Anda di halaman 1dari 17

TUGAS RUTIN

MK. FILSAFAT PENDIDIKAN

PRODI S1 PGSD - FIP

Skor Nilai:

HAKIKAT MANUSIA

Kelas E Reguler 2021

Oleh Kelompok 2

1. Fenti Ester Magdalena Hutapea (1213111050)


2. Irma Ropianti Sihite (1213111116)
3. Islamiyani Maduma (1213111142)
4. Juwita Fransisca Harefa (1213111157)
5. Kasimmudin (1213111096)
6. Vidy Vicy Gultom (1212411022)

Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu: Dody Feliks P. Ambartia, S.Pd., M.Hum.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat,karunia,kemudahan, dan keleluasaan pikiran sehingga kami dapat
menyusun makalah kami tentang “Hakikat Manusia”. Adapun makalah ini dibuat agar
mahasiswa menjadi lebih paham dan mengerti mengenai Hakikat Manusia.

Pada kesempatan ini kami ingin berterimakasih kepada pihak-pihak yang turut
serta membantu penyusunan makalah dan telah memberi semangat untuk pembuatan
makalah ini. Kami juga ingin berterima kasih kepada Bapak DODY FELIKS P. AMBARITA
S.Pd.,M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan yang telah
membimbing penulis hingga terselesaikannya makalah ini .

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena kami
sangat mengharapkan saran yang mendukung dari para pembaca. Demikian makalah ini
kami buat, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat, berkat dan
kemudahan bagi kita semua.

Medan, Oktober 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 1
C. Tujuan.......................................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 2

A. Pandangan Filsafat Mengenai Hakikat Manusia.........................................................2


B. Pandangan Agama Mengenai Hakikat Manusia..........................................................3
C. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia.................................................................................. 6
D. Wujud Sifat Hakikat Manusia............................................................................................. 9
E. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia.................................................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................................ 13

A. Kesimpulan............................................................................................................................. 13
B. Saran.......................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berkaitan dengan pendidikan, maka hakikat manusia perlu dibahas di awal, karena
pendidikan yang dilakukan adalah untuk manusia. Socrates dalam (Tafsir 2010:7)
mengatakan bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia.
Manusia menjadi sosok sentral di alam dunia, karena manusia mengurus dirinya
sendiri dan alam. Manusia membuat peraturan sendiri untuk mengatur dirinya
sendiri, manusia juga membuat peraturan sendiri untuk mengatur alam. Hewan,
tumbuhan, lautan, daratan, gunung, dan lain-lain berada di bawah aturan yang
dibuat oleh manusia. Bahkan manusipun tunduk pada peraturan yang dibuatnya
sendiri. Kerusakan dan kelestarian alam tergantung pada manusia sebagai sosok
sentralnya. Jadi, sudah sewajarnya jika manusia harus mengenali hakikat manusia
yang sebenarnya. Kelestarian manusia dan alam harus tetap dijaga dengan sebaik-
baiknya, untuk itu manusia sebagai sosok sentral harus dibekali dengan
pengetahuan tentang hakikat manusia, sehingga manusia mengetahui cara-cara
menjaga kelestarian manusia dan alam. Pengetahuan tentang hakikat manusia
tersebut hanya akan diperoleh jika manusia memperoleh bimbingan dari orang lain
melalui proses pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pandangan filsafat tentang hakikat manusia?


2. Bagaimana pula pandangan agama tentang hakikat manusia?
3. Seperti apa itu dimensi-dimensi hakikat manuusia?
4. Bagaimana perwujudan sifat manusia?
5. Dan seperti apa pengembangan dimensi hakkat manusia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pandangan filsafat tentang hakikat manusia;


2. Untuk mengetahui pandangan agama tentang hakikat manusia;
3. Untuk mengetahui dimensi-dimensi hakikat manusia;
4. Untuk mengetahui wujud dari sifat hakikat manusia;
5. Dan untuk mengetahui pengembangan dimensi hakikat manusia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pandangan Filsafat tentang Hakikat Manusia


Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antroplogi filsafat.
Dalam hal ini, ada empat aliran yang akan dibahas antara lain :

Pertama aliran serba zat. Aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu
hanyalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu,
manusia adalah zat atau materi (Muhammad Noor Syam, 1991).

