Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PSIKOLOGI AGAMA

KONSEP MANUSIA MENURUT HUMANISME DAN ALQURAN

Dosen Pengampu : Dr. Briliyantna Inrati, M pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

DWI IRIANTI 20.1.2058

DINDA ELMALIA KHOIRUNNISA 21.1.21.06

INSTITUT AGAMA ISLAM DEPOK

Jl. H. Maksum No. 23 Sawangan Depok

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konsep Manusia menurut Humanisme dan Al Quran”, ini dapat selesai tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat tugas kuliah, kami sangat berterima kasih
kepada Dosen pengampu Psikologis Agama yaitu, Ibu Dr. Briliyantina Inrati, M Pd yang
telah membimbing dan membantu kami daam penyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga kami
menyampaikan terima kasih kepada teman teman dan semua pihak yang telah membantu dan
penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna, namun
kami telah berupaya semaksimal mungkin agar mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kritik dan saran, serta
masukan yang membangun akan kami terima seluas-luasnya untuk perbaikan makalah yang
akan kami susun selanjutnya.

Penulis

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 2

BAB I ...................................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ...................................................................................................................................3

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 3

A. Rumusan masalah ........................................................................................................................4

B. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5

A. Konsep Manusia Menurut Humanisme .......................................................................................5

B. Istilah Manusia Dalam Perspektif Al Quran ............................................................................... 6

PENUTUP .............................................................................................................................................11

A. Kesimpulan ................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apakah arti manusia Menurut Omar Mohammad Al-Toumi Al-Syaibany.
pengertian manusia adalah makhluk yang mulia Manusia merupakan makhluk yang
mampu berpikir, dan menusia merupakan makhluk 3 dimensi (yang terdiri dari badan, ruh,
dan kemampuan berpikir/akal). Manusia dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan. Lalu apakah manusia
menurut humanisme dan hakikat manusia menurut Al quran?
Manusia memandang manusia itu sendiri, ada pada Humanisme yaitu suatu paham
yang menitikberatkan pada manusia, kemampuan kodratinya dan kehidupan duniawinya.
Jadi paham humanisme ini menempatkan manusia sebagai mahluk yang unik dari makhluk
lainya, karena manusia memiliki kesadaran daripada makhluk lainya. Humanisme
memiliki keyakinan bahwa nilai-nilai universal tidak hanya sebatas dari wahyu dari langit
saja tetapi mempercayai bahwa manusia adalah mahkluk yang diberi kelebihan dari
makhluk lain yaitu akal budi. Jadi menurut humanisme ketika manusia hanya tunduk
terhadap segala dogma-dogma agama tanpa memikirkan secara kritis apakah hal yang
masuk di dalam kepalanya tersebut benar ataupun salah, maka menurut paham humanisme
manusia sudah mengingkari kelebihan yang dimilikinya.
Manusia menurut Al-Qur'an dimaknai dengan menggunakan beberapa istilah, yaitu
Bani (Banu) adam atau Dariyat Adam (keturunan, anak Cucu Adam), al-insan, al-ins, an-
nas, atau unas atau al- basyar. Sejalan dengan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi ini,
manusia dibekali dengan berbagai instrumen sebagai modal dasar dalam menjalankan
tugas kekhalifahan. Pada sisi ini manusia berbeda dengan hewan sehingga dalam
perspektif Islam manusia tidak menjadi objek selayaknya hewan. Al Quran Firman Allah
SWT memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci, AlQuran memuliakan
manusia sebagai makhluk syurgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu
kehidupan yang spritual yang suci dan abadi dinegeri akhirat, meski dia harus melewati
rintangandan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan dalam hidup pada saat
di dunia. Dan Al Quran juga memgajarkan cara kehidupan dunia agar menjadi lebih baik.

