Anda di halaman 1dari 9

NAMA : HERIBERTUS CHANDRA PAMPUT

TUGAS : PUST4207.01

NIM : 031267344

1.Apa yang saudara ketahui tentang :


 1. a. Definisi etika, etiket, moral, hukum dan agama.
   b.Sebutkan perbedaan ketiganya (uraikan dengan pendapat saudara 
      sendiri)
2.Jelaskan tentang arti dibawah ini :
  a.Kode etik seorang pustakawan
   b.Membangun citra pustakawan Indonesia disertai dengan contohnya.
3.Uraikan secara ringkas dan jelas bagaimana seorang pustakawan
   menghadapi tantangan di era 4.0 disrupsi.

JAWAB

1. A). *Secara istilah etika berasal daei bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti watak,
kesusilaan atau adat. Secara etimologis, etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan yang
berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk (E.Y. Kanter, 2001). Etika dimulai
bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.
Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu
untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Sedangkan
pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang
biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan
perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat
baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.
Etika adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial
berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.
Pembentukan etika melalui proses filsafat sehingga etika merupakan bagian dari
filsafat.
*Etiket adalah sebagai tanda pengenal seseorang atau menilai seseorang dalam
bertidak,bersikap dan berprilaku dalam pergaulannyannya. Tujuan adanya etiket
adalah untuk bisa terbentuknya suatu ikatan seperti persahabatan dalam setiap
pergaulan. Tujuan lainnya adalah agar dalam sebuah persahabatan tidak ada saling
menyinggung perasaan satu sama lainnya.

*Moral adalah salah satu bagian dari tatanan hidup masyarakat. Kebanyakan orang
cenderung bertindak secara moral dan mengikuti pedoman sosial. Moralitas sering
kali menuntut orang mengorbankan kepentingan jangka pendeknya untuk kepentingan
masyarakat. Secara umum, pengertian moral adalah suatu hukum perilaku yang
diterapkan kepada setiap individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya, sehingga
terjalin rasa hormat dan menghormati antarsesama.
Tujuan moral yaitu :
-Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan
kemanusiaan.
- Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan dan
kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban yang dilandasi moral.
- Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi
landasan rasa percaya terhadap sesama.
- Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani karena menunaikan
fungsi moral sehingga tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa
atau kecewa.

*Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan


tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan
resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu. Tujuan hukum adalah untuk
mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Karena apa yang berfaedah
bagi orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitas
tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang
sebanyak-banyaknya.Ciri-ciri Hukum , yaitu Adanya perintah dan atau larangan dan
Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.
*Agama, merupakan sesuatu yang dapat merubah perilaku seseorang sebab,
agama berisi tentang aturan – aturan yang bisa membawa seseorang ke arah
yang lebih baik. Karena, setiap agama pastilah empunyai maksud – maksud
tertentu agar penganutnya menjadi lebih terarah. Walaupun sebenarnya
banyak sekali agama yang tersebar saat ini masih menjadi kontroversi. Selain
itu, agama juga bisa jadi sumber konflik karena menyangkut kepercayaan yang
dipilih sehingga timbul perasaan agama kita menjadi paling baik.

B). Perbedaan Etika dan Etiket :


Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya, padahal perbedaan antara keduanya
sangat mendasar. Dari asal katanya saja berbeda, yakni Ethics dan Ethiquetle. Etika
berarti moral sedangkan Eiket berarti sopan santun.
Namun meskipun berbeda, ada persamaan antara keduanya, yaitu :

 Keduanya menyangkut perilaku manusia

 Etika dan eiket mengatur perilkau manusia secara normative, artinya memberi norma
bagi perilku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.

Perbedaan Moral dan Hukum :


Sebenarnya ataa keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena anatara satu
dengan yang lain saling mempegaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum
ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma
moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat
kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Secaliknya moral pun
membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabil atidak dikukuhkan,
diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat
meningkatkan dampak social moralitas.
Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan
tersebut antara lain :
 Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-
undang. Maka hkum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.

 Norma bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau
diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.

 Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.

 Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.

 Sanksi hukum bisanya dapat dipakasakan.

 Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya
akan merasa tidak tenang.

 Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.

 Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat

Perbedaan Etika dan Agama :


Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia
dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah.
Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada
argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri
pada wahtu Tuhan dan ajaran agama.

Etika dan Moral


Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering
dikenal sebagai kode etik.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan
dengan baik buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah :

 Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja.
Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakann dalam bentuk yang kongkret, tergantung
dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.

 Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap


mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus
dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar angoota masing-
masing.

2. A). Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial,
namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam
kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik
agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Kode etik pustakawan merupakan standar tingkah laku dan norma yang seharusnya
dapat menuntun para pustakawan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Menurut
Lasa HS (2009:174) Kode Etik pustakawan adalah norma atau aturan yang harus
dipatuhi pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan profesionalisme.
B). Pustakawan, merupakan sosok yang menggerakkan kerja-kerja di perpustakaan. 
Perpustakaan dan pustakawan, merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.
Perpustakaan tanpa pustakawan, tentunya kurang optimal. Pustakawan tanpa
perpustakaan, maka penyebutan pustakawan menjadi kurang afdal. Tentunya,
perpustakaan dalam hal ini, adalah perpustakaan dalam arti seluas-luasnya.Karena
saling terkait, maka keduanya tidak dapat dipisahkan, dan tentunya terkait citra, akan
saling mempengaruhi. Namun, sekali lagi, pustakawan adalah kunci. Perpustakaan
yang baik  akan mempengaruhi citra pustakawan, tetapi perpustakaan dianggap baik
itu tergantung pustakawannya.  Pustakawan yang baik, akan berpengaruh pada citra
perpustakaan. Dan jika kerja-kerja pustakawan ini sampai pada level tertentu, maka
pandangan orang di luar perpustakaan tentang status ilmu perpustakaan, akan
terpengaruh.
 Tiga citra tersebut sesungguhnya dibebankan pada pustakawan.  Mulai dari citra
pustakawan (dirinya sendiri), citra perpustakaan, dan citra ilmu perpustakaan.
*Citra pustakawan (dirinya sendiri)

Sebagai orang yang bertanggung jawab pada berjalannya fungsi perpustakaan, maka
pustakawan melakukan berbagai hal dia dianggap perlu. Mulai dari menjalankan
tugas rutin, maupun tugas lainnya yang berkaitan dengan hubungan pada atasan,
komunikasi pada pemustaka, komunikasi antar unit, layanan yang diberikan pada unit
lain, kerja pengembangan, dan lainnya. 

* Citra perpustakaan
Segala yang dilakukan pustakawan dalam rangka menggerakkan perpustakaannya,
akan mempengaruhi citra perpustakaannya. Baik-buruknya perpustakaan, akan
dimulai dari si pustakawannya sendiri.Pustakawan yang pintar, tidak otomatis akan
membawa citra baik untuk perpustakaannya, jika kepandaian itu tidak diaplikasikan
pada pengembangan perpustakaan. Pustakawan yang justru sibuk dengan kerja-kerja
di luar wilayah perpustakaanya dan "melupakan" rumah utamanya, juga demikian,
justru akan berpotensi berpengaruh buruk pada perpustakaannya. 
* Citra ilmu perpustakaan
Perpustakaan sebagai ilmu, agaknya masih diragukan. Benarkah benar-benar ilmu
yang harus dipelajari di bangku kuliah secara formal, atau memang…ya, cukup
melalui jalur kursus atau pengalaman otodidak saja. Setidaknya ini ditunjukkan
dengan nomenklatur yang saat tulisan ini dibuat, tidak menyebutkan ilmu. Tertulis
"perpustakaan dan sains informasi".Pandangan positif dari orang selain pustakawan
pada “ilmu” perpustakaan, ditentukan oleh kerja-kerja pustakawannya. Karena
mereka, orang-orang itu melihat yang nyata di lapangan, apa yang mereka rasakan
dari layanan pustakawan, bukan sekadar yang ada di atas kertas yang dipresentasikan
di berbagai konferensi. Kerja nyata ini, hanya dilakukan oleh pustakawan.
Contohnya Misalnya, dalam pemunculan public figure kita. Kita harus
memunculkan pustakwan yang “layak ekspos”untuk menjadi duta baca, jadi tidak
mengandalkan pada popularitas artis. Publik harus mendapatkan informasi bahwa
institusi kepustakawanan juga memiliki segudang tokoh dan pakar pengelolaan
sumber informasi (pustakwan) dan pengelola informasi (spesialis informasi) dalam
berbagai bidang. Pustakawan yang dimunculkan merupakan juga adalah orang-
orang yang memiliki keahlian khusus,Sehingga, figur yang dimunculkan harus
merata di semua bidang.

