PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 13.
2
Ibid., 53.
PEMBAHASAN
A. Hakekat Manusia
3
Abdulloh Idi, dkk., Filsafat Pendidikan: Manusia, FIlsafat dan Pendidikan, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo, 2012), hlm. 129.
4
Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 7.
5
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm. 71.
6
Abdulloh Idi, dkk., Filsafat Pendidikan,...................... hlm. 130.
7
al-Qur'an, 17:85.
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Saudi Arabia : Mujamma’ al-
Malak Fahd, 1996), hlm. 437.
َ َّيااَ ُك ْ ا َ وُِق ُّرل ِاِفا ْْل َْر َح ِما َ او ِ ٍ ُ اُمَاَّل َق ٍةا غَ ِْْي ٍ ْ اُثاَّلا ِ ا ٍ ِ
َ ش ءُاِ ََلاأ
َج ٍ ا َ ِّ َاُمَاَّل َقةاانُ ب َ ُ ضغَة ُ ْ ُ ْ ا َ َ َقة
اُثاَّلااِيَ ْب ُغُ اأَ ُش اَّلد ُك ْ ا َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُيَ َ اَّلَّفا َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُ َلدُّراِ ََلاأ َْرذَ ِلا ِ اَّلاُنْ ِلج ُك
ُ اط ْف ًي ْ ُ ُ ىاُث ُ ُ َ ًّم
ازْ ٍ ا َِ ٍيا ِ
َ ِّ َ َربَ ْ ا َ أَوْبَ يَ ْ ا ْ ا ُك
9
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,
agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami
keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan
dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.10
9
al-Qur'an, 22:5.
10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 512.
2) Fase Nut>fah ( ) ُُثاَّلا ِ ْ اوُطْ َف ٍةا : Manusia berasal dari air mani yang
terbentuk dari darah dan yang terlahir dari makanan yang bermuasal
dari tanah. Pada fase ini, diterangkan bahwa manusia berasal dari air
mani yang tersusun dari makanan yang dimakan manusia itu sendiri.
beku yang tebal. Pada fase ini diterangkan bahwa setelah manusia
melewati proses nut}fah, ia mengalami proses 'alaqah, menjadi
segumpal darah beku yang tebal. Pada fase ini mulai ada perbedaan
antara air dengan darah.
11
Al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, Cet. I., vol. 17 (Kairo : Must}afa> Ba>b al-H{allabi> wa
Awla>duh, 1946), hlm. 88.
12
Ibid., 88-89.
buaian yang keluar dari rahim-rahim ibunya jika telah sampai pada
waktu yang telah ditentukan. Pada fase ini diterangkan bahwa
seluruh proses penciptaan manusia yang berada dalam rahim (janin)
telah sempurna dan telah ditentukan kadar kelahirannya.
ُ اأَ ُش اَّلد
6) Fase Ashudda ( ك ْا ُ ) ُُثاَّلااِيَ ْب ُغ: Manusia tumbuh dan berkembang
menjadi dewasa. Pada fase ini diterangkan bahwa manusia
mengalami perkembangan ke fase dewasa. Di fase ini, manusia
mulai diberi kekuatan, daya pikir yang luas, karena lafaz} ashudda
bermakna berakal, kuat dan sempurna.13
7) Fase 'Uzu}r ) ً( َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُيَ َ اَّلَّفا َ ِ ْن ُك ْ ا َ ْ ا ُ َلدُّراِ ََلاأ َْرذَ ِلا اْ ُ ُم ِلااِ َك ْ َيا َ ْ َ َا ِ ْ ابَ ْ ِدا ِ ْ ٍ ا َش ْ ئ
: Manusia menjadi tua dan pikun. Pada fase terakhir ini diterangkan
bahwa manusia ada yang pendek umur, ada pula yang panjang umur.
Diantara manusia ada yang diwafatkan saat mencapai kekuatan dan
kesempurnaan akal, ada pula yang dipanjangkan umurnya hingga
renta. Pada usia inilah manusia kerap mengalami kelupaan, berubah
kekanak-kanakan; semua fisiknya menjadi lemah.
Sedangkan menurut Musa Asy'arie14, proses terjadinya manusia
terbagi menjadi empat tahap, yaitu :
1) Tahap Jasad
Dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah
yang berdebu (tura>b). Terkadang al-Qur'an memakai istilah ti>n,
terkadang juga memakai istilah s}als}a>l. Akan tetapi yang jelas, tanah
13
Ah{mad Mukhta>r 'Uma>r, Al-Mu'jam al-Mawsu>'i> li Alfa>z} al-Qur'a>n al-Kari>m wa Qira>atih,
(Riya>d{ : Muassasah Sut}u>r al-Ma'rifah, 2002), hlm. 254.
14
Lihat Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 67-68.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 10
dalam konteks penciptaan manusia ini adalah saripatinya, yaitu
sula>lah.
2) Tahap Hayat
Menurut al-Qur'an, awal kehidupan manusia adalah air, seperti
halnya tumbuhan dan hewan. Yang dimaksud dengan air disini
adalah air hina atau sperma laki-laki. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, sperma tersebut membuahi sel telur yang
berada dalam rahim seorang ibu. Maka sperma inilah sebagai
pencetus kehidupan manusia.
