TUGAS : PUST4207.01
NIM : 031267344
JAWAB
1. A). *Secara istilah etika berasal daei bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti watak,
kesusilaan atau adat. Secara etimologis, etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan yang
berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk (E.Y. Kanter, 2001). Etika dimulai
bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.
Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu
untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Sedangkan
pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang
biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan
perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat
baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.
Etika adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial
berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.
Pembentukan etika melalui proses filsafat sehingga etika merupakan bagian dari
filsafat.
*Etiket adalah sebagai tanda pengenal seseorang atau menilai seseorang dalam
bertidak,bersikap dan berprilaku dalam pergaulannyannya. Tujuan adanya etiket
adalah untuk bisa terbentuknya suatu ikatan seperti persahabatan dalam setiap
pergaulan. Tujuan lainnya adalah agar dalam sebuah persahabatan tidak ada saling
menyinggung perasaan satu sama lainnya.
*Moral adalah salah satu bagian dari tatanan hidup masyarakat. Kebanyakan orang
cenderung bertindak secara moral dan mengikuti pedoman sosial. Moralitas sering
kali menuntut orang mengorbankan kepentingan jangka pendeknya untuk kepentingan
masyarakat. Secara umum, pengertian moral adalah suatu hukum perilaku yang
diterapkan kepada setiap individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya, sehingga
terjalin rasa hormat dan menghormati antarsesama.
Tujuan moral yaitu :
-Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan
kemanusiaan.
- Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan dan
kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban yang dilandasi moral.
- Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi
landasan rasa percaya terhadap sesama.
- Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani karena menunaikan
fungsi moral sehingga tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa
atau kecewa.
Etika dan eiket mengatur perilkau manusia secara normative, artinya memberi norma
bagi perilku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.
Norma bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau
diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya
akan merasa tidak tenang.
Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja.
Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakann dalam bentuk yang kongkret, tergantung
dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
2. A). Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial,
namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam
kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik
agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Kode etik pustakawan merupakan standar tingkah laku dan norma yang seharusnya
dapat menuntun para pustakawan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Menurut
Lasa HS (2009:174) Kode Etik pustakawan adalah norma atau aturan yang harus
dipatuhi pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan profesionalisme.
B). Pustakawan, merupakan sosok yang menggerakkan kerja-kerja di perpustakaan.
Perpustakaan dan pustakawan, merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.
Perpustakaan tanpa pustakawan, tentunya kurang optimal. Pustakawan tanpa
perpustakaan, maka penyebutan pustakawan menjadi kurang afdal. Tentunya,
perpustakaan dalam hal ini, adalah perpustakaan dalam arti seluas-luasnya.Karena
saling terkait, maka keduanya tidak dapat dipisahkan, dan tentunya terkait citra, akan
saling mempengaruhi. Namun, sekali lagi, pustakawan adalah kunci. Perpustakaan
yang baik akan mempengaruhi citra pustakawan, tetapi perpustakaan dianggap baik
itu tergantung pustakawannya. Pustakawan yang baik, akan berpengaruh pada citra
perpustakaan. Dan jika kerja-kerja pustakawan ini sampai pada level tertentu, maka
pandangan orang di luar perpustakaan tentang status ilmu perpustakaan, akan
terpengaruh.
Tiga citra tersebut sesungguhnya dibebankan pada pustakawan. Mulai dari citra
pustakawan (dirinya sendiri), citra perpustakaan, dan citra ilmu perpustakaan.
*Citra pustakawan (dirinya sendiri)
Sebagai orang yang bertanggung jawab pada berjalannya fungsi perpustakaan, maka
pustakawan melakukan berbagai hal dia dianggap perlu. Mulai dari menjalankan
tugas rutin, maupun tugas lainnya yang berkaitan dengan hubungan pada atasan,
komunikasi pada pemustaka, komunikasi antar unit, layanan yang diberikan pada unit
lain, kerja pengembangan, dan lainnya.
* Citra perpustakaan
Segala yang dilakukan pustakawan dalam rangka menggerakkan perpustakaannya,
akan mempengaruhi citra perpustakaannya. Baik-buruknya perpustakaan, akan
dimulai dari si pustakawannya sendiri.Pustakawan yang pintar, tidak otomatis akan
membawa citra baik untuk perpustakaannya, jika kepandaian itu tidak diaplikasikan
pada pengembangan perpustakaan. Pustakawan yang justru sibuk dengan kerja-kerja
di luar wilayah perpustakaanya dan "melupakan" rumah utamanya, juga demikian,
justru akan berpotensi berpengaruh buruk pada perpustakaannya.
* Citra ilmu perpustakaan
Perpustakaan sebagai ilmu, agaknya masih diragukan. Benarkah benar-benar ilmu
yang harus dipelajari di bangku kuliah secara formal, atau memang…ya, cukup
melalui jalur kursus atau pengalaman otodidak saja. Setidaknya ini ditunjukkan
dengan nomenklatur yang saat tulisan ini dibuat, tidak menyebutkan ilmu. Tertulis
"perpustakaan dan sains informasi".Pandangan positif dari orang selain pustakawan
pada “ilmu” perpustakaan, ditentukan oleh kerja-kerja pustakawannya. Karena
mereka, orang-orang itu melihat yang nyata di lapangan, apa yang mereka rasakan
dari layanan pustakawan, bukan sekadar yang ada di atas kertas yang dipresentasikan
di berbagai konferensi. Kerja nyata ini, hanya dilakukan oleh pustakawan.
Contohnya Misalnya, dalam pemunculan public figure kita. Kita harus
memunculkan pustakwan yang “layak ekspos”untuk menjadi duta baca, jadi tidak
mengandalkan pada popularitas artis. Publik harus mendapatkan informasi bahwa
institusi kepustakawanan juga memiliki segudang tokoh dan pakar pengelolaan
sumber informasi (pustakwan) dan pengelola informasi (spesialis informasi) dalam
berbagai bidang. Pustakawan yang dimunculkan merupakan juga adalah orang-
orang yang memiliki keahlian khusus,Sehingga, figur yang dimunculkan harus
merata di semua bidang.
3. Salah satu isu yang terkait disrupsi dalam dunia kepustakawanan yaitu munculnya
kebijakan Kemenristekdikti terhadap implementasi Permenristekdikti No.49/2015
tentang kelas jabatan di lingkungan Kemenristekdikti. Menurut Rumani (2018),
kebijakan dan implementasi peraturan tersebut menimbulkan “korban” khususnya
bagi pustakawan madya yang akan naik pangkatnya menjadi pustakawan utama di
lingkungan perguruan tinggi se Indonesia, dan hal tersebut tentunya akan
mematikan kreativitas pustakawan dan bahkan dapat “membunuh profesi
pustakawan”. Diharapkan kebijakan tersebut segera dievaluasi kembali. Agar
pustakawan tidak terdisrupsi maka pustakawan harus berjuang keras dan melakukan
transformasi dengan pikiran dan tindakan cerdas menuju perpustakaan 4.0,
pustakawan 4.0, atau web 4.0. Ketika perpustakaan sudah menjadi tempat yang
nyaman dan pustakawannya telah menjadi solution maker maka dari sinilah
pustakawan telah menjadi seorang social librarian dan public knowledge—karena
telah mampu mencerdaskan masyarakat melalui kegiatan kepustakawanan.
Tindakan tersebut, sangat mustahil kalau profesi pustakawan dapat terdisrupsi oleh
profesi lainnya di masa mendatang. Tulisan ini mencoba menjelaskan peran
pustakawan sebagai social librarian dan public knowledge serta upaya mereka
dalam menghadapi disrupsi profesi di era library 4.0.
Untuk menjadi public knowledge, seorang pustakawan harus peka terhadap kebutuhan
informasi publik, dalam hal ini ia harus menjadi a public librarian. Sebagai public
librarian, ia harus memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama. DeLory (2013)
mengatakan “be a social librarian”. Selain itu, pustakawan harus memiliki wawasan
dan pengetahuan yang luas agar mampu memberikan pelayanan informasi yang
terbaik bagi penggunanya. Sebagai sosial librarian, pustakawan harus mulai
menggeser perannya, dari penyedia informasi (information provider) menjadi pencipta
pengetahuan (knowledge creator) baik dalam pembelajaran, pendidikan, maupun
penelitian.