3 (tiga) hari setelah diadakan di kantor Panwas Kota
putusan diterima oleh Jaksa dan dapat Palembang karena panwas kota
didampingi oleh Penyidik Tindak Pidana Palembang, itupun masing-masing personel
Pemilihan dan Pengawas Pemilu. Gakkumdu selalu berubah menyebabkan
kurang efektifnya rapat yang dilaksanakan.
2. Faktor sarana atau fasilitas yang Sarana dan fasilitas yang memadai
mendukung penegakan hukum diperlukan demi mendukung proses
penanggulangan politik uang, dalam
Faktor sarana atau fasilitas mendukung proses penanggulangan politik
pendukung mencakup perangkat lunak dan uang diperlukan sarana dan fasilitas
perangkat keras. Untuk faktor ini, baik pengaduan masyarakat yang mudah untuk
masyarakat maupun penegak hukum mengadukan kegiatan politik uang karena
mengaku belum masksimal, padahal faktor jika sarana dan fasilitas pengaduan kurang
ini sangat penting karena dapat maka itu menjadi salah satu faktor
mempengaruhi kinerja penegak hukum. penghambat untuk menanggulangi politik
Sentra Gakkumdu yang terpusat di tingkat uang, karena jika fasilitas dan sarana
kota Palembang dan tidak tersebar ke kurang memadai, maka upaya
tingkat Kecamatan dan kelurahan membuat
personel dari panwas sendiri yang sangat politik uang. Masyarakat yang acuh dengan
minim (satu orang per kelurahan) pemilu dengan mudah menerima
menyebabkan pelaksana pilkada sangat pemberian dari para peserta pemilu. Politik
butuh dengan laporan dari masyarakat. Jika uang pun dianggap tidak masalah bagi
ditelusuri lebih jauh, nampaknya masih ada mereka. Mereka tidak akan berpikir jauh ke
keengganan masyarakat untuk melaporkan depan bahwa uang yang diberikan itu suatu
pelanggaran yang terjadi karena ada kesan saat akan 'ditarik' kembali oleh para calon
prosedur pelaporan yang birokratis. kandidat yang nantinya terpilih. Mereka
Masyarakat pada umumnya tidak mau tidak menyadari adanya permainan politik
direpotkan dengan proses pemeriksaan / yang sebenarnya justru merugikan diri
pembuatan berita acara ketika laporan mereka sendiri. Walau pada kenyataannya
mereka diperifikasi oleh Panwas, atau saat banyak masyarakat yang mengatakan
mereka diminta untuk menghadirkan bukti- paham bahwa pemberian
bukti dari laporannya. Realitas tersebut uang/sembako/cinderamata dari paslon
menjadikan Panwas semakin kesulitan merupakan pelanggaran undang-undang
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (tabel 3.13) namun mereka rata-rata tidak
untuk menegakkan hukum guna mengetahui jika pemberi dan penerima
mewujudkan prinsip Pemilu yang bersih, akan diancam pidana (tabel 3.14).
jujur dan adil.19
Pemilu (Bawaslu). Sedangkan 4. Faktor Kebudayaan
kewenangan penyelenggaraan Pemilu Pada dasarnya mencakup nilai-nilai
berada di tangan Komisi Pemilihan Umum yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-
(KPU). Tidak dipungkiri bahwa dalam nilai mana yang merupakan konsepsi-
pelaksanaan Pemilu sering terjadi konsepsi yang abstrak mengenai apa yang
pelanggaran yang dilakukan oleh dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa
Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu dan yang dianggap buruk (sehinga dihindari).
pihak-pihak lain yang memiliki Maka, kebudayaan Indonesia merupakan
kepentingan. dasar atau mendasari hukum adat yang
Pengawasan pelaksanaan Pemilu berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum
dibutuhkan peran serta dan partisipasi tertulis (perundang- undangan), yang
masyarakat, tidak hanya ditumpukan dibentuk oleh golongan tertentu dalam
kepada lembaga diatas. Masyarakat masyarakat yang mempunyai kekuasaan
memiliki peran strategis mengontrol setiap dan wewenang untuk itu. Hukum
pelanggaran yang terjadi agar Pemilu perundang-undangan tersebut harus dapat
mencapai predikat baik dan menghasilkan mencerminkan nilai-nilai yang menjadi
pemimpin yang berkualitas pula. Jika dasar dari hukum adat, agar hukum
terjadi pelanggaran dan kecurangan baik perundangundangan tersebut dapat berlaku
yang bersifat administratif maupun pidana secara aktif.
maka masyarakat dapat melaporkannya ke
lembaga di atas. Kebudayaan Indonesia merupakan
Tidak mengenal partai, tidak dasar dari berlakunya hukum adat.
masalah. Tidak tahu calon anggota Berlakunya hukum tertulis (perundang -
legislatif, tidak masalah. Bahkan mungkin, undangan) harus mencerminkan nilai-nilai
tidak ikut pemilu pun tidak masalah. yang menjadi dasar hukum adat. Dalam
Kondisi seperti ini menyebabkan maraknya penegak hukum, semakin banyak
penyesuaian antara peraturan perundang-
19
undangan dengan kebudayaan masyarakat.
