Anda di halaman 1dari 13

Tugas Kelompok

KONSEP KONSEP DASAR FILSAFAT PERENIAL

Dosen Pengampu : Prof. Dr. M. Baharuddin, M. Hum

Disusun oleh :

Kelompok 5
Ahmad Asrori 1731010013
Angga Dhita Agusty 1731010017

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2020
1

KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan berkat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Filsafat Perenialisme”.Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Filsafat Perenial.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada kami dan rekan-rekan mahasiswa yang
telah mendukung dan menjalin kerjasama yang baik sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik. Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, 5 Desember 2020

Penyusun
2

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...............................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG................................................................................1
RUMUSAN MASALAH............................................................................1
TUJUAN PENULISAN.............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
Konsep Dasar Filsafat Perenial............................................................…2
A. Pandangan Ontologi Parenialisme………………………………2
B. Pandangan Epistemologis Parenialisme…………………………3
C. Pandangan Aksiologi Parenialisme………………………………4
D. Pandangan Parenialisme Tentang Kenyataan………………….5
E. Pandangan Parenialisme Tentang Nilai…………………………5
F. Pandangan Parenialisme Tentang Pengetahuan………………..5

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN..........................................................................................7
DAFTARPUSTAKA
3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat manusia menurut Al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri atas
unsur jasmani, akal, dan ruhani. Ketiganya sama pentingnya untuk
dikembangkan, dengan demikian kata Al-Syaibani. Konsekuensinya,
pendidikan harus didesain mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani
manusia. Melalui uraianlain akan jelas pula bahwa unsur ruhani itu akan
mewarnai kualitas jasmani dan akal.

Agama dibangun berbasis wahyu Tuhan. Agama mengajarkan kepada


manusia tentang keyakinan baik-buruk perilaku manusia terhadap sesamanya
dan terhadap lingkungan alam berdasar wahyu Tuhan dan sabda nabi. Religi
atau kepercayaan lokal atau “agama lokal” atau adat istiadat ialah kepercayaan
dan keyakinan yang lahir dari interaksi manusia dengan lingkungannya (alam
dan sosial), dimana manusia mengalami masalah menghadapi lingkungan
yang belum mampu dikelola dengan bantuan kemampuan otaknya.

Agama adalah pengetahuan dari wahyu yang disajikan dalam kitab suci.
Wahyu dari Tuhan diturunkan kepada manusia melalui Nabi. Pengetahuan itu
dipercayai kebenarannya oleh para pengikut agama, karena Nabi adalah
orang-orang yang jujur, berjuang untuk kaumnya, dan keberadaan Nabi
dinyatakan oleh wahya (kitab suci) sebagai utusan Tuhan. Asas pokok agama
adalah adanya iman yaitu percaya dan yakin bahwa semesta alam dicipta oleh
Sang Pencipta (Tuhan).

Manusia agamis adalah manusia yang percaya dan yakin bahwa Tuhan
adalah Sang Pencipta dan Kuasa atas segala ciptaanNya. Pada abad 20
dan 21 ini, manusia berusaha merasionalkan ajaran agama, ini merupakan
mekanisme berpikir manusia berdasar ilmu pengetahuan formal. Manusia
sejak hidup pada zaman primitif sampai zaman modern selalu nampak gejala-
gejala agamis, itu berarti bahwa ide (pemikiran) tentang religi dan agama sulit
dihilangkan, walaupun manusia sudah berpikir kritis, dialektik, dan radikal
berdasar kondisi obyektif yang berubah dan berkembang. Unsur agama yang
4

lainnya ialah bahwa ia tidak terbatas dengan waktu, jadi agama itu kekal,
sedangkan manusia itu terbatas pada waktu. Manusia diadakan (dicipta)
oleh Tuhan, sedangkan Tuhan adanya dalam dirinya sendiri; hakikat Tuhan
ada pada dirinya sendiri, mutlak adanya. Hal-hal yang mutlak hanya dapat
dipahami dan dihayati, tidak dapat diobservasi dan digambarkan. (Tati
Latifah, 2016, h. 86)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep dasar filsafat Perenial itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar filsafat perenial
D.
5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Konsep Dasar Filsafat Parenial


1. Pandangan Ontologi Parenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti
benda individual, esensi, aksiden dan substansi. Secara ontologis,
perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek
perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang
tampak di hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra
seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan
aktivitas tertentu. Esensi dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu
lebih intrinsik daripada fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari
esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan aksiden adalah keadaan-
keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting
dibandingkan dengan esensial. Dengan demikian, segala yang ada di alam
semesta ini, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, merupakan
hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya
merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga merupakan unsur
potensialitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas. Sejalan
dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu
adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari
potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu
setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas.
Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini, manusia dapat makin
mendekatkan diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada
supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.

