Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM DAN KAIDAH – KAIDAH SOSIAL

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Aqil Husein Lubis

NIM : 21.021.111.007

UNIVERSITAS DARMA AGUNG


TAHUN AJARAN 2021 / 2022
SUMATERA UTARA
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam, sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada
nabi Agung Nabi Muhammad saw yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman Islamiyah. Alhamdulillah dengan segala kekurangan kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu hukum dengan judul “HUKUM DAN
KAIDAH – KAIDAH SOSIAL”.

Tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan maka
dari itu kritik dan saran kami perlukan demi terbentuknya makalah yang sempurna.

Medan, 07 November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................................... 1
Daftar isi ................................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................................................. 3
B. Rumusan masalah ........................................................................................................ 3
C. Tujuan .......................................................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Kaidah sosial ................................................................................................................ 4
B. kaidah hukum ............................................................................................................... 8
C. Penggolongan kaidah ................................................................................................. ..12
D. Hubungan kaidah hukum dengam kaidah lainnya ..................................................... ..12
E. Persamaan antara kaidah hukum dengan kaidah lainnya ........................................... ..13
F. Perbedaan kaidah hukum dengan kaidah lainnya ...................................................... ..14

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................ ..16
B. Saran ....................................................................................................................... ....16

DAFTAR PUSAKA ............................................................................................................. ..17

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat tersebut manusia mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan. Untuk itu diperlukan hubungan atau kontak antara anggota
masyarakat dalam rangka mencapai tujuannya dan melindungi kepentingannya.
Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia biasanya ingin agar
kepentingannya dipenuhi lebih dulu tanpa mengingat kepentingan orang lain,
kepentingan itu kadang-kadang sama tapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan
yang saling bertentangan apabila keadaan demikian itu tidak diatur atau tidak
dibatasi,maka yang lemah akan tertindas atau setidak-tidaknya timbul pertentangan-
pertentangan aturan yang dimaksud kaidah sosial.dengan demikian kaidah atau norma
adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat.
menurut purnadi purbacaraka dan soerjono soekanto dalam bukunya yang
berjudul perihal kaidah hukum, mengatakan bahwa “apa yang diartikan dengan kaidah
adalah patokan atau ukuran atau pedoman bertingkah laku/berperilakuan atau bersikap
tindak dalam masyarakat, dalam hidup.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tentang kaidah sosial dan kaidah hukum?
2. Jelaskan hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial?
3. Apakah perbedaan dan persamaan dari kaidah sosial dengan kaidah hukum?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kaidah sosial dan kaidah hukum
2. Menjelaskan hubungan kaidah hukum dan kaidah sosial
3. Menjelaskan perbedaan dan persamaan kaidah sosial dengan kaidah hukum

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KAIDAH SOSIAL
Demi melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat terdapat beberapa
kaidah sosial. Semula beberapa kaidah tersebut tidak dibedakan. Baru setelah melalui
proses yang mana manusia membedakan kaidah-kaidah tersebut.
Kaidah sosial adalah ketentuan-ketentuan tentang baik buruknya perilaku
manusia yang mengatur tingkah laku dan perbuatan manusia di tengah kehidupan
bermasyarakat, dengan menentukan perangkat-perangkat aturan yang bersifat perintah,
anjuran serta larangan-larangan.
Tata kaidah tersebut terdiri dari kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah
kesusilaan, kaidah kesopanan, kaidah sopan santun, dan kaidah hukum yang dapat di
kelompokkan seperti berikut:
1. Tata kaidah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut
menjadi:
a. Kaidah kepercayaan atau keagamaan, dan
b. Kaidah kesusilaan.
2. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang dibagi lebih lanjut
menjadi:
a. Kaidah sopan santun atau adat, dan
b. Kaidah hukum.
Kaidah sosial yang mengatur tingkah laku manusia didalam masyarakat ada bermacam-
macam, yaitu:

4
1. KAIDAH SUSILA

Kaidah Susila adalah kaidah yang paling tua dan paling asli, terdapat didalam
sanubari manusia sendiri karena manusia makhluk bermoral, tanpa melihat kebangsaan
atau masyarakat: “Tidak mengindahkan norma Susila berarti asusila.”

