Anda di halaman 1dari 29

1

PENGERTIAN ETIKA BISNIS

Norma Moral

Sejak awal manusia hidup bermasyarakat, telah disadari pentingnya norma-norma yang memberi
pedoman tentang bagaimana orang harus hidup dan berperilaku yang dianggap baik dan benar.
Keberlangsungan suatu masyarakat dapat merupakan indikator dalam membuktikan adanya norma-
norma tersebut. Tanpa adanya norma-norma tersebut, maka suatu masyarakat tidak dapat terus ada,
karena anggota-anggota masyarakat akan bertingkah laku yang merugikan satu dengan yang lainnya
sehingga akhirnya mengakhiri adanya masyarakat itu sendiri.

Norma yang berlaku dalam suatu masyarakat dapat dibedakan dalam norma umum dan norma khusus.
Norma khusus mengatur kegiatan atau kehidupan dalam bidang tertentu. Norma-norma tersebut
berlaku hanya dalam bidang tersebut, dan berlaku pada seseorang pada waktu orang tersebut berada
dalam bidang tersebut dan melakukan kegiatan tersebut, serta tidak berlaku bila orang tersebut tidak
lagi melakukan kegiatan tersebut Norma-norma umum sebaliknya lebih bersifat umum dan sering dapat
dikatakan bersifat universal, atau berlaku di bagian manapun di dunia ini, di waktu kapanpun, dan di
lingkungan masyarakat manapun juga serta berlaku bagi setiap orang selama hidupnya dalam suatu
masyarakat.

Salah satu norma umum adalah norma morai, yaitu aturan mengenai sikap, perilaku dan tindakan
manusia sebagai manusia yang hidup bermasyarakat Norma ini bersangkutan dengan aturan tentang
baik

2
Etika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi

buruknya, benar salahnya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sebagai manusia, yang anggota
dari suatu masyarakat. Norma moral atau moralitas dapat didefinisikan sebagai standard yang dimiliki
seorang individu atau suatu kelompok tentang apa yang benar dan apa yang salah, tentang apa yang
baik dan apa yang jahat.

Norma moral menjadi standard yang digunakan masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku
dan tindakan seseorang, benar salahnya perilaku dan tindakan orang tersebut sebagai anggota
masyarakat. Dalam hal ini, kalau seorang dinilai perilaku moralnya, yang dinilai bukanlah sikap
lahiriahnya. Jadi bukan tentang apakah pakaiannya rapi atau tidak, memakai sepatu atau sandal jepit,
mengenakan celana panjang atau celana pendek, memakai rok mini atau tidak. Bukan juga tentang
sopan santunnya, apakah orang tersebut makan dengan tertib atau tidak, apakah orang tersebut
meludah didepan orang ramai, bagaimana sikapnya didepan atasan dan sebagainya. Akan tetapi, yang
dinilai adalah sikap yang memperlakukan semua orang sebagai manusia yang sama derajatnya dalam
kehidupan bermasyarakat dan pada tindakan dan perilaku orang yang berperan besar dalam kehidupan
seseorang dan masyarakat.

Norma moral bersangkutan dengan kehidupan orang dalam bermasyarakat, karena itu norma moral
seseorang diperoleh pertama-tama dari lingkungannya, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan tempat
tinggal, lingkungan sekolahnya, lingkungan kegiatannya, lingkungan masyarakat dan negara dimana
orang tersebut tinggal. Selain itu, dalam proses orang menjadi dewasa, maka pengalaman, proses
belajar, dan pengembangan pribadi dan intelektuil akan membentuk norma moral tersebut melalui
proses perubahan, penggantian, penyempurnaan, dan seterusnya. Selama proses tersebut, or- ang
diharapkan dapat mengembangkan norma-norma moral yang lebih baik, sehingga orang tersebut tidak
tergantung semata-mata pada norma yang berlaku dalam lingkungannya, akan tetapi dapat pula
memberikan kontribusi pada berkembangnya norma moral yang berlaku dalam suatu masyarakatnya.

Norma moral memiliki karakteristik yang berbeda dari berbagai norma lain dalam kehidupan masyarakat
(Keraf 1998). Pertama, norma moral bersangkutan dengan hal-hal yang memberikan dampak yang besar
bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia pribadi maupun kelompok. Norma moral mengatur perilaku
manusia yang dianggap dapat merugikan ataupun berguna bagi orang lain. Norma moral mengatur agar
tindakan dan perilaku manusia tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain ataupun agar manusia

Bab I-Pengertian Etika Bisnis


3

memberikan kebaikan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Masyarakat pada umumnya memiliki
norma moral yang tidak membenarkan tindakan pencurian, perampokan, perkosaan, penganiayaan, dan
sebagainya, yang dianggap sebagai hal-hal yang dipandang sangat serius melukai atau merugikan
manusia. Selain itu, masyarakat pada umumnya memiliki norma yang membenarkan bahkan
menganjurkan agar orang menolong orang lain, berbuat jujur, bekerja sama dengan orang lain, dan
sebagainya.

Kedua, norma moral memiliki karakteristik untuk didahulukan dari nilai- nilai lain, termasuk kepentingan
pribadi. Artinya bila seorang mempunyai kewajiban moral untuk melakukan sesuatu, maka orang
tersebut selayaknya melakukan hal tersebut, walapun bertentangan dengan kepentingan pribadinya
atau dengan nilai-nilai yang lain. Hal ini oleh karena nilai moral berkaitan langsung dan memberikan
dampak yang besar bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia serta keberlangsungan masyarakat.

Ketiga, norma moral diharapkan dapat dipatuhi oleh setiap orang tanpa mempedulikan apakah dengan
mematuhi norma tersebut akan memperoleh sanksi atau hukuman. Demikian pula norma tersebut
dipatuhi bukan karena mengharapkan imbalan atau keuntungan. Jadi walaupun norma moral mungkin
menyangkut tindakan yang memberikan dampak yang dapat merugikan atau berguna bagi seseorang,
norma ini ditaati hanya karena nilai- nilai yang terkandung dalam norma itu. Norma moral ditaati karena
kesadaran dari orang atau masyarakat yang memahami akan nilai-nilai yang ingin dicapai dengan adanya
norma tersebut.

Keempat, norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan suatu badan tertentu atau
penguasa tertentu. Norma moral tidak dituliskan, tidak dijadikan peraturan, tidak ditetapkan atau
diubah oleh pemerintah atau badan apapun. Norma ini telah merupakan aturan tak tertulis dalam hati
setiap anggota masyarakat yang karena itu mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri.

, norma moral selalu melibatkan suatu perasaan khusus, yaitu perasaan moral (moral sense). Perasaan
moral ini timbul bila seseorang melakukan suatu tindakan yang secara moral salah, ataupun bila melihat
tindakan orang lain yang tidak sesuai dengan nilai moral. Perasaan moral itu dapat menjadi perasaan
bersalah, menyesali diri sendiri untuk tindakan sendiri yang salah, atau dalam bentuk perasaan marah,
atau keinginan untuk menghukum orang yang melakukan tindakan yang menyalahi norma moral
tersebut. Perasaan moral ini walaupun merupakan perasaan dalam diri

Erika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi

seseorang, akan tetapi tidak dapat dikatakan sebagai perasaan subyektif,

karena perasaan tersebut dapat juga dirasakan oleh orang lain. Norma moral dengan demikian adalah
norma yang bersangkutan dengan materi yang membawa dampak yang berat dan berarti bagi
kehidupan manusia dan masyarakat, yang tidak didasarkan pada suatu wewenang tertentu yang lebih
tinggi, akan tetapi didasarkan pada alasan yang jelas dan benar, dan pada pertimbangan yang tidak
memihak. Norma ini diperoleh oleh tiap individu dalam proses kehidupan bermasyarakatnya..

Pengertian Etika

Etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral dalam suatu masyarakat. Dalam pengertian ini
maka etika sama artinya dengan moral atau motalitas, yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh
dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya.

Etika juga dapat berarti pemikiran moral, sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang harus
dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan. Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama yang
sama lamanya dengan seluruh sejarah filsafat, karena etika sebagai ilmu merupakan suatu cabang ilmu
filsafat. Karena itu etika sebagai ilmu sering juga disebut filsafat moral. Sebagai cabang ilmu filsafat,
etika mempelajari baik buruknya, benar salahnya perilaku dan tindakan manusia.

