Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN 14.

TINJAUAN KITAB SUCI DALAM TEKNOLOGI

Teknologi kitab suci kedengaranya seperti suatu istilah baru, namun isinya adalah
lama, selama adanya kitab suci itu sendiri. Istilah ini dicetuskan Prof. Dr. Kadirun Yahya
dalam kuliah dan seminarnya dengan istilah teknologi Alquran. Istilah teknologi Alquran
dalam kuliah metafisika tersebut hanya menyesuaikan dengan perkembangan ilmu teknologi
mutakhir yang relatif berubah berkembang dengan cepat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai "kemampuan
teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan proses teknis."
Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Manusia harus menghindari cara berpikir tentang
bidang-bidang yang tidak menghasilkan manfaat, apalagi tidak memberikan hasil kecuali
menghabiskan energi.
Rasulullah saw sering berdoa, "Wahai Tuhan, Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu
yang tidak bermanfaat". Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu memberikan
kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide. Adapun teknologi adalah
terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih
dan dapat mendorong manusia untuk berkembang lebih maju lagi. Technology is ways of
making or doing things (encylopedia Americana). Teknologi adalah jalan atau cara (metode)
untuk membuat sesuatu. Tanpa teknologi air tidak akan mengeluarkan energi. Namun dengan
penerapan rangkaian teknologi, air akan mengeluarkan energi sehingga dapat dipergunankan
manfaatnya oleh menusia.
Dunia teknologi saat ini dihantui dengan teknologi komunikasi canggih yang mampu
memerintahkan sebuah nuklir yang dahsyat untuk berubah menjadi peredikat tugas malaikat.
Teknologi nuklir kini berkembang terus hingga mampu membunuh ribuan dan jutaan
manusia sekaligus dalam waktu yang sama. Bahkan mampu menghancurkan apa saja sesuai
dengan keinginan manusia yang memeritahkannya.
Oleh hal tersebut, kini menjadi suatu persoalan besar bagi manusia mengenai
cara memadukan kemampuan penciptaan teknologi, dengan   pemeliharaan   nilai-nilai   
fitrahnya.   Bagaimana mengarahkan teknologi yang dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai
ketuhanan, atau dengan kata lain bagaimana memadukan kemajuan teknologi yang setinggi-
tingginya dengan tujuan tunduk pada kebesaran yang menciptakannya atau keseimbangan
ilmu dan iman?
Teknologi kitab suci adalah suatu kajian dan pembahasan dalam ilmu metafisika
yang mencoba memperkenalkan informasi-infomasi dari kitab suci yang dapat diberdayakan
secara teknologi, untuk semua amal perbuatan di dalam hidup dan kehidupan untuk
keberhasilan maksimal. Menelusuri pandangan Alquran tentang teknologi, mengundang kita
melirik sekian banyak sekali firmanya yang berbicara tentang alam raya.

A. PEMAHAMAN JIWA TERHADAP TEKNOLOGI DALAM KITAB SUCI


DAPAT MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA

Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Alquran yang berbicara tentang
alam materi dan fenomenanya, dan yang memerintahkan manusia untuk mengetahui dan
memanfaatkan alam ini. Secara tegas dan berulang-ulang firman Tuhan menyatakan bahwa
alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia. Dalam Q.S Al-Jatsiyah/45:13
yang artinya: Dan dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya (sebagai anugerah) dari-Nya
Penundukan tersebut secara potensial terlaksana melalui hukum-hukum alam yang
ditetapkan Allah dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Alquran
menjelaskan sebagian dari ciri tersebut, antara lain: dalam Q.S Al-Ra'd/13:8 yang artinya:
Segala sesuatu di alam raya ini memiliki ciri dan hukum-hukumnya Segala sesuatu di sisi-
Nya memiliki ukuran1. Kemudia dalam Q.S. YaSin/36:38 yang artinya: Matahari dan bulan
yang beredar dan memancarkan sinar, hingga rumput yang hijau subur atau layu dan kering,
semuanya telah ditetapkan oleh Allah sesuai ukuran dan hukum-hukumnya. Demikian antara
lain dijelaskan oleh Alquran mengenai ayat-ayat yang menyinggung tentang teknologi yang
perlu mendapat perhatian dari ummat manusia. Diantaranya teknologi antariksa
(Arrahman/55:33, Alanam/7:125, Yaasin/36:39-40), teknologi kelautan (arrahman/55:20,
Alfuqon/25:53) taknologi embriologi (Almukminun/q:12-14) tekologi ilmu kebumian
(Annaba/78:6-7) teknoloi material (Alhadid/57:25) relativitas waktu (Alhaj/22:47),
(Assajadah/32:5), (Q.S Al-Ra'd/13:15), dan lain-lain.