Kaidah kesusilaan merupakan suatu kaidah yang dalam hubungannya dengan


dunia yang ideal dan kenyataan berada dalam posisi sebaliknya daripada kaidah
kebiasaan. Apabila kaidah kebiasaan sepenuhnya berpegang kepada kenyataan tingkah
laku sehari-hari, maka kaidah kesusilaan berpegang sepenuhnya kepada dunia ideal
yang sifatnya abstrak, yang perlu diwujudkan dalam masyarakat. Ideal lah yang
merupakan tolak ukur tatanan ini untuk menilai tingkah laku anggota-anggota
masyarakatnya. Dengan demikian, maka perbuatan yang bias diterima oeh tatanan
tersebut hanyalah yang sesuai dengan idealnya tentang manusia.

Norma susila dapat dikatakan peraturan-peraturan hidup yang berasal dari hati
nurani manusia. Ia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk,
berdasarkan bisikan suara hatinya. Norma susilalah yang mendorong manusia untuk
kebaikan akhlak pribadinya guna menyempurnakan manusia itu sendiri. Kaidah susila
melarang manusia untuk berbuat cabul, mencuri, dll. Karena hal itu dirasa bertentangan
dengan kaidah kesusilaan yang ada didalam hati nurani setiap manusia yang normal.

Contoh-contoh norma susila adalah:

- Jangan mencuri milik orang lain.


- Berbuatlah jujur.
- Hormatilah sesamamu.
- Jangan berzina.
- Jangan membunuh, dan sebagainya.
Sanksi dari pelanggaran norma susila adalah penyesalan. Van Avel torn mengadakan
perbedaan antara susila dengan moral menurut Surojo Wignyodipuro perbedaan
tersebut hanya perbedaan gradual saja karena kesusilaan bersumber kepada moral.
Kaidah kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung kaidah kesusilaan adalah
nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota
masyarakat yang terorganisir. Kaidah ini dapat melengkapi ketidak seimbangan hidup
pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.

5
Asal/sumber kaidah kesusilaan adalah dari manusia sendiri. Jadi, bersifat
otonom dan ditunjukkan kepada sikap lahir dan batin.

2. NORMA KESOPANAN

Norma kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang timbul dari pergaulan


dalam masyarakat. Norma kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan,
kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya, kesopanan dinamakan
norma sopan santun, tata krama, atau adat istiadat
Norma sopan santun ditujukan kepada sikap lahiriyah atau tingkah laku manusia
demi untuk keterbitan masyarakat dalam pergaulan dalam rangka mencapai suasana
keakraban dalam pergaulan. pelanggaran atas norma kesopanan menimbulkan celaan
dari sesamanya, dapat berwujud kata-kata tetapi akan lebih dirasakan apabila celaan itu
berupa sikap kebencian, pandangan rendah dari orang-orang sekelilingnya, sampai
dijauhi dalam pergaulan bahkan sampai dengan pemboikotan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sikap tersebut menimbulkan rasa malu, rasa kehilangan sesuatu
dikucilkan sehingga merasakan penderitaan bathin.

Contoh-contoh norma kesopanan misalnya:

a. Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua.


b. Meminta izin terlebih dahulu bila memasuki rumah orang lain.
c. Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada di kendaraan umum
yang penuh penumpang.
d. Mengenakan pakaian yang pantas bila menghadiri pesta.
e. Menggunakan barang orang lain harus meminta izin terlebih dahulu dari
pemiliknya.
f. Jangan meludah di hadapan orang lain.
Kaidah sopan santun membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja.
Kekuasaan masyarakat yang tidak resmilah yang mengancam dengan sanksi apabila
kaidah sopan santun dilanggar. Yang memaksakan kepada kita adalah kekuasaan diluar
diri kita (heteronom). Daerah berlakunya kaidah sopan santun sangatlah sempit,
terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun disuatu daerah berbeda dengan daerah
lain.

6
3. NORMA AGAMA ATAU KAIDAH KEPERCAYAAN

Kaidah agama atau kaidah kepercayaan ditujukan kepada kehidupan beriman,


kaidah ini juga tujukan terhadap kewajiban manusia kepada tuhan dan kepada
dirinya sendiri. Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau
agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah tuhan.
Kaidah agama atau keagamaan ini hanyalah membebani manusia dengan
kewajiban-kewajiban semata-mata dan tidak memberi hak. Adanya hanya
menunaikan kewajiban, mentaati dan melaksanakan kaidah kepercayaan atau
keagamaan.
Norma agama berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan yang maha Esa.
Norma agama dianggap sebagai ketentuan dari Tuhan. Jadi norma agama atau
kepercayaan adalah norma sosial yang aslinya dari Tuhan yang isinya larangan,
perintah-perintah dan ajaran.
Norma agama merupakan ketentuan hidup manusia kearah yang baik dan benar.
ia mengatur kewajiban manusia-manusia kepada Tuhan dan kepada manusia itu
sendiri.
Pelanggaran berarti menentang perintah Tuhan. Sanksinya datang dari Tuhan di
akhirat.

Contoh-contoh norma agama atau kepercayaan:

a. Jangan membunuh sesama manusia.


b. Hormatilah ibu bapakmu.
c. Jangan berbuat cabul.
d. Jangan mencuri.

Setiap pelanggaran ketiga norma diatas akan terkena sanksi. pada hakikatnya
sanksi bertujuan untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang telah
terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran kaidah.
Bagi setiap kaidah sosial tersebut sanksinya tidak dirasakan secara langsung
didunia ini dengan cukup memuaskan, sehingga masih dirasakan kurang cukup
memberi jaminan perlindungan kepentingan manusia. Oleh karena itu, diperlukan
perlindungan kepentingan atau kaidah sosial lain yang melindungi lebih lanjut
secara lebih memuaskan kaidah sosial yang dimaksud adalah Kaidah Hukum.

7
B. KAIDAH HUKUM
Pada kaidah ini terlihat adanya suatu pergeseran,yaitu terjadinya suatu proses
penjauhan dan pelepasan diri dari tatanan yang berpegang pada kenyataan sehari-hari
(tatanan kebiasaan) walau berjalannya proses ini belum berlaku secara seksama. Ciri
yang menonjol dari hukum mulai tampak pada penciptaan norma-norma hukum yang
“murni”, yaitu yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan perlengkapan dalam
masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan penciptaan atau pembuatan
hukum itu.
Pada proses pembuatan ini kita mulai melihat bahwa tatanan ini didukung oleh
norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis
ketertiban tertentu dalam masyarakat (Satjipto Rahardjo,1982:16).
Norma-norma hukum ini menurut radbruch (1961:13) termasuk kedalam
golongan norma-norma yang lahir dari kehendak manusia karena yang menentukan
jenis ketertiban itu adalah masyarakat itu sendiri, yang dalam hal ini diwakili oleh
anggota-anggotanya yang berhimpun dalam satu atau lain badan yang tugasnya
menentukan norma-norma tentang apa yang akan diciptakan.
Berbeda dengan kaidah kebiasaan dan kesusilaan, kaidah hukum memilki
kemandirian dalam berhadapan dengan ideal dan kenyataan, yaitu memiliki posisi yang
mampu mengambil jarak antara ideal dengan kenyataan.
Ketiga kaidah sosial, kesopanan, kesusilaan, dan agama belumcukup menjamin
tata tertib di dalam masyarakat, pergaulan hidup bermasyarakat karena tidak adanya
ancaman yang cukup dirasakan sebagai paksaan dari luar.

Sifat yang nampak pada norma hukum adalah:

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan,
dan membina tata tertib masyarakat dengan perantaraan alat-alatnya.
b. Sifat UU yang berlaku bagi siapa saja.

Norma hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia. Norma hukum tidak
mempersoalkan apakah sikap bathin seseorang itu baik atau buruk. Norma hukum tidak
memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap bathin yang buruk karena
yang diperhatikan adalah bagimana perbuatan lahiriyahnya.

8
Selanjutnya berbeda dengan ketiga norma-norma pertama, maka pelanggaran
terhadap norma hukum diberi hukuman badan yang dapat dipaksakan oleh penguasa.
Contoh-contoh norma hukum:
1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan secara hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya (pasal 2 ayat 1 UU no.1/1974).
2. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu untuk berbuat sesuatu atau
untuk tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 BW).
3. Apabila sesuatu persetujuan perburuhan dibuat tertulis maka biaya akte beserta lain-
lain biaya tambahan harus dipikul oleh majikan (pasal 1601 d BW).
4. Barang siaapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (pasal 338
KUHP).
5. Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melwan hukum, diancam karena
pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah.