3) Tahap Ruh
Tahap ini menyatakan bahwa manusia tidak akan tercipta tanpa
adanya peran ruh. Yang dimaksud dengan ruh disini adalah ruh
ciptaan Allah yang ditiupkan pada tubuh manusia. Proses peniupan
ruh ini diiringi dengan penciptaan pendengaran, penglihatan dan
hati. Adanya kesinambungan peniupan ruh dengan penciptaan indera
tersebut membuktikan bahwa ruh adalah yang menguasai manusia.
Dialah yang mengantar manusia melalui inderanya menuju cahaya
kebenaran.
4) Tahap Nafs
Dalam al-Qur'an, kata nafs memiliki empat pengertian, yaitu napas,
nafsu, jiwa dan diri. Namun al-Qur'an seringkali menggunakan nafs
yang berarti diri (pengakuan). Maksud diri disini adalah jasad, hayat
dan ruh menjadi satu kesatuan. Tinggal bagaimana manusia
memanfaatkannya dengan aktivitas dalam kehidupannya.
Dua pendapat berbeda tentang proses terjadinya manusia diatas
sejatinya tidak membiaskan pemahaman tentang penciptaan manusia.
Sesungguhnya perbedaan tersebut sebatas lafz}i>. Keduanya tetap berpegang
teguh pada sumber utama Islam, yaitu al-Qur'an. Ditambah keduanya tidak
menghilangkan dua esensi utama manusia, yaitu air dan tanah.
11 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Shaiba>ni> mengemukakan terkait hal ini dengan delapan prinsip15 sebagai
berikut :
15
Lihat 'Uma>r Muh{ammad al-Toumy al-Shaiba>ni>, Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah,
(Kairo : Da>r al-'Arabiyyah li al-Kita>b, 1988), hlm. 72-115. Disini penulis juga
membandingkan dengan terjemahannya yaitu 'Uma>r Muh{ammad al-Toumy al-Shaiba>ni>,
Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm.
103-161.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 12
menjadikan manusia lebih utama dibanding makhluk yang lain.
Pernyataan ini selaras dengan firman Allah SWT. :
اه ُؤَ ِءاِ ْنا ِ ْ اُثاَّلا لضه ا َىا اْم َيئِ َك ِةافَ َق َلاأَوْبِئ ِِنا ِِب
َ َْسَ ء ُ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ َْسَ َءا ُك اَّل َه َ َ َ َ اَّل
ْ اآد َما ْْل
ّيا ِِ
َ ُك ْن يُ ْ ا َ د
16
16
al-Qur'an, 2:31.
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 14.
18
Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Ghaib, vol. II, (Beirut : Da>r al-Fikr, 1981), hlm. 190-
191.
13 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
d) Manusia merupakan makhluk multidimensional (memiliki tiga
dimensi) sebagaimana segitiga sama kaki, yang terdiri dari tubuh,
akal dan ruh. Dalam perspektif Islam, ketiga unsur tersebut saling
melengkapi. Jika hanya satu atau dua, maka hakekat manusia belum
sempurna. Islam mengakui apa yang dinamakan manusia bukan
hanya dari jasadnya, atau akalnya, atau ruhnya saja. Akan tetapi
manusia menurut Islam adalah wujud lengkap yang terdiri dari jasad,
akal dan ruh.
e) Manusia di setiap sisi kehidupannya, dipengaruhi oleh faktor
fenotipe, yang merupakan gabungan genotipe dan lingkungan19, atau
dapat dikatakan dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan20. Jika
dikaitkan dengan ranah tarbiyah al-usrah, Rasu>lulla>h SAW.
menganjurkan kepada umatnya agar memilih benih terbaik karena
kelak berpengaruh pada keturunan. Sabda beliau :
21
"" َ َاَّل ُل ااِنُطَِف ُك ْ ا َ وْ ِك ُ ا ْْلَ ْك َف َءا َ أَوْ ِك ُ اِاَْ ِه ْا
Pilihlah (tempat) untuk benih (mani) kalian dan nikahilah orang-
orang yang sepadan dan nikahkanlah (wanita) dengan orang-orang
yang sepadan".22 Adapun hikmah dari pelajaran yang diajarkan
Rasul SAW. kepada umat manusia adalah untuk menghindari
timbulnya celaan diantara pasangan.
f) Manusia memiliki kebutuhan dan dorongan dalam kehidupannya.
Kebutuhan ini bergantung pada proses interaksi sosial dan
19
Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku)
yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe dan lingkungan serta
interaksi keduanya. Disadur dari https://www.wikipedia.org/wiki/Fenotipe, diakses pada 20
Februari 2020, 10:23 WIB.
20
Menurut Al-Shaiba>ni>, faktor keturunan ternyata memiliki dua macam karakteristik,
pertama : Faktor turunan internal atau fitrah internal yang berasal dari sel nutfah alami.