Suharizal, 2011, Pemilukada, Regulasi,
Budaya masyarakat dan lemahnya ekonomi
Dinamika dan Konsep Mendatang, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. masyarakat maka banyak masyarakat yang
ingin mengambil uang atau materi dari
calon pasangan yang melakukan politik memilih, menjadi tim sukses, bahkan ikut
uang bukanya melaporkan tindakan menyukseskan politik uang demi
tersebut ini menjadi salah satu faktor memenangkan peserta pemilu tersebut. Hal
penghambatnya. Karena banyaknya itu semata-mata dilakukan sebagai
masyarakat mengambil uang atau materi ungkapan terimakasih dan rasa balas budi
dari calon pasangan yang melakukan masyarakat terhadap si pemberi yang
politik bukanya melaporkan tindakan memberi uang.20
tersebut maka ini yang membuat semakin
banyak pula pasangan calon yang PENUTUP
melakukan politik uang. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang disampaikan di atas
Masyarakat kota Palembang
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
menganggap bahwa praktek poltik uang ini
berikut :
sudah menjadi rahasia umum, 58,1 persen 1. Praktek politik uang di kota
warga menganggap lumrah. Meskipun
Palembang pada Pilkada 2018 lalu
pengakuan responden diketahui hanya 23
cukup tinggi dan signifikan
persen masyarakat yang menerima
mempengaruhi perolehan suara.
pemberian tersebut akhirnya memilih
Meskipun secara substasnsi UU NO
kandidat yang memberi politik uang, baik
10 tahun 2016 tentang Pilkada sangat
berupa uang secara langsung, maupun
progresif dalam mencegah politik
melalui hadiah sembako atau cindramata.
uang karena subjeknya luas serta tidak
Angka ini cukup signifikan dalam
saja menjerat pemberi tapi juga
mempengaruhi perolehan suara kandidat,
penerima namun ada beberapa item
terlebih pada Pilkada kota Palembang
dalam UU NO 10 tahun 2016 tentang
tahun 2018 terdapat empat pasangan calon,
Pilkada tersebut yang membuat celah
siapa yang banyak uang dan bias member
politik uang dapat berkembang
pemilih maka akan mendapatkan suara
ditambah lagi dengan tidak
sesuai dengan budaya yang telah
tersosialisasi dengan maksimal,
berkembang di masyarakat.
sehingga berdampak pada efektivitas
Tidak takut dengan dosa, itulah hal pencegahan politik uang.
yang ditangkap dalam penelitian ini. Ini 2. Politik uang masih terjadi pada
terlihat dari hasil penelitian pada tabel 3.26 Pilkada Kota Palembang 2018, namun
pada pernyataaan ke delapan “Politik Uang tidak sampai ke ranah penegak hukum
itu merupakan perbuatan dosa, dan dilarang karena tidak ada laporan dari
oleh agama” pernyataan ini disetujui oleh masyarakat dan kurang optimalnya
88,1% namun kenyataannya masih banyak panwaslu Kota Palembang dalam
masyarakat yang menerima melakukan pemantauan karena
uang/cinderamata/sembako yang diberikan kurangnya sarana dan prasarana.
oleh paslon/timses. 3. Undang-Undang No. 10 tahun 2016
tidak efektif dijalankan dalam pilkada
Saling memberi dan jika mendapat khususnya pada pilkada Kota
rejeki, tidak boleh ditolak. Begitulah Palembang hal ini karena :
ungkapan yang nampaknya telah melekat a. Faktor Substansi Hukum
dalam diri bangsa Indonesia. Uang dan Undang-undang No. 10
segala bentuk politik uang dari peserta tahun 2016 telah memberikan
pemilu dianggap sebagai rejeki bagi hukuman yang berat terhadap
masyarakat yang tidak boleh ditolak. Dan
karena sudah diberi, secara otomatis 20
Titik Triwulan Tutik, 2010, Konstruksi
masyarakat harus memberi sesuatu pula Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
untuk peserta pemilu, yaitu dengan UUD 1945, Jakarta: Kencana.