Sifat dan Isi Kaidah Hukum:

Kaidah hukum dikaji dari sifatnya, dibedakan atas kaidah hukum yang bersifat
imperatif dan fakultatif.
1. Kaidah hukum yang bersifat imperatif
Kaidah hukum dikatakan bersifat imperatif dikarenakan sifatnya yang
mengikat, memaksa dan harus ditaati, sehingga mengikat setiap orang yang
ditetapkan dalam kaidah hukum. Contohnya terdapat lapangan hukum publik
seperti hukum pidana dan hukum tata negara.
2. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif
Kaidah hukum yang bersifat fakultatif adalah kaidah hukum yang sifatnya tidak
serta-merta harus ditaati karena sifatnya hanya merupakan pelengkap.
Contohnya terdapat pada ketentuan hukum waris yang diatur di dalam
KUHPerdata.

Isi kaidah hukum dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Kaidah hukum yang berisikan perintah (gebod), yaitu kaidah hukum yang harus
ditaati, misalnya perintah bagi kedua orang tua agar memelihara dan mendidik

9
anak-anaknya dengan sebaik-baiknya (Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan).
2. Kaidah hukum yang berisi larangan (verbod), yaitu kaidah yang memuat
larangan untuk melakukan sesuatu dengan ancaman aksi apabila melanggarnya,
seperti larangan mencuri dalam Pasal 362 KUHPidana.
3. Kaidah hukum yang isinya membolehkan (mogen), yaitu kaidah hukum yang
memuat hal-hal yang boleh untuk dilakukan, tetapi boleh pula untuk tidak
dilakukan. Misalnya ketentuan Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974, bahwa calon
suami-istri yang akan menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis baik
sebelum ataupun setelah pernikahan, asalkan tidak melanggar batar-batar
hukum, agama, dan kesusilaan.
Sikap masyarakat terhadap kaidah hukum juga dapat berbeda-beda, misalnya
terhadap hukum publik, kemungkinan sikap masyarakat ada yang mentaatinya, ada
yang melanggar, bahkan ada pula yang mengelak. Begitu pula pada kaidah hukum
privat, ada kemungkinan yang betul-betul menggunakannya, ada yang tidak
menggunakannya, tetapi mungkin juga ada yang menyalah gunakannya.

Sanksi Kaidah Hukum:

Pengertian sanksi menurut beberapa ahli, yaitu sebagai berikut:

1. Sudikno Merotkusumo
Sanksi tidak lain adalah merupakan reaksi, akibat, atau konsekuensi atas
pelanggaran kaidah sosial.
2. Paul Bohannan
Sanksi merupakan perangkat aturan-aturan yang mengatur bagaimana lembaga-
lembaga hukum mencampuri suatu masalah untuk dapat memelihara suatu
system sosial, sehingga memungkinkan masyarakat hidup dalam system itu
secara tenang dan dalam cara-cara yang dapat diperhitungkan.
3. Van Den Steenhoven
Sanksi adalah unsur-unsur sebagai unsur hukum yaitu ancaman penggunaan
fisik, otoritas yang resmi, penerapan ketentuan yang secara teratur, dan
masyarakat yang tidak spontan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kaidah hukum
membutuhkan unsur sanksi sebagai unsur esensial. Sanksi eksternal atau yang

