Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 2

A. Latar Belakang ............................................................................... 2


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 5
A. Hakekat Manusia ........................................................................... 5
Hakekat Manusia dalam Perspektif Islam .................................. 7
Proses Terjadinya Manusia .......................................................... 8
B. Kedudukan Manusia dalam Perspektif Islam ........................... 15
C. Potensi Manusia dalam Al-Qur'an ............................................. 16
D. Hakekat Tuhan dalam Perspektif Islam .................................... 23
Tuhan dalam Perspektif Islam .................................................... 24
Eksistensi Tuhan .......................................................................... 26
Implikasi Konsep Tuhan Bagi Filsafat Pendidikan Islam ........ 27
E. Hubungan Manusia dengan Tuhan dalam Perspektif Islam ... 28
BAB III PENUTUP ................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 31

1|Filsafat Pendidikan Islam


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak pertama kali mengenal dunia, manusia telah dituntut untuk


mencari tahu segala sesuatu yang ada dihadapannya. Hal ini tentu beralasan,
sebab dalam diri manusia sendiri terdapat rasa keingintahuan (curiousity)
terhadap segalanya. Dalam konteks ilmu pengetahuan, keingintahuan ini
menjadi peran utama. Sebab segala bentuk informasi terlahir darinya.
Setelah mengetahui apa yang telah dicari, manusia dapat menyimpulkan
bahwa apa yang telah ia temukan merupakan produk keingintahuannya.
Oleh karena itu, Toto Suharto mengungkapkan bahwa apa yang diketahui
manusia disebut pengetahuan1.

Adapun pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui dua cara.


Adakalanya, ia diperoleh tanpa disengaja, tanpa niat, tanpa rencana, tanpa
usaha. Sebagai contoh, seseorang memasak air, tiba-tiba tangannya
tersentuh bara api. Ia mengerang kesakitan. Dari situ, ia tahu bahwa
menyentuh api rasanya panas menyakitkan. Selanjutnya, pengetahuan dapat
diperoleh melalui berbagai usaha seperti belajar dan sebagainya.

Upaya dan usaha manusia dalam mencari dan menggali informasi


tersebut berbekal kemampuan akal serta pancaindera. Keduanya, terutama
akal, adalah anugerah terbesar dari Tuhan sebagai batas pembeda antara
manusia dengan makhluk lainnya. Dengan akal, manusia mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Saat akal
mendorong manusia untuk mencari kebenaran, maka saat itu pula ia
berfilsafat.

Tumbuh kembangnya segala aspek keilmuan di muka bumi tidak


lepas dari buah akal pemikiran manusia. Munculnya berbagai gagasan, teori
dan karya menjadi bukti konkret wujud kontribusi pemikiran tersebut. Dari

1
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 13.

Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya |2


masa ke masa, manusia terus berdinamika dalam kehidupannya, terus
menciptakan perubahan-perubahan di setiap waktu. Sebagai contoh
sederhana, teknologi mengalami kemajuan dan perkembangan yang begitu
pesat serta manusia semakin ahli dalam segala bidang. Kenyataan tersebut
seolah menjadi terobosan baru dalam mengatasi berbagai kesulitan untuk
menghadapi tuntutan zaman.

Jika dikaji dalam kacamata Islam, kedudukan manusia sangat erat


kaitannya dengan penciptanya, yaitu Allah SWT. Maksud disini adalah
pembahasan manusia tidak akan lepas dari konsep penciptaan, proses
kehidupan, kematian, kehidupan setelahnya hingga hal-hal metafisis seperti
nikmat, siksa, surga, neraka dan lain sebagainya, yang kesemuanya
bermuara pada kehendak Allah SWT. Selain alam, manusia dan tuhan
merupakan obyek materi yang wajib diketahui di semua agama. Toto
Suharto menjelaskan bahwa ketiga masalah ini merupakan masalah pokok
yang dibahas dalam Islam dan agama-agama lain2. Namun dalam perspektif
Islam, tentu pembahasan kedua materi tersebut tidak melewatkan penguatan
dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur'an dan hadis.

Sebagai contoh, dalam al-Qur'an terdapat beberapa kata yang


menjadi dila>lah untuk mengantarkan pada pemahaman terhadap potret yang
dimiliki manusia. Di dalam hadis ada nas} yang menjelaskan bahwa manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Berikutnya terdapat ayat-ayat yang
berbicara tentang eksistensi Tuhan, kedudukan Tuhan dan lain sebagainya.
Semua itu merupakan dalil-dalil yang menyatakan bahwa kedua obyek
tersebut merupakan pembahasan penting dalam kajian filsafat pendidikan
Islam.

Maka dari itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana


hakekat serta kedudukan manusia, kedudukan Tuhan, berikut hubungan
keduanya dalam perspektif Islam, disertai dalil interpretatif serta pandangan
filosofisnya.

2
Ibid., 53.

3|Filsafat Pendidikan Islam


B. Rumusan Masalah
1. Apa hakekat manusia?
2. Bagaimana kedudukan manusia dalam perspektif Islam?
3. Bagaimana potensi manusia dalam al-Qur'an?
4. Apa hakekat Tuhan dalam perspektif Islam?
5. Bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan dalam perspektif
Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakekat manusia
2. Untuk mengetahui kedudukan manusia dalam perspektif Islam
3. Untuk mengetahui potensi manusia dalam al-Qur'an
4. Untuk mengetahui hakekat Tuhan dalam perspektif Islam
5. Untuk mengetahui hubungan manusia dengan Tuhan dalam
perspektif Islam

Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya |4


BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakekat Manusia

Dalam ranah pendidikan, manusia merupakan obyek utama yang


harus diperhatikan. Ini karena manusia sendiri merupakan bagian dari
pelaku pendidikan. Dasar adanya penentuan sikap maupun hakekat manusia
sebagai hal utama yang dibahas adalah disebabkan timbulnya asumsi bahwa
manusia merupakan subyek, yang sekaligus obyek pendidikan, terutama
pendidikan Islam.

Keberadaan manusia sendiri merupakan suatu hal yang menarik.


Hampir segala kejadian atau peristiwa yang terjadi di bumi ini berkaitan erat
dengannya. Dalam kajian filsafat, tentu untuk mengetahui hakekat manusia
dibutuhkan pendekatan filosofis. Abdulloh Idi mengatakan bahwa ilmu yang
mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat3. Namun
ketika bersinggungan dengan filsafat Islam, penting jika pemahaman
hakekat tersebut disajikan melalui batasan agama Islam. Menurut Ahmad
Tafsir4, pembahasan hakekat manusia tidak lepas dari tiga topik; pertama,
Manusia menurut Manusia, kedua, Manusia menurut Tuhan, dan ketiga, Inti
Manusia.

Di dalam ilmu hakekat manusia, terdapat empat aliran yang menjadi


pembahasan penting, diantaranya :

1. Aliran Serba Zat


Aliran ini selanjutnya dapat disebut aliran materialisme. Aliran ini
mengatakan bahwa yang benar-benar ada hanyalah zat atau materi.
Alam merupakan zat atau materi, sedangkan manusia adalah unsur
dari alam. Maka dari itu hakekat dari manusia itu adalah zat atau

3
Abdulloh Idi, dkk., Filsafat Pendidikan: Manusia, FIlsafat dan Pendidikan, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo, 2012), hlm. 129.
4
Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 7.

5|Filsafat Pendidikan Islam


materi.5 Aliran ini membawa manusia ke ruang historisnya sendiri,
yaitu menjelaskan bahwa sesungguhnya mereka adalah makhluk
materi. Berasal dari kombinasi sel telur dari ibu dan sperma dari
ayah, tumbuh berkembang menjadi janin yang akhirnya terlahir
menjadi bayi. Selanjutnya apa yang disebut jiwa, perasaan, respons,
kemauan, kesadaran dan sebagainya dianggap berasal dari zat dari
tubuh. Maka dari itu, pandangan aliran ini cenderung identik dengan
sifat duniawi dan mengabaikan sifat ukhrawi.
2. Aliran Serba Ruh
Selanjutnya aliran ini dapat disebut dengan aliran idealisme. Aliran
ini merupakan kebalikan dari aliran sebelumnya. Jika sebelumnya
berorientasi pada materi, aliran ini mengatakan bahwa hakekat
sesuatu yang ada di bumi ini adalah ruh, termasuk hakekat manusia.
Adapun zat dan materi dianggap sebagai manifestasi ruh itu sendiri.
Badan manusia merupakan bayangan, sedangkan ruh merupakan
esensinya. Ruh lebih berharga dari materi. Dalam dimensi
pendidikan, aliran ini mengajarkan bahwa kegiatan kerohanian lebih
efektif menumbuhkan semangat, motivasi dan kemauan daripada
sekedar pengalaman belajar.
3. Aliran Dualisme (Materi dan Ruh)
Aliran ini hadir untuk mengombinasikan dua aliran sebelumnya. Jika
materialisme dan idealisme hanya menganggap bahwa jasad dan ruh
adalah dua substansi yang berbeda, maka aliran dualisme
menganggap bahwa hakekat manusia sesungguhnya terdiri dari dua
substansi, yaitu jasad dan ruh. Keduanya merupakan unsur asal yang
keberadaannya tidak tergantung pada yang lain. Maka, jasad tidak
berasal dari ruh, dan ruh tidak berasal dari jasad. Wujud manusia
adalah wujud serba dua (jasad dan ruh). Keduanya saling
mempengaruhi. Sebagai contoh, orang sakit jasmani akan
berpengaruh pada kelangsungan jiwanya. Sedangkan orang yang
cacat kejiwaannya akan berpengaruh pada kondisi fisiknya.