Kedua aliran serba roh. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu
yang ada di dunia ini ialah roh. Hakikat manusia juga adalah roh. Sementara zat
adalah manifestasi dari roh. Menurut Fiche, segala sesuatu (selain roh) dan
hidup itu hanyalah perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari roh (Sidi
Gazelba,1992 hal 288). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa roh itu lebih
berharga, lebih tinggi nilainya daripada materi. Dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya betapapun kita mencintai seseorang, jika rohnya pisah dari badannya,
maka materi/jasadnya tidak ada artinya lagi. Dengan demikian, aliran ini
menganggap roh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau
bayangan.

Ketiga aliran dualisme, aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada
hakikatnya tersendiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua
substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak
tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dari roh dan roh tidak
berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasad dan roh.
Antara badab dan roh terjadi sebab akibat keduanya saling mempengaruhi.

Keempat aliran eksistensialisme. Aliran filsafat modern berpandangan bahwa


hakikat manusia merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah
apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini, manusia dipandang
tidak dari sudut serba zat atau serba roh atau dualisme, tetapi dari segi
eksistensi manusia di dunia ini.

2
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan roh.
Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan roh adaalah substansi alam, sedangkan
alam adalah mkahluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini, dijelaskan bahwa
proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam materil. Menurut
islam, manusia terdiri dari substansi materi dari bumi dan roh yang berasal dari Tuhan.
Oleh karena itu hakikat manusia adalah roh sedangkan jasadnya hanyalah alat yang
dipergunakan oleh roh semata. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan
manusia.

Keberadaan manusia dimuka bumi adalah suatu yang menarik. Selain manusia
menjadi pokok permasalahan, ia juga dapat melihat bahwa segala peristiwa dan masalah
apapun yang terjadi di dunia ini pada akhirnya berhubungan dengan manusia. Oleh karena
itu, dlam usaha mempelajari hakikat manusia diperlukan pemikiran yang filosofis. Karena
setiap manusia akan selalu berpikir tentang dirinya sendiri. Meskipun tingkat pemikiran
itu selalu mempunyai perbedaan (Nawawi,1993:65). Hal itu didasarkan pada pemikiran
bahwa selain sebagai subjek pendidikan, manusia juga merupakan objek pendidikan itu
sendiri.

Kedudukan manusia yang paling menarik ialah bahwa manusia itu menyelidiki
kedudukannya sendiri dalam lingkungan yang diselidikinya pula (Drijarkara,1986:50).
Kadang, hasil penyelidikan mengenai lingkungannya itu ternyata lebih memuaskan
daripada penyelidikan tentang manusia itu sendiri.

Manusia memilki banyak sifat yang serupa dengan makhluk lain. Meski demikian,
ada seperangkat perbedaan anatara manusia dengan makhluk lain yang menganugerahi
keunggulan pada manusia (Muthahhari,1992:62). Kenyataan inilah yang terkadang
membuat manusia pandangan yang berbeda. Suatu saat manusia akan berpikir bahwa
mereka merupakan salah satu anggota margasatwa (animalkingdom), disaat lain dia juga
akan merasa warga dunia idea dan nilai (Anshari,1992:6). Pandangan seperti itulah yang
pada akhirnya akan memperlihatkan keberadaan manusia secara utuh bahwa mereka
adalah pencari kebenaran.

B. Pandangan Agama Tentang Hakikat Manusia


Hakikat manusia menurut berbagai pandangan agama.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan
hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia.
Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan manusia. Pemerintah
juga telah memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai
dari SD sampai dengan perguruan tinggi.

