Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BUDI PEKERTI

KONSEP MANUSIA DALAM AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu :

Sarjito Eko. W, SKM, MP

Disusun Oleh Kelompok 2:

Sulistiawati Sanjaya P07133322008


Vina Yuliana P07133322013
Oktiana Murwandari P07133322018
Rasyidah P07133322019
Dea Nuraini Rahmadhani P07133322022

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN ALIH JENJANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................

C. Tujuan...................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................

A. Konsep Manusia...................................................................................................................

B. Eksistensi dan Martabat Manusia ........................................................................................

C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifatullah....................................

D. Akhlak Mulia........................................................................................................................

BAB III PENUTUP........................................................................................................................

A. Kesimpulan...........................................................................................................................

B. Saran...................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dalam bentuk


sesempurnanya makhluk. Keberadaan manusia adalah yang paling
sempurna jika dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Manusia
memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga akal yang membuat manusia
berbeda dengan makhluk lainnya. Hakikat manusia menurut
Islam bukanlah seperti hewan, tumbuhan, atau makhluk lainnya yang
bernyawa.
Makhluk seperti hewan sepintar apapun terlihatnya ia hanyalah
makhluk yang didorong oleh insting dan memori dalam otak atau fisiknya.
Sedangkan manusia dalam dirinya dengan kesempurnaan akal adalah
makhluk yang dapat menilai benar dan salah sebuah perilaku. Tidak hanya
itu, ia pun juga bisa mengukur baik dan buruknya suatu tindakan. Manusia
adalah makhluk yang spesial yang Allah ciptakan.
Konsep Manusia dilihat dari tujuannya diciptakan. Manusia
diciptakan tentu memiliki tujuan. Bagi ummat Islam konsep manusia
adalah dilihat dari bagaimana maksud atau tujuan Allah di dalam
kehidupan ini. Sebagian ummat lain menganggap bahwa manusia tercipta
sendirinya dan melakukan hidup dengan apapun yang mereka inginkan,
sebebas-bebasnya. Dalam ilmu pendidikan Islam, yang berbicara
mengenai konsep manusia tentunya tidak didefinisikan seperti itu. Untuk
itu, perlu mengetahui apa konsep manusia jika dilihat dari tujuan
penciptaannya di muka bumi oleh Allah SWT.
Kata akhlak sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan
sebagai muslim kita mengetahui bahwa akhlak adalah salah satu hal yang
harus diperhatikan terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Seorang
muslim senantiasa dianjurkan untuk memiliki akhlak yang baik dan
menjauhi akhlak yang buruk. Sedemikian pentingnya akhlak dalam Islam
disebutkan juga dalam hadits bahwa Rasulullah SAW diutus kepada
kaumnya dan seluruh umat didunia adalah untuk memperbaiki akhlak
manusia dimana saat itu akhlak masyarakat terutama masyarakat jahiliyah
masih jauh dari perilaku akhlak yang terpuji. Memang dengan frasa akhlak
mulia, seolah-olah ter-cover masalah agama. Karena agama dan akhlak
mulia adalah dua hal yang menyatu dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan,
Rasulullah SAW pun diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Konsep Manusia dalam Agama Islam ?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Eksistensi dan Martabat


Manusia ?

3. Bagaimana Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan


Khalifatullah ?

4. Apa Pengertian Akhlak Mulia ?

5. Apa saja macam-macam Akhlak yang Mulia ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Konsep Manusia dalam Agama Islam

2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstensi dan


Martabat Manusia

3. Untuk Mengetahui Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah


dan Khalifatullah

4. Untuk Mengetahui Pengertian Akhlak Mulia

5. Untuk Mengerahui Macam-macam Akhlak yang Mulia


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia

Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu sampai


zaman modern ini juga belum berakhir dan tak akan berakhir. Ternyata
orang menyelidiki manusia dari berbagai sudut pandang, ada yang
memandang manusia dari sudut pandang budaya disebut Antropologi
Budaya, ada juga yang memandang dari segi hakikatnya disebut
Antropologi Filsafat. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat
manusia inilah, yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya berusaha
mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar
tentang manusia yaitu apa, bagaimana, dan kemana manusia itu nantinya.
Berbicara mengenai apa itu manusia, ada beberapa aliran yang mendasari
yaitu :