5
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm. 71.

Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya |6


4. Aliran Eksistensialisme
Aliran ini terlahir karena ketidakpuasan manusia mencari
hakekatnya sendiri melalui tiga aliran sebelumnya. Aliran filsafat
modern berpandangan bahwa hakekat manusia merupakan eksistensi
dari manusia.6 Aliran ini memandang apa yang menguasai manusia
seluruhnya adalah hakekat. Maka dalam aliran ini, manusia
dipandang tidak hanya dari sudut serba zat, atau serba ruh, atau
bahkan dualisme, tetapi dari sudut eksistensi manusia di muka bumi.
Keempat aliran tersebut terlahir dari upaya akal mencari sumber
hakekat manusia itu sendiri. Meskipun penggambaran hakekat itu berwujud
kongkret seperti jasad manusia, ternyata tetap membuka pintu lebar-lebar
para ahli untuk memikirkannya, terlebih jika telah mencapai dimensi yang
abstrak seperti ruh. Kenyataan ini seolah membuktikan bahwa manusia
hanya diberi sedikit ilmu tentang itu (ruh). Allah SWT. berfirman :
7
‫ارِّ ا َ َ اأُ وِ يُ ْ ا ِ َ ا اْ ِ ْ ِ اِاَّل ا َِ ًيا‬ ِ ‫َاُ وَ َ ا ِ ا ُّرال ِوا ُ ِ ا ُّرال‬
َ ‫وا ْ اأَ ْ ِل‬
ُ َ ْ ََ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit".8

Hakekat Manusia Dalam Perspektif Islam

Islam berpandangan bahwa hakekat manusia memiliki hubungan erat


antara tubuh dengan ruh. Keduanya memiliki substansi masing-masing yang
berdiri sendiri. Islam mengatakan bahwa kedua materi tersebut termasuk
substansi alam. Sedangkan alam merupakan makhluk Allah SWT. Maka
kesemuanya merupakan makhluk Allah SWT.

Mengkaji hakekat manusia dalam pandangan Islam berarti dapat


menghadirkan proses kejadian manusia melalui al-Qur'an maupun Hadis.

6
Abdulloh Idi, dkk., Filsafat Pendidikan,...................... hlm. 130.
7
al-Qur'an, 17:85.
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Saudi Arabia : Mujamma’ al-
Malak Fahd, 1996), hlm. 437.

7|Filsafat Pendidikan Islam


Proses Terjadinya Manusia

Dalam al-Qur'an, Allah SWT. telah menggambarkan proses kejadian


manusia :

ُ ‫اُثاَّلا ِ ْ اوُطْ َف ٍة‬


‫اُثاَّلا‬ ُ‫ب‬ ٍ ‫اخ َ ْقنَ ُك ْ ا ِ ْ اوُل‬
َ
ِ ْ ‫با ِ ا اْب‬
َ ‫ثافَِإ اَّلَّن‬ َ َ ٍ ْ‫ار‬ َ ‫ساِ ْنا ُك ْن يُ ْ ِاِف‬
ُ ‫ََيأَُّر َه ا اناَّل‬

َ َ‫ّيااَ ُك ْ ا َ وُِق ُّرل ِاِفا ْْل َْر َح ِما َ او‬ ِ ٍ ُ ‫اُمَاَّل َق ٍةا غَ ِْْي‬ ٍ ْ ‫اُثاَّلا ِ ا‬ ٍ ِ
َ ‫ش ءُاِ ََلاأ‬
‫َج ٍ ا‬ َ ِّ َ‫اُمَاَّل َقةاانُ ب‬ َ ُ ‫ضغَة‬ ُ ْ ُ ‫ْ ا َ َ َقة‬

‫اُثاَّلااِيَ ْب ُغُ اأَ ُش اَّلد ُك ْ ا َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُيَ َ اَّلَّفا َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُ َلدُّراِ ََلاأ َْرذَ ِلا‬ ِ ‫اَّلاُنْ ِلج ُك‬
ُ ‫اط ْف ًي‬ ْ ُ ُ ‫ىاُث‬ ُ ‫ُ َ ًّم‬

ْ ‫اه ِ َدةًافَِإذَ اأَوْ َزاْنَ ا َ َْ َه ا ا َْم َءا ْهيَ اَّلز‬


‫تا‬ َ‫ض‬
ِ ِ ِ ِ
َ ‫اْ ُ ُم ِلاا َك ْ َيا َ ْ َ َا ْ ابَ ْدا ْ ٍ ا َش ْ ئً ا َ وَ َلىا ْْل َْر‬

‫ازْ ٍ ا َِ ٍيا‬ ِ
َ ِّ ‫َ َربَ ْ ا َ أَوْبَ يَ ْ ا ْ ا ُك‬
9

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,
agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami
keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan
dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.10

Al-Mara>ghi> menjelaskan bahwa ayat tersebut turun sebagai


tantangan yang Allah berikan kepada orang-orang musyrik tatkala mereka
berdebat tentang perkara kehidupan setelah mati dan mencelanya. Allah
SWT. menegaskan bahwa dzat yang mampu menciptakan pertama kali,

9
al-Qur'an, 22:5.
10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 512.

Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya |8


kelak pasti mampu menghidupkannya kembali seperti sedia kala. Penegasan
ini bertujuan untuk menghilangkan keraguan terhadap perkara tersebut.11
Lebih lanjut al-Mara>ghi> menerangkan, Allah SWT. menyebutkan tujuh
macam fase proses kejadian manusia12 berdasarkan ayat tersebut :

1) Fase Tura>b ( ٍ ‫اخ َ ْقنَ ُك ْ ا ِ ْ اوُل‬


‫با‬ َ ‫ )فَِإ اَّلَّن‬: Manusia diciptakan dari setetes
َ
mani yang terlahir dari makanan, sedangkan makanan tersebut
berasal dari tumbuhan, dan tumbuhan bermuasal dari tanah dan air.
Pada fase ini dijelaskan bahwa manusia berasal dari tanah (tura>b).
Dengan kata lain, air mani itu terbentuk dari kumpulan unsur yang
sebelumnya berwujud makanan atau tumbuhan. Sementara
tumbuhan sendiri bermuasal dari tanah dan air.

2) Fase Nut>fah ( ‫) ُُثاَّلا ِ ْ اوُطْ َف ٍةا‬ : Manusia berasal dari air mani yang

terbentuk dari darah dan yang terlahir dari makanan yang bermuasal
dari tanah. Pada fase ini, diterangkan bahwa manusia berasal dari air
mani yang tersusun dari makanan yang dimakan manusia itu sendiri.

3) Fase 'Alaqah ( ‫) ُُثاَّلا ِ ْ ا َ َ َق ٍةا‬ : Manusia berasal dari segumpal darah

beku yang tebal. Pada fase ini diterangkan bahwa setelah manusia
melewati proses nut}fah, ia mengalami proses 'alaqah, menjadi
segumpal darah beku yang tebal. Pada fase ini mulai ada perbedaan
antara air dengan darah.

4) Fase Mud}ghah ( ‫اُمَاَّل َق ٍةا‬


ُ ‫اُمَاَّل َق ٍةا َ غَ ِْْي‬ ْ ُ ‫ ) ُُثاَّلا ِ ْ ا‬: Manusia berasal dari
ُ ‫ضغَ ٍة‬
dua potongan daging : sempurna dan tidak sempurna. Pada fase ini
diterangkan bahwa manusia dapat berasal dari dua potongan daging
yang berbeda; pertama, potongan daging sempurna, tidak ada cacat
dan kekurangan. Kedua, potongan daging yang tidak terbentuk
sempurna, cacat. Fase inilah yang menjadi dasar pemahaman bahwa

11
Al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, Cet. I., vol. 17 (Kairo : Must}afa> Ba>b al-H{allabi> wa
Awla>duh, 1946), hlm. 88.
12
Ibid., 88-89.