Kedua : Faktor turunan eksternal, atau berasal dari luar diri manusia. Faktor ini dapat
tersalurkan melalui warisan 'keluarga' sebagai miniatur masyarakat. Mereka dapat mewarisi
pemikiran, perasaan, taklid dan berbagai ragam interaksi lainnya kepada manusia. Lihat
'Uma>r Muh{ammad al-Toumy al-Shaiba>ni>, Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, (Kairo : Da>r
al-'Arabiyyah li al-Kita>b, 1988), hal. 98.
21
Ibn Ma>jah al-Qazwaini>, Sunan Ibn Ma>jah, (Beirut : Da>r al-Risa>lah al-'A>lamiyyah, 2009),
hlm. 142.
22
https://www.tebuireng.online/kafaah-dalam-pernikahan-bagian-1/, diakses pada 22
Februari 2020, pada 11.32 WIB.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 14
budayanya. Menurut Poespoprodjo, secara fundamental manusia
mempunyai banyak kebutuhan dan juga dorongan. Ada kebutuhan
material, biologis, hewani dan rasional.23 Namun diantara kesemua
kebutuhan tersebut yang paling berpengaruh dalam diri manusia
adalah kualitas intelektual (akal budi) nya. Inilah yang
membedakannya dengan makhluk lain.
g) Secara individu, manusia memiliki perbedaan dengan manusia
lainnya disebabkan faktor keturunan dan lingkungan, meskipun
terdapat beberapa persamaan dalam motif, laku, peradaban, budaya,
keterampilan dan sebagainya. Perbedaan itu terletak dalam kekuatan,
perawakan, sikap, motivasi, tujuan dan jalan yang ditempuh untuk
mencapai tujuan tersebut. Inilah yang dinamakan dengan al-Furu>q
al-Fardiyah (perbedaan individual). Hal itu terjadi, meskipun
manusia senantiasa berinteraksi dari ekosistem ke ekosistem yang
lain. Pada akhirnya, manusia menentukan hakekatnya sendiri bahwa
dirinya pasti berbeda dengan manusia yang lain.
h) Tabiat manusia hakekatnya adalah luwes dan fleksibel. Dapat
dibentuk dan diubah. Tabiat ini mampu menguasai keilmuan, adat-
istiadat, nilai-nilai, mampu beradaptasi dengan aliran-aliran baru
atau meninggalkan adat dan aliran-aliran yang telah lama. Tabiat ini
dapat diperoleh dari interaksi sosial baik dengan alam dan
kebudayaan.
Delapan prinsip yang ditawarkan Al-Shaiba>ni> tersebut merupakan
keyakinan manusia dalam mengupas hakekat, jatidiri ataupun wataknya
sendiri yang sesuai dengan konteks keislaman.
B. Kedudukan Manusia dalam Perspektif Islam
Allah SWT. menciptakan alam semesta sebagai salah satu tempat
tinggal makhluknya. Salah satunya adalah manusia. Sebagaimana yang telah
dibahas sebelumnya, manusia merupakan salah satu obyek penting dalam
kajian filsafat pendidikan Islam. Menghadirkan obyek manusia berikut
23
Poespoprodjo, Logika Scientifika : Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung : Remadja
Karya, 1985), hlm. 2.
15 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
kedudukannya di alam semesta dapat menghasilkan pengetahuan tentang
potret ataupun potensinya.
Untuk mengkaji bagaimana potensi manusia dalam Islam, tentu hal
itu tidak melenceng dari pembahasan yang dijelaskan oleh al-Qur'an.
Karena al-Qur'an sendiri merupakan salah satu sumber otentik selain hadis.
C. Potensi Manusia dalam al-Qur'an
Sebagai makhluk yang berakal, berbudaya dan sosial, manusia tentu
memilki berbagai potensi. Jika dikaji dalam perspektif Islam, potensi-
potensi tersebut sesuai dengan potret manusia masing-masing. Di dalam al-
Qur'an, manusia diartikan dalam dua kata, yaitu al-insa>n dan al-basyar.
Menurut Abuddin Nata, dua kata ini merupakan kata kunci untuk
memahami manusia secara komprehensif24.
Adapun bentuk jamak dari al-insa>n adalah al-na>s. Menurut Agus
Haryo Sudarmojo, kata al-insa>n menurut Ibn Manz}u>r, mempunyai tiga asal
kata; pertama, berasal dari kata a>nasa yang berarti melihat, mengetahui dan
24
Ibid., 81.
25
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, (Bandung : Mizan Pustaka, 2009),
hlm. 156.
26
Majma' al-Lughah al-'Arabiyyah bi Mis}ra, al-Mu'jam al-Wasi>t}, (Mesir : Maktabah al-
Shuru>q al-Dauli>, 2004), hlm. 29.
27
al-Qur'an, 20:10.
28
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 477.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 16
ار ْش ًد افَ ْدفَ ُ اِاَْ ِه ْ ا ِ ِ
ُ ْ وافَِإ ْناآوَ ْ يُ ْاا ْن ُه
َ ىاح اَّلَّتاِذَ ابَ َغُ ا انّ َك
َ َ ََ بْيَ ُ ا اَْ ي
29
...أَ ْ َ َاُْا
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya......30
Kata a>nasa yang berarti meminta izin sebagaimana dalam firman
Allah SWT.:
29
al-Qur'an, 4:6.