10
berasal dari luar diri manusia merupakan unsur esensial kaidah hukum yang
membedakannya dari kaidah-kaidah lainnya. Sanksi tersebut sifatnya dipaksakan
oleh pihak otoritas atau aparat negara yang melaksanakan penegakan hukum.
Selanjutnya secara singkat kami kemukakan perbedaan antara kaidah hukum
dengan kaidah kebiasaan serta kaidah kesusilaan atas dasar uraian tersebut diatas:
Berbeda dengan kaidah kebiasaan, maka kaidah hukum sudah mulai
melepaskan diri dari keterikatannya yang besar kepada dunia kenyataan.
Berbeda dengan kaidah hukum, maka dalam hal otoritas yang memutuskan
apa yang akan diterima sebagai norma, pada kaidah kesusilaan unsur kehendak
manusia sama sekali tidak ikut menentukan.
Kaidah kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia,
melainkan adanya harus diterima begitu saja. Juga bagi kaidah kesusilaan tidak ada
unsur-unsur yang harus diramu seperi halnya kaidah hukum, ia tidak perlu
mempertimbangkan dunia kenyataan, tuntutannya yang mutlak ialah insan kamil,
manusia sempurna.
Seringkali para ahli hukum menganggap bahwa perbedaan yang pokok antara
kaidah hukum disatu pihak dengan kaidah-kaidah sosial lainnya dan kaidah agama
terletak pada bahwa kaidah hukum itu dapat dipaksakan berlakunya karena didukung
oleh suatu kekuasaan (Negara) semakin besar terdapatnya perbedaan antara kaidah
hukum dengan peri kelakuan yang nyata, makin besar pula kekuasaan yang
diperlukan untuk memaksakan berlakunya kaidah tersebut.
Demikianlah, agar ketertiban tetap terpelihara diperlukan adanya suatu
mekanisme pengendalian sosial ini adalah kaidah hukum tadi. Namun timbul
pertanyaan, apakah factor atau unsur kekuasaan ini merupakan satu ciri atau
kebutuhan yang utama bagi dapat berlakunya kaidah hukum itu? Soerjono Soekanto
(1980:68) dikemukakan bahwa persoalan ini yang sesungguhnya merupakan
masalah membedakan hukum dari kaidah-kaidah sosial lainnya, merupakan suatu
masalah yang telah lama membingungkan antropologi dan sosiologi. Walau terdapat
suatu kesepakatan diantara mereka.

11
C. PENGGOLONGAN KAIDAH
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo menggolongkan keempat kaidah/norma
tersebut dalam dua golongan ialah (Daliyo 1989: 18)
a. Tata kaidah dengan aspek pribadi yang termasuk kelompok ini adalah kaidah agama
atau kepercayaan dan kaidah kesusilaan.
b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antara pribadi yang termasuk didalamnya
adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.

D. HUBUNGAN ANTARA KAIDAH HUKUM DENGAN KAIDAH LAINNYA


(DALIYO CS 1989: 21 DAN SETERUSNYA)
1. Hubungan positif yakni hubungan yang saling memperkuat:
a. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama.
Kaidah hukum dan kaidah agama sangat erat hubungannya: kaidah
agama menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi
kaidah agama, takwa kepada tuhan maka tidak ada manusia yang mempunyai
sikap batin yang buruk, tidak ada rencana berbuat jahat, hubungan antar anggota
masyarakat menjadi baik, masyarakat menjadi tertib dengan rasa keadilan,
maka tujuan kaidah hukum tercapai. Sebaliknya jika semula manusia itu jahat,
dia berani melakukan pelanggaran terhadap kaidah karena takut akan dihukum,
maka sikap batin itu berubah menjadi baik dan akhirnya takwa kepada tuhan.
Dengan kata lain kaidah hukum mendukung tercapainya tujuan kaidah agama.

b. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesusilaan.


Kaidah hukum dan kaidah kesusilaan mempunyai kaitan yang erat
karena keduanya saling melengkapi. Kalau suara hati setiap pribadi manusia
menghendaki agar manusia selalu berbuat baik, maka pribadi-pribadi manusia
yang hidup bersama di tengah masyarakat itu juga baik dalam pergaulan mereka
tidak menimbulkan sesuatu yang tercela, akhirnya kehidupan masyarakat
menjadi tertib dan damai. Dengan demikian tujuan kaidah hukum untuk
mewujudkan masyarakat yang tertib dapat dicapai. Sebaliknya jika seseorang
pribadinya tidak baik ia cenderung melakukan perbuatan yang melanggar
kaidah hukum maka ia akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa hukuman.
Apabila seseorang itu telah menjalani hukuman orang itu menjadi baik dan tidak
pernah berbuat jahat lagi, akhirnya tujuan kaidah kesusilaan dapat direalisasi.
12
Kedua kaidah tersebut saling melengkapi dalam arti saling menunjang
tercapainya tujuan masing-masing kaidah.
c. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
Kedua kaidah ini pun saling mengisi, saling melengkapi maka hubungan
antara keduanya sangat erat. Anggota masyarakat yang mengetahui kaidah
kesopanan akan selalu bertingkah laku sopan, tidak mengganggu orang lain,
sehingga jika semua anggota masyarakat berperilaku seperti itu masyarakat
akan tertib dan damai, maka tujuan kaidah hukum dapat dicapai. Jika seseorang
melanggar kaidah kesopanan, maka dirinya akan merasa terkucil dan akibatnya
seolah-olah dia hidup menyendiri. Jika tidak disadari maka orang itu akan
cenderung berbuat sesuai dengan kehendaknya dan tidak mustahil bahwa suatu
ketika ia akan melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum. Jika hal itu
benar dilaksanakan maka ia akan mendapat sanksi tegas dan keras dari
masyarakat melalui lembaga pengadilan, ia akan dihukum. Apabila kemudian
setelah menjalani hukuman orang itu bertaubat, maka cepat atau lambat orang
itu akan menjadi orang baik, akan selalu berbuat sopan dan tidak lagi melakukan
perbuatan yang melanggar kaidah hukum. Dengan kata lain kaidah hukum juga
mendukung tercapainya tujuan kaidah kesopanan.