9|Filsafat Pendidikan Islam


tidak semua manusia dibekali kelebihan fisik. Adakalanya ia
diciptakan serba kekurangan dan tidak sempurna. Pada fase
demikian ini diterangkan bahwa tujuan penciptaan manusia untuk
menjelaskan tentang keindahan tatanan Allah SWT. dan
keagungannya.
ِ ‫اَّلاُنْ ِلج ُك‬
‫اط ْف ًيا‬
5) Fase T{ifl ( ْ ُ ُ ‫) ُُث‬ : Manusia terlahir sebagai bayi dalam

buaian yang keluar dari rahim-rahim ibunya jika telah sampai pada
waktu yang telah ditentukan. Pada fase ini diterangkan bahwa
seluruh proses penciptaan manusia yang berada dalam rahim (janin)
telah sempurna dan telah ditentukan kadar kelahirannya.

ُ ‫اأَ ُش اَّلد‬
6) Fase Ashudda ( ‫ك ْا‬ ُ‫ ) ُُثاَّلااِيَ ْب ُغ‬: Manusia tumbuh dan berkembang
menjadi dewasa. Pada fase ini diterangkan bahwa manusia
mengalami perkembangan ke fase dewasa. Di fase ini, manusia
mulai diberi kekuatan, daya pikir yang luas, karena lafaz} ashudda
bermakna berakal, kuat dan sempurna.13
7) Fase 'Uzu}r ) ً‫( َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُيَ َ اَّلَّفا َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُ َلدُّراِ ََلاأ َْرذَ ِلا اْ ُ ُم ِلااِ َك ْ َيا َ ْ َ َا ِ ْ ابَ ْ ِدا ِ ْ ٍ ا َش ْ ئ‬

: Manusia menjadi tua dan pikun. Pada fase terakhir ini diterangkan
bahwa manusia ada yang pendek umur, ada pula yang panjang umur.
Diantara manusia ada yang diwafatkan saat mencapai kekuatan dan
kesempurnaan akal, ada pula yang dipanjangkan umurnya hingga
renta. Pada usia inilah manusia kerap mengalami kelupaan, berubah
kekanak-kanakan; semua fisiknya menjadi lemah.
Sedangkan menurut Musa Asy'arie14, proses terjadinya manusia
terbagi menjadi empat tahap, yaitu :
1) Tahap Jasad
Dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah
yang berdebu (tura>b). Terkadang al-Qur'an memakai istilah ti>n,
terkadang juga memakai istilah s}als}a>l. Akan tetapi yang jelas, tanah

13
Ah{mad Mukhta>r 'Uma>r, Al-Mu'jam al-Mawsu>'i> li Alfa>z} al-Qur'a>n al-Kari>m wa Qira>atih,
(Riya>d{ : Muassasah Sut}u>r al-Ma'rifah, 2002), hlm. 254.
14
Lihat Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 67-68.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 10
dalam konteks penciptaan manusia ini adalah saripatinya, yaitu
sula>lah.
2) Tahap Hayat
Menurut al-Qur'an, awal kehidupan manusia adalah air, seperti
halnya tumbuhan dan hewan. Yang dimaksud dengan air disini
adalah air hina atau sperma laki-laki. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, sperma tersebut membuahi sel telur yang
berada dalam rahim seorang ibu. Maka sperma inilah sebagai
pencetus kehidupan manusia.
3) Tahap Ruh
Tahap ini menyatakan bahwa manusia tidak akan tercipta tanpa
adanya peran ruh. Yang dimaksud dengan ruh disini adalah ruh
ciptaan Allah yang ditiupkan pada tubuh manusia. Proses peniupan
ruh ini diiringi dengan penciptaan pendengaran, penglihatan dan
hati. Adanya kesinambungan peniupan ruh dengan penciptaan indera
tersebut membuktikan bahwa ruh adalah yang menguasai manusia.
Dialah yang mengantar manusia melalui inderanya menuju cahaya
kebenaran.
4) Tahap Nafs
Dalam al-Qur'an, kata nafs memiliki empat pengertian, yaitu napas,
nafsu, jiwa dan diri. Namun al-Qur'an seringkali menggunakan nafs
yang berarti diri (pengakuan). Maksud diri disini adalah jasad, hayat
dan ruh menjadi satu kesatuan. Tinggal bagaimana manusia
memanfaatkannya dengan aktivitas dalam kehidupannya.
Dua pendapat berbeda tentang proses terjadinya manusia diatas
sejatinya tidak membiaskan pemahaman tentang penciptaan manusia.
Sesungguhnya perbedaan tersebut sebatas lafz}i>. Keduanya tetap berpegang
teguh pada sumber utama Islam, yaitu al-Qur'an. Ditambah keduanya tidak
menghilangkan dua esensi utama manusia, yaitu air dan tanah.

Hakekat manusia dalam Islam tidak hanya mengatakan bahwa


manusia itu diciptakan Allah SWT. saja. Akan tetapi secara umum,
dibutuhkan prinsip-prinsip yang menjadi landasan filosofis di dalamnya. Al-

11 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Shaiba>ni> mengemukakan terkait hal ini dengan delapan prinsip15 sebagai
berikut :

a) Manusia merupakan makhluk termulia dibanding makhluk lainnya,


telah dikaruniai Allah SWT. dengan berbagai kelebihan yang
menjadikannya lebih unggul daripada makhluk lain.
b) Manusia diciptakan dan diutus di bumi sebagai khali>fatulla>h untuk
memakmurkannya. Sedari itu manusia dibebankan takli>f dan
diberikan kebebasan serta tanggungjawab memelihara nilai-nilai
keutamaan. Keutamaan tersebut bukan karena bangsanya, bukan
karena warna, kecantikan, harta, derajat, profesi, kasta atau
ekonominya. Namun semata-mata karena iman, taqwa, perilaku, akal
dan amalnya.
c) Manusia merupakan hewan berakal yang mampu berinteraksi
dengan bahasa sebagai alat pikir dan komunikasi, mampu
menjadikan ciptaan Allah disekitarnya sebagai renungan dan
motivasi, mampu membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, mampu beradaptasi dengan masyarakat, mampu berkarya dan
berkontribusi membangun suatu peradaban dan sebagainya.
Mengenai hakekat manusia ini, para ahli filsafat dan cendekiawan
dari masa ke masa dan dari segala golongan serta disiplin ilmu yang
berbeda, mengartikan dan menafsirkan pengertian manusia sebagai
berikut :
1. Ahli Filsafat mengartikan bahwa manusia adalah hewan yang
berkata, atau hewan yang berbahasa atau hewan berakal.
2. Ahli Bahasa mengartikan bahwa manusia adalah hewan yang pandai
menggunakan lambang-lambang, khususnya petunjuk bahasa dan
membuat istilah-istilah yang ada disekitarnya serta mampu menamai
segala sesuatu untuk dikenal dan digunakan. Kemampuan tersebut

15
Lihat 'Uma>r Muh{ammad al-Toumy al-Shaiba>ni>, Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah,
(Kairo : Da>r al-'Arabiyyah li al-Kita>b, 1988), hlm. 72-115. Disini penulis juga
membandingkan dengan terjemahannya yaitu 'Uma>r Muh{ammad al-Toumy al-Shaiba>ni>,
Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm.
103-161.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 12
menjadikan manusia lebih utama dibanding makhluk yang lain.
Pernyataan ini selaras dengan firman Allah SWT. :

‫اه ُؤَ ِءاِ ْنا‬ ِ ْ ‫اُثاَّلا لضه ا َىا اْم َيئِ َك ِةافَ َق َلاأَوْبِئ ِِنا ِِب‬
َ ‫َْسَ ء‬ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ ‫َْسَ َءا ُك اَّل َه‬ َ َ ‫َ َ اَّل‬
ْ ‫اآد َما ْْل‬

‫ّيا‬ ِِ
َ ‫ُك ْن يُ ْ ا َ د‬
16

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu memang orang-orang yang benar!".17
Al-Ra>zi> menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan respon Allah
SWT. terhadap pertanyaan para malaikat tentang apa hikmah
manusia beserta keturunannya diciptakan di bumi. Allah
menunjukkan kelebihan manusia pertama (Adam) yang tidak
diketahui oleh mereka dengan mengajarkan berbagai istilah, dan
ingin membuktikan bahwa manusia lebih utama dari mereka dari
segi ilmu.18
3. Ahli Agama mendefinisikan manusia sebagai hewan yang beragama
atau yang cenderung percaya terhadap hal yang gaib atau hewan
yang mampu membedakan antara yang halal dan yang haram.
4. Ahli Ilmu Etika mengartikan manusia sebagai hewan yang mampu
mengontrol nafsu syahwatnya dan mampu membimbingnya menuju
kebenaran. Manusia juga hewan yang mempunyai kebebasan dalam
bertindak atau bebas memilih dengan rasa bertanggungjawab (free
will limited).
5. Ahli Sosiologi dan Ekonomi mengartikan manusia sebagai hewan
yang bermoral sosial atau hewan yang cenderung bermasyarakat
untuk menjalin hubungan kerjasama satu sama lain, serta mampu
membangun suatu budaya dan peradaban, cenderung suka
menguasai dan rasa ingin memiliki.