Etika sebagai ilmu adalah studi tentang moralitas, merupakan suatu usaha mempelajari moralitas. Etika
merupakan kegiatan yang mempelajari norma moral seseorang atau norma moral suatu masyarakat,
dan mempertanyakan bagaimana menerapkan norma-norma tersebut pada kehidupan kita, dan
mempertanyakan apakah norma tersebut didasarkan pada alasan yang jelas dan benar.
Dalam pengertian yang sangat umum, etika adalah usaha yang sistimatik untuk memahami pengalaman
moral individu dan masyarakat, sedemikian rupa untuk menentukan aturan-aturan yang seharusnya
mengatur tingkah laku manusia, nilai-nilai yang layak dikembangkan, dan sifat-sifat yang perlu
dikembangkan dalam hidup. Usaha ini sistimatik, dan karena itu dalam hal ini sama seperti ilmu yang
lain merupakan suatu kegiatan khusus yang tidak dilakukan setiap hari oleh setiap orang. Pendekatan
dalam studi etika sama seperti pendekatan yang digunakan dalam ilmu fisafat, yaitu didasarkan pada

Bab 1-Pengertian Etika Bisnis

alasan-alasan yang diterapkan pada pengalaman manusia dalam

bermasyarakat, sehingga sering juga disebut etika filsafat. Studi etika menurut DeGeorge (1999), dapat
dibedakan dalam: etika deskriptif (descriptive ethics), etika normatif (normative ethics), serta etika meta
(metaethics).

(1). Etika deskriptif adalah mempelajari dan menjelaskan moralitas dari or-

ang, budaya, atau masyarakat. Studi deskriptif mengenali,

membandingkan, dan membedakan berbagai sistem mail, praktek.

kepercayaan, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai yang berbeda.

(2) Etika normatif mendasarkan pada pemahaman yang diperoleh dari etika deskriptif, dan berusaha
untuk mengembangkan suatu sistem moral yang terpadu. Studi ini berusaha untuk mengungkapkan,
mengembangkan dan memastikan prinsip-prinsip dasar moral, atau nilai-nilai dasar moral dari suatu
sistem moral dari suatu masyarakat, dan lebih umum masyarakat manusia secara keseluruhan. Dalam
etika normatif, maka dilakukan: (a) usaha untuk membentuk menjadi suatu kesatuan berbagai norma,
aturan, dan nilai-nilai dari moralitas suatu masyarakat; (b) usaha untuk menemukan prinsip-prinsip
dasar dari mana norma khusus dapat dijabarkan; dan (c) usaha untuk memastikan prinsip-prinsip
moralitas dengan berbagai cara. Oleh karena etika normatif merupakan suatu usaha yang sistimatis
untuk menjelaskan dan memastikan moralitas suatu masyarakat, maka usaha ini sering disebut "ethical
theories". Bila prinsip-prinsip dasar tersebut berhasil ditemukan, maka akan memberikan cara untuk
menjabarkan norma-norma yang konsisten yang dapat diterima oleh masyarakat, termasuk membuat
eksplisit norma-norma yang sebelumnya hanya tersirat saja. Teori ini juga memberikan prosedur yang
dapat digunakan untuk menilai norma-norma yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya.

(3) Etika meta adalah merupakan studi dari etika normatif. Sering disebut sebagai analytical ethics. Etika
meta bersangkutan dengan pengertian dari istilah moral, misalnya apa yang diartikan oleh baik atau
buruk dalam artian moral, dan apa arti tanggung jawab moral (moral responsibiliy). Etika meta juga
mempelajari logika dari penelaahan moral (moral rea- soning) meliputi penjelasan dan penilaian asumsi
dan investigasi kebenaran dari argumentasi moral.

Etika Bisnis - Prinsip dan Aplikasi

6.

Etika dan Berbagai Norma Sosial

Etika dan Etiket

Etiket adalah aturan tentang perilaku lahiriah orang dalam kehidupan bermasyarakat. Norma ini
merupakan norma sopan santun, misalnya menyangkut cara makan dan minum, cara berpakaian, cara
berbicara dan sebagainya. Etiket memang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, akan tetapi
norma ini tidak menentukan baik buruknya, benar salahnya seseorang sebagai manusia, karena memang
hanya mengatur tentang sikap dan perilaku lahiriah. Walaupun ketaatan pada etiket dapat memberikan
kontribusi dalam menentukan pribadi seseorang, akan tetapi sikap lahiriah ini tidak berperan secara
langsung pada moral seseorang. Kepatuhan pada etiket tidak membuat seseorang bermoral atau
menandakan bahwa orang itu bermoral. Sering orang terlalu mementingkan etiket dan mengabaikan
etika, bahkan sering ketaatan pada etiket ini digunakan untuk menutupi permasalahan moral.

Etika jelas tidak sama dengan etiket. Etiket hanya mengatur perilaku. lahiriah yang menyangkut sopan
santun atau tata krama dalam pergaulan. Etiket memang sering disalahartikan dan untuk sebagian
masyarakat telah dianggap menjadi sangat penting. Pakaian yang dikenakan seseorang menjadi
indikator moral seseorang. Cara orang bersikap dalam pergaulan menjadi ukuran moralnya, dan
seterusnya. Padahal etiket adalah aturan yang hanya bersifat lahiriah, dan walaupun penting bagi
pergaulan manusia dalam masyarakat, akan tetapi tidak bersangkutan dengan materi yang sangat
menentukan kelangsungan kehidupan manusia dan masyarakat.

Hal ini tidak berarti bahwa etiket tidak penting. Etiket tetap penting bagi pergaulan manusia dalam
masyarakat. Sangat tidak nyaman untuk bersama dengan orang yang tidak mengenal sopan santun, yang
tidak mengenal etiket. Hanya perlu disadari bahwa etiket adalah norma yang terbatas mengatur perilaku
lahiriah dan tata krama bagi kenyamanan pergaulan antar manusia.

Etika dan Hukum

Norma hukum adalah peraturan perundangan yang secara eksplisit dan resmi berlaku bagi masyarakat.
Norma hukum diperlukan oleh masyarakat karena dianggap perlu demi keselamatan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Norma hukum sepatutnya mencerminkan harapan dan keinginan seluruh
anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana
seharusnya masyarakat tersebut

Bab 1- Pengertian Etika Bisnis

diatur secara baik. Norma hukum dinyatakan dalam berbagai jenis peraturan dalam suatu negara, yaitu
undang-undang dasar, undang-undang, dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara.

Dibandingkan dengan norma sopan santun dan norma moral, norma hukum diberlakukan dengan tegas
dan pasti, karena selalu diikuti dengan hukuman atau sanksi bagi pelanggarnya. Norma hukum pada
umumnya dinyatakan secara tertulis dan menjadi pedoman bagi berperilaku dan bertindak, maupun
dalam memberikan sanksi bagi pelanggarnya. Dalam hal ini norma hukum memiliki kekuatan yang dapat
memaksa orang untuk mematuhinya tanpa mempertimbangkan pemikiran atau perasaan orang
tersebut.

Hukum sesungguhnya adalah usaha mewujudkan norma moral secara tertulis. Norma moral dapat
dikatakan sebagai menjiwai norma hukum, atau bahkan bahwa norma hukum adalah usaha menuliskan
norma moral. Dalam pengertian ini maka hukum sebetulnya merupakan usaha untuk mempertegas dan
meyakinkan berlakunya norma moral yang bila dalam statusnya sebagai norma moral hanya akan
bersifat normatif belaka. Dalam hal ini maka hukum adalah baik, benar, dan adil sesuai dengan jiwa
moral itu sendiri. Permasalahannya adalah apakah hukum dapat benar-benar merupakan perwujudan
dari nilai-nilai moral masyarakat yang baik. benar dan adil?

Dalam kenyataannya sulit untuk menjamin bahwa hukum merupakan perwujudan dari norma moral.
Hukum adalah produk politik, karena disusun oleh kelompok masyarakat yang berkuasa secara politik
dalam dewan perwakilan dan pemerintah suatu negara. Dengan demikian sulit untuk dapat meyakinkan
bahwa hukum merupakan perwujudan dari norma moral. Dalam proses politik, setiap kekuatan politik
berusaha untuk meyakinkan bahwa kepentingan kelompoknya tercapai, dan kepentingan ini pada
umumnya didahulukan dari pada kepentingan masyarakat keseluruhan. Oleh karena itu sering hukum
dibuat demi kepentingan sekelompok orang dalam suatu masyarakat, dan banyak norma hukum yang
terang-terangan bertentangan dengan norma moral dan perasaan keadilan dalam masyarakat.

Keterbatasan yang lain dari hukum adalah bahwa fakta tidak ada aturan yang dapat mencakup segala
perilaku dan tindakan manusia. Dengan demikian hukum selalu tidak akan pernah lengkap. Bahkan
aturan untuk satu perilaku saja tidak mungkin mencakup segala kemungkinan. Dilain pihak, tingkah laku
manusia dalam bermasyarakat terus berkembang, sehingga hukum selalu akan tertinggal dalam usaha
mengatur semua perilaku manusia.

