Anda di halaman 1dari 3

LITURGI PROFESI

Moderator : Virus corona atau Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan,


China pada akhir 2019 lalu. Penyebaran virus yang belum ditemukan
penawarnya itu hingga kini masih belum bisa sepenuhnya terkendali.
Sudah 200 lebih negara di dunia melaporkan adanya kasus terpapar
virus corona. Tak sedikit yang mengira, bahwa pandemic covid 19 ini
adalah setingan belaka demi permainan dunia politik dan bisnis.
Namun apapun itu, kita harus sadar bahwa banyak dampak buruk dan
keluh kesah yang dirasakan oleh seluruh masyarakat di dunia terutama
bagi profesi mereka masing-masing. Untuk itu, mari lah kita saksikan
liturgi profesi (judul)
Pelajar : Kemarin, sewaktu ajaran baru belum dimulai, aku dan ibuku sudah
membeli pakaian dinas baru untuk kupakai di sekolah yang baru.
Namun dari aku masuk kelas 10 hingga saat ini kelas 11 tak pernah
kupakai dinas yang sudah kubeli, bahkan belum dibuka dari plastiknya,
dan Ketika kucoba Kembali, ternyata sudah kekecilan. Belumpun
dipake ke sekolah udah kekecilan. Ehee tahe….. Karna, semenjak
pandemic ini, semuanya pembelajaran harus dilakukan dari rumah.
Baju dinas yang baru kekecilan padahal belum pernah dipake, otak gak
ngerti sama materi. Ehee tahee, cemana lah nasib ku ini…..
Ibu/mamak : Sudah hampir dua tahun lah, aku dan keluargaku selalu dibayang-
bayangin ketakukan ditengah pandemic yang menerpa dunia saat ini.
Sebagai seorang ibu, terutama ditengah pandemic saat ini, aku harus
bekerja ekstra untuk menjaga Kesehatan anak-anak ku, mengajari
mereka tentang materi sekolah mereka, karena pandemic ini, semuanya
harus belajar dari rumah. Belum lagi harus mengerjakan pekerjaan
rumah. Terkadang dalam mengajari mereka tentang PR mereka aku
sendiri harus belajar lagi agar bisa mengajari mereka dan terkadng jadi
aku yang ngerjakan PR mereka.
Guru : Ehe tahe yang kemana nya semua siswa ku ini. Selama daring tak ada
satupun yang beres tugas nya. Kukasih tugas sama siswaku, satupun
tak ada yang mengerjakan. Kusapa pagi pagi di wa group, satupun tak
ada menjawabnya. Andaikan belajar tatap muka kian kami, udah lancar
lah pembelajaran ini. Karena covid ini terkendala lah semua, ku kasih
tugas sama siswaku entahnya tak peduli lagi anak anak ku itu karna
daring daring ini. Ahhhh taheee.
Dokter : Baru perkara murid mu yang ngga menjawab sapaan mu di group
sudah pusing tujuh keliling kau bu/pak guru. Aku yang sebagai dokter
semenjak adanya pandemic ini, kuusahakan nya selalu bersyukur.
Masih bisa aku berdiri tegak hingga saat ini. Bayangkan lah tiap hari
lah aku melihat mayat yang meninggal karena penyakit yang sama,
tiap hari lari kesana lari kesini, tiap hari dibayang bayangi rasa takut
karna sadisnya pandemic ini. Bahkan, untuk bertemu keluarga ku saja,
gak bisa kulangkahkan kaki ku untuk menjumpai mereka, karena
kadang takut aku menjadi pembawa virus bagi mereka. Semenjak
Covid ini hampir seluruh waktu ku dalam seminggu kuhabiskan
dirumah sakit semua. Tak ada kata cuti, tak ada kata Lelah, selalu siap
siaga Ketika ada yang butuh pertolongan
Perawat : Setuju pak/ bu dokter, tiap hari kita harus bekerja dengan
menggunakan ADP dan harus menghadapi pasien yang bukan sepuluh
atau bahkan duapuluh orang saja setiap hari. Belum lagi harus
mengurus jenazah yang meninggal karena covid dengan protokoler
yang udah ditetapkan. Capek nya sebenarnya, tapi gimana lagi lah ?
lebih sakit hati ini melihat mereka meninggal sebelum mendapat
pertolongan. Dan betul pak/bu dokter, untuk bertemu dengan mamak
sama bapak dirumh aja, jadi takut aku ke rumah, takut aku jadinya
yang membawa virus sama mereka. Malam mingguan yang aturan nya
sama pacar ku aku, jadi ku cancel karna aturan pemerintah saat ini.
Jadi hampir semua waktu ku habis di rumah sakit. Semua untuk
membantu para dokter melayani para pasien yang butuh bantuan.
Pedagang : Ehe hamuna, ai tabo dope hamu. Walaupun pandemic gini tetap nya
bisa kalian bekerja, tetapnya jalan penghasilan kalian. Gimana lah aku?
11 anak ku dirumah mau ku biayai, kalau gak jualan aku gak ada uang
buat beli beras. Apalagi lah disituasi sekarang ini, semua lockdown,
semuanya berhenti ber oprasi. Gimana lah caraku membiayai keluarga
ku? Terkadang sejam duajam pun dikasih pemerintah berjualan, ku
syukuri lah, daripada tak ada pemasukan sama sekali.
Supir : Ehe pedagang, sama nya rupanya keluh kesah kita. Dulu sebelum
covid ini, tiap pagi udah penuh angkot ku ini bawa sewa anak sekolah.
Begitu juga dengan siang hari. Semenjak pandemic ini, sepuluh kali
aku dari gerpas sampe ke panji bolak balik maulah hanya 10 sewaku.
Ternyata, kejam nya covid ini, kita yang masih sehat, masih bisa kerja
aja walaupun disituasi kek gini berat kita rasa, gimana lah saudara kita
yang terpapar virus ini, padahal dia yang jadi tulang punggung
keluarganyaa. Tak pandang bulu rupanya covid ini dabah.
Pedagang : Pas lah itu pak supir, yang miskin makin miskin, yang kaya tak tau
tah jadi miskin
Dokter : Kenapa amang / inang mengatakan begitu amang? Bukannya gak ada
dampak yang cukup siginifikan yang amang/ inang rasakan dengan
profesi amang/ inang sekarang ini?

