Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu pengakuan bangsa terhadap adanya sang Pencipta,
Penguasa Alam yaitu Tuhan Yang Maha Esa / Allah SWT. Secara foilosofis faham ini telah disepakati
oleh bangsa Indonesia dimana mereka memiliki beragam kepercayaan, keyakinan dari aqidah agama
yang berbeda-beda. Oleh karena itu perbedaan aqidah perlu diketahui oleh setiap penganut agama agar
jelas titik temu dan titik pisahnya, karena KYME yang merupakan sila pertama dalam Pancasila
menuntut agar bangsa Indonesia memeluk ajaran agama sesuai dengan pilihannya sebagai hak
azasinya dan memlilki integritas yang tinggi menerima perbedaan faham dan aqidah dari setiap warga
negara. Kebersamaan dalam faham KYME sebagai bangsa namun berbeda dalam aqidah; sikap
toleransi akan menjadi alami bila warga memiliki Ilmu Pengetahuan dalam agamanya, serta dapat
memahami keyakinan serta dapat memahami keyakinan serta aqidah umat lainnya.
Kajian tentang metafisika dapat dikatakan sebagai suatu usaha sistematis, yang membahas
dalam mencari hal yang berada di belakang fisika. Itu berarti usaha mencari prinsip dasar yang
mencakup semua hal dan bersifat universal. Yakni sebagai hal “penyelidikan tentang Tuhan yang
menciptakan alam semesta dan seluruh isinya. Bisa juga dikatakan sebagai “penyelidikan tentang
dunia Ilahi yang transenden”. Siapa penyelidiknya? Tentulah kita yang merupakan manusia yang
diciptakan dalam wadah satu nilai dasar, yakni Pancasila sebagai dasar dan lambang negara Indonesia.
Untuk apa? tentulah agar manusia mengetahui tentang Tuhannya dan untuk beribadah kepada Tuhan
semesta alam. Jadi kalau diuraikan, ‘metafisika’ merupakan yang ada dibalik fisika sedangkan
‘Ketuhanan yang maha esa’ adalah usaha manusia memahmi, mengimani Tuhannya. Jadi dari uraian
tersebut diperoleh metafisika Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sesuatu yang ada dibalik keyakinan
pemahaman ketuhanan. Atau Usaha menemukan yang ada dibalik keyakinan pemahaman terhadap
Tuhan yang maha esa dalam beragama. Dalam Islam hal ini sesuai denga firman Tuhan dalam QS.
Adz-Dzariyat: 56 “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.
Dari ayat diatas memberikan pesan kepada manusia untuk berupaya mengetahui dan
beribadah serta tunduk dan patuh kepada Tuhan, yang sangat erat dengan unsur spiritualisasi dan nilai-
nilai agama yang tidak bisa dipisahkan dari perilaku atau karakter manusia, namun peranan yang
dilakukan adalah atas kuasa Tuhan. Akan tetapi dalam hal ini kita fokus pada perilaku manusia sebagai
objek metafisika, dan sekaligus manusia sebagai subjek yang berperan dalam menjalankan nilai-nilai
dari sila pertama Pancasila yakni ketuhanan yang maha esa.
Pada masyarakat yang beragama Islam Ketuhanan yang maha esa dipahami sesuai dengan
firman Tuhan Q.S. Albaqarah/2:163 yang artinya Dan Tuhan Kamu adalah Tuhan Yang maha esa,
tidak ada Tuhan selain Dia. Yang maha pengasih maha penyayang.
Pada agama Hindu dialah yang disebut Brahma, Yang maha esa, tiada permulaan yang ada
dan yang tiada.
Pada agama Budha Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Bahasa Pali adalah Atthi Ajatang
Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya "Suatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, Tidak
Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha adalah
suatu yang "tanpa Aku" (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan (tidak memiliki kepribadian) dan
tidak dapat diuraikan seperti apa pun. Tetapi dengan adanya "Yang Mutlak", yang tidak berkondisi
(asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran
kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Pada agama Nasrani Kristen dan Katolik, ketuhanan yang maha esa berupa Tuhan adalah
Bapa yang mahakuasa dan penuh bela rasa, yang mewahyukan diri secara penuh kepada manusia
melalui Putra-Nya Yesus Kristus.
Dalam Tap MPR No. III MPR/1978. (Naskah P4, bab II, butir 1) dikatakan bahwa “agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan
pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya. Maka dikembangkanlah
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.
Dan dalam penjelasan atas bab II, butir 1, P4, ditambahkan bahwa “rumusan Sila KYME.
tidak berarti bahwa Negara memaksa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat
dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidak
memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya”. Oleh karena itu arti konkret KYME tidak
ditentukan oleh Negara, melainkan oleh agama, atau lebih tepat lagi oleh orang-orang beriman, para
penganut agama. Tuhan memang satu, tetapi pengetahuan tentang Tuhan dan iman kepada-Nya
berbeda-beda. Maka tidak cukup bila iman akan Tuhan Yang Maha esa hanya dinyatakan saja. Perlu
juga diterangkan, apa arti “Tuhan” dan apa isi iman kepada-Nya.
Dalam kajian metafisika agama dan khususnya Islam, salah satu tujuannya adalah untuk
menegakkan fondasi teologis dan tauhid secara benar karena tauhid merupakan dasar dari ajaran Islam.
Metafisika sering disebut sebagai disiplin filsafat yang terumit dalam membahas tentang Tuhan pada
agama-agama dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi. Ibarat seorang untuk mempelajarinya
menghabiskan waktu yang tidak pendek.
Sehingga peran metafisika baik sekali dipakai dalam memecahkan nilai- nilai ketuhanan yang
terlukis dalam sila pertama dalam Pancasila untuk dapat dipantulkan keseluruh masyarakat berbangsa
bernegara bahkan keseluruh dunia agar pemahaman nilai-nilai KYME dilanjutkan dalam
memperaktekannya. Hal ini bertujuan untuk membangun terwujudnya harmonisasi peroses kehidupan
manusia yang dalam kontek pengabdiannya kepada Tuhan, karena alat pemersatu nilai-nilai
harmonisasi sudah disepakati dalam sila pertama dari Pancasila yitu Tuhan yang maha esa.
Sebelum adanya metafisika eksakta yang digagas guru besar UNPAB, Prof. Dr. H. Kadirun
Yahya. Kita banyak tenggelam dengan kehabatan cara berpikir dengan filsafat ang luar biasa, yang
saat ini filsafat masih merupakan ilmu menginspirasi hasrat dalam menghidupkan masyarakat
beragama, yaitu pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala agama yaitu hakikat agama
sebagai objek dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Tuhan yang suci,
sehingga sering juga kita dengar dengan istilah falsafah Pancasila atau juga dengan istilah falsafah
Ketuhanan yang Maha Esa
Namun jika kita mempelajari filsafat akan membutuhkan energi intelektual yang sangat besar
dan waktu yang lama, sehingga membuat tidak semua orang berminat menekuninya. Namun setelah
metafisika eksakta ada, kini semua hal yang dulu masih dianggap mustahil, gaib dan mistik, kini dapat
ditelusuri dan dipahami dengan pendekatan ilmu eksakta yang sangat menarik minat anak melenial
dizaman now ini. Karena metafisika yang digagas oleh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya ini hanya satu-
satunya didunia yang sanggup menjawab permasyalahan hidup sekarang ini.