3. Salah satu isu yang terkait disrupsi dalam dunia kepustakawanan yaitu munculnya
kebijakan Kemenristekdikti terhadap implementasi Permenristekdikti No.49/2015
tentang kelas jabatan di lingkungan Kemenristekdikti. Menurut Rumani (2018),
kebijakan dan implementasi peraturan tersebut menimbulkan “korban” khususnya
bagi pustakawan madya yang akan naik pangkatnya menjadi pustakawan utama di
lingkungan perguruan tinggi se Indonesia, dan hal tersebut tentunya akan
mematikan kreativitas pustakawan dan bahkan dapat “membunuh profesi
pustakawan”. Diharapkan kebijakan tersebut segera dievaluasi kembali. Agar
pustakawan tidak terdisrupsi maka pustakawan harus berjuang keras dan melakukan
transformasi dengan pikiran dan tindakan cerdas menuju perpustakaan 4.0,
pustakawan 4.0, atau web 4.0. Ketika perpustakaan sudah menjadi tempat yang
nyaman dan pustakawannya telah menjadi solution maker maka dari sinilah
pustakawan telah menjadi seorang social librarian dan public knowledge—karena
telah mampu mencerdaskan masyarakat melalui kegiatan kepustakawanan.
Tindakan tersebut, sangat mustahil kalau profesi pustakawan dapat terdisrupsi oleh
profesi lainnya di masa mendatang.  Tulisan ini mencoba menjelaskan peran
pustakawan sebagai social librarian dan public knowledge serta upaya mereka
dalam menghadapi disrupsi profesi di era library 4.0.

* Menjadi a Social Librarian

Untuk menjadi public knowledge, seorang pustakawan harus peka terhadap kebutuhan
informasi publik, dalam hal ini ia harus menjadi a public librarian. Sebagai public
librarian, ia harus memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama. DeLory (2013)
mengatakan “be a social librarian”. Selain itu, pustakawan harus memiliki wawasan
dan pengetahuan yang luas agar mampu memberikan pelayanan informasi yang
terbaik bagi penggunanya. Sebagai sosial librarian, pustakawan harus mulai
menggeser perannya, dari penyedia informasi (information provider) menjadi pencipta
pengetahuan (knowledge creator) baik dalam pembelajaran, pendidikan, maupun
penelitian.

*  Menjadi a Public Knowledge

Hakikat dari pengetahuan (knowledge) adalah berbagi dan memahamkan sesuatu


kepada orang lain, dari yang tidak paham menjadi paham, dari yang tidak tahu
menjadi tahu. Salah satu cara untuk mengkomunikasikan pengetahuan ke orang lain
adalah berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dan mendokumentasikannya dengan
baik. Pendokumentasian hasil knowledge sharing ini merupakan suatu bentuk cara
transfer pengetahuan (knowledge transfer) yang efektif bagi pustakawan, baik dari
transfer pengetahuan yang bersifat tacit (lisan) menjadi eksplisit (tertulis) maupun
sebaliknya. Chen, Chu, dan Xu (2012) mengatakan ada empat kategori proses transfer
pengetahuan, yaitu: a) berbagi pengetahuan antara pustakawan dengan pengguna
untuk saling berbagi sumber informasi; b) penyebaran informasi melalui berita dan
pengumuman yang di update dari perpustakaan; c) komunikasi yang ditujukan ke
individual; d) percakapan antara pustakawan dan pemustaka atau antar-
pemustaka.Sebagai public knowledge, pustakawan harus memposisikan dirinya
sebagai ilmuan (a scientist). Adapun cita-cita seorang ilmuan dalam karier
akademisnya yaitu menemukan teori baru (new theory finding). Teori baru ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai