PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia. Hal ini membawa pengaruh terhadap citra pelaksanaan Pemilu secara
merusak pemilu yang berintegritas serta berkeadilan. Hal ini dikarenakan vote
buying yang dilakukan oleh para kandidat ini secara tidak langsung akan
pemilih untuk mendapatkan dukungan politik. Politik uang sendiri dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk, dalam kajian ini khususnya 4 bentuk yakni pork barrel
atau politik gentong babi, vote buying atau pembelian suara, individual gift atau
pemberian pribadi dan club good atau pemberian kelompok. Pork barrel adalah
Pork barrel ini lebih bersifat jangka panjang. Pork barrel ini berupa bantuan materi
berupa kontrak, hibah maupun proyek pekerjaan umum yang berasosiasi dengan
proyek pekerjaan publik seperti perbaikan jalan, perbaikan fasilitas publik (secara
fisik), akan tetapi juga dapat berbentuk distribusi kesejahteraan (Pratama, 2017).
Bentuk kedua yaitu Vote buying yang merupakan jual beli suara yang
melibatkan pasangan calon, pemilih serta petugas. Vote buying ini dapat berupa
1
uang maupun barang yang diberikan kepada pemilih yang bertujuan memperoleh
dukungan suara. Vote buying dari sisi pemilih sebagai permintaan dari pemilih
karena sudah memberikan suaranya kepada kandidat tersebut, sedangkan pada sisi
dalam pemilu (Adhinata, 2019). Seringkali masyarakat menyebut hal ini sebagai
“serangan fajar” karena dilakukan pada subuh di hari pemilihan, disisi lain ada juga
kebutuhan pokok dari pemilih, sedangkan club good ini paling umum digunakan
pemilu juga dipengaruhi oleh diterapkannya sistem proporsional terbuka, sistem ini
mulai dijalankan pada tahun 2009. Sistem ini menjadikan para kandidat harus
bersaing antar sesama kandidat dalam satu partai untuk mendapatkan suara pribadi
(personal vote), dibandingkan bersaing dengan lawan yang berbeda partai. Hal ini
masing-masing dan berusaha untuk memberikan insentif untuk jual beli suara
(Nurdin, 2016).
praktik jual beli suara, yaitu NPWP dan Golput. Singkatan NPWP yang seharusnya
Nomor Pokok Wajib Pajak dipelesetkan menjadi Nomor Piro, Wani Piro dalam
2
istilah bahasa jawa, yang berarti berani membayar berapa ke pemilih untuk memilih
calon tersebut. Sedangkan Golput kepanjangan dari Golongan Putih yaitu orang-
Golongan penerima uang tunai (Muhtadi, 2018). Seorang calon akan merasa
khawatir jika ada caleg dari partai lain melakukan jual beli suara, karena mereka
takut akan kehilangan suara dan ikut melakukan hal yang sama bahkan memberikan
uang atau barang dengan nominal lebih tinggi dari caleg lain, dan siklus ini terus
terjadi.
Bahkan di tahun 2018, Indonesia masuk ke dalam 3 besar peringkat negara yang
melakukan politik uang di dunia, yang mana mencapai 33% pemilih terjangkit
politik uang hingga menjadi sebuah normalitas baru dalam pelaksanaan Pemilu
paska Orde Baru (Muhtadi, 2018). Pelaksanaan Pileg digelar pada 17 April 2019,
dimana total penyelenggara pemilu mencapai lebih dari 7,3 juta orang dengan total
Daftar Pemilih Tetap (DPT) seluruh Indonesia mencapai 192 juta orang
sepertiga pemilih terpapar praktik jual beli suara. Berdasarkan survei paska pemilu
2019 yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang bekerja sama
yang sama antar Pileg 2014 dengan 2019 yaitu semakin mendekati pemilu maka
3
Gambar 1. 1 Tingkat Politik Uang Jelang Pemilu (%)
33,1
29,5
21,2 22
Sumber: Survei Desember 2018, Februari 2019 dan Maret 2019 dilakukan Indikator
sedangkan survei paska-pemilu pada Mei 2019 oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI)
(Muhtadi, 2019)
Praktik politik uang tentu saja mencederai sistem demokrasi yang dijalankan
perlindungan hak asasi manusia, terutama hak politik untuk memilih seorang
apresiasi terhadap hak asasi lebih mungkin dapat terlaksana dibandingkan dengan
mampu menjamin warga negara dengan hak asasi yang diberikannya, hingga
Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, salah satu penyaluran hak
dianggap sebagai lambang, tolok ukur dari demokrasi itu sendiri, pemilu dianggap
4
sebagai konsekuensi yang logis dari diterapkannya demokrasi dalam kehidupan
bisa diwujudkan melalui pemilu, akan tetapi ketika berbicara mengenai demokrasi
maka pemilu sudah menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Powell bahwa, meskipun pemilu ini bukan satu-satunya instrumen
demokrasi akan tetapi tidak dapat kita pungkiri bahwa pemilu ini sangat vital dan
utama, selain itu pemilu yang kompetitif akan melahirkan negara yang memiliki
Namun ketika terjadi praktik politik uang dalam Pemilu, otomatis masyarakat
akan terpengaruh dengan iming-iming uang maupun barang yang diberikan oleh
calon tertentu. Partisipasi politik masyarakat bukan hanya dilihat dari hasil jumlah
suara yang dimenangkan oleh partai politik peserta pemilu, akan tetapi juga harus
pilihan terbaiknya sesuai dengan hati nurani tanpa tekanan dari pihak lain (Irawan,
2019). Prinsip yang digunakan untuk menegakkan pemilu yang berintegritas harus
masyarakat maka akan berdampak pula kepada pelaksanaan pemilu yang baik
akan menggunakan cara-cara haram untuk meraih suara dari pemilih, namun sangat
7 Tahun 2017. Pemilu menjadi sarana bagi kedaulatan rakyat untuk memilih
5
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden
dan Wakil Presiden, serta memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
dilaksanakan berdasarkan asas pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil (UU RI, 2017). Pada tahun 2019 kembali menjadi sejarah bagi Bangsa
Indonesia, dimana Pemilu digelar serentak untuk pertama kalinya, yang mana
memilih Presiden dan Wakil Presiden sekaligus memilih DPR, DPD, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota dalam waktu yang bersamaan (Raditya,
2019). Melalui Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) masyarakat dapat secara bebas
mendukung, memilih seseorang/ calon tertentu untuk menjadi DPR, DPD, DPRD
partisipasi rakyat dalam pemilihan tidak selalu berkorelasi secara linier dengan
Praktik politik uang tidak hanya terjadi pada skala nasional saja, akan tetapi
juga banyak terjadi pada level daerah. Salah satunya di Kota Batu, dimana praktik
politik uang ini pernah ditemukan berdasarkan hasil laporan riset terkait
karakteristik money politic pada Pemilu dan Pilkada di Kota Batu oleh KPU Kota
Batu yang bekerja sama dengan PT. Kualita Prima Indonesia pada tahun 2015.
Hasilnya bahwa pada Pilkada Batu Tahun 2012 dan Pemilu Tahun 2014,
dan 56% responden tidak menerima politik uang. Kemudian politik uang juga
terjadi pada pemilihan eksekutif, dalam hal ini pemilihan Walikota Batu pada
Tahun 2017, dimana terdapat indikasi pelanggaran pada masa kampanye oleh Eddy
6
Rumpoko sebagai Walikota aktif saat itu, yang dilaporkan melakukan politik uang
pembagian uang 100 ribu, mukenah serta sarung di dusun Sumbersari, Giripurno
yang disertai ajakan untuk memilih pasangan calon urut 2 (Aminudin &
Wahyudiyanta, 2017).
Tidak hanya terjadi kecurangan pada pemilihan eksekutif, pada pemilihan calon
legislatif di Kota Batu juga disinyalir terjadi praktik politik uang. Hal ini didasarkan
pada hasil penelitian kuantitatif survei Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang
dilakukan oleh Bawaslu Kota Batu dalam melihat potensi rawan terjadinya praktik
politik uang jelang Pemilu Tahun 2019. Hasilnya diperolah 27% responden
mengetahui dan pernah merasakan politik uang dan masih berharap akan diberi
politik uang saat pemilu nanti. Selanjutnya 62% responden menjawab mengetahui
terjadinya praktik politik uang dan enggan melaporkan serta membiarkan terjadi
begitu saja (Hakim, 2019). Pada tahun sebelumnya, sebanyak 48% responden
mengaku telah menerima uang dan diberikan ketika berada di rumah dan 28%
mengaku menerima uang di rumah salah satu pendukung pasangan calon (Rahman,
2019).
Pemilihan Legislatif (Pileg) di Kota Batu pada tahun 2019 diikuti oleh 314
calon wakil rakyat yang ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU
Kota Batu, terdiri dari 14 partai politik, dimana akan memperebutkan 30 kursi
DPRD Kota Batu (Muklas, 2018). Para caleg dibagi dalam empat Daerah Pemilihan
(Dapil). Pada Dapil 1 (Batu 1), alokasi kursi sebanyak 7 buah, mencakup wilayah
dan Desa Sidomulyo. Dapil 2 (Batu 2) mendapat jatah 7 kursi, mencakup wilayah
7
Desa Oro-oro Ombo, Kelurahan Sisir, dan Kelurahan Temas. Dapil 3 (Kecamatan
Mojorejo, Desa Beji, Desa Torongrejo, Desa Tlekung, Desa Junrejo, dan Kelurahan
Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kota Batu sejumlah 151.531 pemilih, dengan
jumlah desa dan kelurahan sebanyak 24, serta 757 Tempat Pemungutan Suara
(TPS). Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat Kota Batu dalam Pemilu serentak
tahun 2019 termasuk di dalamnya Pileg DPRD Kabupaten/ Kota termasuk sangat
ini tingkat partisipasi masyarakat Kota Batu dan beberapa kota lainnya yang masuk
dalam 10 besar partisipasi tinggi dalam Pemilihan Umum serentak tahun 2019 di
Jawa Timur :
8
partisipasi yang tinggi dalam masyarakat, akan tetapi disisi lain berdasarkan data
politik uang pada pemilih di Kota Batu berdasarkan survei Bawaslu Kota Batu
jelang Pemilu 2019. Terlebih dalam Pileg dengan kompetisi yang sangat sengit baik
secara internal maupun eksternal, akan semakin membuat para caleg menempuh
segala cara dalam memenangkan Pileg kali ini, sehingga berimplikasi pada praktik
jual beli suara (Amindoni, 2019). Inilah yang kemudian membuat peneliti tertarik
untuk meneliti lebih jauh bagaimana “Politik Uang Dalam Pemilihan Umum
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang sudah dirumuskan diatas, maka tujuan
1. Untuk mengetahui politik uang dalam pemilihan umum serentak tahun 2019
di Kota Batu
9
2. Untuk mengetahui faktor pendorong terjadinya politik uang dalam
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
dan daerah.
2. Manfaat Praktis
Batu, Bawaslu Kota Batu maupun stakeholder lain yang berkaitan dengan
pemilu yang berkualitas. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi acuan
3. Manfaat Akademis
memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi Ilmu Pemerintahan,
serta penelitian/ kajian ini dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti
selanjutnya yang relevan kajian penelitian praktik politik uang terutama dalam
10
E. Definisi Konseptual
1. Pemilihan Umum
Tahun 2017. Pemilihan Umum menjadi salah satu instrumen untuk menjalankan
sistem demokrasi dalam suatu negara. Demokrasi menjamin setiap hak dan
kewajiban setiap warga negaranya termasuk hak politik untuk memilih dalam
Presiden dan Wakil Presiden atau biasa disebut Pilpres, sedangkan pemilihan
legislatif ini untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau biasa disebut
dan Pemilihan Umum yang demokratis memiliki keterikatan satu sama lain atau
‘the one can not exist without the others’, sehingga pemilu dimaknai sebagai
11
2. Politik Uang
maupun hal lainnya sebagai bentuk iming-iming kepada voters baik individu
serta dilakukan secara sadar oleh pelakunya (D. Permata & Zuchron, 2018).
Menurut Herbert E. Alexander, ditambah lagi uang mempunyai daya tarik yang
kuat dalam kehidupan manusia, yang mana mampu menjadi alat untuk
menguasai energi maupun sumber daya. Adapun bentuk praktik politik uang
fajar, karena proses pembayaran untuk pembelian suara dilakukan waktu subuh
Praktik pembelian suara ini dalam praktiknya tidak hanya dilakukan pada
saat subuh saja, beberapa calon juga melakukan pembelian suara jauh-juah hari
para calon mengandalkan tim suksesnya sebagai broker yang mana mereka
masyarakat di lapangan. Tim sukses bagi seorang calon menjadi ujung tombak
12
karena mereka berperan sebagai penggalang dukungan dari pemilih (Hamdi,
2015). Jumlah uang yang dibagikan kepada masyarakat juga beragam, mulai
Selain itu tidak jarang calon juga melakukan strategi tandem satu paket,
dimana memberikan 30 ribu untuk 2 orang caleg dan 50 ribu untuk 3 orang
caleg (Sari, 2021). Sedangkan pembelian suara berupa barang dapat berupa
bahan makanan pokok, beras, gula, tepung, minyak goreng, sarung, mukena
Ciri utama dari praktik pork barrel ini adalah berisi kegiatan yang
publik dengan harapan yang sama dengan praktik pembelian suara, yakni
(Aspinal & Sukmajati, 2015). Biasanya praktik ini dilakukan oleh calon
yang biasanya dilakukan di wilayah geografis tertentu saja atau bisa dibilang
tempat basis pemilih calon tertentu. Hal ini bertujuan agar masyarakat mau
kembali memilih calon tersebut pada hari pemilihan. Pork barrel juga disebut
sebagai politik distribusi, karena bentuknya dapat berupa bantuan baik dalam
musholla. Dikatakan oleh Caroline Paskarina bahwa pola politik dari pork
barrel adalah
13
“Pork barrel tidak hanya berguna untuk mempromosikan kandidat
petahana, akan tetapi juga berguna menciptakan elite-elite lokal baru
yang terkait dengan legislator melalui hubungan klientelistik secara
langsung.” (Paskarina, 2015)
Dapat kita lihat dalam penjelasan tersebut bahwa melalui praktik pork
barrel ini, program atau proyek perbaikan yang diberikan menjadi pengikat
antara penerima yang mana sebagai klien, dan legislator menjadi patronnya.
Bentuk lain politik uang yang terjadi juga di tengah masyarakat yang
benda atau barang yang diberikan tidak terlalu besar, cenderung benda-benda
bersifat kecil seperti kalender, gantungan kunci, peralatan sholat baik pria
maupun wanita serta yang paling sering dilakukan adalah pemberian sembako
Berbeda dari pemberian lain yang lebih bersifat pribadi, club goods
lebih memberikan keuntungan bagi kelompok sosial tertentu yang dituju oleh
yang diberikan nantinya akan lebih banyak menarik simpati dari anggota-
14
F. Definisi Operasional
dijadikan sebagai tolak ukur variabel dalam permasalahan yang sedang dilakukan
oleh peneliti yaitu tentang Politik Uang Dalam Pemilihan Umum Serentak Di Kota
Batu Tahun 2019, adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah
1. Bentuk dan besaran politik uang dalam Pemilihan Umum Serentak tahun
2. Jaringan politik uang Pemilihan Umum Serentak tahun 2019 di Kota Batu
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
terjadi pada individu atau kelompok yang berasal dari persoalan kemanusiaan
data yang diperolah dalam penelitian. Sesuai dengan kajian dalam penelitian
15
ini tentang Politik Uang Dalam Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 Di
membagikan politik uang kepada masyarakat Kota Batu, selain itu juga akan
diterima oleh masyarakat, faktor apa saja yang mendorong terjadinya poitik
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
dilakukan dengan subjek penelitian yang sudah ditentukan serta dari hasil
didapatkan dari hasil wawancara kepada masyarakat Kota Batu yang sudah
mengalami praktik politik uang dalam Pileg 2019, dan juga akan melakukan
wawancara dengan dua orang tim sukses caleg yang terlibat dalam praktik
Sedangkan data sekunder didapatkan dari sumber data yang sudah ada
dokumen lainnya yang relevan dengan kajian praktik politik uang, selain itu
16
yang dilakukan. Dalam penelitian ini, penelitian akan mengumpulkan data dari
a. Wawancara
Pemilihan Umum Serentak Di Kota Batu Tahun 2019, maka peneliti akan
kondisi saat pandemi Covid-19 saat ini dengan subjek penelitian yang
b. Observasi
peneliti dapat kegiatan yang dilakukan oleh subjek penelitian, atau dapat
17
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model observasi langsung.
c. Dokumentasi
diterbitkan oleh KPU Kota Batu terkait dengan pencalonan legislatif yang
4. Subjek Penelitian
teknik Purposive Sampling, dimana tidak dilakukan secara acak dan sudah
tertuju. Subjek dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kota Batu, hal ini tidak
18
lain karena masyarakat sendiri sebagai objek dari praktik politik uang tersebut.
Masyarakat Kota Batu hal ini dikhususkan yang sudah mempunyai hak
memilih pada Pileg 2019. Dimana ia juga menggunakan haknya dalam Pileg
praktik politik uang menjelang Pileg maupun paska Pileg 2019. Jumlah
informan yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 7 orang pemilih, diambil
politik uang dalam pemilu 2019 berdasarkan survei dari Bawaslu Kota Batu
Selain itu, tim sukses caleg juga akan menjadi subjek dalam penelitian ini,
hal ini dikarenakan tim sukses inilah yang memagang peranan penting untuk
lapangan.
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Batu yang terdiri dari 4 Dapil (Daerah
Sisir, Dapil 3 pada Kelurahan Dadaprejo dan Desa Beji dan Dapil 4 di Desa
Batu yang menyatakan bahwa masih ada sebagian masyarakat Kota Batu
praktik politik uang yang terjadi pada Pileg di Kota Batu tahun 2019, karena
19
setiap Dapil tentu saja akan memiliki karakteristik dan bentuk praktik politik
uang yang bisa jadi berbeda antara satu dengan yang lainnya.
selama penelitian. Analisa data ini dilakukan secara berkelanjutan dari awal
prosesnya analisis data ini dilakukan dengan mencari, menemukan data apa
yang penting dan apa yang bisa digunakan oleh peneliti dalam menyusun
laporan akhir penelitian. Salah satu teknik analisa data yang digunakan dalam
oleh Miles dan Huberman (1992) dalam (Suharsaputra, 2012). Teknik ini
a. Reduksi data
Reduksi data ini tidak hanya dilakukan pada awal penelitian saja, tetapi
verifikasi.
20
b. Penyajian Data
pengambilan tindakan.
Huberman memaknai tahap akhir ini sebagai penarikan arti data yang
telah ditampilkan oleh peneliti, dimana hal ini sesuai dengan pemahaman
ini dapat dilakukan sejak awal penelitian berdasarkan data yang diperolah
namun sifatnya masih kabur/ belum final, dan semakin bertambahnya data
maka kesimpulan akhir yang dibuat akan lebih sesuai dengan data yang
ada di lapangan.
21
Gambar 1. 2 Model Interaktif Analisa Data oleh Miles dan Huberman
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan
22