16
al-Qur'an, 2:31.
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 14.
18
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Ghaib, vol. II, (Beirut : Da>r al-Fikr, 1981), hlm. 190-
191.

13 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
d) Manusia merupakan makhluk multidimensional (memiliki tiga
dimensi) sebagaimana segitiga sama kaki, yang terdiri dari tubuh,
akal dan ruh. Dalam perspektif Islam, ketiga unsur tersebut saling
melengkapi. Jika hanya satu atau dua, maka hakekat manusia belum
sempurna. Islam mengakui apa yang dinamakan manusia bukan
hanya dari jasadnya, atau akalnya, atau ruhnya saja. Akan tetapi
manusia menurut Islam adalah wujud lengkap yang terdiri dari jasad,
akal dan ruh.
e) Manusia di setiap sisi kehidupannya, dipengaruhi oleh faktor
fenotipe, yang merupakan gabungan genotipe dan lingkungan19, atau
dapat dikatakan dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan20. Jika
dikaitkan dengan ranah tarbiyah al-usrah, Rasu>lulla>h SAW.
menganjurkan kepada umatnya agar memilih benih terbaik karena
kelak berpengaruh pada keturunan. Sabda beliau :
21
"‫" َ َاَّل ُل ااِنُطَِف ُك ْ ا َ وْ ِك ُ ا ْْلَ ْك َف َءا َ أَوْ ِك ُ اِاَْ ِه ْا‬
Pilihlah (tempat) untuk benih (mani) kalian dan nikahilah orang-
orang yang sepadan dan nikahkanlah (wanita) dengan orang-orang
yang sepadan".22 Adapun hikmah dari pelajaran yang diajarkan
Rasul SAW. kepada umat manusia adalah untuk menghindari
timbulnya celaan diantara pasangan.
f) Manusia memiliki kebutuhan dan dorongan dalam kehidupannya.
Kebutuhan ini bergantung pada proses interaksi sosial dan

19
Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku)
yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe dan lingkungan serta
interaksi keduanya. Disadur dari https://www.wikipedia.org/wiki/Fenotipe, diakses pada 20
Februari 2020, 10:23 WIB.
20
Menurut Al-Shaiba>ni>, faktor keturunan ternyata memiliki dua macam karakteristik,
pertama : Faktor turunan internal atau fitrah internal yang berasal dari sel nutfah alami.
Kedua : Faktor turunan eksternal, atau berasal dari luar diri manusia. Faktor ini dapat
tersalurkan melalui warisan 'keluarga' sebagai miniatur masyarakat. Mereka dapat mewarisi
pemikiran, perasaan, taklid dan berbagai ragam interaksi lainnya kepada manusia. Lihat
'Uma>r Muh{ammad al-Toumy al-Shaiba>ni>, Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, (Kairo : Da>r
al-'Arabiyyah li al-Kita>b, 1988), hal. 98.
21
Ibn Ma>jah al-Qazwaini>, Sunan Ibn Ma>jah, (Beirut : Da>r al-Risa>lah al-'A>lamiyyah, 2009),
hlm. 142.
22
https://www.tebuireng.online/kafaah-dalam-pernikahan-bagian-1/, diakses pada 22
Februari 2020, pada 11.32 WIB.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 14
budayanya. Menurut Poespoprodjo, secara fundamental manusia
mempunyai banyak kebutuhan dan juga dorongan. Ada kebutuhan
material, biologis, hewani dan rasional.23 Namun diantara kesemua
kebutuhan tersebut yang paling berpengaruh dalam diri manusia
adalah kualitas intelektual (akal budi) nya. Inilah yang
membedakannya dengan makhluk lain.
g) Secara individu, manusia memiliki perbedaan dengan manusia
lainnya disebabkan faktor keturunan dan lingkungan, meskipun
terdapat beberapa persamaan dalam motif, laku, peradaban, budaya,
keterampilan dan sebagainya. Perbedaan itu terletak dalam kekuatan,
perawakan, sikap, motivasi, tujuan dan jalan yang ditempuh untuk
mencapai tujuan tersebut. Inilah yang dinamakan dengan al-Furu>q
al-Fardiyah (perbedaan individual). Hal itu terjadi, meskipun
manusia senantiasa berinteraksi dari ekosistem ke ekosistem yang
lain. Pada akhirnya, manusia menentukan hakekatnya sendiri bahwa
dirinya pasti berbeda dengan manusia yang lain.
h) Tabiat manusia hakekatnya adalah luwes dan fleksibel. Dapat
dibentuk dan diubah. Tabiat ini mampu menguasai keilmuan, adat-
istiadat, nilai-nilai, mampu beradaptasi dengan aliran-aliran baru
atau meninggalkan adat dan aliran-aliran yang telah lama. Tabiat ini
dapat diperoleh dari interaksi sosial baik dengan alam dan
kebudayaan.
Delapan prinsip yang ditawarkan Al-Shaiba>ni> tersebut merupakan
keyakinan manusia dalam mengupas hakekat, jatidiri ataupun wataknya
sendiri yang sesuai dengan konteks keislaman.
B. Kedudukan Manusia dalam Perspektif Islam
Allah SWT. menciptakan alam semesta sebagai salah satu tempat
tinggal makhluknya. Salah satunya adalah manusia. Sebagaimana yang telah
dibahas sebelumnya, manusia merupakan salah satu obyek penting dalam
kajian filsafat pendidikan Islam. Menghadirkan obyek manusia berikut

23
Poespoprodjo, Logika Scientifika : Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung : Remadja
Karya, 1985), hlm. 2.

15 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
kedudukannya di alam semesta dapat menghasilkan pengetahuan tentang
potret ataupun potensinya.
Untuk mengkaji bagaimana potensi manusia dalam Islam, tentu hal
itu tidak melenceng dari pembahasan yang dijelaskan oleh al-Qur'an.
Karena al-Qur'an sendiri merupakan salah satu sumber otentik selain hadis.
C. Potensi Manusia dalam al-Qur'an
Sebagai makhluk yang berakal, berbudaya dan sosial, manusia tentu
memilki berbagai potensi. Jika dikaji dalam perspektif Islam, potensi-
potensi tersebut sesuai dengan potret manusia masing-masing. Di dalam al-
Qur'an, manusia diartikan dalam dua kata, yaitu al-insa>n dan al-basyar.
Menurut Abuddin Nata, dua kata ini merupakan kata kunci untuk
memahami manusia secara komprehensif24.
Adapun bentuk jamak dari al-insa>n adalah al-na>s. Menurut Agus
Haryo Sudarmojo, kata al-insa>n menurut Ibn Manz}u>r, mempunyai tiga asal
kata; pertama, berasal dari kata a>nasa yang berarti melihat, mengetahui dan

meminta izin.25 Contoh26 : َ ُ ْ َ‫أَو‬


‫اَّن ًر‬ (aku telah melihat api), ‫تا‬ ‫َاأَوَ ْ ُاا اَّل‬
َ ْ ‫ال‬
(aku mendengar suara).
Kata a>nasa yang berarti melihat sebagaimana dalam firman Allah
SWT.:

َ ‫َىاَّن ًر افَ َق َل ِاْل َْه ِ ِها ْ ُكثُ اِِِّنا آوَ ْ ُا‬


.27.. ‫اَّن ًر‬ َ ‫ارأ‬َ ‫ِ ْذ‬
Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah
kamu (disini), sesungguhnya aku melihat api........28
Kata a>nasa yang berarti mengetahui sebagaimana dalam firman
Allah SWT.:

24
Ibid., 81.
25
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, (Bandung : Mizan Pustaka, 2009),
hlm. 156.
26
Majma' al-Lughah al-'Arabiyyah bi Mis}ra, al-Mu'jam al-Wasi>t}, (Mesir : Maktabah al-
Shuru>q al-Dauli>, 2004), hlm. 29.
27
al-Qur'an, 20:10.
28
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 477.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 16
‫ار ْش ًد افَ ْدفَ ُ اِاَْ ِه ْ ا‬ ِ ِ
ُ ْ ‫وافَِإ ْناآوَ ْ يُ ْاا ْن ُه‬
َ ‫ىاح اَّلَّتاِذَ ابَ َغُ ا انّ َك‬
َ َ َ‫َ بْيَ ُ ا اَْ ي‬
29
...‫أَ ْ َ َاُْا‬
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya......30
Kata a>nasa yang berarti meminta izin sebagaimana dalam firman
Allah SWT.:

‫اح اَّلَّتا وَ ْ يَ ْوِ ُ ا َ وُ َ ِّ ُم ا َ َىا‬ ِ ِ


َ ْ ‫ََيأَُّر َه ا ااَّلذ َ اآ َنُ ا َ اوَ ْد ُخ ُ ابُُ ًًتاغَْ َلابُُ و ُك‬
31
... ‫أ َْه ِ َه‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya............32.
Semua makna tersebut memiliki hubungan substansial antara
manusia dengan penalarannya. Artinya manusia dapat mengambil ibrah dari
apa yang ia lihat, manusia dapat mengetahui mana yang h}aq dan mana yang
batil, manusia meminta izin untuk menggunakan sesuatu yang bukan
haknya. Semua ini membuktikan jelas potensi manusia sebagai makhluk
berpendidikan.
Kedua, kata al-insa>n asal katanya adalah nasiya yang berarti lupa.33
Makna ini menunjukkan akan adanya kaitan erat antara manusia dengan
dirinya sendiri. Jika manusia terlupa terhadap sesuatu, maka itu disebabkan
hilangnya kesadaran terhadap sesuatu itu. Oleh karena itu, dalam syariat
Islam, orang yang hilang kesadaran atau lupa akan kewajiban, tidak
tergolong berdosa.