30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 115.
31
al-Qur'an, 24:27.
32
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 547.
33
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam,...................... hlm. 156.
17 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Ketiga, kata al-insa>n berasal dari kata al-uns atau al-ins yang berarti
jinak, lawan kata al-wah}shah yang berarti buas.34 Pengertian ini
menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang jinak, mampu menerima
segala nasehat, mampu mengendalikan dan menundukkan nafsunya. Di
dalam al-Qur'an, kata al-uns atau al-ins disandingkan dengan kata al-jinn.
Sebagaimana firman Allah SWT.:
35
اخ َ ْق ُ ا ْاِ اَّل ا َ ِْاوْ َ اِاَّل ااَِ ْبُ ُد ِنا
َ ََ
Tidaklah aku (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.
'A>ishah bint al-Sha>ti> berpendapat bahwa selamanya al-Qur'an
menggunakan susunan ayat seperti demikian, karena sejatinya manusia
sebagai makhluk berwujud nyata tidaklah buas. Sedangkan jin yang tak
terlihat sejatinya merupakan makhluk yang buas.36
Dari paparan berbagai definisi al-insa>n di atas, manusia dapat
diartikan sebagai makhluk yang adaptif terhadap lingkungannya, memiliki
motivasi yang tinggi, mampu melebur dengan segala perubahan, beretika,
berbudaya dan berperadaban serta tidak liar.
Adapun al-basyar dalam al-Qur'an digunakan untuk menyebut
semua jenis makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik secara
individual maupun kolektif.37. Menurut 'A>ishah Bint al-Sha>t}i>, kata basyar di
dalam al-Qur'an lazimnya sifat manusiawi seperti makan makanan, berjalan
di pasar-pasar. Semua sifat ini adalah sifat Bani> A>dam pada umumnya.38
Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya permukaan kulit
kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.39 Maka
selanjutnya terdapat istilah muba>syarah yang bermakna mula>masah yaitu
persentuhan antara kulit pria dengan kulit wanita. Kata al-basyar juga dapat
34
Ibid., 156.
35
al-Qur'an, 51:56.
36
'A>ishah 'Abd al-Rah{man bint al-Sha>t}i>, Maqa>l fi> al-Insa>n : Dira>sah Qur'a>niyyah, (Mesir :
Da>r al-Ma'a>rif, 1966), hlm. 14.
37
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam..................... hlm. 82.
38
'A>ishah 'Abd al-Rahman bin al-Sha>t}i>, Al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n, (Mesir : Da>r al-
Ma'arif, 1999), hlm. 15.
39
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam..................... hlm. 82.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 18
dihubungkan dengan kematian sebagai kontradiksi dari kehidupan abadi.
Firman Allah SWT.:
40
ش ٍلا ِ ْ ا َ ْب ِ َ ا ْاُْ َداأَفَِإ ْنا ِ اَّل افَ ُه ُا ْاَ اِ ُد َنا
َ َاج َ ْنَ ااِب
َ ََ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum
kamu (Muhammad), maka jkalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?41
Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa kata al-basyar
dalam al-Qur'an diartikan sebagai manusia dalam aspek lahiriyahnya.
Manusia adalah anak Adam yang memiliki hajat yang sama, seperti makan,
minum, jalan-jalan dan lain sebagainya. Manusia mempunyai obyek yang
dapat disentuh, yaitu kulit. Manusia itu nyata dan dapat dilihat. Manusia
juga mempunyai jangka umur, kapan ia akan dewasa, menua dan kemudian
mati. Namun konsep al-basyar ini sesungguhnya hanya membedakan
manusia dengan binatang dari segi akalnya saja, selebihnya cenderung
sama. Al-Basyar lebih menggambarkan manusia pada umumnya sebagai
makhluk hidup di bumi yang membutuhkan ma'i>shah untuk kelangsungan
hidupnya.
Dengan demikian, kata al-insa>n dengan al-basyar mensifati manusia
dengan sudut pandang yang berbeda. Al-Insa>n mengartikan bahwa manusia
tumbuh dan berkembang tergantung kepada kebudayaan dan pendidikan
yang ia peroleh. Kematangan sikapnya tergantung kepada dimana ia tinggal,
bagaimana ia bermasyarakat, bagaimana ia beradaptasi dengan iklim dan
kondisi yang berubah-ubah.
Di dalam al-Qur'an kata al-insa>n tidak hanya disebutkan tunggal,
akan tetapi adakalanya menggunakan jamak, seperti una>si>, ana>si, insiyya
dan na>s. Kata al-insa>n sendiri disebut sebanyak 65 kali dalam 32 ayat, kata
al-ins sebanyak 18 kali dalam 17 ayat. Sedangkan kata una>si> disebut sebanyak
5 kali dalam 5 ayat, kata ana>si dan insiyya disebut sekali dalam satu ayat.42
40
al-Qur'an, 21:34.
41
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 499.
42
Muh}ammad Fuad 'Abd al-Ba>qi>, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur'a>n, (Mesir : Da>r
al-Kutub al-Mis}riyyah, 1943), hlm. 93-94.