3
A. Rumusan masalah

1. Apa definisi mnusia menurut psikologis humanisme


2. Apa saja istilah manusia dalam perspektif Al Quran

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi manusia menurut Humanisme


2. Untuk mengetahui istilah manusia dalam perspektif Al Quran

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia Menurut Humanisme


Humanisme adalah suatu paham yang menitikberatkan pada manusia, kemampuan
kodratinya dan kehidupan duniawinya. Jadi paham humanisme ini menempatkan manusia
sebagai mahluk yang unik dari makhluk lainya, karena manusia memiliki kesadaran
daripada makhluk lainya. Humanisme yang berkembang selama ini terkesan menegasikan
dogma dan ajaran agama, karena lebih menitik beratkan pada kemampuan rasio dan
seluruh kemampuan adi kodrati manusia dalam mengembangkan pemaknaan,
kemampuan etik dalam rangka menuju kehidupan manusia yang baik. 1
Sejarahnya gerakan humanisme ini pertama kali lahir sekitar abad 14 atau dalam
lingkungan akademik sering disebut sebagai periode rennaisans (Budi Hardiman, 2012: 9).
Apa itu rennaisans? Rennasians adalah jaman ketika budaya-budaya Yunani dan Romawi
kuno bangkit kembali. Sedikit penjelasan bahwa budaya pada era yunani dan romawi kuno
ditandai dengan kebebasan manusia untuk menggunakan akal atau rasionya dan
menggunakanya untuk mempertanyakan segala fenomena yang terjadi pada saat itu.
Sekarang yang menjadi pertanyaan kenapa pada abad 14 atau rennaisans, budaya Yunani
dan Romawi tersebut bangkit? Jika dikatakan bangkit maka sebelumnya budaya tersebut
sempat mati. Memang benar pada masa sebelum abad 14, lebih tepatnya sekitar abad 9
atau biasa disebut abadpertengahan budaya Yunani dan Romawi kuno sempat "mati suri".
Hal ini karena pada masa itu dominasi dari institusi Gereja mengekang pemikiran kritis
setiap pengikutnya dengan berbagai dogma-dogma yang diajarkannya. Setiap ada orang
yang mempertanyakan atau menentang ajaran Gereja maka orang tersebut dianggap
sebagai musuh Gereja. Salah satu contonhya adalah Giordano Bruno Filsuf yang lahir
pada abad ke-15 di Italia ini, mati dibakar oleh pihak Gereja di tiang pancang karena
menurutnya, ajaran Gereja bahwa bumi merupakan pusat dari tata surya adalah salah.
Gerakan ini lahir sebagai bentuk "emansipast" terhadap manusia setelah sekian
lama rasio atau akalnya dikurung oleh pihak Gereja. Humanisme memiliki keyakinan
bahwa nilai-nilai universal tidak hanya sebatas dari wahyu dari langit saja tetapi
mempercayai bahwa manusia adalah mahkluk yang diberi kelebihan dari makhluk lain
yaitu akal budi. Jadi menurut humanisme ketika manusia hanya tunduk terhadap segala
dogma-dogma agama tanpa memikirkan secara kritis apakah hal yang masuk di dalam
kepalanya tersebut benar ataupun salah, maka menurut paham humanisme manusia sudah
mengingkari kelebihan yang dimilikinya.
Menurut Budi Hardiman (2012: 62) humanisme bisa menjadi suatu paham yang
berbahaya ketika humanisme menjadi suatu paham yang eksklusif. Kata eksklusif bisa
dipadankan dengan kata khusus atau tertentu. Humanisme ekslusif adalah humanisme
yang mulai mengkotak-kotakan manusia, mengkategorikan manusia dalam dikotomi atau

1
Muhammaddin, Muhammaddin. “Islam dan HumanismeE”. Jurnal Studi Agama 1, Vol 1 no. 2 (December 11,
2017)
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jsa/article/view/2408 Diakses tanggal 13 Maret 2023

5
pemisahan-pemisahan (Budi Hardiman, 2012: 62). Dalam kajian humanisme manusia
dianggap sebagai makhluk yang istimewa karena memiliki kesadaran lebih, tapi karena
anggapan inilah justru manusia menganggap dirinya lebih hebat dari makhluk lainya.
Kelebihan yang dimiliki manusia berupa akal, justru digunakan untuk menundukkan alam
(ekspoloitasi tambang batu akik, emas, penggundulan hutan dengan cara membakarnya)
sampai membunuh sesama manusia. Contoh dari humanisme ekslusif ini bisa kita lihat
dari kepemimpinan Adolf Hittler yang membedakan manusia berdasarkan dua ras yaitu ras
tinggi (ras arya) dan ras "lainya". Dikotomi ini berujung terhadap pemusnahan ras "lainya"
dengan metode kamar gas yang menimbulkan banyak korban jiwa yang diterapkan Hittler
pada saat itu. Contoh lain dari humanisme ekslusif adalah sikap fanatisme terhadap salah
satu partai, agama dan lainya.
Salah satu bagian dari humanistik adalah logoterapi. Adalah Viktor Frank yang
mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (makna. Pandangan
ini berprinsip

a) Hidup memiliki malosa, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan


sekalipun.

b) Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu
sendiri,
c) Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang
kita alani babkan dalam menghadap kesegaran
Psikologis initidak memusatkan perhatian untuk mencari sebab mengapa seseorang
berprestasi rendah, tetapi perhatian diarahkan pada cara-cara meningkatkan potensi
manusiawi yang dimiliki setiap orang. Konsep Psikologis ini tidak mengesampingkan
kemungkinan terjadinya perbedaan-perbedaan genetik yang dibawa sejak seseorang lahir.
Namun konsepsiitu juga mengakui adadnya kemampuan-kemampuan hebat ini pasti ada
pada manusia yang sukar untuk diukur.2

B. Istilah Manusia Dalam Perspektif Al Quran


Dalam buku "Man the Unknown", M. Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel,
bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri. Al-Qur'an ketika berbicara tentang manusia
menggunakan tiga istilah pokok, pertama, menggunakan kata yang terdiri dari dari huruf
alif, nun, dan sin, seperti kata insan, insa, naas, dan unnaas, kedua, menggunakan kata
basyar. Ketiga, menggunakan kata bani Adam dan dzurriyat Adam.3
Istilah kunci yang digunakan al-Qur'an untuk menunjuk pada pengertian manusia
menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan un- nas. Kata basyar disebutkan dalam al-

2
Iik Barakatul Anwar, Psikologi Agama: Konsep Agama Menurut Humnisme dan Al-Quran,
https://youtube.com/watch?v=SNjTeGTOnFg&si=EnSIkaIECMiOmarE diakses tanggal 17 Maret 2023

3
Yuminah Rohmatulloh, Psikologi Agama: Memahami dan Menjadikan Psikologis Sebagai Peneguh Jati Diri,
(Yogyakarta: Deepublish 2017), hlm 26

6
Qur'an sebanyak 27 kali. Basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk
biologis (Q.S. Ali 'Imran 3: 47) yakni memberi pengertian kepada sifat biologis manusia,
seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalam al-Qur'an yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, al-insan dihubungkan dengan khalifah
sebagai penanggung amanah (Q.S. al- Ahzab 3: 72), kedua, al-insan dihubungankan
dengan predisposisi negatif dalam diri manusia, misalnya sifat keluh kesah, kikir (Q.S. al-
Ma'arij 70:19-21) dan ketiga, ai-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang
terdiri dari unsur-unsur materi dan non-materi (Q.S. al-Hijr 15: 28-29).
Semua konteks kata al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan
spiritual. Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam al-Qur'an mengacu kepada
manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku
beriman padahal sebenarnya tidak (Q.S. al-Baqarah 2:8)
Berdasarkan studi isi al-Qur'an dan Hadis, manusia (al-insan) adalah makhluk
ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan
mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati
gejala-gejala alam, mempunyai rasa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan
berakhlak (N.A. Rasyid, 1983: 19).
Berdasarkan rumusan tersebut, manusia mempunyai berbagai ciri sebagai berikut:4
1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. "Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (Q.S. 95: 4)
2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah.
"... 'Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi."" (QS. 7: 172)
3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. "Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."
(Q.S. 51: 56)
4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: 'Sesunggunya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...." (Q.S. 2: 30)
5. Manusia dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendakk. "Dan
kutakanlah: 'kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir...." (QS. 18: 29)
6. Manusia secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
“... Setiap orang (manusia) terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang
dilakukannya." (QS. 53:21) Manusia itu berakhlak.
7. Manusia itu berakhlak

4
Yuminah Rohmatulloh, Psikologis Agama, hlm 27

7
Manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa
tubuh yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa ruh yang berasal dari
alam gaib.