29
al-Qur'an, 4:6.
30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 115.
31
al-Qur'an, 24:27.
32
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 547.
33
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam,...................... hlm. 156.

17 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Ketiga, kata al-insa>n berasal dari kata al-uns atau al-ins yang berarti
jinak, lawan kata al-wah}shah yang berarti buas.34 Pengertian ini
menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang jinak, mampu menerima
segala nasehat, mampu mengendalikan dan menundukkan nafsunya. Di
dalam al-Qur'an, kata al-uns atau al-ins disandingkan dengan kata al-jinn.
Sebagaimana firman Allah SWT.:
35
‫اخ َ ْق ُ ا ْاِ اَّل ا َ ِْاوْ َ اِاَّل ااَِ ْبُ ُد ِنا‬
َ ََ
Tidaklah aku (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.
'A>ishah bint al-Sha>ti> berpendapat bahwa selamanya al-Qur'an
menggunakan susunan ayat seperti demikian, karena sejatinya manusia
sebagai makhluk berwujud nyata tidaklah buas. Sedangkan jin yang tak
terlihat sejatinya merupakan makhluk yang buas.36
Dari paparan berbagai definisi al-insa>n di atas, manusia dapat
diartikan sebagai makhluk yang adaptif terhadap lingkungannya, memiliki
motivasi yang tinggi, mampu melebur dengan segala perubahan, beretika,
berbudaya dan berperadaban serta tidak liar.
Adapun al-basyar dalam al-Qur'an digunakan untuk menyebut
semua jenis makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik secara
individual maupun kolektif.37. Menurut 'A>ishah Bint al-Sha>t}i>, kata basyar di
dalam al-Qur'an lazimnya sifat manusiawi seperti makan makanan, berjalan
di pasar-pasar. Semua sifat ini adalah sifat Bani> A>dam pada umumnya.38
Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya permukaan kulit
kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.39 Maka
selanjutnya terdapat istilah muba>syarah yang bermakna mula>masah yaitu
persentuhan antara kulit pria dengan kulit wanita. Kata al-basyar juga dapat

34
Ibid., 156.
35
al-Qur'an, 51:56.
36
'A>ishah 'Abd al-Rah{man bint al-Sha>t}i>, Maqa>l fi> al-Insa>n : Dira>sah Qur'a>niyyah, (Mesir :
Da>r al-Ma'a>rif, 1966), hlm. 14.
37
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam..................... hlm. 82.
38
'A>ishah 'Abd al-Rahman bin al-Sha>t}i>, Al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n, (Mesir : Da>r al-
Ma'arif, 1999), hlm. 15.
39
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam..................... hlm. 82.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 18
dihubungkan dengan kematian sebagai kontradiksi dari kehidupan abadi.
Firman Allah SWT.:
40
‫ش ٍلا ِ ْ ا َ ْب ِ َ ا ْاُْ َداأَفَِإ ْنا ِ اَّل افَ ُه ُا ْاَ اِ ُد َنا‬
َ َ‫اج َ ْنَ ااِب‬
َ ََ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum
kamu (Muhammad), maka jkalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?41
Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa kata al-basyar
dalam al-Qur'an diartikan sebagai manusia dalam aspek lahiriyahnya.
Manusia adalah anak Adam yang memiliki hajat yang sama, seperti makan,
minum, jalan-jalan dan lain sebagainya. Manusia mempunyai obyek yang
dapat disentuh, yaitu kulit. Manusia itu nyata dan dapat dilihat. Manusia
juga mempunyai jangka umur, kapan ia akan dewasa, menua dan kemudian
mati. Namun konsep al-basyar ini sesungguhnya hanya membedakan
manusia dengan binatang dari segi akalnya saja, selebihnya cenderung
sama. Al-Basyar lebih menggambarkan manusia pada umumnya sebagai
makhluk hidup di bumi yang membutuhkan ma'i>shah untuk kelangsungan
hidupnya.
Dengan demikian, kata al-insa>n dengan al-basyar mensifati manusia
dengan sudut pandang yang berbeda. Al-Insa>n mengartikan bahwa manusia
tumbuh dan berkembang tergantung kepada kebudayaan dan pendidikan
yang ia peroleh. Kematangan sikapnya tergantung kepada dimana ia tinggal,
bagaimana ia bermasyarakat, bagaimana ia beradaptasi dengan iklim dan
kondisi yang berubah-ubah.
Di dalam al-Qur'an kata al-insa>n tidak hanya disebutkan tunggal,
akan tetapi adakalanya menggunakan jamak, seperti una>si>, ana>si, insiyya
dan na>s. Kata al-insa>n sendiri disebut sebanyak 65 kali dalam 32 ayat, kata
al-ins sebanyak 18 kali dalam 17 ayat. Sedangkan kata una>si> disebut sebanyak
5 kali dalam 5 ayat, kata ana>si dan insiyya disebut sekali dalam satu ayat.42

40
al-Qur'an, 21:34.
41
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 499.
42
Muh}ammad Fuad 'Abd al-Ba>qi>, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur'a>n, (Mesir : Da>r
al-Kutub al-Mis}riyyah, 1943), hlm. 93-94.

19 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Adapun kata al-na>s disebut sebanyak 240 kali.43 Sedangkan kata al-basyar
menurut Fuad 'Abd al-Ba>qi> disebut 36 kali dalam 36 ayat.44 Sedangkan
menurut 'A>ishah al-Sha>t}i>, kata al-basyar disebut sebanyak 35 kali, 25
diantaranya terletak pada pembahasan para Nabi dan Rasul.45 Selain kata-
kata tersebut, ada satu kata yang menyinggung arti manusia, yaitu al-ana>m.
Terkait pengertiannya, Ibn Kathi>r mengatakan bahwa kata al-ana>m dalam
al-Qur'an bermakna universal, yaitu seluruh makhluk di muka bumi dengan
aneka macam jenis, bentuk, warna dan bahasa yang berbeda.46
Berbagai istilah yang mengartikan potensi manusia di dalam al-
Qur'an tersebut sejatinya memberikan pengertian bahwa manusia
merupakan makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmani dan rohani.
Dengan kelengkapan jasmaninya, ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang
memerlukan fisik, dengan kelengkapan rohaninya, ia dapat menjalankan
tugas-tugas yang berfungsi dengan baik dan produktif.47
Terkait kedudukan manusia sendiri, Zuhairini menjelaskan bahwa
potensi manusia dalam al-Qur'an ada 7 macam :48
1. Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam.
Allah SWT. telah mengkaruniai manusia dengan potensi-potensi
rohaniah yang lebih dari makhluk lainnya, terutama potensi akal.
Disamping mendapat amanat untuk memanfaatkan alam dengan
sebaik-baiknya, manusia juga ditugaskan untuk melestarikannya dan
dilarang merusaknya. Firman Allah SWT.:
49
‫ضا ُ ْف ِ ِد َا‬ ِ‫ُك ُ ا ْشلب ا ِ ا ِرْز ِ ا اَّل‬
ِ ‫اا َ َ اوَ ْثَ ْ ِاِفا ْْل َْر‬ ْ َُ َ
Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah
kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.50