19 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Adapun kata al-na>s disebut sebanyak 240 kali.43 Sedangkan kata al-basyar
menurut Fuad 'Abd al-Ba>qi> disebut 36 kali dalam 36 ayat.44 Sedangkan
menurut 'A>ishah al-Sha>t}i>, kata al-basyar disebut sebanyak 35 kali, 25
diantaranya terletak pada pembahasan para Nabi dan Rasul.45 Selain kata-
kata tersebut, ada satu kata yang menyinggung arti manusia, yaitu al-ana>m.
Terkait pengertiannya, Ibn Kathi>r mengatakan bahwa kata al-ana>m dalam
al-Qur'an bermakna universal, yaitu seluruh makhluk di muka bumi dengan
aneka macam jenis, bentuk, warna dan bahasa yang berbeda.46
Berbagai istilah yang mengartikan potensi manusia di dalam al-
Qur'an tersebut sejatinya memberikan pengertian bahwa manusia
merupakan makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmani dan rohani.
Dengan kelengkapan jasmaninya, ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang
memerlukan fisik, dengan kelengkapan rohaninya, ia dapat menjalankan
tugas-tugas yang berfungsi dengan baik dan produktif.47
Terkait kedudukan manusia sendiri, Zuhairini menjelaskan bahwa
potensi manusia dalam al-Qur'an ada 7 macam :48
1. Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam.
Allah SWT. telah mengkaruniai manusia dengan potensi-potensi
rohaniah yang lebih dari makhluk lainnya, terutama potensi akal.
Disamping mendapat amanat untuk memanfaatkan alam dengan
sebaik-baiknya, manusia juga ditugaskan untuk melestarikannya dan
dilarang merusaknya. Firman Allah SWT.:
49
ضا ُ ْف ِ ِد َا ُِك ُ ا ْشلب ا ِ ا ِرْز ِ ا اَّل
ِ اا َ َ اوَ ْثَ ْ ِاِفا ْْل َْر ْ َُ َ
Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah
kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.50
43
'A>ishah 'Abd al-Rahman bin al-Sha>t}i>, Al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n,................... hlm.
17.
44
Muh}ammad Fuad 'Abd al-Ba>qi>, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfa>z}i al-Qur'a>n,............ hlm.
120-121.
45
A>ishah 'Abd al-Rahman bin al-Sha>t}i>, Al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n,................... hlm.
15.
46
Al-H}a>fiz} Ibn Kathi>r, Tafsi>r Ibn Kathi>r, (Kairo : Da>r al-H}adi>th, 2005), hlm. 495.
47
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam..................... hlm. 88.
48
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam.......................... hlm. 85-91.
49
al-Qur'an, 2:60.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 20
2. Sebagai peneliti alam dan dirinya untuk mencari Tuhan.
Allah memerintahkan manusia agar memanfaatkan akal yang telah
diberikan untuk mempelajari alam dan dirinya sendiri. Firman Allah
SWT.:
ِ ِ اخ ِْقا ا اَّل م
ِ اَتْ ِل
ياِفا َ ضا َ ْخيِ َيفا ا اَّلْ ِ ا َ ان
َ اَّله ِرا َ اْ ُف ْ ِ ا ااَّلِِت ِ تا َ ْْل َْر ََ َ ِ اَّلن ِاِف
ِ ٍ ِِ ِ
َ َحَ ابِها ْْل َْر
ضابَ ْ َدا ِ
َ اْبَ ْ ِلاِبَ ا َ ْن َف ُعا اناَّل
ْ َسا َ َ اأَوْ َز َلا اَّلاُا َ ا ا اَّل َم ءا ْ ا َ ءاف
تااَِ ْب ُ َ ُك ْ ا
ٍ ادرج ٍ ْ َض ُك ْ افَ ْ َ اب
َ ََ ض َ ِاخ َيئ
ِ فا ْْل َْر
َ ْ َضا َ َرفَ َعاب َ ْ ياج َ َ ُك ِ
َ َ ُه َ ا ااَّلذ
53
ارِح ٌا ِ ارباَّل َ ا َ ِل ُعا اْ ِ َق
َ با َ ِواَّلهُااَغَ ُف ٌر َ اآًت ُك ْ اِ اَّلن
َ َ ِِفا
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
50
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 19.
51
Al-Qur'an, 2:164.
52
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 40.
53
al-Qur'an, 6:165.
21 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.54
4. Sebagai makhluk yang paling tinggi dan paling mulia.
Firman Allah SWT.:
ا ااَّل ِذيا،ٍااا َْلأْا َ َربُّر َ ا ْْلَ ْك َلُام،اخ َ َقا ِْاوْ َ َنا ِ ْ ا َ َق َ اربِّ َ ا ااَّل ِذ
َ ، ياخ َ َاق َ ِ ْ ِ َْلأْا
58
ا َ اَّل َا ِْاوْ َ َنا َ ا َْا َ ْ َ ْا،َ اَّل َا ِ اْ َق َ ِا
54
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 217.
55
al-Qur'an, 95:4.
56
al-Qur'an, 51:56.