Proses penciptaan manusia dalam al-Qur'an:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal
dari) tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging, Kemudian kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Yang membuat segala sesuatu yang
Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh
(ciptaan)- Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati,
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (Q.S. 23: 12-14, 32: 7-9)

Sedangkan Rasulullah Saw, bersabda:

"Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya


selama empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai
'alaqah (segumpal darah), selama itu pula sebagai mudhghah (segumpal daging).
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam tubuh manusia,
yang berada dalam rahim itu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Ali Syari'ati sejarawan dan ahli sosiologi Islam terkemuka mengemukakan


pendapatnya mengenai interpretasi hakikat kejadian manusia. Manusia mempunyai
dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur mencerminkan
keburukan-kehinaan). Karena itulah manusia dapat mencapai derajat yang tinggi
namun dapat pula terperosok dalam lembah yang hina, di mana dengan akalnya
manusia dibebaskan untuk memilihnya. Ali Syari'ati memaknai manusia secara
filosofis:5

1. Manusia tidaklah sama (konsep hukum), tetapi bersandara (asal kejadian).


2. Manusia mempunyai persamaan antara pria dan wanita (sumber yang sama
yakni dari Tuhan).
3. Manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dari malaikat karena
pengetahuan yang dimilikinya.
4. Manusia memiliki fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan ruh Tuhan, yang
terdapat kebebasan pada dirinya untuk memilih.

5
Yuminah Rohmatulloh, Psikiologis Agama, hlm 28

8
Hakikat manusia dalam al-Qur'an adalah makhluk Allah yang paling sempurna,
yang memiliki dimensi jiwa, raga, jasmani dan rohani. Juga sebagai makhluk
biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan
hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-
hukum yang berlaku (sunnatullah).
1. Tujuan Penciptaan Manusia
Kata "abdi" berasal dari bahasa Arab yang artinya memperhambakan
diri, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah
agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit
pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat
syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi seluas pengertian yang
dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba Allah. Berbuat
sesuai dengan kehendak dan kesukaan (ridha)-Nya dan menjauhi apa yang
menjadi larangan-Nya.
2. Fungsi dan Kedudukan Manusia
Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang
keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab
suci al-Qur'an sebagai satu kitab yang abadi.
Allah menjadikan manusia agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas
muka bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada diri Adam (Q.S. al-
An'am 6: 165 dan Q.S. al-Baqarah 2: 30). Allah menganugerahkan kepada
manusia segala yang ada di bumi, semua untuk kepentingan manusia (la
menciptakan untukmu seluruh apa yang ada di bumi ini). (Q.S. al-Baqarah 2:
29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat
manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinya
kepada Allah Swt.
Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan
alam ini lebih rendah martabatnya dari pada manusia. Oleh karena itu,
manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam. (Q.S.
al-Jatsiah 45: 13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba
Allah (Q.S. al-Dzarait 51: 56).
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk biologis, psikologis dan
sosial yang memiliki dua predikat di hadapan Allah sebagai hamba Allah (Q.S.
al-Dzarait 51: 56) dan fungsinya di dunia sebagai khalifah Allah (Q.S. al-
Baqarah 2: 30); al-An'am 6: 165), mengatur alam dan mengelolanya untuk
mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat
dengan tetap tunduk dan patuh kepada Sunnatullah.
3. Hakikat Manusia Menurut al-Qur'an 6
Al-Qur'an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan
mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang
menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa
dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya

6
Yuminah Rohmatulloh, Psikologis Agama, hlm 30

9
diturunkan dari surga, hal ini tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia
pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. al-Qur'an justru memuliakan
manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju
suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia
harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan
kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan
sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik
(positif, hanif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik,
benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan
kesejatian semulia manusia. Sungguh pun demikian, harus diakui bahwa
kualitas dan hakikat baik, benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-
dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, memerlukan sebuah proses
perjuangan yang berat dan terus menerus (istiqomah) untuk bisa menyandang
predikat manusia "agung"