2. Pandangan Epistemologis Parenialisme


Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di
dalam epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning. Bagi
perenialisme truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau
memahami arti realita semesta raya. Sedangkan , self evidence adalah
6

suatu bukti yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu
tidak pada materi atau realita yang lain, pengertian kita tentang kebenaran
hanya mungkin di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis
misalnya berasal dari hukum-hukum berpikir. Dalam pandangan
Perenialisme ada hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat,
seraya menyadari adanya perbedaan antara kedua bidang tersebut.
Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa-
empiris dan analisa ontologis keduanya dianggap Perenialisme dapat
komplementatif meskipun ilmu dan filsafat berkembang ke tingkat yang
makin sempurna, namun tetap diakui bahwa fisafat lebih tinggi
kedudukannya daripada ilmu pengetahuan (Khobir, 2009:65).
3. Pandangan Aksiologi Parenialisme
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme,
karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima
universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat
manusia itu yang pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu, hakikat
manusia itu juga menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai
adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian
bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian
dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu secara alamiah condong
pada kebaikan.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu,
kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada
ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada
pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian,
hendaknya pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang
mempunyai nafsu, kemauan, dan pikiran. Dengan memperhatikan hal ini,
maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan
dapat terpenuhi (Jalaluddin, 2007:117).

4. Pandangan Parenialisme Tentang Kenyataan


7

Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia


terutama ialah jaminan bahwa realita itu bersifat universal dan ada di mana
saja dan sama di setiap waktu.Dengan keputusan yang bersifat ontologism
kita akan sampai pada pengertian pengerian hakikat. Ontologi
perenialisme berisikan pengertian: benda individual, esensi, aksiden dan
substansi. Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di
hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,
dan lain-lain. Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang
menjadikan benda itu lebih baik intrinsik daripada halnya, misalnya
manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir Aksiden adalah keadaan
khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting
dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang-barang
antik. Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang
khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.
Menurut Plato, perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan
ada 4 kausa, yaitu:
a. Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda
misalnya telor, tepung dan gula untuk roti.
b. Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau
modelnya, misalnya bulat, gepeng.
c. Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu
cepat, lambat atau tergesa-gesa.

d. Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari sesuatu. Katakanlah tujuan
pembuatan sebuah patung.

5. Pandangan Parenialisme Tentang Nilai


Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan
spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan
perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan
dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan
tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk
dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya
yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
8

Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral


dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan
pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual.
Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan
pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan
pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat
praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah
suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti
bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada
dasar-dasar teologis, ketuhanan.
6. Pandangan Parenialisme Tentang Pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai
kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara
piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimaksud benda
adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian. Oleh
karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis, nalar,
sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut
Aristoteles, Prinsip-prinsip itu dapat dirinci menjadi:
a. Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Principium
contradiksionis (prinsip kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi
(berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus
kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan
yakni benar atau salah.
b. Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada
kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama
salah, pasti pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan
pertama benar pastipernyataan yang berikutnya tidak benar.
c. Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya
mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal
muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya. Perenialisme
mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
filsafat. Science sebagai ilmu pengetahuan Science yang meliputi
9

biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang


disebut sebagaiempiriological analysis yakni analisa atas individual
dan peristiwa peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat
alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan
penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga
mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah
meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.

Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah ilmu metafisika.


Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological
analysis (analisa empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau
kebenarannya probability.
10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep-konsep Filsafat perenial terdiri dari :
1. Pandangan Ontologi Parenialisme

Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda


individual, esensi, aksiden dan substansi. Secara ontologis, perenialisme
membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya. Benda
individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak di hadapan
manusia dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu,
rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu. Esensi
dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik daripada
fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk
berpikir. Sedangkan aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat
berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial.

2. Pandangan Epistemologis Parenialisme


Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di dalam
epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning. Bagi perenialisme
truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau memahami arti realita
semesta raya. Sedangkan , self evidence adalah suatu bukti yang ada pada
diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada materi atau
realita yang lain, pengertian kita tentang kebenaran hanya mungkin di atas
hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis misalnya berasal dari
hukum-hukum berpikir.
3. Pandangan Aksiologi Parenialisme
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme, karena
ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang
abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang
pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga
menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan
spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap
11

berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian dengan sifat


rasional manusia, karena manusia itu secara alamiah condong pada
kebaikan.
12

DAFTAR PUSTAKA

Latifah ,Tati. Perenilasime. Jurnal TSARWAH (Jurnal Ekonomi Dan


Bisnis Islam).

Arqom Kuswanto “filsafat Perennial dan Rekonstruksi Pemahaman


Keberagamaan” 1997.
S Amallia “hakekat agama dan perspektif filsafat perenial” 2019.
A Syahrin “Agama dan Filsafat Perennial” 2019.

Anda mungkin juga menyukai