Di sisi lain, manusia diberi kemampuan untuk mengetahui ciri dan hukum-hukum
yang berkaitan dengan alam raya, sebagaimana di informasikan oleh firman-Nya dalam Q.S.
1158Departeman Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, Surabaya, Fajar Mulya, Edisi 2002, h
Al-Baqarah/2:31 yang artinya: Allah mengajarkan Adam nama-nama semuanya. Yang
dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti
manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta
ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan,
menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam.
Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang
telah ditundukkan Tuhan. Keberhasilan memanfatkan alam itu merupakan buah teknologi.
Al quran memuji sekelompok manusia yang dinamainya ulil albab. Ciri mereka
antara lain disebutkan dalam Q.S. Ali-'Imran/3:190-191, yang artinya: Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
ulil albab. Yaitu mereka yang berzikir (mengingat) Allah sambil berdiri, atau duduk atau
berbaring, dan mereka yang berpikir tentang kejadian langit dan bumi.
Dalam ayat-ayat di atas tergambar dua ciri pokok ulil albab, yaitu tafakkur dan
dzikir. Kemudian keduanya menghasilkan natijah yang diuraikan pada Q.S Ali-Imron/3:195,
yang artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan mereka dengan berfirman,
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal yang beramal di antara kamu, baik lelaki
maupun perempuan. Sedangkan Natijah bukanlah sekadar ide-ide yang tersusun dalam benak,
melainkan melampauinya sampai kepada pengamalan dan pemanfaatannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj At-Tarbiyah Al-Islamiyah mengomentari
ayat Ali 'Imran tadi sebagai berikut: Maksudnya adalah bahwa ayat-ayat tersebut merupakan
metode yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Ayat-ayat itu
mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama di antara sekian banyak fungsinya, yakni
mempelajari ayat-ayat Tuhan yang tersaji di alam raya ini. Ayat-ayat tersebut bermula
dengan tafakur dan berakhir dengan amal.
Lebih jauh dapat ditambahkan bahwa "Khalq As-samawat wal Ardh" di samping
berarti membuka tabir sejarah penciptaan langit dan bumi, juga bermakna "memikirkan
tentang sistem tata kerja alam semesta". Karena kata khalq selain berarti "penciptaan", juga
berarti "pengaturan dan pengukuran yang cermat". Pengetahuan tentang hal terakhir ini
mengantarkan ilmuwan kepada rahasia-rahasia alam, dan pada gilirannya mengantarkan
kepada penciptaan teknologi yang menghasilkan kemudahan dan manfaat bagi umat manusia.
Jadi, dapatkah dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh
Alquran. Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, ketika Alquran berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas
bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Perhatikan misalnya uraian Alquran tentang kejadian alam dalam Q.S Al-Anbiya/21:30, yang
artinya: Dan Apakah orang-orang ingkar tidak mengetahui bahwa sesungguhnya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka apakah mereka tidak
beriman?
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big
Bang (Ledakan Besar), yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh saja
berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan
langit dan bumi. Yang pasti, ketika Alquran berbicara tentang hal itu, dikaitkannya dengan
kekuasaan dan kebesaran Allah; serta keharusan beriman pada-Nya.
Pada saat mengisyaratkan pergeseran gunung-gunung dari posisinya, sebagaimana
kemudian dibuktikan para ilmuwan informasi itu dikaitkan dengan Teknologi,
hal ini seperti yang terdapat pada QS Al-Naml/27: 88 yang artinya: Kamu lihat gunung-
gunung, yang kamu sangka tetap di tempatnya, padahal berjalan sebagaimana halnya awan.
Begitulah perbuatan Allah, yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ini berarti bahwa teknologi dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia
terhadap Kehadiran dan Kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat
bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi Rabbik. Alquran sejak dini memperkenalkan
istilah sakhkhara yang maknanya bermuara kepada "kemampuan meraih dengan mudah dan
sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui
keahlian di bidang teknologi". bagaimana memadukan pikir dan zikir, ilmu dan iman?.
