Pejabat negara : Bukan hanya kalian dengan profesi yang kalian miliki saja yang
merasakan dampak pandemic ini, kami para pejabat negara ini juga
merasakan dampak yang sama, kami harus selalu menyiapkan rencana
a, rencana b dan banyak rencana. Belum lagi, kami harus berfikir
gimana cara menenangkan masyarakat kami. Dengan aturan yang kami
keluarkan, sudah tentu kami mempertimbangkanya dengan segala
konsekuensi yang ada. Namun wajar saja itu semua berlawanan dengan
hati anda sekalian, anak sekolah harus belajar dari rumah, kegiatan ke
agamaan semua dilakukan dirumah, para tenaga medis sebagai garda
terdepan saat ini harus bekerja ekstra karena situasi saat ini. Para
pedagang dan supir angkot mengalami penurunan pendapatan karena
lockdown. Kami paham itu semua. Namun semua ini akan berbuah
manis dengan tekat kita yang kuat untuk Bersama-sama melawan dan
memutus rantai penyebaran covid ini dengan aturan dan anjuran yang
telah kami buat.
Pendeta : Amang… Inang…
Lihatlah, gereja sempat tutup. Kami harus buat ibadah online. Bagikan
kertas ibadah, buat video ibadah online. Andorang pandemi na si
songoni, holan menelepon dohot mangangkat telepon do na huboto.
Alai sonari, ingkon malo marhape. Setelah boleh ibadah lagi, bukannya
jadi rajin ruas marminggu, malah makin sikit pun.
Saudara sekalian, wajar saja kita mengeluh, kita semua terkena
dampak pandemi. Tapi apakah kita kalah oleh keadaan? Apakah situasi
ini menurunkan iman kita. Mari merenung sejenak, dengan apa yang
dialami Ayub, dan tokoh alkitab lain yang menderita namun tetap
teguh imannya. Yang bisa kita lakukan sekarang, saling mendukung,
saling membantu, saling menguatkan. Kita juga harus berperan dalam
memutus rantai penyebaran covid19. Ayok pakek masker kita, jaga
protocol kesehatan.
Yakinlah akan pertolongan Tuhan. Pandemi harusnya membuat kita
berefleksi. Kita semua bisa mengambil hikmat dari situasi ini.
Percayalah, ini semua untuk mendewasakan kita, dan mendewasakan
iman kita.