2. Hubungan negatif yakni hubungan yang saling melemahkan yaitu jika kaidah
hukum dan kaidah sosial lainnya saling bertentangan. contoh : larangan oleh salah
satu agama membunuh sesame manusia dengan alas an apapun bertentangan
dengan undang-undang wajib militer.

E. PERSAMAAN ANTARA KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH LAINNYA.


1. Maksud dari kaidah hukum dengan kaidah lainnya adalah sama yakni melindungi
kepentingan perorangan maupun umum, sehingga terdapat tata tertib dalam
masyarakat.
2. Antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
a. Memandang manusia sebagai makhluk sosial
b. Sudah puas dengan perbuatan lahiriyah saja
c. Heteronom (dikehendaki masyarakat).
d. Memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan untuk mengadakan reaksi
(geven aanspraken) (Surojo 1974: 11).
13
e. Sama memiliki wilayah berlakunya.

F. PERBEDAAN ANTARA KAIDAH HUKUM DENGAN KAIDAH SOSIAL


LAINNYA (DALIYO CS 1989 DAN SETERUSNYA)
1. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan dapat
ditinjau dari beberapa segi seperti berikut:
a. Ditinjau dari tujuannya kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib
masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya, sedang kaidah
agama dan kaidah kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia
agar menjadi manusia ideal.
b. Ditinjau dari sasarannya kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan
diberi sanksi bagi setiap pelanggarannya, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan mengatur sikap bathin manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum
menghendaki tingkah laku manusia sesuai dengan aturan, sedangkan kaidah
agama dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap bathin setiap pribadi manusia
itu baik.
c. Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber
sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia
(heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan dipaksakan
oleh suara hati masing-masing pelanggaran (otonom).
d. Ditinjau dari kekuatan mengikatnya, pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan
secara nyata oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama
dan kesusilaan pada asanya tergantung pada yang bersangkutan sendiri.
e. Ditinjau dari isinya kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan
normatif), sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan
kewajiban saja (normatif).
2. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan:
a. kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya memberi
kewajiban saja.
b. Sanksi kaidah hukum dipaksakan oleh masyarakat secara resmi, sanksi kaidah
kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
3. Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan:
a. Asalnya kaidah kesopanan dari luar diri manusia, kaidah agama dan kaidah
kesusilaan berasal dari pribadi manusia.
14
b. Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap lahir manusia.
Kaidah agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap
batin manusia.
c. Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar tidak ada korban,
kaidah agama dan kaidah kesusilaan bertujuan menyempurnakan manusia agar
tidak menjadi manusia jahat.

15
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaidah hukum merupakan ketentuan tentang perilaku. Pada hakikatnya apa yang
dinamakan kaidah adalah nilai karna berisi apa yang sepantasnya harus dilakukan.
Dari segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib masyarakat dan
melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama dan kesusilaan bertujuan
memperbaiki pribadi manusia agar menjadi makhluk yang ideal.

B. Saran

Diperlukan pemahaman tentang kaidah dalam kehidupan sehari – hari agar dapat
memperbaikir pribadi manusia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH.Mengenal Hukum (Yogyakarta:Liberty Yogyakarta).

R. Soeroso, SH. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika,2009).

Surojo Wignjodipiro, SH. Pengantar Ilmu Hukum.

Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum.Pengantar Hukum Indonesia.(Jakarta:Sinar Grafika).

Drs. C.S.T.Kansil, SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:Balai
Pustaka).

17

Anda mungkin juga menyukai