Erika Bisnis - Prinsip dan Aplikasi

Walaupun ketaatan terhadap norma hukum sedikit banyak mencerminkan sikap dan kualitas pribadi
pelakunya, ketaatan itu tidak dengan sendirinya menentukan kualitas moral pelakunya. Seseorang dapat
saja taat pada hukum karena takut, dan bukan karena kesadarannya akan pentingnya hukum itu bagi
kehidupannya dan kehidupan bersama. Demikian pula sebaliknya seseorang dapat saja jelas-jelas
melanggar hukum tetapi menurut pertimbangan moralnya hal itu baik dan perlu dilakukannya walaupun
ia tahu dan siap nenerima dampak legal dari tindakannya itu. Maka penilaian moral atas perilaku
seseorang tidak dapat semata-mata didasarkan pada ketaatan atau ketidaktaatannya pada norma
hukum. Ketaatan pada hukum tidak menjamin bahwa suatu tindakan secara moral benar. Demikian pula
ketidaktaatan pada hukum tidak selalu berarti bahwa tindakan tersebut tidak bermoral.

Hal ini tidak berarti bahwa norma hukum tidak penting. Norma hukum tetap dibutuhkan, karena
walaupun ketaatan terhadap norma hukura tidak memadai untuk menentukan haik buruknya manusia,
akan tetapi dengan adanya sanksi yang tegas maka norma hukum diperlukan demi kepentingan hidup
bersama seluruh anggota masyarakat. Norma moral hanya dapat berlaku dari kesadaran orang itu
sendiri, dan ketika norma tersebut tidak diperdulikan, maka yang dapat dilakukan hanyalah
menghimbau agar norma moral ditaati. Dengan norma hukum, maka keselamatan hidup bersama dapat
diyakinkan melalui norma hukum yang tegas dan pasti. Yang perlu diinginkan bersama adalah bahwa
dengan segala keterbatasan tersebut, maka norma hukum yang ada perlu diyakinkan agar benar-benar
merupakan perwujudan positif dari norma moral masyarakat.

Lingkup dari norma hukum dan norma moral sama, yaitu menyangkut perilaku dan tindakan orang yang
dapat menimbulkan dampak yang dapat merugikan atau berguna bagi manusia dan keselamatan
masyarakat. Walaupun berbeda dengan norma hukum, norma moral diharapkan dapat dipatuhi oleh
setiap orang tanpa mempedulikan sanksi atau hukuman, dan ditaati hanya karena nilai yang terkandung
dalam norma itu.

Dalam pengertian ini, maka norma moral dan norma hukum dapat saling melengkapi. Untuk dapat
dirancang dengan benar, berfungsi dengan benar dan dilaksanakan dengan benar, maka diperlukan
bahwa penyusun, pelaksana hukum tersebut memiliki norma moral yang positif bagi keselamatan dan
kesejahteraan manusia dan masyarakat. Tanpa itu, maka hukum hanyalah aturan demi kepentingan
sekelompok orang dan tidak akan mencapai tujuan positif dari disusunnya hukum tersebut. Dilain pihak,
norma moral memerlukan

Bab 1-Pengertian Etika Bisnis

norma hukum demi pengembangan nilai-nilai moral yang lebih baik, melalui

proses pembelajaran masyarakat.

Etika dan Agama


Selain hubungan antara manusia dengan penciptanya, tiap agama juga memberikan pada pemeluknya
pandangan tentang dunia, termasuk instruksi moral, nilai dan komitmen. Agama dengan demikian tidak
hanya bersangkutan dengan suatu sistem formal untuk hubungan antara manusia dengan

penciptanya, tetapi juga aturan untuk hubungan sosial antar manusia. Banyak orang berpendapat
bahwa moralitas harus didasarkan pada agama, baik dalam arti bahwa tanpa agama orang akan tidak
memiliki insentif untuk bermoral atau dalam arti bahwa hanya agama yang dapat memberikan pedoman
bagi kita dalam hidup bermasyarakat ini. Terdapat pula pendapat bahwa moralitas seharusnya
didasarkan pada perintah Tuhan.

Pendapat para ahli filsafat sampai sekarang adalah bahwa moralitas. tidak perlu sepenuhnya tergantung
pada agama. Walaupun keinginan untuk masuk ke surga atau ketakutan untuk masuk ke neraka
mungkin mendorong orang untuk bertingkah laku yang bermoral, hal ini tidak merupakan alasan satu-
satunya dan bahkan bukan alasan yang paling umum mendorong manusia bermoral. Sering kita
bertindak yang bermoral karena kebiasaan saja, atau karena memang kita orang yang bermoral. Kita
sering termotivasi untuk melakukan apa yang benar secara moral hanya karena perhatian kita pada
orang lain atau hanya karena berpendapat bahwa itu tindakan yang benar. Sering penerimaan oleh
teman-teman kita, kebutuhan untuk memenuhi hati nurani kita sendiri, dan kebutuhan untuk
menghindari pelanggaran hukum mungkin memotivasi kita untuk bertindak yang bermoral.

Perintah untuk bermoral dari tiap agama pada lazimnya umum dan mungkin sulit untuk diterjemahkan
menjadi kebijakan yang tegas untuk tiap permasalahan dalan: hidup. Perintah agama tidak melarang kita
untuk melakukan analisa moral Bahkan setiap agama menganjurkan penganutnya untuk menggunakan
akalnya, untuk berfilsafat moral untuk memperoleh jawaban yang rasional dalam kehidupan.

Bahwa agama mempengaruhi norma moral dan nilai-nilai kebanyakan orang tidak perlu diragukan lagi.
Dalam kehidupan bermasyarakat maka dipahami ada banyak agama yang berbeda prinsip-prinsip
moralnya, hahkan dalam agama yang sama ada banyak aliran yang juga sering berbeda dalam masalah-
masalah moral. Oleh karena itu sulit untuk membenarkan suatu

10

Etika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi


prinsip moral hanya dengan mendasarkan diri pada agama, karena hal ini hanya akan diterima oleh
mereka yang agamanya sama atau bahkan yang sama aliran dalam agama itu. Dilain pihak, tiap agama
berpendapat bahwa akal manusia perlu digunakan untuk memahami apa yang benar dan apa yang
salah, dan oleh karena itu, untuk mendukung prinsip-prinsip etika dalam hidup bermasyarakat yang
majemuk tersebut, maka akal manusia selayaknya menjadi tumpuan untuk berpikir dalam
menyelesaikan permasalahan moral dalam suatu masyarakat yang majemuk.

Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara norma moral dengan agama. Agama memberikan
banyak pengaruh positif bagi filsafat moral. Dapat dikatakan bahwa semua agama menganjurkan
manusia untuk berpikir, untuk menggunakan akal dalam kehidupan, untuk berfilsafat moral dalam
kehidupan bermasyarakat.

Etika dan Kode Etik Profesi

Dalam kegiatan ekonominya, maka ada sebagian orang yang melakukan kegiatan yang sering disebut
profesi. Pengertian profesi dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah hidup dengan
menggunakan keahlian dan ketrampilan dan dengan melibatkan komitmen pribadi untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Seorang profesional dengan demikian adalah orang yang melakukan suatu
pekerjaan dan memperoleh nafkah hidup dari pekerjaan itu dengan menggunakan keahlian dan
keterampilannya serta memiliki komitmen pribadi atas pekerjaannya itu. Orang yang profesional
lazimnya adalah orang yang dapat dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang menjadi
profesinya.

Dari berbagai profesi terdapat kelompok profesi yang dapat disebut profesi yang luhur. Istilah tersebut
digunakan karena profesi tersebut menekankan pengabdian atau pelayanan kepada masyarakat
melebihi hal- hal lainnya. Profesi ini lazimnya timbul bukan semata-mata karena keinginan untuk
melakukan pekerjaan dan memperoleh nafkah hidup, melainkan untuk melayani atau mengabdi kepada
masyarakat. Contoh klasik dari profesi luhur ini adalah dokter, pengacara, hakim dan jaksa, tentara,
wartawan, akuntan publik, guru, dosen, dan sebagainya.

Salah satu ciri dari profesi luhur adalah komitmen moral yang tinggi untuk melayani dan mengabdi
kepada masyarakat. Komitmen moral ini biasanya dinyatakan dalam bentuk norma-norma khusus yang
menjadi pedoman bagi setiap orang yang melakukan profesi tersebut. Aturan ini.
Bab 1-Pengertian Etika Bisnis

11

merupakan norma moral yang khusus berlaku bagi mereka yang mempunyai profesi tersebut untuk
menjalankan atau mempraktekkan profesinya, dan disebut kode etik (misalnya kode etik kedokteran,
kode etik pengacara, kode etik akuntan publik, kode etik wartawan, dan sebagainya). Kode etik ini
seharusnya ditaati oleh setiap orang yang mempunyai profesi tersebut. Kode etik lazimnya berisi
tuntutan keahlian, komitmen moral, dan perilaku yang diinginkan dari orang yang melakukan profesi
tersebut. Kode etik menyangkut apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam pelaksanaan
suatu profesi.