3
1. Hakikat Manusia Menurut Agama islam.
Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan satu hakikat yang mempunyai dua
dimensi, yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal
dan sebagainya). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur
jiwa akan tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat.
(QS. Yasin, 36: 78-79). Manusia adalah makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia
dari malaikat (QS. al-Hijr, 15: 29). Bahkan manusia adalah satu-satunya makhluk
yang mendapat perhatian besar dari Al-Qur’an, terbukti dengan begitu
banyaknya ayat al-Qur'an yang membicarakan hal ihwal manusia dalam
berbagai aspek-nya, termasuk pula dengan nama-nama yang diberikan al-Qur’an
untuk menyebut manusia, setidaknya terdapat lima kata yang sering digunakan
Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan atau ins atau al-nas
atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau dzurriyat adam. Berbicara
dan berdiskusi tentang manusia memang menarik dan tidak pernah tuntas.
Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang
tidak pernah selesai. Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Para ahli
telah mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini
pun belum ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya.

2. Hakikat Manusia Menurut Agama Kristen.


Pandangan iman Kristen mengenai hakikat manusia berpijak kepada Alkitab,
khususnya dalam Kejadian 1:26-27, yaitu pernyataan Allah disekitar penciptaan
alam semesta dimana manusia termasuk didalamnya. Manusia diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah, dalam hal ini menunjuk pada unsur kesamaan.
Dalam kitab Kejadian ada beberapa prinsip mengenai hakikat manusia, yaitu:
1. Manusia adalah hasil ciptaan Allah
(Kejadian 1:26-27; 2:7) Manusia bukanlah “pletikan” Allah, jelmaan dari
sebagian diri Allah, bukan pula anak dalam arti biologis yang keluar dari diri
Allah. Manusia adalah mahluk yang riil ada, hasil karya dari tangan agung
Sang Khalik. Untuk ini harus dicamkan bahwa manusia bagaimanapun
berbeda dengan Allah. Allah adalah khalik dan manusia adalah hasil
karyaNya.
2. Allah menciptakan manusia tidak seperti Allah menciptakan ciptaanNya
yang lain (unik). Manusia diciptakan dari tanganNya sendiri. Kemudian
Allah menghembuskan nafas kehidupan ke lubang hidung manusia.
3. Manusia diciptakan melalui sebuah musyawarah dalam diri Allah (Kejadian
1:26-27). Ini bisa berarti konsekuensi dan risiko menciptakan manusia telah
dipertimbangkan.

4
3. Hakikat Manusia Menurut Agama Hindu.
Dalam konsep Hindu, manusia pertama adalah Svambhu, yang artinya makhluk
berpikir pertama yang menjadikan dirinya sendiri. Secara etimologi kata
manusia berasal dari kata manu yang artinya pikiran atau berpikir, dalam
bentuk genetif menjadi kata “manusya”, artinya ia yang berpikir atau
menggunakan pikirannya. Menurut konsep Hindu, manusia adalah kesatuan
antara badan jasmani dan jiwa (atman) menjadikan ia secara psikopisik terus
berkembang. Secara kosmologis, manusia ( yang berupa kesatuan jiwa badan
jasmaninya ) yang sering disebut mikrokosmos ( bhuana alit ) yang merupakan
perwujudan dari makrokosmos ( bhuana agung ). Manusia juga dikatakan
sebagai makhluk Tri Pramana karena memiliki tiga kemampuan utama yaitu
berpikir, berkata dan berbuat, yang menyebabkan ia berbeda dengan makhluk
lainnya. Dengan kemampuan berpikir, berkata dan berbuat, manusia melakukan
perbuatan baik dan perbuatan buruk yang disebut subha asubha karma. Dengan
mengutamakan perbuatan baik yang disebut subha karma inilah manusia
mampu menolong dirinya sendiri, mengangkat dirinya dari kesengsaraan. Inilah
keistimewaan lahir menjadi manusia. Dimana tidak dimiliki oleh makhluk lain
selain manusia. Secara umum manusia senang pada keindahan, baik itu
keindahan alam maupun seni, dan yang merupakan musuh besar manusia
menurut agama Hindu yang disebut Sad Ripu. Sad Ripu ini berada di dalam diri
setiap manusia dimana sifat - sifat tersebut akan mempengaruhi watak dan
perilaku manusia. Itulah sebabnya watak dan perilaku manusia berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Sad Ripu tidak bisa kita hilangkan karena begitu
melekat dalam diri manusia.
Satu - satunya cara adalah dengan mengendalikannya. Untuk itu, kita harus bisa
mengendalikan sifat tersebut agar nantinya kita mendapat ketenangan di dalam
diri. Jika hati kita tenang, maka pikiran pun akan tenang untuk menghasilkan
pemikiran - pemikiran yang jernih. Dari pemikiran yang jernih kita senantiasa
akan berkata dan berbuat yang baik.

4. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Agama Buddha


Menurut agama Buddha, manusia terdiri atas unsur-unsur fisik (kebendaan) dan
psikis (bathin, kejiwaan), yang kedua-duanya bersifat selalu berubah dan tidak
kekal. Dalam agama Buddha nilai 'aku' tidaklah ditentukan oleh kebendaan atau
segi kepercayaannya, melainkan oleh praktek hidupnya dalam menjalankan sila,
samadhi, panna. Manusian memiliki kemauan bebas untuk berpikir, berbicara

5
dan bertindak. Keluhuran manusia, maupun kerendahan manusia, tergantung
pada ketiga unsur tersebut. Sang Buddha adalah seorang manusia yang hidup di
dunia sebagai salah seorang terkemuka di bidang agama/filsafat. Sang Buddha
memandang pengembaraan manusia di dunia secara tajam, dan melihat segala
yang telah dicapainya sebagai hasil usahanya sendiri. Dalam hal ini kedudukan
manusia adalah yang tertinggi, manusia adalah tuan bagi diri sendiri.

5. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Agama Khonghucu.


Pembahasan mengenai asal-usul manusia dalam agama Khonghucu, tidak
banyak dijelaskan. Pada kitab suci Su Si pun tidak ditemui adanya pembahasan
mengenai asal-usul manusia. Pembahasan mengenai hal ini dibahas pada Kitab
Li Ji atau Li Chi (kitab kesusilaan), yang merupakan bagian dari Kitab Ngo
Kingatau Wu Ching. Manusia dalam agama Khonghucu berasal dari kedua
orangtua, dianugerahi sifat-sifat mulia dan agung sejak lahir oleh Thian. Manusia
juga diberikan perintah suci dalam menyampaikan ajaran agamanya kepada
seluruh umat Khonghucu. Perintah suci tersebut akan diminta
pertanggungjawabannya di hadapan Thian. Oleh karena itulah maka manusia
ditempatkan dalam kedudukan tertinggi. Pada kitab Li Ji, salah satu dari tiga
kitab Li Jing (kitab kesusilaan) disuratkan: “Qi atau semangat itulah pernyataan
adanya roh. Bo atau daya-daya hidup itulah pernyataan adanya nyawa. Tujuan
pengajaran agama mengharmoniskan lahiriah dan rohaniah manusia. Semua
yang dilahirkan akan mengalami kematian, yang mati itu akan kembali ke tanah,
inilah yang dinamai berhubungan dengan nyawa, tulang, daging, semua jasad
yang berwatak yin (negatif) akan kembali ke tanah/bumi. Sedangkan semangat
akan berkembang naik bergelimang (kembali kepada Tian) diiringi harum dupa
yang semerbak. Itulah pernyataan adanya roh.

C. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia


Manusia adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkunganya,
dirinya sendiri, dan Tuhan. Beerling mengemukakan Sinyalemen Heinemann bahwa pada
abad ke- 20 manusia mengalami krisis total, disebut demikian karena yang dilanda krisis
bukan hanya segi-segi tertenu dari kehidupan seperti krisis ekonomi, krisis energi, dan
sebagainya, melainkan yang krisis adalah manusia sendiri. Dalam krisis total manusia
mengalami krisis hubungan dengan masyrakat dengan lingkunganya, dengan dirinya
sendiri, dan dengan Tuhannya. Tidak ada hubungan pengenalan, pemahaman dan
kemesraan dengan sesama manusia. Inilah yang melanda manusia sehingga manusia
semakin jauh dari kebahagian.
Dalam hubugan ini, pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk
mengantar peserta didik untuk mencapai kebahagiaan, yaitu dengan jalan membantu
mereka meningkatakan kualitas hubungannya dengan dirinya, lingkunganya, dan

6
Tuhannya, untuk menciptakan rasa kebersamaan dengan individu lain nya, rasa
menghormati, serta menjalin hubungan yang baik, maka diperlukan dimensi-dimensi
didalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya manusia yang sempurna dan berakhlak
yang baik. Dimensi-dimensi tersebut ialah:

1. Dimensi Individual
Manusia adalah mahluk monodualis ciptaan Tuhan yang dikaruniai status sebagai
Khalifah Allah diatas bumi. Bayi dianugerahi keadaan jasmani yang lemah tetapi
memiliki potensi-potensi jasmaniah berupa konstruksi tubuh lengkap serta
rohaniah berupa daya cipta, rasa, karsa, intuisi, bakat. Faktor-faktor potensi
bawaan inilah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainya yang
bersifat unik yang dapat berkembang dengan adanya pengaruh lingkungan.
Sehingga seorang individu akan menemukan rasa kepribadiannya. Dimensi
individual adalah keperibadian seseorang yang merupakan suatu keutuhan yang
tidak dapat dibagi-bagi (indevide). Seorang pakar pendidikan M. J. Lavengeld
mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas, maksudnya dua anak
kembar yang berasal dari satu telur yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah
dua dan sulit dibedakan satu dan yang lain hanya serupa tetapi tidak sama apalagi
identik. Hal ini berlaku pada sifat-sfat fisiknya maupun hidup kejiwaannya
(kerohaniannya). Setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya)
dengan adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-
cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda. Contoh
sederhananya saja dua orang murid sekelas yang mempunyai nama yang sama
tidak pernah bersedia untuk di samakan satu sama lain, arti katanya masing-
masing ingin mempertahankan ciri-ciri khasnya sendiri, gambaran tersebut telah
dikekemukakan oleh fancis galton seorang ahli biologi dan matematika inggris, dari
hasil penelitiannya banyak pasangan kembar satu telur ternyata ternyata tidak
sepasang pun yang identik atau sama sifat dan kepribadiannya.

M. J. Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri


yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya,
sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat
bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan, sifat-sifat sebagaimana
di gambarkan diatas yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh
kembangkan melalui pendidika agar bisa menjadi kenyataan, sebab tanpa dibina
melalui pendiidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang
memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian yang unik akan tetap tinggal laten.

7
Serta kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang
sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Dengan kata lain
kepribadiaan seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya, sehingga
seseorang tidak memiliki warna kepribadiaan yang khas sebagai miliknya. Jika
terjadi hal demikian seorang tidak memilki kepribdian yang otonom dan orang
seperti ini tidak akan memilki pendirian serta mudah dibawa oleh arus masa,
padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk
membentuk keribadianya atau menemukan ke mandiriannya sendiri. Pola
pendidikan yang bersifat demokratis di pandang cocok untuk mendorong
bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas seseorang.

2. Dimensi kesosialan

Dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk
bergaul, dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu
sesamanya. Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dengan adat
kebudayaan tertentu pula. Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang
berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan
masyarakat.masih banyak contoh- contoh lain yang menunjukan betapa dorongan
sosialitas tersebut demikian kuat tanpa orang menyadari sebenarnya ada alasan
yang cukup kuat. Seorang filosofi Immanuel Kant menyatakan manusia hanya
menjadi manusia jika berada diantara manusia, maksudnya tidak ada seorang
manusia pun yang dapat hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain.
Seorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam
interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang
lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk di milikinya,
serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya. Hanya didalam berintraksi dengan
sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan
menghayati Kemanusiaannya. Banyak bukti bahwa anak manusia tidak akan
menjadi manusia bila tidak ada berada diantara manusia.

3. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan lebih tinggi. Akan tetapi
dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika
didalamyang pantas atau sopan, misalnya terkandung kejahatan terselubung.
Dimensi kesusilaan disebut juga keputusan yang lebih tinggi. Kesusilaan diartikan
mencakup etika dan etiket. Etika adalah (persoalan kebaikan ) sedangkan etiket
adalah (persoalan kepantasan dan kesopanan ). Pada hakikatnya manusia memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya, sehingga
dikatakan manusia itu makhluk susila. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan
erat dengan nilai-nilai kehidupan. Susila berkembang sehingga memiliki perluasan
arti menjadi kebaikan yang lebih sempurna. Manusia dengan kemampuan akalnya
memungkinkan untuk menentukan sesuatu manakah yang baik dan manakah yang

8
buruk, manakah yang pantas dan manakah yang tidak pantas. Dengan
pertimbangan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya memungkinkan manusia untuk
berbuat dan bertindak secara susila. Drijarkara mengartikan manusia susila
sebagai manusia yang memiliki nilai- nilai,menghayati,dan melaksanakan nilai
tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh
manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemulian dan
sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.
Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan
kewajiban disamping hak pada peserta didik.

4. Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang. Agama menjadi sandaran vertikal manusia dan
manusia adalah mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran yg dipercayainya
yang didapatkan melalui bimbingan nabi demi kesehatan dan keselamatannya.
Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati
pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama
diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi,
komitmen aktif & praktekritual. Jauh dekatnya hubungan ditandai dengan tinggi
rendahnya keimanan dan ketaqwaan manusia yang bersangkutan. Didalam
masyarakat pancasila, meskipun agama dan kepercayaan yang dianutnya berbeda-
beda, diupayakan terciptanya kehidupan beragama yang mencerminkan adanya
saling pengertian, menghargai, kedamaian, ketentraman, & persahabatan.

D. Wujud Sifat Hakikat Manusia


Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan oleh
faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep
pendidikan:

1. Kemampuan Menyadari Diri


Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia maka manusia
menyadari bahwa dirinya memiliki ciri kas atau karakteristik diri. Hal ini
menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dan membuat jarak dengan
orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Yang lebih istimewa lagi manusia dikaruniai
kemampuan membuat jarak diri dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat
melihat kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
dirinya. Kemampuan memahami potensi-potensi dirinya seperti ini peserta didik
harus mendapat pendidikan dan perhatian yang serius dari semua pendidik supaya
dapat menumbuh kembangkan kemampuan mengeluarkan potensi-potensi yang ada

9
pada dirinya.

2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia menempatkan diri dan
dapat menembus atau menerobos serta mengatasi batas-batas yang membelenggu
dirinya. Sehingga manusia tidak terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan
demikian manusia dapat menembus ke sana dan ke masa depan.Kemampuan
menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemapuan bereksistensi.
Justru karena manusia memiliki kamampuan bereksistensi inilah maka pada
manusia terdapat unsur kebebasan.Peserta didik diajar agar belajar dari
pengalamannya, mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek
masa depan dari sesuatu serta mengembangkan imajinasi kreatifnya sejak masa
kanak-kanak.
3. Pemilikan kata hati
Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk
hati, suara hati, pelita hati, dan sebagainnya. Conscience ialah “pengertian yang ikut
serta” atau “ pengertian yang mengikut perbuatan”.kata hati adalah kemampuan
membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia
sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan
“petunjuk bagi moralperbuatan”.
4. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka
yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah perbuatan itu
sendiri. Di sini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dengan moral. Artinya
seseorang ang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya
merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang
mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan. Moral yang
sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia
sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi (luhur).
Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun
merupakan realisasi dari kata yang tumpul disebut moral yang buruk atau moral
yang rendah (asor) atau lazim yang dikatakan tidak bermoral.
5. Tanggung Jawab
Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari
perbuatan yang menuntut jawab yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab
bermacam-macam. Ada bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk
tuntutannya adalah penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada
masyarakat bentuk tuntutannya adalah sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan
masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Tanggung jawab kepada tuhan bentuk
tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk.
6. Rasa Kebebasan