Kitab suci memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan
kemampuan ilmiahnya. Manusia memiliki naluri selalu haus akan pengetahuan. Dua
keinginan manusia yang tidak pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan
menuntutharta, tahta". Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan
teknologi dengan memanfaatkan anugerah Tuhan yang dilimpahkan kepadanya. Karena itu,
laju teknologi memang tidak dapat dibendung. Hanya saja manusia dapat berusaha
mengarahkan diri agar tidak memperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta dan ilmu
teknologi yang dapat membahayakan dirinya. Agar ia tidak menjadi seperti kepompong yang
membahayakan dirinya sendiri karena kepandaiannya.
Hal ini diungkapkan dalam Q.S. Yunus/10:24 yang artinya: Sesungguhnya
perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah seperti (hujan) yang Kami turunkan dan langit,
lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya
dan memakai (pula) perhiasannya dan penghuni-penghuninya telah menduga bahwa mereka
mampu menguasainya (melakukan segala sesuatu), tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami
di waktu malam atau siang, maka kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana tanaman-
tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami
menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir
Teknologi ini perlu diketahui agar teknologi yang selama ini dipelajari yang berasal
dari akal sebagai produk otak dapat didampingi dan dikontrol dengan teknologi Alquran yang
bertumpu pada akal sebagai produk hati, tempat bersemayamnya iman. Cara pelaksanaan
teknis iniah disebut ilmu taknologi dalam Alquran. Kitab suci Alquran adalah wahyu dari
Allah SWT, disamping kitab suci yang mengandung Petunjuk untuk ummat manusia juga
mengandung energi Metafisika KeTuhanan yang terpendam dan tersembunyi yang perlu
diriset, diselidiki dan digali teknologinya. Sehingga dengan pemahaman ini cerminan sikap
hidup yang dilakonkan bangsa dalam memperaktekkanya pada ruang versi waktu pada
kehidupan sehari-hari berkeluarga, bertetangga, ber bangsa dan bernegara tercapai.

B. PEMAHAMAN JIWA TERHADAP TEKNOLOGI DALAM KITAB SUCI


DAPAT MENGGALI KEMBALI KEHEBATAN-KEHABATANAN PARA NABI
DAN WALINYA

Para pejuang dan pendiri negara terdahulu atas dasar iman, takwa, mental yang
tinggi dan luhur telah berhasil memakai pada beberapa keperluan dan bahkan yang paling
utama yakni dapat juga dipergunakan menghancurkan kekuatan jahat dari perbuatan keji dan
mungkar bahkan mampu mengalahkan kehebatan Iblis di hati manusia. Walaupun dulu belum
dikenal ilmu eknologi seperti sekarang ini, mereka hanya mengamalkan ayat-ayat dari kitab
suci dari masing-masing agama yang diterimanya sebagai waris dari pendahulunya.
Prof Dr H Kadirun Yahya mengatakan dengan tergalinya teknologi alquran tergali
pulalah teknologi dari segala kitab-kitab suci yang sebelumnya. karena alquran menghimpun
isi segala ilmu para rasul yang terdahulu, yang maha dahsyat yang mampu menguasai,
mengatur tenaga apa sajapun di alam maya pada ini. Menemukan ilmiah dahsyatnya
teknologi Alquran adalah dengan menggali Alquran dengan metode, yang kuncinya adalah
dengan menggunakan metafisika eksakta
Inilah senjata yang maha dahsyat yang dimiliki para Rasul, Nabi-Nabi dan para
Warisatul anbiya. Yang dapat mengontrol dan menjaga keseimbangan, mencegah tenaga
raksasa dari alam fisika. Didalam teknologi Alquran terdapat kekuatan metafisik yang sangat
dahsyat yang dapat di transfer para ahlinya menjadi tenaga fisika yang sangat besar.
Para ahli terdahulu atasdasar iman, takwa, mental yang tinggi dan luhur telah
berhasil memakainya pada beberapa keperluan dan bahkan yang paling utama yakni dapat
juga dipergunakan menghancurkan kekuatan jahat dari kehebatan Iblis di hati manusia. Iblis
dalam alquran pernah berdialog langsung kepada Tuhan, dia memiliki ilmu yang sangat
tinggi, Dialah satu-satu nya yang tidak setuju atas keberadaan manusia di muka bumi. Dia
meminta kuasa kepada tuhan untuk mengalahkan manusia dalam mengemban misi tuhan
dimuka bumi Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
Malaikat Jibril. Hal ini merupakan suatu hal yang bersifat metafisik, karena Jibril yang tak
dapat dilihat, akan tetapi dalam proses penyerahan wahyu tersebut Jibril mengadakan
pertemuan langsung dengan Nabi Muhammad. Proses terjadinya penyampaian wahyu
tersebut tak dapat dipungkiri oleh seluruh para Ulama dan cendikiawan muslim, bahwa
proses tersebut adalah merupakan pertemuan antara manusia dengan malaikat. Pertemuan
manusia yaitu Nabi Muhammad, dengan Malaikat Jibril, yang merupakan makhluk gaib atau
metafisika, yang mana malaikat menjadi bisa terlihat oleh manusia tentunya dalam keyakinan
umat Islam hal ini merupakan kehendak Tuhan.
Tujuan utama kitab suci adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi
dalam hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta. Namu kitab suci tidak memuat
makna secara detail maka manusialah yang dituntut untuk mengembangkannya.
Di dalam kitab suci Alquran terdapat beberapa ayat yang menyatakan sejarah
kehidupan para Nabi dan Rasul yang mengungkapkan tentang hal yang metafisika,
diantaranya Dari kisah Nabi Musa A.S sewaktu berhadapan dengan Fir’aun seperti dalam
Firman Tuhan: Q.S. Al-A’raf/ 7: 118,
Artinya: “Dan kami wahyukan kepada Musa lemparkanlah tongkatmu, maka tiba-
tiba ia menelan habis segala kepalsuan mereka”.
Dan Firman Tuhan, Q.S. Al-A’raf/ 7: 118
Artinya: “Maka terbuktilah kebenaran, dan segala. Yang mereka kerjakan jadi sia-
sia”.
Artinya: “Kemudian Musa melemparkan tongkatnya maka tiba-tiba ia menelan
benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu (Asy-syu’ara/ 26: 45)”
Demikian juga dengan tentang hal metafisika para nabi seperti nabi Nuh, Ibrahim,
Yakub, Yusuf, Sulaiman, yang begitu dahsyat hingga nabi Isa Dan Muhammad, serta para
khalifah dan para wali-walinya yang sangat luar biasa telah terbukti mengeluarkan
kehebatan-kehebatan energi yang berbuahkan dalam bentuk metafisika.
Demikian juga perspektif Tentang Al-Hadis seperti: Tak akan datang kiamat, kecuali
kalua dimuka bumi tidak ada lagi orang yang membaca Allah, Allah (H. R. Muslim). Sejak
dulu Hadis memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Baik umat Islam
maupun kalangan orientalis. Tentu saja maksud dan titik berangkat dari kajian tersebut
berbeda pula. Umat Islam didasarkan pada rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap
ajaran dibawah naungannya.
bahwa umat Islam perlu melakukan studi mendalam terhadap literatur Hadis dengan
berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk
menafsirkan wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai hidup
dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan Alquran dan Hadis, yaitu
cara Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam dengan memperhatikan perikemanusian yang
mendunia yakni menjamin keamanan, kesejahtraan, kebahagiaan, kemesraan didunia dan
akhirat.
Selain itu juga para ulama mengajak untuk mencontoh cara Nabi sangat
memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih
menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa
terkait oleh ruang dan waktu.
Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk.
Jangan sampai generasi selanjutnya, dalam menyelaesaikan pelaksanaan yang menyangkut
kemaslahatan, jatuh dari dari pandangan seorang filosof seperti Iqbal menganggap wajar saja
kalau Abu Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada Hadis yang
masih meragukan kualitasnya. Sikap ini diambil Abu Hanifah karena ia memandang tujuan-
tujuan universal Hadis banyak yang dipajang sebagai koleksi saja.
Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tidak lain berdiri dari hukum-hukum
yang secara konseptual riil seperti juga alam jagad raya yang tidak lain terdiri dari hukum-
hukum fisika, kimia dan biologi. Hanya saja martabat dan dimensi hukum-hukum agama itu
lebih tinggi dan bersifat hakiki, absolut serta jika dilihat secara filosofis nampaklah sangat
sempurna alam ini. membangun suatu sistem alam semesta yang dapat memadukan ajaran
agama dengan tuntutan akal. Sehingga dengan pemahaman jiwa terhadap teknologi dalam
kitab suci diharapkan jiwa bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai sila ketuhanan dapat
menggali kembali kehebatan-kehebatan para nabi dan para wali-wali yang telah ikut berperan
mendirikan Negara Republik Indonesia yang tercinta ini.