Kode etik secara langsung menentukan identitas dan perilaku moral dari para pelaku profesi tersebut.
Kode etik pada umumnya disusun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa profesi yang bersangkutan.
Tujuan dari disusunnya kode etik oleh tiap profesi sesungguhnya adalah melindungi masyarakat dan
melindungi profesi yang bersangkutan. Pertama, untuk melindungi masyarakat pengguna jasa dari
profesional tersebut dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian dan kesalahan entah sengaja atau tidak
sengaja dari kaum profesional. Kode etik meyakinkan bahwa masyarakat yang memanfaatkan jasa para
profesional tidak akan dirugikan baik dirinya maupun harta miliknya oleh profesional tersebut. Kedua,
kode etik juga bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari tindakan dan perilaku yang
tidak benar dari para pelaku profesi tersebut. Dengan adanya kode etik ini, maka setiap pelaku profesi
dapat dipantau tingkat keahlian profesinya dan juga komitmen moralnya.

Kode etik dapat dikatakan terletak diantara norma moral dan hukum. Kode etik merupakan norma
moral yang berlaku untuk mereka yang melakukan profesi di bidang tertentu. Akan tetapi berbeda
dengan norma moral pada umumnya, norma moral ini dinyatakan sebagai aturan tertulis. Walaupun
merupakan norma moral, sebagai kode etik, aturan tersebut dilengkapi dan didukung oleh sanksi yang
memungkinkan berlakunya norma moral jauh lebih pasti sebagaimana dalam hukum positif. Demikian
pula kode etik menjadi pedoman yang konkret, karena tertulis sehingga dapat menjadi acuan yang
nyata. Oleh karena itu, dalam pengertian ini, kode etik lebih bersifat tegas dan pasti dibandingkan
dengan norma moral pada umumnya, walaupun tetap memiliki hakikat sebagai norma moral.

Anggota dari suatu profesi lazimnya terorganisasi dalam asosiasi atau organisasi profesi, yang lazimnya
memiliki kekuasaan (yang sering juga diperkuat dengan kekuatan hukum) untuk mengatur anggotanya
dalam.
12

Etika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi

menjalankan profesinya. Dokter di Indonesia hanya dapat berpraktek bila mendapatkan rekomendasi
dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Kekuatan ini membuat organisasi profesi dapat memaksakan kode
etik yang dikeluarkannya. Hukuman bagi pelanggaran kode etik tidak berarti hukuman legal, akan tetapi
biasanya sangat berperan bagi kelangsungan profesional tersebut untuk tetap dapat menjalankan
profesinya.

Sejauh mana standard moral terekspresikan dalam kode etik profesi? Kode etik profesi lebih merupakan
standard profesi yang terutama dirumuskan untuk melindungi masyarakat terhadap praktek dari para
profesional. Walaupun sama seperti hukum, yaitu bahwa kode etik juga merupakan usaha perwujudan
dari standard moral, akan tetapi mengalami kelemahan yang sama, yaitu tidak akan pernah mencakup
seluruh permasalahan etika yang mungkin timbul dalam praktek profesi, serta keraguan akan kebenaran
kode etik itu sendiri. Sama seperti hukum, kode etik profesi dengan segala kekurangannya, sangat
berguna dan dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan norma moral.

Etika dan Kode etik organisasi (Code of Conduct)

Sejak disadari pentingnya kegiatan bisnis dilakukan dengan bermoral, maka banyak perusahaan maupun
organisasi berusaha untuk menyusun corporate code of conduct. Aturan-aturan disusun untuk
membantu karyawan dan anggota organisasi untuk bertingkah laku yang bermoral dengan menyatakan
atau menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip moral seharusnya diterapkan dalam kerja.

Walaupun sering disebut 'kode etik organisasi', kode tersebut bukanlah kode-kode moral, karena tidak
ada seorang individu atau kelompok dapat menyatakan tindakan mana yang bermoral dan yang tidak
bermoral dengan suatu keputusan pimpinan. Alasan yang sama juga berlaku untuk hukum dan kode etik
profesi yang juga tidak dapat dikatakan merupakan kode-kode moral.
Berbagai tipe kode organisasi disusun oleh berbagai perusahaan, mulai yang secara sederhana hanya
menyatakan bahwa karyawan harus mematuhi hukum secara umum, ataupun yang secara spesifik
menyatakan hal-hal tertentu, misalnya mengenai larangan menerima suap, hadiah, ataupun
memberikan suap, hadiah kepada pihak lain. Beberapa kode menyatakan dengan jelas bagaimana
karyawan harus bertingkah laku dan bersikap, bahkan mungkin sampai kepada hal berpakaian ataupun
larangan untuk suami dan isteri bekerja dalam satu perusahaan.

Bab 1-Pengertian Etika Bisnis

13

Walaupun tidak dapat dikatakan sebagai kode moral, kode organisasi tetap berguna dan memiliki fungsi
yang penting. Memang koue organisasi tidak cukup sebagai pedoman bagi tingkah laku yang bermoral
dan mencegah karyawan bertindak yang tidak sesuai dengan standard moral dalam bekerja. Akan tetapi
adanya kode organisasi sering lebih baik daripada tidak ada sama sekali, dan selain itu juga ada berbagai
keuntungan dengan adanya kode organisasi tersebut (DeGeorge 1999). Pertama, usaha untuk menyusun
kode organisasi itu sendiri merupakan suatu langkah yang berguna, karena memaksa banyak orang
dalam organisasi untuk berpikir, untuk mendiskusikan misi mereka dan tanggung jawab yang penting
sebagai kelompok dan individu terhadap perusahaan, terhadap pihak-pihak lain dalam organisasi,
terhadap konsumen, serta terhadap masyarakat secara keseluruhan. Kedua, setelah diadopsi, suatu
kode dapat digunakan untuk menghasilkan diskusi yang positif bagi penyempurnaan dan kemungkinan
modifikasi dari kode tersebut. Ketiga, dapat membantu karyawan baru dalam rangka penyesuaian diri,
serta menanamkan perlunya berpikir akan aspek-aspek moral dalam tindakan mereka, serta
menanamkan pentingnya mengembangkan sifat-sifat luhur yang sesuai dengan posisi mereka dalam
organisasi. Keempat, kode organisasi dapat digunakan sebagai dokumen untuk referensi bila mereka
meragukan tindakan atau perintah yang harus dilakukannya. Kelima, suatu kode mungkin dapat
digunakan untuk meyakinkan konsumen dan masyarakat akan fakta bahwa perusahaan berpegang pada
prinsip-prinsip moral, dan memberikan mereka kriteria untuk mengukur tindakan perusahaan.

Kekurangan dari kode organisasi sebagai standard moral terutama adalah bahwa sering tidak dijelaskan
bagaimana suatu kode diformulasikan, prinsip- prinsip moral apa yang ingin ditekankan, atau bagaimana
menyelesaikan beda interpretasi atau konflik yang tidak tegas diatur dalam kode tersebut. Selain itu,
kode organisasi biasanya disusun oleh suatu tim dalam perusahaan, dan layak dipertanyakan sejauh
mana pengetahuan, atau wewenang, ataupun moral dari para penyusun itu sendiri. Kelemahan yang
sama sebenarnya dapat dinyatakan terhadap norma hukum.dan kode profesi
Etika Bisnis

Etika dapat diklasifikasikan dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas seluruh
kehidupan manusia, mengenai norma dan nilai

14

Etika Bisnis Prinsip dan Aplikasi

moralnya. Teori etika umum mengembangkan dan menganalisa argumentasi- argumentasi moral yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai suatu ilmu, maka etika merupakan bagian dari ilmu-
ilmu sosial. Ilmu yang tidak akan pernah mencapai kesepakatan maupun kesempurnaan. Pemahaman
teori etika memberikan alat yang penting untuk menganalisa masalah-masalah moral.

Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dalam bidang kehidupan yang
khusus. Oleh karena itu etika khusus memberikan aturan sebagai pegangan, pedoman praktis bagi setiap
orang dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu. Selain itu, schagai ilmu, maka etika khusus
mempertanyakan perilaku dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu. Etika khusus antara lain:
etika perkawinan, etika ilmu pengetahuan, etika politik, etika lingkungan hidup, etika bisnis, etika
kedokteran, etika pengacara, dan sebagainya.

Etika khusus menerapkan etika umum (yang termasuk deskriptif, normatif, dan etika meta) untuk: (1)
menyelesaikan permasalahan khusus(casuistry), dan (2) untuk meneliti moralitas dari suatu hal khusus
tentang manusia dan kegiatannya. Casuistry adalah cara untuk menyelesaik... permasalahan, kasus, atau
dilema moral melalui penerapan dari prinsip-prinsip moral. Casuistry menggunakan prinsip-prinsip dan
norma- norma yang telah dikembangkan dan diyakini dalam etika umum. Cara ini sering terdegenerasi
menjadi tehnik yang dilakukan tanpa berpikir bahwa kondisi sering berbeda, sehingga analisa menjadi
tidak tepat.