Konsep manusia yang dikemukakan berdasarkan Psikologis Humanisme yang


sedang dibahas saat ini, bersamaan dengan konsep manusia menurut Al Quran. Dipandang
dari islam, psikologi islam tidak menolak dan juga tidak memebenarkan. Tidak menolak,
artinya konsep tersebut dapat diterima dengan mendudukannya secara proposional dalam
wilayah dan system komposisi struktur manusia menurut psikologi islami. Tidak
memebenarkan, artinya kalau dimensi itu sama seperti dalam 3 teori tersebut, yaitu
menjadi satu-satunya dimensi yang berperan dalam jiwa manusia, dan menafikan dimensi
lainnya.Pandangan agama khususnya islam dan psikologi berjumpa pada diri manusia
sendiri sebagai salah fenomena ciptaan Tuhan dengan segala karekter kemanusiaannya.
Tetapi sebuah perjumpaan tidak selalu berarti pertemuan tinjauan agama dan psikologi
yang sama-sama menyoroti manusia, ternyata tidak selalu sejalan.Dalam penggambaran
karakter manusia terkesan ada kesamaan.misalnya gambaran mengenai orang zalim sama
dengan gambaran pribadi totaliter. Sedangkan pandangan mengenai kualitas insane,
seperti aktualisasi diri, cinta kasih, tanggung jawab, dan kebebasan terdapat keserupaan
atau kesejalanan antara pandangan agama dengan psikologi.

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Perbedaan pendapat sesunggunya akan merupakan rahmat, apabila setiap


orang menyadari bahwa hasil pemikiran manusia bagaimanapun hebatnya, belum
merupakan final dari suatu ilmu pengetahuan. Karena masing-masing orang
mempunyai latar belakang yang berbeda, tarap berpikir yang relatif tidak sama, serta
lingkungan sekitar yang mempengaruhinya, maka bersar kemungkinan perbedaan
pendapat akan terjadi. Perbedaan pendapat di antara manusia itu memberikan suatu
indikasi bahwa manusia hidup dengan dinamis, berpikir kritis dan kreatif untuk selalu
mencari dan meneliti hakikat kebenaran dari sesuatu.

Sikap toleransi adalah sikap terbuka dari seseorang untuk mau menerima serta
menghargai pendapat orang lain. Sesuai dengan arti bahasa toleransi berarti kesabaran
atau toleransi berarti akan bersikap sabar saat menghadapi perbedaan pendapat, atau
membiarkan orang lain melaksanakan ibadah agama sesuai dengan kepercayaan dan
keyakinannya masing-masing.

Berdasarkan latar belakang pemikiran akan pentingnya pengertian terhadap


hakikat agama, maka sikap yang seharusnya ditunjukkan seorang muslim terhadap
agama lain, harus menghargai dan menghormati kepercayaan yang dianut agama lain,
meskipun jelas kepercayaan itu pasti berbeda dengan kepercayaan yang diajarkan oleh
Islam. Menghormati dan menghargai, bukan berarti menerima kebenaran yang dianut
berdasarkan kepercayaan agama lain, tetapi bersikap sabar untuk menerima perbedaan
antara Islam dengan agama lain, serta membiarkan kenyaan berbeda itu selama tidak
saling mengganggu. Menghormati dan menghargai juga bukan berarti seorang muslim
harus mengikuti kegiatan- kegiatan upacara agama lain, apa lagi larut dalam agama
lain itu tanpa menyadari identitas dirinya sebagai muslim. Menghormati dan
menghargai; memiliki arti bahwa seorang muslim harus bisa bergaul dengan orang
lain yang berbeda agama secara baik dalam batas-batas kehidupan sosial masyarakat

11
DAFTAR PUSTAKA

Rohmatulloh, Yuminah 2017. Psikologis Agama: Memahami dan Menjadikan Psikologis


Sebagai Peneguh Jati Diri. Ed. 1, Cet. 1. Yogyakarta: Deepbuplish, Februari 2017

Muhammaddin, Muhammaddin. “ISLAM DAN HUMANISME”. Jurnal Studi Agama 1, no.


2 (December 11, 2017): 64-86. Diakses 18 Maret, 2023.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jsa/article/view/2408

Barakatul, Iik “ PSIKOLOGIS AGAMA: Konsep Manusia Menurut Humanisme dan Al


Quran. (Oktober 28, 2021) Diakses 17 Maret 2023
https://youtube.com/watch?v=SNjTeGTOnFg&si=EnSIkaIECMiOmarE

12

Anda mungkin juga menyukai