C. PEMAHAMAN JIWA TERHADAP TEKNOLOGI DALAM KITAB SUCI


DAPAT MENCEGAH TERULANGNYA PERADABAN SEJARAH KELAM
TENTANG KESALAHAN KEYAKINAN PEMAHAMAN KETUHANAN
Jangan lupa sejarah jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M, ke tangan Bangsa
Mongol bukan saja mengakhiri peradaban yang sudah maju pada saat zaman itu, tetapi
merupakan juga awal kemunduran dan kemerosotan peradaban, karena Bagdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban yang sangat kaya dengan kazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula
lenyap dibumi hanguskan oleh pasukan Mongol yang di pimpin Hulagu Khan.
Demikian juga dengan satu sejarah kelam yang sangat buruk dimana terjadinya
tragedi yang menyebakan Abdurrahman bin Muljam menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi
Thalib dengan pedangnya. Nyawa Sayyidina Ali sebagai sahabat yang telah dijamin oleh
Rasulullh Saw menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu
merasa paling Islam.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai bangsa
Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar idiologi negara harus dijaga dengan berbagai usaha
kesungguhan dari segenap lapisan bangsa terutama pimpinan negara dan para pelaku negara.
jangan sampai terjadi orang yang tidak konsen dan tidak memiliki nilai-nilai luhur Pancasila
mengambil alih kendali pemerintah. Jabatan negara yang penting-penting dan tinggi, baik
sipil ataupun militer diharapkan dipilih dengan tingkat pengetahuan dan pengabdian serta
impelementasinya pada Pancasila.
Sayyidina Ali dibunuh setelah dikafirkan dan tidak menegakkan hukum
Allah. Sayyidina Ali dibunuh atas nama hukum Allah. Itulah kebodohan dan kesesatan orang
Khawarij yang saat ini masih ada ditiru oleh sebagian umat muslim. Tidak berhenti sampai di
situ, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Surat Al Baqarah/2
ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk
mencari keridaan Allah; Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh kholifah Ali, Ibnu Muljam
kemudian dieksekusi mati dengan cara, qishos. Proses hukuman mati yang dijalankan
terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk
dipenggal kepalanya, Ibnu Muljam masih sempat berpesan kepada algojo: Wahai Algojo,
janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit
demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.
Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami
Sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Sayyid Al-Hasan dan Al-Husein itu
adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. Seorang ahli surga meregang nyawa di tangan seorang
muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah.
Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era
modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk
berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum
muslimin.
Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang sholih, zahid, dan bertakwa
dan mendapat julukan, Al-Muqri. Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang hafidz,
(penghafal Alquran) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menjadi
hafidz dan sekaligus mengajari cara menghafalkan kitab suci tersebut.
Kholifah Umar bin Khottob pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk
memenuhi permohonan Amr bin Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk
negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:
“Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu
ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya
untuk mengajarkan Alquran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin
‘Ash” kata Umar.
Meskipun Ibnu Muljam hafal Alquran, bertakwa dan rajin beribadah, tapi semua itu
tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, tidak membawa iman dan
Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya.
Afiliasinya kepada sekte Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman
Islam yang sempit. Aliran Khawarij adalah suatu sekte, kelompok atau aliran pengikut Ali
bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak kesepakatan terhadap
keputusan Ali yang menerima arbitrase, dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan
kubu Muauwiyah bin Abi Sufyan sekitar persengketaan khalifah. Ibnu Muljam menetapkan
klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan
sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam.
Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah dan
Rasulullah.
Bukan tidak mugkin di negara yang memiliki nilai-nilai ketuhanan saat ini yang
belum mendapat perhatian dan pengawasan yang serious dari pelaku negara telah lahir
generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara masif dan terstruktur. Mereka
adalah kalangan soleh yang menyuarakan syariat yang dibalik pemahaman terhadap
Tuhannya merasabenar sendiri seperti hal nya Ibnu Mulzam. Mereka menawarkan jalan
kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Alangkah
ngerinya posisi umat Islam jika Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara
berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda dunia. Sehingga mereka dengan mudah
mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan para cendikiawan
muslim, kiyai dan ulama.
Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud
di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun
sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah dalam sebuah Hadis telah
meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini dalam suatu Hadis Muslim seperti berikut:
"Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran dengan lisan
mereka tetapi tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana
anak panah meluncur dari busurnya. "
Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama
Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.