Etika bisnis adalah penerapan etika dalam kegiatan bisnis. Seperti etika terapan pada umumnya, bidang
kajian etika bisnis dapat dikategorikan dalam: level makro, level mikro, level individu, dan level
internasional. Pada level makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara
keseluruhan, serta kemungkinan alternatif dan modifikasinya. Pada level mikro, etika bisnis menyelidiki
masalah-masalah etika di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tetapi juga
serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain.
Pada level individu, fokus adalah mernpelajari moral individu dalam hubungan dengan kegiatan ekonomi
dan bisnis. Pada level internasional, etika bisnis mempelajari tindakan-tindakan individu dan perusahaan
dalam bisnis internasional, serta kegiatan lain yang mempengaruhi

lingkungan dunia dan manusia secara keseluruhan dimuka bumi ini. Etika bisnis lazimnya mencakup jenis
kegiatan sebagai berikut:(1) Menerapkan

Bab 1-Pengertian Etika Bisnis

15

prinsip-prinsip etika umum kepada kasus atau praktek khusus dalam bisnis, (2) Etika meta, mempelajari
apakah norma moral yang lazimnya diterapkan untuk menjelaskan individu dan tindakan-tindakannya
dapat diterapkan pada organisasi bisnis, (3) Analisa asumsi dari bisnis. Oleh karena bisnis berada dalam
sistem ekonomi tertentu, maka dipertanyakan moralitas sistem ekonomi tersebut secara umum, dan
secara khusus misalnya sistem ekonomi Indonesia, (4) Mempelajari bidang bidang ilmu yang berkaitan
dengan bisnis, misalnya ekonomi, manajemen, dan sebagainya. Tujuan disini memang untuk
menyelesaikan masalah etika yang memerlukan interaksi dengan bidang- bidang tersebut, (5)
Menjelaskan tindakan-tindakan yang secara moral patut dipuji, baik oleh individu dalam bisnis atau oleh
perusahaan (memberikan moral ideals).

Etika bisnis dapat membantu orang mendekati masalah moral dalam bisnis secara lebih sistimatis dan
dengan menggunakan tehnik yang lebih baik dibandingkan pendekatan yang lain untuk masalah yang
sama. Etika bisnis dapat membantu dalam melihat permasalahan yang mungkin terlupakan, dapat
mendorong dilakukannya perbaikan-perbaikan yang mungkin tidak terpikirkan.

Etika bisnis tidak dapat membuat orang bermoral secara langsung. Etika bisnis, seperti etika umum,
mengandaikan bahwa orang yang mempelajarinya telah merupakan individu yang bermoral, bahwa
orang tersebut telah mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, dan mereka menginginkan
untuk lebih baik, lebih mampu berpikir, dan lebih mengetahui tentang moral.
Etika bisnis tidak akan merubah praktek-praktek bisnis kecuali para pelaku bisnis itu sendiri yang ingin
merubahnya. Etika bisnis dapat memberikan argumentasi untuk menunjukkan bahwa suatu praktek
bisnis tidak bermoral, tetapi hanya orang yang dalam posisi tertentu yang akan sanggup
mengimplementasikan perubahan moral yang diperlukan. Etika bisnis adalah suatu ilmu yang terpakai
hanya bila orang yang mempelajarinya ingin menerapkannya.

Etika bisnis sering dipandang sebagai pandangan yang konservatif ataupun bahkan sebagai pandangan
radikal terhadap perubahan. Idealnya tidak demikian, karena sesungguhnya etika bisnis mencari hal-hal
yang obyektif. Bila ada praktek-praktek yang tidak immoral, struktur dan tindakan yang tidak bermoral,
maka etika bisnis seharusnya akan mampu untuk menunjukkan bahwa tindakan-tindakan tersebut tidak
bermoral. Selain itu,

16

Etika Bisnis - Prinsip dan Aplikasi

etika bisnis juga dapat memberikan tehnik untuk menjelaskan struktur maupun

tindakan yang bermoral. Bisnis sekarang ini makin menghadapi tuntutan masyarakat yang menginginkan
bisnis yang bermoral dan memenuhi tanggung jawab sosialnya. Hal ini khususnya di negara-negara
berkembang dimana infrastruktur moral (sistem hukum, sistem sosial, pemerintahan dan sebagainya)
yang ada dalam masyarakat tidak cukup untuk meyakinkan kehidupan masyarakat yang serasi. Studi
etika bisnis berguna bagi para pelaku bisnis dalam mengambil keputusan manajerial dengan
mempertimbangkan moralitas. Hal ini berarti bahwa keputusan-keputusan bisnis yang diambil dapat
dipertanggung jawabkan terhadap kepentingan masyarakat akan bisnis yang bermoral. Selain itu, juga
memberikan kemampuan untuk dapat mempertahankan setiap keputusan bisnis yang diambil terhadap
tuntutan moral dan tanggung jawab sosial masyarakat.
2

ETIKA DAN BISNIS

PT PERPUSTAKAAN

YPP PRABUMULIN

NIS

Mitos Bisnis

Sejak dahulu bisnis selalu dipandang sebagai kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan moral.
Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa untuk sukses dalam bisnis haruslah tidak bermoral.
Dalam mitologi Yunani kuno, maka dewa perdagangan adalah juga dewa para pencuri. Waktu jaman
kerajaan di Jawa, maka kegiatan perdagangan dilakukan oleh para pendatang, dan penduduk umumnya
bertani ataupun pegawai kerajaan. Pada masa itu berdagang adalah pekerjaan yang tidak layak
dilakukan oleh orang terhormat.

Sampai sekarangpun, sadar atau tidak, sebagian masyarakat barangkali masih mengidap mitos bahwa
istilah "etika bisnis" itu sendiri mengandung kontradiksi. Pengertian "bisnis" dianggap bertentangan
dengan "etika", karena etika berarti moralitas, sedangkan untuk berhasil dalam bisnis, maka para pelaku
bisnis harus berani mengambil tindakan-tindakan yang tidak terpuji. Bisnis berarti melakukan tindakan
yang immoral. Mungkin dinegara- negara maju, pertentangan ini tidak lagi dapat diterima. Sebaliknya,
pengertian ini semakin dapat dipahami bila melihat fakta kegiatan bisnis dinegara-negara berkembang.
Suka atau tidak, kita melihat fakta bahwa kegiatan bisnis dinegara-negara tersebut banyak dilaksanakan
dengan cara-cara yang tidak dapat diterima oleh norma moral yang universal. Jangan lagi berbicara
tentang kegiatan bisnisnya itu sendiri dalam hubungan dengan konsumen, bahkan untuk memperoleh
ijin usaha saja akan sudah berhadapan dengan praktek- praktek yang tidak dapat diterima oleh norma
moral.
17

18

Etika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi

Masih umum pandangan bahwa bisnis tidak berhubungan ataupun bertentangan dengan etika. Hal ini
terutama disebabkan oleh pandangan dan anggapan masyarakat yang melihat bisnis sebagai suatu
pekerjaan yang kotor, penuh tipu menipu dan penuh kecurangan. Bahkan tidak hanya masyarakat,
melainkan sering para pelaku bisnis menganggap bahwa untuk sukses dalam bisnis, maka perlu
melakukan pekerjaan kotor, melakukan kecurangan demi meraih keuntungan. Tidaklah mengherankan
bahwa bisnis mendapat konotasi jelek, yang disimbolkan sebagai kegiatan usaha yang dilakukan oleh
orang-orang yang menganibil keuntungan dengan tidak halal.

Kesan dan sikap masyarakat, serta para pelaku bisnis itu sendiri, disebabkan oleh ulah orang-orang, atau
lebih tepat beberapa orang yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnisnya dimata masyarakat.
Beberapa pelaku bisnis yang hanya ingin mengejar keuntungan, tidak mempedulikan pelayanan
konsumen, melakukan bisnis fiktif, dan sebagainya, telah menyebabkan bisnis mendapat citra yang
begitu negatif. Maka bisnis terlanjur dianggap sebagai kegiatan yang jauh dari sentuhan etika dan
moralitas.

Memang praktek kegiatan bisnis yang menghalalkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji sudah kurang
dilakukan di negara-negara yang relatif maju. Walaupun demikian, masih banyak juga yang berpendapat
bahwa bisnis itu amoral, dengan pengertian bahwa tidak ada hubungan antara norma moral dengan
kegiatan bisnis. Mitos bahwa bisnis itu amoral artinya pada umumnya orang berpendapat bahwa bisnis
bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Untuk mencapai keuntungan, maka bisnis menghasilkan
produk atau jasa dan melakukan pembelian dan penjualan. Dalam melakukan kegiatan tersebut, maka
pertimbangan etika tidak sesuai bagi bisnis. Secara sederhananya, maka bahasa etika bukanlah bahasa
bisnis. Dalam kehidupan pribadinya, para pelaku bisnis tetap hidup sebagaimana layaknya manusia
dalam masyarakat yang bermoral. Hanya saja, mereka berpendapat bahwa dalam kegiatan binis itu
sendiri tidaklah berkaitan dengan etika.

Pandangan tersebut merepresentasikan tidak hanya cara banyak orang baik pelaku bisnis maupun yang
bukan, memandang bisnis, tetapi juga mereka yang ingin bisnis tetap seperti itu, terpisah dari etika. Bagi
para pelaku bisnis. memang lebih mudah untuk memikirkan keuntungan dari pada mempertimbangkan
nilai-nilai moral. Hal ini tidak saja bagi para pelaku bisnis, akan tetapi juga bagi semua orang. Lebih
mudah menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan keuntungan yang dicapainya, karena ini secara
langsung mempengaruhi berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan tersebut.

Bab 2-Etika dan Bisnis

19

Sama seperti semua mitos, maka bisnis itu immoral, atau bisnis itu amoral, cukup populer, paling tidak
bagi para pelakunya, oleh berbagai alasan, karena sederhananya, karena pragmatis diperlukan, atau
karena memang keyakinan dari pelakunya. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, baik di negara-
negara maju ataupun yang sedang berkembang, mitos tersebut sering cukup mengandung kebenaran,
paling tidak dari fakta yang dapat dilihat: dalam kehidupan sehari-hari..

Argumentasi bahwa bisnis itu immoral atau amoral mungkin dapat ditunjukkan oleh fakta-fakta yang
mendukung kenyataannya. Akan tetapi. dilain pihak, setiap kali terungkapkan fakta adanya pelaku bisnis
yang melakukan tindakan tidak bermoral, atau bahkan amoral dalam menghadapi kasus-kasus yang
berkenaan dengan kepentingan masyarakat banyak, maka reaksi masyarakat jelas marah, mengutuk,
memprotes, dan menuntut dihilangkannya tindakan-tindakan seperti itu. Fakta bahwa masyarakat pada
umumnya tidak menyetujui, marah dan mengutuk praktek-praktek bisnis yang dipandang tidak
bermoral menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat tidak mendukung bisnis immoral ataupun
amoral. Masyarakat menuntut agar bisnis bermoral, bertanggung jawab sosial.

Banyak lembaga swadaya masyarakat menuntut agar bisnis mempertimbangkan nilai-nilai lain yang
tidak berhubungan hanya dengan nilai penjualan atau keuntungan dalam laporan keuangan perusahaan.
Tuntutan dilakukan agar perusahaan mempertimbangkan nilai-nilai seperti tanggung jawab sosial
perusahaan, akan hak konsumen untuk memperoleh informasi lengkap tentang produk yang dijual
perusahaannya, misal tentang tanggal kadaluwarsa, tuntutan akan perlunya perusahaan memelihara
lingkungan dan seterusnya. Fakta menunjukkan bahwa banyak perusahaan bereaksi positif atas
tuntutan tersebut, atau mencoba bereaksi positif, dan hal ini berarti bahwa pelaku bisnis juga mulai
memilih konsep bahwa bisnis haruslah juga bermoral. Paling tidak pandangan bisnis itu immoral
ataupun amoral tidak berani diekspresikan terbuka ataupun bahkan tidak berani dipraktekkan terbuka.

Landasan Moral dari Bisnis


Bisnis merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat modern. Oleh karena itu bisnis bukan
merupakan sesuatu yang terpisah dari

20 Etika Bisnis Prinsip dan Aplikasi

masyarakat, bisnis merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat. Moralitas terdiri dari aturan-
aturan tentang tingkah laku manusia, dan penentuan bahwa suatu tindakan salah atau immoral,
sedangkan tindakan yang lain benar atau moral. Tiap tindakan dapat dipandang dari perspektif moral
tersebut, termasuk tindakan-tindakan dalam kegiatan bisnis. Oleh karena itu wajar bahwa bisnis dan
moralitas saling berhubungan.

Oleh karena kegiatan bisnis adalah kegiatan manusia, maka sama seperti kegiatan manusia lainnya,
kegiatan ini dapat dinilai dari pandangan moral. Hubungan bisnis dengan moralitas sebenarnya lebih
mendalam daripada hubungan tersebut saja. Sama seperti kegiatan-kegiatan sosial lainnya, bisnis juga
mengandalkan suatu landasan moral untuk dapat berlangsung. Pemilik perusahaan mengharapkan
bahwa pekerjanya tidak mencuri milik perusahaan, pihak-pihak yang terikat dalam suatu kontrak dagang
akan mengharapkan pihak yang lain mematuhi perjanjian tersebut, konsumen mengharapkan produk
yang dibeli sesuai dengan yang diiklankan, dan seterusnya. Bila tiap orang yang terkait dalam kegiatan
bisnis, seperti pembeli, penjual, produsen, manajemen, karyawan, konsumen, dan sebagainya bertindak
tidak bermoral ataupun immoral, maka bisnis tidak akan dapat berlangsung. Hanya bila ada landasan
moral dalam masyarakat dalam berbisnis, maka kegiatan tersebut dapat berlangsung dan
menguntungkan semua pihak.

Pelaku bisnis tentu sering melakukan tindakan tidak bermoral dalam kegiatan bisnisnya, sama seperti
apa yang dilakukan tiap orang dalam kegiatannya dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti diungkapkan
sebelumnya, ada banyak contoh kasus-kasus perbuatan bisnis yang tidak bermoral, akan tetapi tidak ada
bukti bahwa manusia lebih tidak bermoral dalam kegiatan bisnisnya dibandingkan dalam kehidupan
pribadinya. Sistem bisnis tidak lebih rentan terhadap immoralitas daripada sistem pemerintahan, politik,
sosial, keluarga. Demikian juga perilaku moral dalam bisnis tidak tergantung pada ukuran perusahaan,
bentuk perusahaan, bidang usaha, dan lain sebagainya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa usaha
besar mesti lebih tidak bermoral dari pada usaha kecil atau koperasi.
Perbedaan mungkin lebih terletak pada beda lingkungan dimana suatu bisnis berada. Masyarakat yang
lebih berkembang dalam infrastruktur bermasyarakatnya kemungkinan besar akan lebih bermoral dalam
kegiatan kehidupannya, demikian pula dalam kegiatan bisnisnya. Fakta memang menunjukkan bahwa
lebih banyak kegiatan bisnis yang tidak bermoral dipraktekkan di negara-negara berkembang
dibandingkan dengan di negara-

Bab 2-Etika dan Bisnis

21

negara maju. Hal ini tidak berarti bahwa pelaku bisnis di negara berkembang itu dalam pribadinya lebih
tidak bermoral dibandingkan dengan pelaku bisnis ti negara maju. Hal tersebut lebih disebabkan karena
kemajuan infrastruktur moral yang ada di negara berkembang jauh tertinggal dari kemajuan
infrastruktur moral di negara maju. Infrastruktur moral tersebut, yaitu sistem hukum, sistem sosial,
sistem politik, pemerintahan, dan sebagainya yang mengatur kehidupan bermasyarakat di suatu negara,
adalah sistem yang dapat mengakomodasi dan mengembangkan nilai-nilai moral dan pelaksanaannya di
suatu lingkungan masyarakat.

Bisnis dan Etika

Bisnis adalah kegiatan memproduksi dan menjual barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pemikiran tentang bisnis yang ideal adalah bahwa tujuan utama bisnis seharusnya tidak
untuk mencari keuntungan, walaupun keuntungan tersebut perlu didapat sebagai imbalan yang wajar
bagi pemilik usaha dan agar bisnis dapat terus berlangsung. K untungan seharusnya dipandang sebagai
dampak yang wajar dari kegiatan bisnis dan bukan tujuan utama. Dasar pemikiran adalah bahwa bisnis
merupakan pertukaran diantara pihak-pihak yang terlibat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk
saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing, dan masing-masing pihak memperoleh keuntungan
dari proses tersebut.

Walaupun demikian, tidak disangkal bahwa pada umumnya orang berpendapat bahwa bisnis adalah
untuk mencari keuntungan sebesar- besarnya, untuk maksimumkan kekayaan pemilik perusahaan.Dasar
pemikiran adalah bahwa kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomi dan bukan kegiatan sosial. Untuk
maksimumkan keuntungan tersebut, maka tidak dapat dihindari sikap dan perilaku yang menghalalkan
segala cara yang sering tidak dibenarkan oleh norma moral Memang selayaknya keuntungan merupakan
hal yang perlu, karena keuntungan merupakan semacam imbalan bagi kegiatan yang dilakukan
seseorang. Dengan keuntungan, maka pemilik modal memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Maka
maksimumkan keuntungan haruslah dianggap sebagai hal yang baik karena juga berkaitan dengan
kewajiban pemilik modal untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya dan mempertahankan
kelangsungan usahanya.

Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai proses rasional menilai standard moral yang diterapkan pada
kegiatan bisnis. Berbagai keberatan terhadap idea menerapkan standard moral pada aktivitas bisnis
telah diamati

22 Etika Bisnis Prinsip dan Aplikasi

(DeGeorge 1999). Salah satu keberatan bersangkutan dengan persaingan dalam bisnis. Argumentasi
yang dikemukakan adalah bahwa dalam pasar dengan kompetisi sempurna, usaha mengejar keuntungan
dengan sendirinya akan meyakinkan bahwa anggota masyarakat akan terlayani dalam cara yang secara
sosial paling menguntungkan. Hal ini oleh karena untuk mencapai keuntungan, tiap perusahaan harus
hanya menghasilkan apa yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat dan melakukannya dengan cara
yang paling efisien. Dengan demikian tidak perlu dipikirkan etika dalam berbisnis. Keberatan ini tidak
dapat diterima dengan pertimbangan antara lain bahwa dalam dunia nyata, tidak ada pasar yang
berkompetisi sempurna, sehingga perusahaan tidak harus efisien untuk maksimumkan keuntungannya.
Keberatan tersebut juga didasarkan pada asumsi bahwa dalam usaha meningkatkan keuntungan,
perusahaan akan melakukannya dengan cara yang menguntungkan masyarakat, padahal dalam
kenyataannya cara-cara yang digunakan sering merugikan masyarakat, misalnya dalam polusi,
periklanan yang menipu, menyembunyikan kesalahan dalam produk, praktek suap, penyelundupan
pajak, kerjasama antar produsen yang merugikan konsumen, dan sebagainya. Argumentasi ini juga
mengandaikan bahwa dengan memproduksi apa yang diinginkan oleh masyarakat, perusahaan
menghasilkan apa yang seluruh anggota masyarakat membutuhkannya. Dalam kenyataannya, bagian
besar segmen masyarakat, khususnya yang kurang beruntung, tidak dipenuhi kebutuhannya karena
mereka tidak dapat berpartisipasi sepenuhnya dalam pasar tersebut. Argumentasi ini juga didasarkan
pada asumsi suatu standard moral yang diandaikan ada pada pelaku bisnis, yang sebetulnya mungkin
tidak demikian.

Keberatan yang lain didasarkan pada pandangan bahwa pimpinan perusahaan seharusnya meletakkan
kepentingan perusahaannya, atau pemilik perusahaannya diatas segalanya. Oleh karena itu, dapat saja
dilakukan hal- hal yang mungkin dinilai tidak bermoral. Hal ini tidak dapat disalahkan, oleh karena
dilakukan untuk melindungi kepentingan perusahaan atau pemilik perusahaan. Oleh karena itu maka
bisnis tidak perlu memikirkan standard moral dalam kegiatannya. Pandangan ini didasarkan pada
beberapa asumsi yang dapat dipertanyakan. Pertama, didasarkan pada pemikiran bahwa pimpinan
perusahaan seharusnya melakukan apa saja bagi pemilik perusahaan apapun yang diinginkan oleh
pemilik perusahaan tersebut. Hal seperti ini tidak dapat diterima, karena pemikiran yang hanya
mementingkan diri sendiri tidak dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Bisnis adalah salah.

Bab 2-Etika dan Bisnis

23

satu kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat, jadi tidak dapat diterima bahwa orang melakukan
kegiatan dengan hanya memikirkan dirinya sendiri. Kedua, argumentasi juga mengandaikan bahwa tidak
ada batasan bagi kewajiban pimpinan perusahaan untuk melayani seluruh keinginan pemegang saham.
Dalam kenyataannya terdapat batasan tersebut yang timbul dari pengertian legal maupun sosial,
khususnya yang membatasi dari segi etika. Ketiga, argumentasi ini juga mengandaikan bahwa secara
otomatis segala yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan untuk melayani pemilik perusahaan
membenarkan apapun yang dilakukan pimpinan tersebut selama demi kepentingan perusahaan. Sudah
jelas bahwa ini tidak dapat diterima, karena segalanya demi keuntungan perusahaan selalu dibatasi oleh
perlunya untuk memenuhi standard moral.

Bisnis dan Hukum

Bisnis adalah kegiatan-kegiatan yang diatur oleh masyarakat. Norma- norma dari kegiatan tersebut
sering moralitas, akan tetapi juga sering dalam bentuk aturan tertulis. Sebagai konsekuensinya, banyak
pengelola perusahaan berpendapat bahwa apa yang diinginkan oleh masyarakat dan pemilik
perusahaan adalah kepatuhan pada hukum. Bila mereka telah mematuhi hukum, maka hal ini berarti
bahwa keinginan masyarakat telah terpenuhi.

Pemikiran ini berlanjut pada pengertian bahwa moralitas adalah masalah pribadi, yang berbeda dari
orang ke orang dan dari kelompok ke kelompok, sedangkan yang diharapkan dari pengelola bisnis, dan
dari bisnis itu sendiri, adalah kepatuhan pada hukum. Menyamakan apa yang diperlukan oleh bisnis
dengan apa yang diinginkan oleh hukum menjadi norma yang mudah untuk diikuti. Hukum membuat
jelas kewajiban seseorang dan membuat batasan- batasan yang perlu dipertimbangkan. Pemikiran ini
memberikan alasan untuk mengabaikan moral dalam bisnis.
Sangat jelas bahwa pemikiran tersebut mengabaikan fakta-fakta tentang hubungan antara hukum
dengan moralitas. Banyak hukum melarang praktek- praktek tidak bermoral yang terutama merugikan
masyarakat. Salah satu alasan bahwa hukum perlu diundangkan adalah argumentasi bahwa hukum
diperlukan untuk melarang hal-hal yang tidak bermoral dan merugikan masyarakat. Selain itu hukum
secara umum bersifat reaktif. Selalu saja ada kesenjangan antara praktek-praktek yang dipandang tidak
bermoral oleh masyarakat dengan aturan hukum yang telah diundangkan, ataupun belum adanya
peraturan pelaksanaannya. Terdapat pula fakta bahwa 'idak seluruh

24

Etika Bisnis - Prinsip dan Aplikasi

hukum secara moral dapat dipertanggung jawabkan. Misalnya hukum yang memperbolehkan
diskriminasi. Mengikuti hukum atau aturan untuk melakukan diskriminasi menurut kenyataan berarti
bertindak tidak bermoral. Menyamakan hukum dengan moralitas, dengan demikian menyulitkan untuk
memahami kelayakan hukum tersebut secara moral. Kemudian ada fakta pula bahwa tidak semuanya
yang tidak bermoral dapat dinyatakan tidak legal. Misalnya berbohong adalah tindakan tidak bermoral,
akan tetapi tidak berarti bahwa seluruh kebohongan harus dinyatakan tidak legal. Hukum yang seperti
ini tidak akan dapat dilaksanakan, serta tidak berharga waktu dan biaya untuk menerapkannya.

Perlunya pertimbangan moral selain pertimbangan hukum dalam bisnis didasarkan pada beberapa
alasan. Banyak hal bersifat tidak bermoral, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya
yang bersifat immoral adalah tidak legal. Menyontek waktu mengerjakan ujian merupakan perbuatan
tidak bermoral, akan tetapi dengan itu orang tidak melanggar hukum. Hukum tidak perlu dan bahkan
tidak dapat mengatur segala sesuatu demikian rupa sehingga tidak akan terjadi perilaku yang tidak
bermoral. Tidak ada aturan yang dapat melakukan cakupan seperti itu. Banyak perilaku yang dari segi
moral sangat penting, tetapi tidak diatur menurut hukum. Hukum juga tidak akan mengatur segala hal
sampai terperinci. Berbohong waktu melamar kerja adalah perbuatan yang tidak bermoral, tetapi tidak
ditangani oleh hukuin.

Proses terbentuknya undang-undang atau peraturan hukum lainnya memakan waktu yang lama,
sehingga masalah-masalah baru tidak segera dapat diatur secara hukum. Salah satu contoh adalah
hukum lingkungan hidup. Sebelum diberlakukannya undang-undang lingkungan hidup, industri sudah
sering mengakibatkan polusi udara, air, atau tanah, yang sangat merugikan masyarakat. Perilaku
tersebut tidak bermoral, akan tetapi sebelum undang-undang tersebut berlaku, maka belum dilarang
menurut hukum.