1. Aliran serba zat, mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada


hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakekat dari sesuatu.
Alam ini adalah materi dan manusia adalah unsur dari alam maka dari
itu hakikat dari manusia itu adalah zat atau materi.
2. Aliran serba roh, berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada
di dunia ini adalah roh, begitu juga hakikat manusia adalah roh.
Adapun zat itu adalah manifestasi daripada roh di dunia ini.
3. Aliran dualisme, mencoba untuk meyakinkan kedua aliran di atas.
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari
dua substansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-
masing merupakan unsur asalnya, tidak tergantung satu sama lain.
Jadi badan tidak berasal dari roh, juga sebaliknya. Hanya dalam
perwujudannya manusia itu ada dua, jasad dan roh, yang keduanya
berintegrasi membentuk yang disebut manusia.
4. Aliran eksistensialisme, yang memandang manusia secara
menyeluruh, artinya aliran ini memandang manusia tidak dari sudut
zat atau serba roh atau dualisme, tetapi memandangnya dari segi
eksistensi manusia itu sendiri yaitu cara beradanya manusia itu sendiri
di dunia ini.

Dari keempat aliran tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa


hakikat manusia yang sebenarnya adalah sesuatu yang melatar belakangi
keberadaanya di dunia ini sebagai manusia yang terdiri dari jasmani dan
rohani. Sedangkan dalam Islam sendiri, hakikat manusia didasarkan pada
apa yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, atau melalui
pengenalan asal kejadian manusia itu sendiri. Hakikat manusia dalam Islam
merupakan suatu keberadaan yang mendasari diciptakannya manusia yang
telah diberi amanat untuk mengatur bumi (Khalifah) yaitu untuk mengabdi
atau beribadah kepada Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam
Q.S.Adh-Dhariyat [51:56] yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia ciptaan Allah


memberikan makna bahwa penciptaan merupakan pihak penentu dan yang
diciptakan adalah pihak yang ditentukan, baik mengenai kondisi maupun
makna penciptaannya. Manusia tidak mempunya peranan apapun dalam
proses dan hasil penciptaan dirinya. Oleh karena itu ketidakmampuan
manusia itu merupakan peringatan bagi manusia. Seperti halnya manusia
tidak ikut menentukan atau memilih orang tuanya, suku atau bangsa dan
lain-lain. Oleh karenanya manusia harus menyadari atas ketentuan –
ketentuan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebagai makhluk yang
mulia, manusia dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya :
1. Manusia adalah makhluk yang keberadaanya di dunia ini untuk
mengadakan sesuatu, artinya seorang manusia mempunyai tugas
bekerja dalam hidupnya.
2. Manusia ada untuk berbuat yang baik dan membahagiakan manusia,
artinya manusia ada untuk mengadakan sesuatu yang benar serta
bermanfaat, dari sanalah muncul segala bentuk karya manusia
meliputi kreatifitas dan dinamika di dalam kehidupanya.
3. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam hidup,
artinya kebebasan manusia nampak melalui aneka kreasi dalam segala
segi kehidupan dan melalui kebebasan itulah muncul berbagai
kegiatan.
4. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab. Dalam diri
manusia ada kesadaran untuk mempertanggungjawabkan apa yang
dilakukan dalam hidupnya. Misalnya dalam salah satu wujud
kesadaran religius, bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya pada ilahi.
5. Manusia adalah makhluk yang mempunyai keterbatasan, walaupun
manusia adalah makhluk mulia.
Kelima hal tersebut merupakan perincian dari kehidupan manusia
dalam islam sebagai makhluk yang istimewa.

B. Eksistensi dan Martabat Manusia

Manusia perlu mengenal dan memahami hakikat dirinya sendiri agar


mampu mewujudkan eksistensi yang ada dalam dirinya. Pemahaman dalam
hidup akan mengantar manusia pada kesediaan untuk mencari makna serta
arti kehidupan agar hidupnya tidak sia-sia. Eksistensi manusia di dunia
merupakan tanda kekuasaan Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya,
bahwa Dialah yang menciptakan, menghidupkan dan menjaga kehidupan
manusia. Dengan demikian, tujuan diciptakannya manusia dalam konteks
hubungan manusia dengan Allah SWT adalah dengan mengimani Allah
SWT serta memikirkan ciptaan-Nya untuk menambah keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam konteks hubungan
manusia dengan manusia serta manusia dengan alam adalah untuk berbuat
amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesama
manusia, serta tidak merusak alam. Terkait dengan tujuan hidup manusia
dengan manusia lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia

Dalam Q.S. Al-Anbiya [21:107] yang artinya “Dan tiadalah kami


mengutus kamu, melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam” Ayat ini
menerangkan tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada
didunia ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Arti kata
rahmat adalah karunia, kasih sayang dan belas kasih. Jadi manusia
sebagai rahmat merupakan manusia yang diciptakan oleh Allah SWT
untuk menebar dan memberikan kasih saying kepada alam semesta.  

2. Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia

Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses dunia dan


akhirat dengan cara melaksanakan amal shaleh yang merupakan
investasi pribadi manusia sebagai individu. Allah berfirman dalam Q.S.
An-Nahl ayat [16:97] yang artinya “Barang siapa mengerjakan amal
shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya Allah SWT akan memberikan kepadanya
kehidupan yang baik dan akan diberi balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dengan apa yang telah mereka kerjakan”. 

3. Tujuan Individu dalam Keluarga

Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan makhluk


sosial yang mempunyai sifat hidup berkelompok dan saling
membutuhkan satu sama lain.. Hampir semua manusia, pada awalnya
merupakan bagian dari anggota kelompok sosial yang dinamakan
keluarga. Dalam ilmu komunukasi dan sosiologi, keluarga merupakan
bagian dari klasifikasi kelompok sosial dan termasuk dalam small
group atau kelompok terkecil karena paling sedikit anggotanya. Namun
keberadaan keluarga sangat penting karena merupakan bentuk khusus
dalam kerangka sistem sosial secara keseluruhan. Small group seolah-
olah merupakan miniatur masyarakat yang juga memiliki pembagian
kerja, kode etik pemerintahan, prestige, ideologi, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan tujuan individu dalam keluarga adalah agar
individu tersebut menemukan ketentraman, kebahagiaan dan
membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Manusia
diciptakan berpasang-pasangan. Oleh sebab itu, wajar bagi manusia
baik laki-laki dan perempuan membentuk keluarga.

Tujuan manusia berkeluraga menurut Q.S. Ar-Rum [30:21] yang


artinya "Dan  diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
merasa tentram, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaaum yang mau berfikir."

Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia supaya tentram. Untuk


menjadi keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih
sayang. Oleh sebab itu, dalam kelurga harus dibangun rasa kasih sayang
satu sama lain.  

4. Tujuan Individu dalam Masyarakat

Setelah hidup berkeluarga, manusia mempunyai kebutuhan untuk


bermasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat yaitu mencari keberkahan
yang melimpah dalam hidup. Kecukupan kebutuhan hidup ini
menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan, makan, pakaian,
kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh
apabila masyarakat beriman dan bertakwa. Apabila masyarakat tidak
beriman dan bertakwa, maka Allah akan memberikan siksa dan jauh
dari keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu masyarakat ingin
hidup damai dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap
anggota masyarakat untuk memelihara iman dan takwa. Allah
berfirman dalam Q.S. Al-A’raf [7:96] yang artinya“Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya”.

Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok,


yaitu:

a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di


sekelilingnya yaitu masyarakat.
b. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam di
sekelilingnya.
5. Tujuan Individu dalam Bernegara

Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang untuk


menemukan jati diri sebagai pribadi yang utuh, maka manusia harus
hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia sosial. Lebih dari itu
manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang
lebih luas lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu
dalam bernegara adalah menjadi warga negara yang baik di dalam
lingkungan negara untuk mewujudkan negara yang aman, nyaman serta
makmur.

6. Tujuan Individu dalam Pergaulan Internasional

Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan


internasional/dunia luar. Dalam era globalisasi, kita sebagai makhluk
hidup yang ingin tetap eksis, maka kita harus bersaing dengan ketat
untuk menemukan jati diri serta pengembangan kepribadian. Jadi tujuan
individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu yang
saling membantu dalam kebaikan dan individu yang dapat membedakan
mana yang baik dan buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah dan
terlena dengan indahnya dunia.

C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifatullah

Manusia diturunkan ke bumi ini bukanlah hanya sebagai penghias


atau pelengkap di bumi semata, tetapi manusia sesungguhnya mempunyai
kedudukan, peran, dan tugas yang telah melekat padanya yang terbawa sejak
ia lahir ke dunia.

Manusia telah dipilih oleh Allah untuk melaksanakan tanggung


jawab sebagai hamba Allah dan seorang khalifah di bumi,karena manusia
merupakan makhluk yang paling istimewa dibanding dengan makhluk-
makhluk yang lainnya. Mereka dipilih untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang ada dengan cara mereka sendiri dan tanpa melepas tanggung
jawab.

1. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah

Ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia merupakan


makhluk yang diciptakan oleh Allah dari tanah, kemudian berkembang
biak melalui sperma dan ovum dalam suatu ikatan pernikahan yang suci
serta proses biologis produktivitas manusia (Q.S Al- Mukminun:12-16)
Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bahwasanya
seseorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibu selama 40
hari, kemudian berupa segumpal darah seperti itu pula lamanya,
kemudian berupa segumpal daging seperti itu pula lamanya. Kemudian
Allah mengutus seorang malaikat, maka diperintahkan kepada malaikat:
engkau tuliskanlah amalannya, rezekinya, ajalnya, dan celaka atau
bahagianya. Kemudian ditiupkanlah roh kepada makhluk tersebut" (HR.
Bukhari).20
Kesadaran bahwa manusia hidup di dunia sebagai makhluk
ciptaan Allah dapat menumbuhkan sikap andap asor dan mawas diri
bahwa dirinya bukanlah Tuhan. Oleh sebab itu, ia melihat sesama
manusia sebagai sesama makhluk, tidak ada perhambaan antar manusia.
Jadi, seorang istri tidak menghamba pada suami, seorang pegawai tidak
menghamba pada pengusaha, dan seorang rakyat tidak menghamba
pada pemerintah. Bagi manusia, yang patut menerima perhambaan dari
manusia tak lain adalah Allah. Allah tidak menciptakan manusia selain
untuk menghamba atau beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-Dzariyat:56).
Segala yang ada di langit dan bumi, baik dengan suka maupun terpaksa,
sesungguhnya pun berserah diri kepada Allah (Q.S. Ali Imran:83). Oleh
karena itu, tidak berlaku konsep manusia sebagai homo homoni lopus
atau manusia sebagai pemangsa bagi manusia yang lain. Tidak ada
keistimewaan antara satu manusia dengan manusia lain kecuali
taqwanya kepada Allah. Eksistensi manusia bukan untuk menjadi yang
terkuat (struggle for the strongest and the fittest), melainkan untuk
menjadi yang paling bijak (struggle for the wisest).

Sebagai hamba Allah, manusia memikul tanggung jawab


pribadi, orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (Q.S.
Al-An'am:164) dan pada hari kiamat nanti mereka datang kepada Allah
dengan sendiri-sendiri (Q.S. Maryam:95). Ini membuktikan bahwa
manusia sebagai hamba Allah memiliki kebebasan individual atas
dirinya sendiri namun tetap bertanggung jawab atas lingkungan
sekitarnya.

2. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi


Khalifah berasal dari kata “khalafa” yang berarti mengganti.
Khalifah diartikan pengganti karena ia menggantikan yang didepannya.
Dalam bahasa Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti
Allah menjadi pengganti bagimu dari orang tuamu yang meninggal.
Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi berarti Allah
menyerahkan pengolahan dan pemakmuran bumi bukan secara mutlak
kepada manusia. Di samping arti ini khalifah juga menunjukan arti
pemimpin negara atau kaum. Kata khalifah dengan arti pemimpin
terdapat dalam Q.S. Shad [38 :26] dimana Allah mengangkat Nabi
Daud As. sebagai khalifah di bumi untuk memimpin manusia dengan
adil dan tidak mengikuti hawa nafsu.
Allah SWT. Memberikan anugerah-Nya kepada Bani Adam
sebagai makhluk yang paling mulia; mereka disebutkan di kalangan
makhluk yang tertinggi yaitu para malaikat, sebelum mereka di
ciptakan. Untuk itu, Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah [2:30]
yang artinya "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah”. Arti khalifah pada Q.S. Shad [38:26]
bertugas untuk menegakkan hukum Allah di bumi dan menciptakan
kemaslahatan manusia sedangkan arti khalifah pada Q.S. Al-Baqarah
[2:30] bertugas untuk memakmurkan dan mengelola bumi.
Setiap kebajikan yang dilakukan manusia atas kehendak dan
pilihannya itu merupakan kemuliaan, malaikat yang bertabiat tunduk
tidak dapat mencapai kemuliaan itu. Untuk itu ada dua argumentasi
manusia dijadikan khalifah di muka bumi, yang dapat dikemukakan
yaitu :
a. Kemuliaan manusia pertama (Nabi Adam As) yang dapat
digambarkan adanya perintah Allah, supaya malaikat bersujud
kepada Nabi Adam As. karena kekhususan Nabi Adam As. yang
memiliki ilmu pengetahuan, yang berbeda dengan ilmu
pengetahuan malaikat yang tidak memungkinkan karena dari usaha
sendiri sesuai firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah [2:32] yang
artinya “Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang
Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana."
b. Kekhalifahan Nabi Adam As. di muka bumi ini adalah karena
mempunyai kemungkinan untuk dibebani amanat kemanusiaan,
serta pertanggungjawaban dari amal usahanya, serta rentetan-
rentetan cobaan, berbeda dengan malaikat yang ditakdirkan dengan
patuh dan bebas dari godaan-godaan.

Ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan tentang khalifah selalu


berkaitan dengan tugas-tugas dan tanggung jawab. Hal ini memberikan
suatu peringatan serta pelajaran kepada manusia sebagai khalifah agar
mereka melihat dan memandang keadaan sebelum mereka sendiri serta
apa yang harus mereka lakukan sebagai khalifah sebab semua perbuatan
yang dilakukan akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

D. Pengertian Akhlaq Mulia


AKHLAK adalah istilah berbentuk jamak (plural) yang berasal dari
kata bahasa Arab khuluq. Maknanya ‘adat kebiasaan, perangai, tabiat, watak,
adab, agama, sifat semula jadi, marwah, gambaran batin, dan atau budi
pekerti’. Menurut Muhammad Alfan (2011:21), akhlak dalam bahasa Arab
mencakup empat konsep: (1) sajiyyah ‘perangai’, (2) mur’uah ‘budi’, (3)
thab’in ‘tabiat’, dan (4) adab ‘sopan santun’.
Akhlak mencakup dua ranah: ranah ilmu dan ranah terapan. Sebagai
ilmu, akhlak merupakan bagian dari filsafat moral atau etika. Walaupun
begitu, etika umum—atau tepatnya etika yang bersumber dari Barat—tak
mengenal konsep akhlak. Akhlak adalah konsep yang khas dan hanya satu-
satunya ada dalam etika Islam. Akhlak, berdasarkan etika Islam, dibentuk oleh
rukun iman dan rukun Islam melalui proses ihsan, ikhlas, dan takwa.
Sebaliknya, etika umum (Barat) hanya sekadar berdasarkan akal-pikiran.
Prof. Ahmad Amin, guru besar Universitas Al-Mishriyah, Kairo, Mesir
(2012:2) mendefinisikan akhlak sebagai ilmu yang menjelaskan makna baik
dan buruk, bagaimana seharusnya berinteraksi dengan sesama manusia, dan
matlamat yang hendak diperoleh dalam segala aktivitas. Ilmu ini yang akan
menerangi jalan untuk suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia. Perbuatan yang menjadi objek ilmu akhlak adalah perbuatan yang
disengaja atau yang dilakukan secara sadar.
Dalam ranah terapan (pelaksanaan dalam hidup), akhlak berhubung
dengan kualitas baik atau buruk tentang perkataan, perbuatan, tingkah laku,
perangai, dan tabiat manusia. Acuan yang menjadi dasar adalah nilai-nilai baik
dan buruk menurut ajaran Islam dan nilainilai budaya suatu masyarakat yang
bersumberkan nilai-nilai Islam.
Sebagai sebuah kata, akhlak dalam bahasa Arab seakar dengan kata
makhluk yang berarti ‘yang diciptakan’ dan Khalik yang bermakna ‘Yang
Menciptakan’. Dengan demikian, konsep akhlak berkaitan dengan
perhubungan antara makhluk dengan Sang Pencipta yakni Allah Swt. Dengan
demikian, buruk-baik perkataan, perbuatan, kelakuan, perangai, dan tabiat
manusia harus dipulangkan kepada hukum Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Banyak definisi yang dibuat oleh para sarjana tentang akhlak ini.
Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kehendak yang dibiasakan.
Maksudnya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu atau menyebabkan
sesuatu itu menjadi kebiasaan, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Akhlak, kata Imam Al-Ghazali pula, adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan yang senang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Muhammad bin ‘Iaan Shidieqy
mengatakan bahwa akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia yang
dapat menimbulkan perbuatan baik dengan cara yang mudah, tanpa dorongan
dari orang lain.
Menurut Abdul Karim Zaidan, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat
yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang
manusia dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, yang pada gilirannya
dapat memilih untuk melakukannya atau meninggalkannya. Abu Bakar Jabir
al-Jazairy pula mendefinisikan akhlak sebagai bentuk kejiwaan yang tertanam
dalam diri manusia yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk atau terpuji
dan tercela dengan cara yang disengaja.
Karena akhlak berkenaan dengan tingkah laku, tindakan, dan atau
perbuatan manusia; kesemuanya itu harus sesuai dengan petunjuk atau
pedoman yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Pedoman itu tak hanya
dalam perhubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai
Khalik sahaja, tetapi juga perhubungan manusia dengan sesama manusia,
makhluk selain manusia, dan lingkungan alam sekitar. Jika dalam semua
perhubungan itu seseorang manusia mengikuti petunjuk Ilahi, maka dia telah
menampilkan akhlak yang mulia.

E. Macam-macam Akhlak Mulia


Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam merupakan sistem moral yang
berdasarkan Islam,yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah
kepada Nabi atau Rasul-Nya untukdisampaikan kepada umatnya. Secara garis
besar akhlak dapat digolongkan dalam kategori yaitu sebagai berikut:
Akhlak Al-Karimah
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun
dilihat dari segihubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan
manusia, akhlak yang mulia itu dibagimenjadi tiga bagian, yaitu:a.
 Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada
Tuhan selain Allah. Diamemiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung
sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpuntidak akan menjangkau
hakekatnya.
 Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati,menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-
baiknya, karena sadar bahwa dirinya itusebagai ciptaan dan amanah
Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik- baiknya.
Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga
kesucian jiwa, hidupsederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan
yang tercela.
 Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara
fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu,
ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain.
Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara,Karena ia
berjasa dalam ikut serta mendewasaan kita, dan merupakan orang
yang palingdekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan
memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan
menghargainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sedemikian pentingnya akhlak dalam Islam disebutkan juga dalam hadits


bahwa Rasulullah SAW diutus kepada kaumnya dan seluruh umat didunia
adalah untuk memperbaiki akhlak manusia dimana saat itu akhlak masyarakat
terutama masyarakat jahiliyah masih jauh dari perilaku akhlak yang terpuji.
Ternyata orang menyelidiki manusia dari berbagai sudut pandang, ada yang
memandang manusia dari sudut pandang budaya disebut Antropologi
Budaya, ada juga yang memandang dari segi hakikatnya disebut Antropologi
Filsafat. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia inilah,
yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya berusaha mencari jawaban
yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar tentang manusia yaitu
apa, bagaimana, dan kemana manusia itu nantinya.

Hakikat manusia dalam Islam merupakan suatu keberadaan yang


mendasari diciptakannya manusia yang telah diberi amanat untuk mengatur
bumi (Khalifah) yaitu untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah SWT
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S.Adh-Dhariyat [51:56] yang
artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia
ciptaan Allah memberikan makna bahwa penciptaan merupakan pihak
penentu dan yang diciptakan adalah pihak yang ditentukan, baik mengenai
kondisi maupun makna penciptaannya. Manusia adalah makhluk yang
keberadaanya di dunia ini untuk mengadakan sesuatu, artinya seorang
manusia mempunyai tugas bekerja dalam hidupnya.
B. Saran

Dari penulisan makalah ini, penulis menyarankan agar sebagai


seorang manusia kitaharus menjadi individu yang dapat bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagaimakhluk sosial, manusia
tidak dapat hidup sendiri oleh karena itu kita harus saling
tolongmenolong dalam kebaikan antar sesama.

Untuk kedepannya tugas dalam membuat makalah ini


sangat dianjurkan untukdilanjutkan, karena bisa menambah wawasan
manusia tentang pengetahuan Agama. Selain itu,makalah ini diharapkan
dapat membantu pembaca untuk menggali lebih dalam Hakikat
Manusia menurut Islam dan Akhlaq Mulia.
DAFTAR PUSTAKA

Hafiz Azka dkk. 2019. Hakikat Manusia Menurut Islam. Akses :


https://www.researchgate.net/publication/335825647_Hakikat_Manusia_Men
urut_Islam/link/5d7d8fd7a6fdcc2f0f6fbaf3/download

Prof Hafidhuddin. 2021. Akhlak Mulia Berdasarkan Ajaran Agama. Akses :


https://www.republika.id/posts/15121/akhlak-mulia-berdasarkan-ajaran-
agama

Dr. H. Abdul Malik, M.Pd, 2019. Akhlak Mulia Tinjauan Sastra (dan) Agama,
Batam : CV Rizki Fatur Cemerlang. Akses : http://fkip.umrah.ac.id/wp-
content/uploads/2020/12/Ahlak-Mulia.pdf

Anda mungkin juga menyukai