Pejabat negara : Bukan hanya kalian dengan profesi yang kalian miliki saja yang
merasakan dampak pandemic ini, kami para pejabat negara ini juga
merasakan dampak yang sama, kami harus selalu menyiapkan rencana
a, rencana b dan banyak rencana. Belum lagi, kami harus berfikir
gimana cara menenangkan masyarakat kami. Dengan aturan yang kami
keluarkan, sudah tentu kami mempertimbangkanya dengan segala
konsekuensi yang ada. Namun wajar saja itu semua berlawanan dengan
hati anda sekalian, anak sekolah harus belajar dari rumah, kegiatan ke
agamaan semua dilakukan dirumah, para tenaga medis sebagai garda
terdepan saat ini harus bekerja ekstra karena situasi saat ini. Para
pedagang dan supir angkot mengalami penurunan pendapatan karena
lockdown. Kami paham itu semua. Namun semua ini akan berbuah
manis dengan tekat kita yang kuat untuk Bersama-sama melawan dan
memutus rantai penyebaran covid ini dengan aturan dan anjuran yang
telah kami buat.
Pendeta : Amang… Inang…
Lihatlah, gereja sempat tutup. Kami harus buat ibadah online. Bagikan
kertas ibadah, buat video ibadah online. Andorang pandemi na si
songoni, holan menelepon dohot mangangkat telepon do na huboto.
Alai sonari, ingkon malo marhape. Setelah boleh ibadah lagi, bukannya
jadi rajin ruas marminggu, malah makin sikit pun.
Saudara sekalian, wajar saja kita mengeluh, kita semua terkena
dampak pandemi. Tapi apakah kita kalah oleh keadaan? Apakah situasi
ini menurunkan iman kita. Mari merenung sejenak, dengan apa yang
dialami Ayub, dan tokoh alkitab lain yang menderita namun tetap
teguh imannya. Yang bisa kita lakukan sekarang, saling mendukung,
saling membantu, saling menguatkan. Kita juga harus berperan dalam
memutus rantai penyebaran covid19. Ayok pakek masker kita, jaga
protocol kesehatan.
Yakinlah akan pertolongan Tuhan. Pandemi harusnya membuat kita
berefleksi. Kita semua bisa mengambil hikmat dari situasi ini.
Percayalah, ini semua untuk mendewasakan kita, dan mendewasakan
iman kita.

Anda mungkin juga menyukai