Tertinggalnya hukum dibandingkan dengan etika tidak terbatas pada masalah-masalah baru (misalnya
perkembangan teknologi), akan tetapi bahkan untuk masalah-masalah yang jelas tidak bermoral sering
belum juga diatur oleh hukum. Diskriminasi dalam segala segi merupakan praktek yang tidak bermoral,
akan tetapi sampai sekarang beberapa negara belum memiliki hukum yang melarang praktek ini. Bahkan
banyak pihak yang berperan dalam pembuatan undang-undang tersebut berpendapat bahwa
diskriminasi perlu. Tidak adanya hukum bukan karena proses pembuatannya yang lama,

Bab 2-Etika dan Bisnis

25

akan tetapi karena justru pihak-pihak yang berwenang membuat hukum itu sendiri sering tidak
bermoral.

Hukum itu sendiri sering kali disalahgunakan. Perumusan hukum tidak akan pernah sempurna, sehingga
orang yang beritikad tidak baik selalu dapat memanfaatkan celah-celah hukum. Peraturan hukum yang
dirumuskan dengan teliti sekalipun, masih memungkinkan praktek-praktek kurang bermoral yang tidak
bertentangan dengan hukum. Keadaan ini sering makin parah dalam keadaan dimana pelaksanaan
hukum itu sendiri tidak sempurna. Banyak praktek yang memanfaatkan celah-celah hukum dapat
berlangsung dengan lancar karena kolusi diantara para pelaku hukum.

Hukum dapat dirumuskan dengan baik, akan tetapi karena berbagai alasan sulit untuk dilaksanakan,
misalnya karena sulit dijalankan kontrol yang efektif. Ada aturan untuk tidak membuang sampah
sebarangan, ada aturan untuk kendaraan umum tidak berhenti disebarang tempat, akan tetapi orang
membuang sampah dimana saja, kendaraan umum berhenti dimana saja yang diinginkan. Berbagai
kondisi masyarakat membuat sulit untuk menegakkan hukum-hukum yang mengatur hal tersebut.
Hukum sering menggunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri sering menimbulkan
pengertian yang tidak jelas, misalnya yang diambil dari konteks moral. Mengartikan pengertian tersebut
dari aspek hukum akan sulit, karena semestinya aspek moral yang digunakan untuk mengartikan hal
tersebut.

Penggunaan hukum sebagai satu-satunya norma untuk acuan dalam melakukan bisnis disatu pihak
merefleksikan fakta bahwa kebanyakan manajer tidak mengetahui bagaimana harus menangani
masalah-masalah moral dalam kegiatan bisnis. Oleh karena moralitas disamakan dengan opini pribadi,
maka sulit bagi mereka untuk mempertahankan penilaian moral secara obyektif. Diperlukan persepsi
tentang moralitas yang benar dan pengetahuan tentang tehnik-tehnik untuk argumentasi moral guna
menangani masalah- masalah nilai dan masalah-masalah moral dalam bisnis. Salah satu tujuan dari
mempelajari etika bisnis adalah memberikan persepsi yang tepat dan pengetahuan tersebut..

Etika bisnis sering diartikan mematuhi hukum. Segala yang legal artinya bermoral, dan segala yang
bermoral artinya legal. Demikian pula segala yang immoral artinya tidak legal, dan segala yang tidak
legal artinya tidak bermoral. Merupakan kesalahan besar untuk menyamakan etika dengan hukum.
Memang benar banyak hukum menuntut perilaku manusia yang sama

26

Etika Bisnis Prinsip dan Aplikasi

yang diminta oleh standard moral manusia. Akan tetapi moral dan hukum tidak selalu sama. Beberapa
hukum sama sekali tidak bersangkutan dengan moral. Beberapa hukum sering bertentangan dengan
standard moral kita. Dengan demikian hukum tidak sama dengan etika, hukum dalam bisnis tidak sama
dengan etika bisnis.

Hal ini tidak berarti tentunya bahwa etika tidak ada hubungannya sama sekali dengan hukum. Standard
moral kita sering merupakan dasar dari pembentukan hukum. Hukum sering juga diamandemen atau
diganti bila dipandang tidak sesuai dengan standard moral kita. Memang kadang-kadang terdapat
konflik bila suatu hukum menuntut orang untuk melakukan sesuatu yang kita pandang tidak bermoral,
maka apakah orang harus mematuhi hukum atau mematuhi nuraninya? Pertanyaan yang sama akan
sering timbul juga dalam bisnis.
Relevansi Etika untuk Bisnis

Salah satu argumen mengapa etika penting bagi aktivitas bisnis adalah dengan secara sederhana
menunjukkan bahwa etika seharusnya menjadi pedoman bagi seluruh kegiatan sukarela dari manusia,
sehingga oleh karena bisnis adalah kegiatan sukarela dari manusia, maka etika seharusnya menjadi
pedoman bagi bisnis. Dengan kata lain, tidak ada dalam kegiatan bisnis yang menghalangi kita
menerapkan standard etika ke kegiatan bisnis yang seharusnya diterapkan pada seluruh kegiatan
sukarela manusia.

Argumentasi lain adalah bahwa aktivitas bisnis, sama seperti aktivitas manusia lainnya, tidak dapat terus
berlangsung kecuali orang-orang yang melakukannya dan masyarakat sekitarnya mematuhi standard
etika minimal. Pertama, tidak akan ada bisnis dapat terus berlangsung tanpa etika, maka kegiatan bisnis
harus paling tidak mematuhi etika bagi mereka yang tersangkut dalam kegiatan tersebut. Kedua, semua
bisnis memerlukan masyarakat yang stabil sehingga kegiatan bisnis dapat dilakukan dalam masyarakat
tersebut. Dalam masyarakat tanpa etika, maka tidak mungkin bisnis dapat dilakukan. Karena bisnis tidak
dapat berlangsung tanpa etika, maka demi kepentingan bisnis itu sendiri etika harus dikenalkan pada
pelaku bisnis dan masyarakat

sekitarnya. Argumentasi lain adalah dengan menunjukkan bahwa pertimbangan etika konsisten dengan
tujuan bisnis, khususnya tujuan maksimumkan keuntungan.

Bab 2-Etika dan Bisnis

27

Ada banyak contoh perusahaan yang menghadapi dilema moral dan berhasil menyelesaikannya secara
bermoral dan tetap meningkatkan keuntungannya, demikian juga contoh perusahaan-perusahaan yang
dikenal memiliki kultur perusahaan yang bermoral ternyata adalah perusahaan-perusahaan yang
berhasil. Memang hal ini tidak dapat membuktikan bahwa etika berhubungan dengan keuntungan,
karena ada banyak faktor yang mempengaruhi profitabilitas suatu perusahaan. Selain itu lebih banyak
contoh perusahaan- perusahaan yang dikenal tidak bermoral ternyata juga perusahaan-perusahaan
yang berhasil, dan lebih banyak perusahaan-perusahaan yang menghadapi dilema moral dan
menyelesaikannya tanpa bermoral, tetap meningkatkan keuntungannya. Kesulitan untuk
menghubungkan etika dengan keuntungan adalah karena kesulitan untuk mendefinisikan dan mengukur
etika. Selain itu juga kesulitan untuk mengidentifikasi ada tidaknya faktor-faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi keuntungan yang diperoleh perusahaan. Studi yang pernah dilakukan sampai sekarang
belum memberikan hasil yang konklusif.

Argumentasi lain didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: Bila orang melakukan tindakan yang
bermoral, sedangkan orang lain melakukan yang tidak bermoral, maka bila sering timbul keuntungan
bagi orang yang tidak bermoral, maka orang akan cenderung melakukan yang tidak bermoral, karena
akan memperoleh keuntungan. Argumentasi ini didasarkan pada asumsi yang tidak tepat, karena dalam
kenyataannya orang akan berinteraksi berulang-ulang dan juga kejadian ini tidak terisolasi dari
masyarakat yang lain. Maka orang yang melakukan tindakan yang tidak bermoral dalam jangka panjang
akan tidak dapat berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat, sehingga akan mengalami kerugian.
Sebaliknya, orang yang tetap melakukan tindakan bermoral akan tetap dapat melakukan kegiatannya,
bahkan akan mendapatkan nama baik sehingga makin banyak orang mau berinteraksi dengannya.

Selain itu terdapat riset yang menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya cenderung menghukum
atau menyalahkan pelaku bisnis yang tidak bermoral, serta menghargai atau memuji pelaku bisnis yang
bermoral, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaku bisnis yang bermoral akan memperolah
keuntungan walaupun tidak jelas dalam bentuknya dan jangka waktunya, sedangkan pelaku bisnis yang
tidak bermoral akan mengalami kerugian walaupun juga tidak jelas dalam bentuk dan dalam jangka
waktunya.

Disimpulkan bahwa relevansi etika dengan bisnis berpulang pada.

28

Etika Bisnis-Prinsip dan Aplikasi

pandangan pelaku bisnis itu sendiri tentang perlunya hidup dan melakukan kegiatan dalam kehidupan
secara bermoral atau tidak. Dari segala pertimbangan juga sudah ditunjukkan bahwa etika merupakan
keharusan untuk bisnis dalam jangka panjang dan untuk kelangsungan bisnis itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai