Oleh:
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan
makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Nurwijayanti, S.Pd., MPd. yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.
Penulis berharap semoga bantuan dari berbagai pihak tersebut memperoleh imbalan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Pengasih.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Hal ini semata-mata karena
pengetahuan penulis yang masih sangat minim.
Makalah yang sederhana ini semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fenomena praktek politik uang dalam politik di Indonesia menjadi ancaman serius bagi
proses keberlanjutan pembangunan tata politik demokratis. Melalui praktek politik uang, pemilu
dihasilkan jauh dari asas-asas demokratis jujur dan adil. Maraknya praktek politik uang
berlangsung hampir seluruh tingkatan pemilihan umum menjadikan demokrasi berbiaya tinggi
(La Ode Suprianto, 2017). Tingkat kepercayaan terhadap kandidat mendorong relasi antara calon
dan pemilih bersifat jangka pendek dan materialis. Dalam Pemilukada ini, marak terjadinya
praktek politik uang untuk mendapatkan suara.
Politik uang merupakan fenomena praktek negatif dalam mekanisme elektoral sistem
demokrasi (Adzimatinur,2019). Dalam sistem demokrasi belum matang seperti di Indonesia,
politik uang dijadikan alat untuk memobilisasi dukungan (Halili,2009). Berbagai cara dan bentuk
praktek politik uang dilakukan. Praktek tersebut dengan cara konvensional seperti pemberian
uang secara langsung, pemberian uang secara kelompok, pemberian uang saat rapat tim sukses,
pemberian sembako, pemberian bantuan dana rumah ibadah, dan bentuk-bentuk lainnya. Secara
common sence praktek politik uang merupakan sumber daya cukup ampuh mempengaruhi
masyarakat untuk memilih calon pemimpin politik. Sumber daya seperti halnya kecerdasan
intelektual kandidat seakan bukan indicator kelayakan kandidat untuk dipilih, akan tetapi magnet
finansial yang menjadi penentu pemenangan dalam Pemilukada tersebut (Hartaman et al.,2020).
Hasil akhir contrengan lebih ditentukan oleh seberapa besar pemberian dalam bentuk
instan. Suburnya praktek politik uang pesta demokrasi juga tidak lepas dari cara pandang
masyarakat permisif terhadap hal tersebut. Makna uang berkembang dari sekedar alat transaksi
dan akumumulasi surplus ekonomi, menjadi alat memperoleh non-financial benefit kekuasaan
(Haryatmoko, 2010). Artinya jika dalam kampanye kandidat tidak memberikan imbalan kepada
pemilih, kecil kemungkinan kandidat itu akan mendapatkan dukungan suara.
Praktek politik uang merupakan pelanggaran dalam pemilu yang tidak hanya
mengabaikan prinsip berdemokrasi, tapi juga telah mengabaikan muatan etika dan moralitas
dalam demokrasi sendiri, sehinggah ujung dari problema ini adalah tidak adanya aspek yang
jujur dan adil sebagaimana asas yang paling mendasar dalam sistem demokrasi. Memandang
pemilu tidak lain adalah alat untuk mendapatkan kekuasaan, alat elit-elit politik bersandiwara
untuk mendapatkan legitimasi dari rakyat untuk mendapatkan kekuasaan. Karena sifatnya
destruktif, yang bermaksud mempengaruhi pilihan politik pemilih dengan imbalan-imbalan
tertentu. Politik uang banyak membawa pengaruh peta perpolitikan serta proses yang terjadi
dalam pesta politik akan berdampak pada harapan dan realitas tidak terlahir sesuai cita-cita
demokrasi dalam memilih pemimpin.
Praktik politik uang paling marak terjadi pada saat momentum kampanye. Kampanye
merupakan bagian penting dalam proses pemilihan umum yang melibatkan dua unsur penting,
yaitu peserta pemilihan umum dan warga yang mempunyai hak pilih. Analoginya adalah peserta
pemilu merupakan penjual, dan warga adalah pembeli yang dapat melakukan deal politik berkat
ketertarikan visi, program, dan/atau janji berupa uang dan barang (Kurniawan, 2009). Politik
uang seakan menjadi hal yang utama dalam mendapatkan suara pemilih untuk meraih kekuasaan
politik.
B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini sendiri adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh politik
uang terhadap perilaku memilih pada Pemilukada Lembayung tahun 2022.
C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat dibuat dari tujuan diatas adalah :
1. Apakah demokrasi di kabupaten lembayung sudah menerapkan asas demokrasi, adil,
jujur?
2. Apa hubungan antara politik uang dengan kemenangan pemilukada di Lembayung
tahun 2022?
3. Bagaimana bentuk praktik politik uang di kabupaten Lembayung?
4. Apakah masih ada yang mempertahankan asas demokrasi jujur dan adil di kabupaten
Lembayung?
BAB II
BAB III
B. Pemecahan Masalah
Politik uang berpotensi mempengaruhi kemenangan pemilukada di Lembayung tahun
2022. Hal ini disebabkan karena politik uang ini mempengaruhi hak suara rakyat yang nantinya
akan berpengaruh pada perolehan suara akhir di pemilukada. Bentuk politik uang yang dilakukan
dalam pemilukada Lembayung tahun 2022 dengan pemberian uang kepada kelompok-kelompok
masyarakat maupun pemberian uang secara individu pemilih. Masyarakat Lembayung ada yang
serta menjual hak suaranya dengan menerima pemberian uang dan memilih paslon yang
menggunakan politik uang pada saat hari H pencoblosan. Namun, ada pula masyarakat yang
masih berpegangteguh pada hak suaranya yakni dengantidak menerima pemberian uang dalam
arti politik uang dari siapapun dan memilih paslon dengan hati nurani tanpa pemakasaan maupun
tekanan dari manapun.
Pemberian uang tidak langsung dibagikan oleh paslon, namun pembagian uang ini
dilakukan oleh tim sukses paslon yang menggunakan politik uang, uang yang mereka terima dari
paslon dipecah-pecah dan dimasukkan ke dalam amplop sejumlah masyarakat yang akan
dibagikan. Uang ini disalurkan ke masyarakat melalui kelompok-kelompok, kelompok inilah
yang nantinya akan membagikan langsung ke masyarakat.
Bentuk demokrasi pada sistem pemilu di Kabupaten Lembayung dinilai masih lemah,
hal ini ditandai dengan pemilu yang benar benar jujur dan adil. Padahal prinsip pemilu yaitu
“langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil” merupakan cerminan terjadinya pemerintahan
yang konstitusional. Tidak adanya prinsip pemilu yang jurdil dan penegak hukum yang efektif
melahirkan adanya politik uang seperti halnya yang terjadi pada pemilukada di Kabupaten
Lembayung ini. Paslon yang benar-benar jujur atau sering disebut main bersih dikalahkan
perolehan suaranya oleh paslon yang menggunakan serangan fajar.
Suburnya politik uang tidak lepas dari kerangka hukum pemilu yang belum menjamin
kepastian hukum larangan politik uang. Untuk menyelesaikan permasalahan ini harus ada
efektivitas penegakan hukum. Pemangkasan mata rantai penegakan hukum harus dilakukan
supaya tidak terlalu panjang dan berbelit, sebab jika sistem penegakan hukum terlalu panjang,
akan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Perbaikan regulasi mendesak harus juga
dilakukan. Dari pemilu yang dilakukan Kabupaten Lembayung tahun 2022 ini juga menunjukkan
sikap pemilih permisif dengan politik uang, untuk itu pendidikan pemilih yang massif sudah
seharusnya dilakukan guna merubah pemilih dari transaksional menjadi pemilih rasional.
BAB IV
B. SARAN
Sebaiknya untuk mencegah terjadinya kecurangan akankah lebih baik jika pemerintan
membentuk sebuah tim guna menyelidiki kasus-kasus tindak kecurangan tersebut dan para
pasangan calon dapat berintrospeksi lagi akankah mereka pantas menjadi seorang pemimpin yang
bersih tanpa perlu campur tangan politik uang.