1
0
Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan
dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan.
7. Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai
makhluk sosial, yang satu ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa
kewajiban. Kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
8. Kemampuan Menghayati Kabahagiaan
Kebahagiaan adalah merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan,
kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan.
Proses dari kesemuanya itu (yang menyenangkan atau yang pahit) menghasilkan
suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut bahagia.Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah perpaduan dari usaha, hasil atau takdir dan
kesediaan menerimanya.

E. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia


Pengembangan Dimensi Manusia Hakikat manusia seperti telah diuraikan di atas, pada
dasarnya perlu dikembangkan. Pengembangan berbagai potensi yang dimiliki manusia
tidak dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Hal ini akan membentuk manusia yang
menuju ke arah kesempurnaan.

1. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu.


Dalam rangka mengembangkan manusia sebagai makhluk individu, maka
pendidikan berkewajiban mengembangkan peserta didik untuk mampu berlaku
mandiri. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pengembangan
pribadi yang mandiri. Berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep,
prinsip, generalisasi, kreatifitas, kehendak, tanggung jawab, dan berbagai
keterampilan perlu didapat oleh peserta didik. Hal ini dengan maksud untuk dapat
menolong dirinya sendiri. Berbagai aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang
dimiliki anak dapat berkembangan maksimal. Sebagai makhluk individu, manusia
memerlukan pola tingkah laku dan pengendalian diri yang kuat dan tidak sekedar
dorongan instingtif, pola tingkah laku dan pengendalian diri ini dapat diperoleh
lewat pendidikan dan proses belajar.

2. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial.


Manusia adalah makhluk yang tidak mungkin dapat berdiri sendiri dan selalu
memerlukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam pencapaian tujuan keperluan
hidupnya selalu diperlukan hubungan dan bantuan orang lain. Kehadiran orang lain
dalam kehidupan manusia tidak hanya penting dalam mencapai tujuan hidupnya.

1
1
Namun hal ini juga merupakan sarana dalam mencapai tujuan hidupnya. Selain itu
hal ini juga sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan pengembangan
kepribadiannya.

Kehidupan anak manusia yang dibesarkan oleh kelompok serigala merupakan


contoh konkrit tentang perlunya manusia belajar dari kelompok manusia. Tujuan
pendidikan yang menagarah pada pengembangan manusia sebagai makhluk sosial
adalah membentuk manusia yang dapat bekerja sama dengan orang lain dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Perlu diingat keseimbangan
antara pengembangan manusia sebagai makhluk individu dan pengembangannya
sebagai makhluk sosial.

3. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Susila.


Aspek yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan manusia adalah
pengembangan manusia sebgai makhluk susila, karena hanya manusia yang
memiliki kesadaran dalam menghayati dan mematuhi norma dan nilai-nilai dalam
kehidupannya, karena dengan akalnya manusia dapat menetapkan dan memilih
norma yang baik dan buruk untuk diterapkan sebagai pola perilaku kehidupannya.
Dengan pendidikan akan dapat diusahakan terbinanya manusia-manusia
pendukung norma, kaidah dan norma susila yang dijunjung masyarakat. Dengan
kemampuan akalnya manusia dapat mencerna berbagai konsep menyangkut nilai,
dan dengan akalnya pula manusia diharapkan dapat menerima latihan dan
pendidikan, untuk kemudian dapat memilih mana perilaku yang cocok dengan
norma masyarakat, ataupun norma agama serta terinternalisasi nilai-nilai luhur
dalam kehidupannya

1
2
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, manusia adalah makhluk yang mempunyai
pola ulah, tingkah laku, banyak sekali keinginan dan dorongan nafsunya (dorongan
untuk berkuasa, untuk lebih dari orang lain, dorongan seks, dorongan untuk terkenal
atau termasyuhur, cemburu, dengki, rakus dan tamak), sehingga pada manusia perlu
ada pengaturan hukum, tata tertib, adat istiadat, perlu ada agama dan pendidikan, perlu
ada norma dan nilai.
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan roh.
Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan roh adalah substansi alam, sedangkan
alam adalah mkahluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini, dijelaskan
bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam materi.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan
manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat
bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya. Manusia dapat
menghayati agama melalui proses pendidikan manusia.
Hakikat Manusia Juga memiliki Dimensi-dimensi nya , yaitu : (1) Dimensi Individual, (2)
Dimensi Kesosialan, (3) Dimensi Kesusilaan, dan (4) Dimensi Keberagaman. Manusia
juga memiliki sifat-sifat yang ada dalam dirinya , yaitu meliputi : (1) Kemampuan
Menyadari Diri, (2) Kemampuan Bereksistensi, (3) Pemilikan Kata Hati, (4) Moral, (5)
Tanggung Jawab, (6) Rasa Kebebasan, (7) Kewajiban & Hak, dan (8) Kemampuan
Menghayati Kebahagiaan .
B. Saran
Sebagai Civitas Akademik yang berpendidikan, sebaiknya mahasiswa memahami
pengertian Hakikat manusia , terutama kita sebagai calon guru dimasa yang akan
datang dapat menerapkan Hakikat manusia di dunia pendidikan sehingga dapat
mewujudkan dunia pendidikan yang bermutu dan bermanfaat bagi kita semua sehingga
dapat memajukan pendidikan dinegara kita. Demikianlah makalah ini kami buat
Semoga dapat bermanfaat bagi hidup kita semua dan dapat membantu kita untuk
memahami mengenai hakikat manusia. Kelompok Penyaji Memohon maaf atas segala
kekurangan dan kesalahan dalam makalah kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik maupun saran yang membangun untuk menjadi evaluasi untuk kami kedepannya.

1
3
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin, Dkk. (2013). Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Anshory, Ichsan dan Ima Wahyu Putri Utami. (2018). Pengantar Pendidikan. Malang:
UMMPRESS.

Konsep Manusia dalam agama Khonghucu. (2019). Retrieved oktober 23, 2021, dari
http://idr.uin-antasari.ac.id/2919/2/BAB%20IV.pdf

Asrofi, M. I. (2019, September). Hakikat Manusia Menurut Islam. Dipetik oktober 22, 2021,
dari Article:
https://www.researchgate.net/publication/335825647_Hakikat_Manusia_Menurut
_Islam

Bangkit, S. (2012). Manusia Dari Sudut Pandang Kristen. Retrieved oktober 22, 2021, dari
Blogger: https://satriabangkit-wordpress-com.cdn.ampproject.org

Devi, T. (2016, mei 18). Manusia Perspektif Hindu. Dipetik oktober 2021, 2021, dari
Blogger:
https://trisnadeviberbagiilmupengetahuan.blogspot.com/2016/05/manusia-
perspektif-hindu.html?m=1

Fuadi, M. Y. (2019, july 26). Humanisme Dalam Agama Buddha. Dipetik oktober 22, 2021,
dari Skripsi thesis: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36144/

Anjar. (2013, mei 31). Hakikat Manusia: Sifat dan Wujud Manusia. Dipetik oktober 22, 2021,
dari Blogger: https://www.wawasanpendidikan.com/2013/05/artikel-pendidikan-
tentang-sifat-dan-wujud-hakekat-manusia_30.html?m=1

Gandi, D. I. (2012, January 15). Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia. Dipetik Oktober 22,
2021, dari Sitemap: https://site.google.com/site/deryindragandi/dimesi-dimensi-
hakikat-manusia

Kurnia, T. (2016, Desember 6). Wujud Sifat Hakikat Manusia. Dipetik oktober 2021, 22, dari
Blogger: http://triakurniaa.blogspot.com/2016/12/wujud-sifat-hakikat-
manusia.html?m=1

1
4

Anda mungkin juga menyukai