43
'A>ishah 'Abd al-Rahman bin al-Sha>t}i>, Al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n,................... hlm.
17.
44
Muh}ammad Fuad 'Abd al-Ba>qi>, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur'a>n,............ hlm.
120-121.
45
A>ishah 'Abd al-Rahman bin al-Sha>t}i>, Al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n,................... hlm.
15.
46
Al-H}a>fiz} Ibn Kathi>r, Tafsi>r Ibn Kathi>r, (Kairo : Da>r al-H}adi>th, 2005), hlm. 495.
47
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam..................... hlm. 88.
48
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam.......................... hlm. 85-91.
49
al-Qur'an, 2:60.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 20
2. Sebagai peneliti alam dan dirinya untuk mencari Tuhan.
Allah memerintahkan manusia agar memanfaatkan akal yang telah
diberikan untuk mempelajari alam dan dirinya sendiri. Firman Allah
SWT.:
ِ ِ ‫اخ ِْقا ا اَّل م‬
ِ ‫اَتْ ِل‬
‫ياِفا‬ َ ‫ضا َ ْخيِ َيفا ا اَّلْ ِ ا َ ان‬
َ ‫اَّله ِرا َ اْ ُف ْ ِ ا ااَّلِِت‬ ِ ‫تا َ ْْل َْر‬ ََ َ ‫ِ اَّلن ِاِف‬
ِ ٍ ِِ ِ
َ ‫َحَ ابِها ْْل َْر‬
‫ضابَ ْ َدا‬ ِ
َ ‫اْبَ ْ ِلاِبَ ا َ ْن َف ُعا اناَّل‬
ْ َ‫سا َ َ اأَوْ َز َلا اَّلاُا َ ا ا اَّل َم ءا ْ ا َ ءاف‬

‫ّيا ا اَّل َم ِءا‬ ِ َ ‫الََي ِوا َ ا اَّل‬


َ ْ َ‫با ا ُْم َ اَّلخ ِلاب‬ ِ ‫ل ِل‬
ِّ ‫فا‬ ٍ َ ِ ‫ثافِ ه ا ِ ا ُك‬
ْ َ‫اد باَّلةا َ و‬
ِ
ّ ْ َ ‫َ ْ ِتَ ا َ بَ اَّل‬
51
‫تااَِق ْ ٍما َ ْ ِق ُ َنا‬
ٍ ‫ضا َ َي‬
َ ِ ‫َ ْْل َْر‬
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesar Allah)
bagi kaum yang memikirkan.52
3. Sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi.
Adanya amanat dan tugas dari Allah SWT. kepada manusia
disebabkan kedudukannya sendiri sebagai penguasa atau pemimpin.
Firman Allah SWT. :

‫تااَِ ْب ُ َ ُك ْ ا‬
ٍ ‫ادرج‬ ٍ ْ َ‫ض ُك ْ افَ ْ َ اب‬
َ ََ ‫ض‬ َ ِ‫اخ َيئ‬
ِ ‫فا ْْل َْر‬
َ ْ َ‫ضا َ َرفَ َعاب‬ َ ْ ‫ياج َ َ ُك‬ ِ
َ ‫َ ُه َ ا ااَّلذ‬
53
‫ارِح ٌا‬ ِ ‫ارباَّل َ ا َ ِل ُعا اْ ِ َق‬
َ ‫با َ ِواَّلهُااَغَ ُف ٌر‬ َ ‫اآًت ُك ْ اِ اَّلن‬
َ َ ‫ِِفا‬
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya

50
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 19.
51
Al-Qur'an, 2:164.
52
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 40.
53
al-Qur'an, 6:165.

21 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.54
4. Sebagai makhluk yang paling tinggi dan paling mulia.
Firman Allah SWT.:

ْ ‫اخ َ ْقنَ ا ِْاوْ َ َن ِاِفاأ‬


‫َح َ ِ اوَ ْق ِ ٍا‬ َ ‫اََق ْد‬
55

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


sebaik-baiknya penciptaan.
5. Sebagai hamba Allah.
Kedudukan a>bid ini merupakan hikmah diciptakannya manusia
dengan jin dan makhluk lainnya. Firman Allah SWT.:
56
‫اخ َ ْق ُ ا ْاِ اَّل ا َ ِْاوْ َ اِاَّل ااَِ ْبُ ُد ِنا‬
َ ََ
Tidaklah aku (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.
6. Sebagai makhluk yang bertanggung jawab.
Setelah Allah memberikan akal kepada manusia untuk digunakan
dengan sebaik-baiknya, manusia dituntut untuk bertanggungjawab
atas segala sesuatu yang dilakukan, sebagai wujud konsekuensi dari
tingginya kedudukannya di alam semesta. Firman Allah SWT.:
57
‫ُُثاَّلااَيُ ْ َاُ اَّل ا َ ْ َئِ ٍذا َ ِ ا اناَّل ِ ِا‬
Kemudian sesungguhnya kamu akan diperiksa pada hari itu atas
segala nikmat yang telah kamu peroleh.
7. Sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik.
Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan dibina. Firman
Allah SWT.:

‫ا ااَّل ِذيا‬،‫ٍااا َْلأْا َ َربُّر َ ا ْْلَ ْك َلُام‬،‫اخ َ َقا ِْاوْ َ َنا ِ ْ ا َ َق‬ َ ‫اربِّ َ ا ااَّل ِذ‬
َ ، ‫ياخ َ َاق‬ َ ِ ْ ِ ‫َْلأْا‬
58
‫ا َ اَّل َا ِْاوْ َ َنا َ ا َْا َ ْ َ ْا‬،‫َ اَّل َا ِ اْ َق َ ِا‬

54
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 217.
55
al-Qur'an, 95:4.
56
al-Qur'an, 51:56.
57
al-Qur'an, 102:8.
58
al-Qur'an, 96:1-5.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 22
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan, yang
menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu
yang amat mulia, yang mengajar manusia dengan pena, yang
mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya.
Manusia juga makhluk pendidik dan pembina. Firman Allah SWT.:

‫ش ْل َ ااَ ُْ ٌا َ ِ ٌا‬ ِ‫ِ ْذا َ َلااُْقم ُنا ِ بنِ ِها ه ا ِ ُهاَيب اَّلا َ اوُ ْش ِل ْ ا ِ اَّل‬
ِّ ‫ااِ اَّلنا ا‬ َُ َ ُ َ َُ َ ْ َ َ
59

Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, sedang


memberikan pelajaran kepadanya, (katanya) wahai anakku,
janganlah engkau berbuat syirik kepada Allah. Sesungguhnya syirik
sungguh merupakan aniaya yang besar.
Demikian potret dan kedudukan manusia dalam al-Qur'an. Semua
gambaran manusia di dalamnya menunjukkan betapa istimewanya makhluk
tersebut, sehingga Islam meletakkan perhatian kepadanya dengan perhatian
yang mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya.
D. Hakekat Tuhan dalam Perspektif Islam
Dalam konteks sejarah kemanusiaan, keyakinan akan adanya Tuhan
sudah ada sebelum Islam itu datang meluruskannya. Para pemuja Tuhan
(dewa) kala itu meyakini apa yang menurut mereka itu benar. Misalnya
orang-orang Mesir kuno telah menyakini adanya Dewa Ra (dewa tertinggi),
Dewa Isis, Dewa Oziris, Dewa Anubis dan sebagainya. Yunani kuno juga
meyakini Tuhan dengan ajaran politeismenya yang menganggap bintang,
venus, mars, apollo, minerva dan matahari adalah dewa.
Keyakinan-keyakinan ini berkelanjutan hingga ke bangsa Arab,
bahkan terus berlangsung hingga bersamaan dengan lahirnya Rasu>lullah
SAW. Walaupun ketika mereka ditanya tentang penguasa dan pencipta
langit dan bumi, mereka menjawab, "Allah", tetapi pada saat yang sama
mereka juga menyembah berhala-berhala seperti Al-Lata>, al-'Uzza>, dan
Mana>t, tiga berhala terbesar mereka di samping ratusan berhala lainnya.60
Barulah setelah itu Islam datang sebagai agama paripurna yang
memberantas segala kesyirikan yang telah tersebar. Mengajarkan ketauhidan

59
al-Qur'an, 31:13.
60
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 54.

23 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
kepada hati manusia agar meyakini ajaran monoteisme di dalamnya. Ajaran
monoteisme ini berpijak pada keyakinan terhadap keesaan zat, sifat dan
perbuatan Tuhan. Ajaran Islam juga membedakan dan memberi batasan
tentang istilah Tuhan itu sendiri. Maka, yang dimaksud Tuhan oleh agama-
agama selain Islam tentu berbeda dengan yang dimaksud Tuhan dalam
agama Islam.61
Pembahasan tentang hakekat Tuhan perlu dikaji dengan kajian
filosofis yang meliputi perspektif Islam tentang Tuhan, eksistensi Tuhan dan
implikasi perspektif tersebut bagi filsafat pendidikan Islam.62
Tuhan dalam Perspektif Islam
Di dalam al-Qur'an, kehadiran Tuhan pada setiap diri manusia
merupakan fitrah sejak awal kejadiannya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
ِ‫ااَ ِْقا اَّل‬ ِ‫تا اَّل‬
ِ ‫اا ااَّلِِتافَطَلا اناَّل سا َ َ ه ا َ اوَب ِد‬ َ ‫احنِ ًف افِط َْل‬ ِِ ِ
‫اا‬ َ ْ َْ َ َ َ ِ ‫فََ ْ ا َ ْج َه َ اا ّد‬
63
ِ ‫َذاِ َ ا ا ِّد ُ ا اْ َقِّ ُا َ اَ ِك اَّل اأَ ْكثَ َلا اناَّل‬
‫سا َ ا َ ْ َ ُم َنا‬
Maka hadapkanlahwajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telh menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.64
Fitrah tersebut ada semenjak manusia dilahirkan di dunia. Kehadiran
Tuhan merupakan bagian dari fitrah tersebut sebagai kebutuhan hidup.
Meskipun dalam perjalanan hidupnya manusia bergelimang dosa, sibuk
urusan duniawi, namun fitrah tersebut akan terus mengiringinya hingga ia
wafat. Fitrah tersebut juga dimiliki para pembangkang atau pengingkar
keberadaan Tuhan. Meski demikian, pada akhirnya mereka akan mengakui
adanya Tuhan yang telah menciptakannya.
Ajaran Tauhid atau millah lurus yang dibawa para nabi dan rasul
terdahulu bertujuan untuk mempurifikasi ajaran dan kepercayaan

61
Menepis kesalahpahaman tentang istilah Tuhan yang dibawa ke dalam agama Islam.
Beberapa orang menganggap istilah Tuhan merujuk pada dewa – atau yang disembah selain
Allah. Maka membawa istilah Tuhan dalam Islam seolah menduakan nama Allah.
62
Ibid., 55.
63
al-Qur'an, 30:30
64
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 645.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 24
sebelumnya yang menyimpang. Ajaran tauhid para nabi dan rasul ini
berorientasi mengajak manusia untuk menyembah satu Tuhan. Antara ajaran
Tauhid yang dibawa para nabi dan rasul dengan Islam yang dibawa Rasul
SAW. terdapat hubungan umum-khusus. Jika Islam mengajarkan segala
kebaikan dan meninggalkan segala yang merugikan dan dibenci Tuhan,
maka tauhid adalah memurnikan keesaan Tuhan. Akan tetapi konsep tauhid
masuk dalam ajaran Islam.
Tuhan telah memberikan akal kepada manusia untuk menerima ilmu,
berpendidikan, berperadaban, membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Pernyataan inilah yang dapat menjadikan Tuhan sebagai sentral dan
sumber ilmu pengetahuan. Abdul Matin dalam tulisannya memuat
pemikiran Fazlur Rahman, mengatakan bahwa al-Qur'an sering memakai
kata 'ilm dalam arti pengetahuan melalui belajar, berfikir, pengalaman dan
lain-lain.65
Dalam konteks pendidikan, kadar keimanan manusia atas
keberadaan Tuhannya merupakan salah satu faktor yang menentukan asas
pendidikan Islam. Abuddin Nata berpendapat bahwa pandangan hidup
seorang muslim yang berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur'an dan Hadis
merupakan dasar dari pendidikan Islam.66 Karena konsep teologi yang
dimiliki seorang muslim akan menyatakan bahwa al-Qur'an dan Hadis
mengandung kebenaran yang absolut.
Maka dari itu, Tuhan dalam perspektif Islam bukan hanya zat yang
harus disembah, bukan hanya zat yang harus diyakini keesaannya. Akan
tetapi, manusia harus mengakui bahwa Tuhan merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan perilaku keimanan kepada-Nya menjadi dasar pendidikan
Islam.
Eksistensi Tuhan
Sedari kecil sebagian manusia telah diajarkan untuk meyakini dan
kemudian membenarkan adanya Tuhan. Beberapa dari mereka di kemudian
hari menjadi semakin mudah mengimani eksistensi Tuhan. Lalu bagaimana

65
Abdul Matin bin Salman, "Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam", Jurnal el-
Tarbawi, Vol. 10, No. 01 (2017), 05.
66
Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,...................... hlm. 60.

25 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
dengan manusia yang sulit meyakini keberadaan Tuhannya? Karena Tuhan
sendiri sesuatu yang abstrak, tidak terasa, gaib. Sehingga ada beberapa
manusia yang menganggap keberadaan Tuhan merupakan hal yang
irrasional. Tidak masuk akal. Untuk menjawab pertanyaan tersebut memang
dibutuhkan kesadaran tinggi akan iman terhadap hal-hal yang gaib. Secara
normal, jika seseorang melihat, mendengar, merasakan, menyentuh sesuatu,
pasti ia akan meyakini wujud sesuatu itu.
Keterbatasan manusia dalam hal tersebut bukan berarti menafikan
keberadaan manusia-manusia khusus seperti Nabi Muhammad SAW. yang
dapat berinteraksi langsung dengan hal-hal gaib seperti ini. Sedangkan
manusia pada umumnya tetap diajarkan bagaimana caranya agar beriman
pada eksistensi Tuhan.
Al-Qur'an sendiri tidak memberikan pembuktian atas keberadaan
Tuhan. Namun di dalamnya terdapat tatacara, pelajaran untuk mengenal dan
mengakui keberadaan Tuhan, yaitu dengan merenungi alam semesta sebagai
tanda kebesaran dan kekuasan Tuhan.
Salah satu tokoh filsuf, Ibn 'Arabi> (w. 1240 M) berbicara mengenai
konsep ketuhanan melalui pendekatan yang paling mudah dipahami. Ia telah
membagi Tuhan dalam dua level (wajah); Zat dan Sifat.67 Tuhan berada
pada level Zat ketika kita merujuk Tuhan pada diri-Nya. Pada level ini,
Tuhan tidak dapat dikenal manusia, karena Dia bukan sesuatu. Adapun jalan
paling tepat menggambarkan Tuhan pada level ini adalah 'Dia bukan seperti
apapun (tidak ada yang serupa dengan-Nya).68 Maka tidak ada kata apapun
yang dapat mendeskripsikan-Nya karena apapun itu tidak akan sama
dengan-Nya.
Sedangkan pada level selanjutnya, Tuhan mulai mudah dikenali
karena memiliki sifat. Pada level ini Tuhan menjadi sesuatu ('ain). Namun
sifat-sifat atau nama-nama Tuhan hanya muncul dalam konteks hubungan-
Nya dengan alam, bukan untuk konteks diri-Nya sendiri. Pada konteks ini
(konteks diri Tuhan), Dia tidak memiliki sifat apapun, kecuali Zat-Nya yang

67
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 58-59.
68
Makna al-Qur'an, 42:11.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 26
esa. Adapun diperkenalkannya sifat dan nama Tuhan dalam kitab suci
adalah upaya Tuhan mengenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya.
Sebenarnya upaya manusia yang paling sederhana dalam meyakini
eksistensi Tuhan adalah sebagaimana yang telah dijelaskan, yaitu dengan
merenungi alam semesta sebagai tempat yang ditinggali. Dari rasa
penasaran nantinya akan timbul kesadaran bahwa dibalik keindahan alam,
keserasian tatanan surya, merupakan bukti kebesaran dan keagungan Tuhan.
Implikasi Konsep Tuhan bagi Filsafat Pendidikan Islam
Semua penjelasan serta uraian terkait hakekat Tuhan di atas,
memiliki implikasi pedagogis yang perlu diperhatikan dunia pendidikan
Islam,69 diantaranya sebagai berikut :
1. Allah sebagai pencipta hendaknya diketahui, dikenal dan diyakini
melalui bukti-bukti kekuasaan-Nya. Seorang pendidik harus
memahami bahwa eksistensi Tuhan merupakan tujuan utama
pendidikan Islam. Seorang pendidik harus mengajarkan keimanan
kepada Allah terlebih dahulu agar tujuan duniawi dan ukhrawi yang
ia didik mudah tercapai.
2. Allah sebagai Rabb bermakna : Allah adalah pengatur dan
pemelihara alam semesta ini. Segala sesuatu yang ada di dalamnya
tidak terlepas dari sunnatulla>h (aturan) yang wajib diperhatikan
manusia, serta wajib mengikutinya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Allah sebagai pencipta memiliki nama-nama yang baik (Al-Asma> al-
H{usna>). Dalam lingkup pendidikan Islam, nama-nama mulia ini
hendaknya ditransformasikan dengan cara internalisasi nilai-nilai
akhlak yang bertujuan membentuk insan kamil dan mewujudkan
manusia berpredikat khalifah Allah.
4. Melalui argumen kosmologi, filsafat Pendidikan Islam
mengandaikan keterbatasan manusia sebagai makhluk. Indikasinya
terdapat tujuan jangka pendek dan jangka panjang bagi pendidikan
Islam.

69
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 64-65.