57
al-Qur'an, 102:8.
58
al-Qur'an, 96:1-5.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 22
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan, yang
menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu
yang amat mulia, yang mengajar manusia dengan pena, yang
mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya.
Manusia juga makhluk pendidik dan pembina. Firman Allah SWT.:
ش ْل َ ااَ ُْ ٌا َ ِ ٌا ِِ ْذا َ َلااُْقم ُنا ِ بنِ ِها ه ا ِ ُهاَيب اَّلا َ اوُ ْش ِل ْ ا ِ اَّل
ِّ ااِ اَّلنا ا َُ َ ُ َ َُ َ ْ َ َ
59
59
al-Qur'an, 31:13.
60
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 54.
23 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
kepada hati manusia agar meyakini ajaran monoteisme di dalamnya. Ajaran
monoteisme ini berpijak pada keyakinan terhadap keesaan zat, sifat dan
perbuatan Tuhan. Ajaran Islam juga membedakan dan memberi batasan
tentang istilah Tuhan itu sendiri. Maka, yang dimaksud Tuhan oleh agama-
agama selain Islam tentu berbeda dengan yang dimaksud Tuhan dalam
agama Islam.61
Pembahasan tentang hakekat Tuhan perlu dikaji dengan kajian
filosofis yang meliputi perspektif Islam tentang Tuhan, eksistensi Tuhan dan
implikasi perspektif tersebut bagi filsafat pendidikan Islam.62
Tuhan dalam Perspektif Islam
Di dalam al-Qur'an, kehadiran Tuhan pada setiap diri manusia
merupakan fitrah sejak awal kejadiannya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
ِااَ ِْقا اَّل ِتا اَّل
ِ اا ااَّلِِتافَطَلا اناَّل سا َ َ ه ا َ اوَب ِد َ احنِ ًف افِط َْل ِِ ِ
اا َ ْ َْ َ َ َ ِ فََ ْ ا َ ْج َه َ اا ّد
63
ِ َذاِ َ ا ا ِّد ُ ا اْ َقِّ ُا َ اَ ِك اَّل اأَ ْكثَ َلا اناَّل
سا َ ا َ ْ َ ُم َنا
Maka hadapkanlahwajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telh menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.64
Fitrah tersebut ada semenjak manusia dilahirkan di dunia. Kehadiran
Tuhan merupakan bagian dari fitrah tersebut sebagai kebutuhan hidup.
Meskipun dalam perjalanan hidupnya manusia bergelimang dosa, sibuk
urusan duniawi, namun fitrah tersebut akan terus mengiringinya hingga ia
wafat. Fitrah tersebut juga dimiliki para pembangkang atau pengingkar
keberadaan Tuhan. Meski demikian, pada akhirnya mereka akan mengakui
adanya Tuhan yang telah menciptakannya.
Ajaran Tauhid atau millah lurus yang dibawa para nabi dan rasul
terdahulu bertujuan untuk mempurifikasi ajaran dan kepercayaan
61
Menepis kesalahpahaman tentang istilah Tuhan yang dibawa ke dalam agama Islam.
Beberapa orang menganggap istilah Tuhan merujuk pada dewa – atau yang disembah selain
Allah. Maka membawa istilah Tuhan dalam Islam seolah menduakan nama Allah.
62
Ibid., 55.
63
al-Qur'an, 30:30
64
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,..................... hlm. 645.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 24
sebelumnya yang menyimpang. Ajaran tauhid para nabi dan rasul ini
berorientasi mengajak manusia untuk menyembah satu Tuhan. Antara ajaran
Tauhid yang dibawa para nabi dan rasul dengan Islam yang dibawa Rasul
SAW. terdapat hubungan umum-khusus. Jika Islam mengajarkan segala
kebaikan dan meninggalkan segala yang merugikan dan dibenci Tuhan,
maka tauhid adalah memurnikan keesaan Tuhan. Akan tetapi konsep tauhid
masuk dalam ajaran Islam.
Tuhan telah memberikan akal kepada manusia untuk menerima ilmu,
berpendidikan, berperadaban, membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Pernyataan inilah yang dapat menjadikan Tuhan sebagai sentral dan
sumber ilmu pengetahuan. Abdul Matin dalam tulisannya memuat
pemikiran Fazlur Rahman, mengatakan bahwa al-Qur'an sering memakai
kata 'ilm dalam arti pengetahuan melalui belajar, berfikir, pengalaman dan
lain-lain.65
Dalam konteks pendidikan, kadar keimanan manusia atas
keberadaan Tuhannya merupakan salah satu faktor yang menentukan asas
pendidikan Islam. Abuddin Nata berpendapat bahwa pandangan hidup
seorang muslim yang berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur'an dan Hadis
merupakan dasar dari pendidikan Islam.66 Karena konsep teologi yang
dimiliki seorang muslim akan menyatakan bahwa al-Qur'an dan Hadis
mengandung kebenaran yang absolut.
Maka dari itu, Tuhan dalam perspektif Islam bukan hanya zat yang
harus disembah, bukan hanya zat yang harus diyakini keesaannya. Akan
tetapi, manusia harus mengakui bahwa Tuhan merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan perilaku keimanan kepada-Nya menjadi dasar pendidikan
Islam.
Eksistensi Tuhan
Sedari kecil sebagian manusia telah diajarkan untuk meyakini dan
kemudian membenarkan adanya Tuhan. Beberapa dari mereka di kemudian
hari menjadi semakin mudah mengimani eksistensi Tuhan. Lalu bagaimana
65
Abdul Matin bin Salman, "Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam", Jurnal el-
Tarbawi, Vol. 10, No. 01 (2017), 05.
66
Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,...................... hlm. 60.
25 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
dengan manusia yang sulit meyakini keberadaan Tuhannya? Karena Tuhan
sendiri sesuatu yang abstrak, tidak terasa, gaib. Sehingga ada beberapa
manusia yang menganggap keberadaan Tuhan merupakan hal yang
irrasional. Tidak masuk akal. Untuk menjawab pertanyaan tersebut memang
dibutuhkan kesadaran tinggi akan iman terhadap hal-hal yang gaib. Secara
normal, jika seseorang melihat, mendengar, merasakan, menyentuh sesuatu,
pasti ia akan meyakini wujud sesuatu itu.
Keterbatasan manusia dalam hal tersebut bukan berarti menafikan
keberadaan manusia-manusia khusus seperti Nabi Muhammad SAW. yang
dapat berinteraksi langsung dengan hal-hal gaib seperti ini. Sedangkan
manusia pada umumnya tetap diajarkan bagaimana caranya agar beriman
pada eksistensi Tuhan.
Al-Qur'an sendiri tidak memberikan pembuktian atas keberadaan
Tuhan. Namun di dalamnya terdapat tatacara, pelajaran untuk mengenal dan
mengakui keberadaan Tuhan, yaitu dengan merenungi alam semesta sebagai
tanda kebesaran dan kekuasan Tuhan.
Salah satu tokoh filsuf, Ibn 'Arabi> (w. 1240 M) berbicara mengenai
konsep ketuhanan melalui pendekatan yang paling mudah dipahami. Ia telah
membagi Tuhan dalam dua level (wajah); Zat dan Sifat.67 Tuhan berada
pada level Zat ketika kita merujuk Tuhan pada diri-Nya. Pada level ini,
Tuhan tidak dapat dikenal manusia, karena Dia bukan sesuatu. Adapun jalan
paling tepat menggambarkan Tuhan pada level ini adalah 'Dia bukan seperti
apapun (tidak ada yang serupa dengan-Nya).68 Maka tidak ada kata apapun
yang dapat mendeskripsikan-Nya karena apapun itu tidak akan sama
dengan-Nya.
Sedangkan pada level selanjutnya, Tuhan mulai mudah dikenali
karena memiliki sifat. Pada level ini Tuhan menjadi sesuatu ('ain). Namun
sifat-sifat atau nama-nama Tuhan hanya muncul dalam konteks hubungan-
Nya dengan alam, bukan untuk konteks diri-Nya sendiri. Pada konteks ini
(konteks diri Tuhan), Dia tidak memiliki sifat apapun, kecuali Zat-Nya yang
67
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 58-59.
68
Makna al-Qur'an, 42:11.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 26
esa. Adapun diperkenalkannya sifat dan nama Tuhan dalam kitab suci
adalah upaya Tuhan mengenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya.
Sebenarnya upaya manusia yang paling sederhana dalam meyakini
eksistensi Tuhan adalah sebagaimana yang telah dijelaskan, yaitu dengan
merenungi alam semesta sebagai tempat yang ditinggali. Dari rasa
penasaran nantinya akan timbul kesadaran bahwa dibalik keindahan alam,
keserasian tatanan surya, merupakan bukti kebesaran dan keagungan Tuhan.
Implikasi Konsep Tuhan bagi Filsafat Pendidikan Islam
Semua penjelasan serta uraian terkait hakekat Tuhan di atas,
memiliki implikasi pedagogis yang perlu diperhatikan dunia pendidikan
Islam,69 diantaranya sebagai berikut :
1. Allah sebagai pencipta hendaknya diketahui, dikenal dan diyakini
melalui bukti-bukti kekuasaan-Nya. Seorang pendidik harus
memahami bahwa eksistensi Tuhan merupakan tujuan utama
pendidikan Islam. Seorang pendidik harus mengajarkan keimanan
kepada Allah terlebih dahulu agar tujuan duniawi dan ukhrawi yang
ia didik mudah tercapai.
2. Allah sebagai Rabb bermakna : Allah adalah pengatur dan
pemelihara alam semesta ini. Segala sesuatu yang ada di dalamnya
tidak terlepas dari sunnatulla>h (aturan) yang wajib diperhatikan
manusia, serta wajib mengikutinya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Allah sebagai pencipta memiliki nama-nama yang baik (Al-Asma> al-
H{usna>). Dalam lingkup pendidikan Islam, nama-nama mulia ini
hendaknya ditransformasikan dengan cara internalisasi nilai-nilai
akhlak yang bertujuan membentuk insan kamil dan mewujudkan
manusia berpredikat khalifah Allah.
4. Melalui argumen kosmologi, filsafat Pendidikan Islam
mengandaikan keterbatasan manusia sebagai makhluk. Indikasinya
terdapat tujuan jangka pendek dan jangka panjang bagi pendidikan
Islam.
69
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,......................... hlm. 64-65.
27 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
5. Melalui argumen ontologi, filsafat Pendidikan Islam menganggap
manusia mungkin memiliki beberapa potensi yang dikembangkan
oleh pendidikan Islam sehingga terkesan lebih aktual dan bermanfaat
bagi kehidupannya.
6. Melalui argumen teleologi, filsafat Pendidikan Islam
memformulasikan bahwa alam semesta dirancang sedemikian rupa
agar menjadi fasilitas hidup bagi kehidupan manusia. Adanya
fasilitas tersebut memunculkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berguna bagi kehidupan manusia.
E. Hubungan Manusia dengan Tuhan dalam Perspektif Islam
Setelah manusia tahu hakekat dirinya sendiri, hakekat sang Pencipta
dan ketergantungannya dengan alam semesta, manusia mulai mencari tahu
bagaimana hubungannya dengan Tuhan. Setelah mengetahui status
hubungannya dengan Tuhan, ia akan berupaya menjadi manusia terbaik di
hadapan Tuhannya.
Menurut Ma>jid al-Kaila>ni>, hubungan manusia dengan Tuhannya
dalam konteks filsafah pendidikan Islam adalah 'ubu>diyyah atau ibadah.70
Karena ibadah merupakan asas utama adanya penciptaan manusia. Ibadah
juga merupakan perintah Allah SWT. sejak diutusnya para Nabi dan Rasul
terdahulu. Manusia diperintahkan beribadah kepada Allah dengan senantiasa
menyembah-Nya, bersyukur kepada-Nya, melakukan segala perbuatan yang
diridhai-Nya dan mengingat-Nya dimanapun, bagaimanapun dan sampai
kapanpun. Karena tujuan hidup manusia sangat bergantung dengan 'welas
asih' Allah kepadanya. Beribadah juga dapat diartikan jika seseorang
mencintai Allah dengan ketaatan kepada-Nya.
Dengan beribadah, manusia juga mampu menundukkan hawa nafsu
serta keinginan syahwatnya dengan berbagai cara yang ia tempuh. Jika ia
tidak mampu menundukkan syahwatnya, berarti secara tidak langsung ia
justru beribadah kepada syahwatnya sendiri tersebut. Ma>jid menambahkan
adanya perbedaan antara tujuan yang didasari dengan ibadah kepada Allah
70
Ma>jid 'Arsa>n al-Kaila>ni>, Falsafah al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, (Jeddah : Da>r al-Mana>rah,
1987), hlm. 77.
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 28
serta tujuan yang didasari dengan ibadah kepada hawa nafsu. Di dalam al-
Qur'an begitu banyak amsal yang membuktikan kemuliaan dan kemajuan
umat manusia dalam ilmu dan sosial ketika mereka beribadah kepada Allah,
sebaliknya saat mereka tunduk (beribadah) kepada syahwatnya, timbul
perpecahan, permusuhan, peperangan dan sebagainya yang menjadi biang
kerusakan peradaban manusia itu sendiri.71 Disinilah letak pentingnya
manusia membangun dan melestarikan hubungan ibadahnya kepada Allah
SWT. hingga akhir hayatnya.
Dengan ibadah kepada Allah, manusia mampu merealisasikan
tugasnya sebagai khalifah di bumi. Secara spiritual, ia telah berhasil
mengenal dan memperkuat keimanannya kepada Allah dengan ritual-ritual
seperti sholat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Secara sosial, ia merupakan
makhluk yang saling peduli, saling berbagi, saling membantu dan
meringankan sebagai manifestasi ibadah horizontal, yaitu terhadap sesama
manusia. Secara alam, manusia telah berhasil menjaga dan melestarikan
lingkungan. Ibadah kepada Allah mengontrol dirinya agar tidak berbuat
kerusakan di muka bumi.
71
Ibid., 80.
29 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 30
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qura>n al-Kari>m.
Buku :
Ibn Kathi>r, Al-H{a>fiz}. Tafsi>r Ibn Kathi>r. Kairo : Da>r al-H}adi>th, 2005.
Mara>ghi> (al). Tafsi>r al-Mara>ghi>, Cet. I., vol. 17. Kairo : Must}afa> Ba>b al-
H{allabi> wa Awla>duh, 1946.
Qazwaini> (al), Ibn Ma>jah. Sunan Ibn Ma>jah. Beirut : Da>r al-Risa>lah al-
'A>lamiyyah, 2009.
31 | F i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
Ra>zi> (al), Fakhr al-Di>n. Mafa>tih al-Ghaib, vol. II. Beirut : Da>r al-Fikr,
1981.
Jurnal :
Internet :
https://www.tebuireng.online/kafaah-dalam-pernikahan-bagian-1/
https://www.wikipedia.org/wiki/Fenotipe
P a s c a s a r j a n a U I N S u n a n A m p e l S u r a b a y a | 32