27 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
5. Melalui argumen ontologi, filsafat Pendidikan Islam menganggap
manusia mungkin memiliki beberapa potensi yang dikembangkan
oleh pendidikan Islam sehingga terkesan lebih aktual dan bermanfaat
bagi kehidupannya.
6. Melalui argumen teleologi, filsafat Pendidikan Islam
memformulasikan bahwa alam semesta dirancang sedemikian rupa
agar menjadi fasilitas hidup bagi kehidupan manusia. Adanya
fasilitas tersebut memunculkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berguna bagi kehidupan manusia.
E. Hubungan Manusia dengan Tuhan dalam Perspektif Islam
Setelah manusia tahu hakekat dirinya sendiri, hakekat sang Pencipta
dan ketergantungannya dengan alam semesta, manusia mulai mencari tahu
bagaimana hubungannya dengan Tuhan. Setelah mengetahui status
hubungannya dengan Tuhan, ia akan berupaya menjadi manusia terbaik di
hadapan Tuhannya.
Menurut Ma>jid al-Kaila>ni>, hubungan manusia dengan Tuhannya
dalam konteks filsafah pendidikan Islam adalah 'ubu>diyyah atau ibadah.70
Karena ibadah merupakan asas utama adanya penciptaan manusia. Ibadah
juga merupakan perintah Allah SWT. sejak diutusnya para Nabi dan Rasul
terdahulu. Manusia diperintahkan beribadah kepada Allah dengan senantiasa
menyembah-Nya, bersyukur kepada-Nya, melakukan segala perbuatan yang
diridhai-Nya dan mengingat-Nya dimanapun, bagaimanapun dan sampai
kapanpun. Karena tujuan hidup manusia sangat bergantung dengan 'welas
asih' Allah kepadanya. Beribadah juga dapat diartikan jika seseorang
mencintai Allah dengan ketaatan kepada-Nya.
Dengan beribadah, manusia juga mampu menundukkan hawa nafsu
serta keinginan syahwatnya dengan berbagai cara yang ia tempuh. Jika ia
tidak mampu menundukkan syahwatnya, berarti secara tidak langsung ia
justru beribadah kepada syahwatnya sendiri tersebut. Ma>jid menambahkan
adanya perbedaan antara tujuan yang didasari dengan ibadah kepada Allah

70
Ma>jid 'Arsa>n al-Kaila>ni>, Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, (Jeddah : Da>r al-Mana>rah,
1987), hlm. 77.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 28
serta tujuan yang didasari dengan ibadah kepada hawa nafsu. Di dalam al-
Qur'an begitu banyak amsal yang membuktikan kemuliaan dan kemajuan
umat manusia dalam ilmu dan sosial ketika mereka beribadah kepada Allah,
sebaliknya saat mereka tunduk (beribadah) kepada syahwatnya, timbul
perpecahan, permusuhan, peperangan dan sebagainya yang menjadi biang
kerusakan peradaban manusia itu sendiri.71 Disinilah letak pentingnya
manusia membangun dan melestarikan hubungan ibadahnya kepada Allah
SWT. hingga akhir hayatnya.
Dengan ibadah kepada Allah, manusia mampu merealisasikan
tugasnya sebagai khalifah di bumi. Secara spiritual, ia telah berhasil
mengenal dan memperkuat keimanannya kepada Allah dengan ritual-ritual
seperti sholat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Secara sosial, ia merupakan
makhluk yang saling peduli, saling berbagi, saling membantu dan
meringankan sebagai manifestasi ibadah horizontal, yaitu terhadap sesama
manusia. Secara alam, manusia telah berhasil menjaga dan melestarikan
lingkungan. Ibadah kepada Allah mengontrol dirinya agar tidak berbuat
kerusakan di muka bumi.

71
Ibid., 80.

29 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia dan Tuhan merupakan dua obyek penting dalam kajian


filsafat pendidikan Islam. Di dalam manusia terdapat hakekat yang dapat
memberikan pemahaman tentang siapa sebenarnya manusia itu. Selain itu di
dalam manusia juga terdapat potensi yang dapat dimunculkan. Al-Qur'an
sebagai sumber utama dalam Islam memiliki gambaran itu semua.
Adakalanya manusia disebut al-insa>n, adakalanya disebut al-basyar dan juga
disebut sebagai al-ana>m.

Semua istilah tersebut ternyata memiliki makna masing-masing yang


berbeda. Jika al-insa>n menggambarkan potret manusia berbudaya,
berperadaban, beradaptasi dan sebagainya yang merujuk pada kualitas
intelektualnya, al-basyar justru menggambarkan manusia pada aspek
lahiriyahnya, yang meliputi makan, minum, jalan dan segala aktivitas fisik
lainnya. Maka berangkat dari dua terminologi yang berbeda ini, dapat
disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berbudaya,
beragama, berperadaban yang juga butuh makan, minum, tidur, jalan-jalan
dan sebagainya.

Mengenai kedudukan manusia dalam Islam, setidaknya sudah


dijelaskan variasinya. Manusia sebagai khalifah, sebagai pemelihara alam
semesta, sebagai pendidik dan yang dididik, sebagai hamba Allah, sebagai
makhluk yang bertanggung jawab, sebagai pencari kebenaran dan peneliti
Tuhan.

Setelah manusia mengetahui hakekat, potensi dan kedudukannya, ia


mulai bergerak meneliti Tuhan. Meneliti siapa yang menciptakannya. Untuk
sampai pada hakekat Tuhan, dibutuhkan kajian filosofis yang membahas
tentang perspektif Islam terhadap Tuhan, eksistesi-Nya dan implikasi
konsep ketuhanan terhadap filsafat pendidikan Islam.

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 30
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qura>n al-Kari>m.

Buku :

'Abd al-Ba>qi>, Muh}ammad Fuad. Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur'a>n.


Mesir : Da>r al-Kutub al-Mis}riyyah, 1943.

'Abd al-Rahman, 'A>ishah (bint) al-Sha>t}i>. Al-Qur'a>n wa Qad}ay> a> al-Insa>n.


Mesir : Da>r al-Ma'arif, 1999.

'Abd al-Rah{man, 'A>ishah (bint) al-Sha>t}i>. Maqa>l fi> al-Insa>n : Dira>sah


Qur'a>niyyah. Mesir : Da>r al-Ma'a>rif, 1966.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Saudi Arabia :


Mujamma’ al-Malak Fahd, 1996.

Ibn Kathi>r, Al-H{a>fiz}. Tafsi>r Ibn Kathi>r. Kairo : Da>r al-H}adi>th, 2005.

Idi, Abdulloh (dkk). Filsafat Pendidikan: Manusia, FIlsafat dan


Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2012.

Kaila>ni> (al), Ma>jid 'Arsa>n. Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah. Jeddah : Da>r


al-Mana>rah, 1987.

Majma' al-Lughah al-'Arabiyyah Mesir. al-Mu'jam al-Wasi>t}. Mesir :


Maktabah al-Shuru>q al-Dauli>, 2004.

Mara>ghi> (al). Tafsi>r al-Mara>ghi>, Cet. I., vol. 17. Kairo : Must}afa> Ba>b al-
H{allabi> wa Awla>duh, 1946.

Poespoprodjo. Logika Scientifika : Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung


: Remadja Karya, 1985.

Qazwaini> (al), Ibn Ma>jah. Sunan Ibn Ma>jah. Beirut : Da>r al-Risa>lah al-
'A>lamiyyah, 2009.

31 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Ra>zi> (al), Fakhr al-Di>n. Mafa>tih al-Ghaib, vol. II. Beirut : Da>r al-Fikr,
1981.

Shaiba>ni> (al), 'Uma>r Muh}ammad al-Tu>mi>. Falsafah Pendidikan Islam, terj.


Hasan Langgulung. Jakarta : Bulan Bintang, 1979.

Shaiba>ni> (al), 'Uma>r Muh}ammad al-Tu>mi>. Falsafah al-Tarbiyah al-


Isla>miyyah. Kairo : Da>r al-'Arabiyyah li al-Kita>b, 1988.

Sudarmojo, Agus Haryo. Perjalanan Akbar Ras Adam. Bandung : Mizan


Pustaka, 2009.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media,


2014.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya, 2012.

'Uma>r, Ah}mad Mukhta>r. Al-Mu'jam al-Mawsu>'i> li Alfa>z} al-Qur'a>n al-Kari>m


wa Qira>atih. Riya>d{ : Muassasah Sut}u>r al-Ma'rifah, 2002.

Zuhairini (dkk). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1992.

Jurnal :

Matin, Abdul bin Salman. "Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan


Islam", Jurnal el-Tarbawi, Vol. 10, No. 01 (2017), 05.

Internet :

https://www.tebuireng.online/kafaah-dalam-pernikahan-bagian-1/

https://www.wikipedia.org/wiki/Fenotipe

P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 32

Anda mungkin juga menyukai