Oleh sebab itu hendaknya pelaku negara terutama bekerja sama dengan umat Islam
di zaman melenial ini harus waspada dari kejadian sepeti yang pernah dilakukan generasi
Ibnu Muljam. Mari siapkan generasi muda agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam
gaya baru. Islam itu agama Rahmatan lil Alamin. Islam itu agama keselamatan, Islam itu
merangkul, bukan disalah gunakan untuk memukul. Khilafah ‘Abbasiyah didirikan oleh Bani
‘Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia, persekutuan dilatar belakangi oleh
persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani ‘Umayyah berkuasa. Keduannya sama-
sama tertindas. Setelah Khilâfah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap
mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibn Khaldûn ada dua sebab Bani ‘Abbasiyah
memilih orang-orang Persia dari pada orang-orang Arab yaitu. Pertama sulit bagi orang-orang
Arab untuk melupakan Bani ‘Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
Kedua orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya Ashabiyah (kesukuan).
Dengan demikian Khilâfah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas Aṣabiyah tradisional.
Hilanglah sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehinggga kerusakan
moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung negara selama
ini. Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi berbagai pemberontakan, khalifah
mengudang kekuatan asing, akibatnya asing tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.
Fanatisme keagamaan erat dengan persoalan kebangsaan, karena cita-cita orang
Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka
mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Munculnya gerakan
yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para Khalîfah, Al-Mansyûr
berusaha keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu mendirikan jawaban khusus
untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan
memberantas bid’ah, akan tetapi semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka, konflik
antar kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat
sederhana seperti polemik tentang ajaran sampai kepada konflik bersenjata yang
menumpahkan darah di kedua belah pihak, gerakan Al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh
konflik bersenjata itu.
Pada masa gerakan ini mulai tersebut, pendukungnya banyak berlindung di balik
ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang dipandang ‘Ghulat’ (ekstrim) dan
dianggap menyimpang oleh penganut Syi’ah sendiri. Aliran Syi’ah memang dikenal sebagai
aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlu Sunnah, antara keduanya
sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Dinasti Idrisiyah di
Maroko, dan Khilafah Fathimiyah.
Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh Al-Ma’mun. Khalifah ketujuh
Dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi
negara dan melakukan mihnah. Pada masa Al-Mutawakkil (847-816 M), aliran Mu’tazilah
dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali berkembang.
Dengan tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu’tazilah yang rasional dipandang
oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah
berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Aliran Mu’tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih, namun pada
masa dinasti Saljuk yang menganut paham sunni, penyingkiran golongan Mu’tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran As’ariyah tumbuh subur dan
berkembang. Pikiran-pikiran Al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama
paham Ahl Sunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak
menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam.
Menurut Iqbal hal yang bermanfaat bagi masyarakat Islam tidaklah bertentangan
dengan agama yang memiliki tujuan membahagiakan umatnya. Awal kegagalan Islam dalam
mengikuti perkembangan modern salah satunya disebabkan hilangnya semangat ijtihad.
Pemahaman dari nilai-nilai KYME menjadi sebuah indikator yang cedas harus segera
dibenahi melalui bidang metafisikasampai tembus kebidang rohaninya. Nabi Muhammad
mengatakan, nanti dari umatku ada orang bisa membaca Al-Qur’an, tapi dia tidak paham.
Hanya di bibir dan tenggorokan. (sampai bidang fisika saja). Perkataan nabi ini pada Tahun
40 H Sayiydina Ali bi Abi Thalib dibunuh karena dianggap kafir alasan pembuuhan Ali
dalam menjalankan pemerintahannya tidak dengan hukum Islam. Nuansa politik Indonesia
harus dijaga jangan sampai muncul pelaku-pelaku yang megatasnamakan agama seperti ini
agar jangan sampai menjadi korban keganasan sejarah yang terulang, yang bisa jadi adalah
generasi baru Ibnu Muljam, generasi neo-khawarij yang militan berbekal pemahaman agama
tekstual dan tampilan yang syari’, namun dengan mudah membid’ahkan atau mengkafirkan
orang-orang di luar dirinya baik itu masih dalam satu agama apa lagi pada agama yang
berbeda. Bermodalkan teks Al-Quran dan Hadits, vonis sesat dan kafir begitu mudah terlontar
dari mulut mereka. Maka dari itu diperlukan komitmen erutama ulama dan umaro’ untuk
membentengi umat Islam dari paham keagamaan yang radikal dan destruktif warisan Ibnu
Muljam dan kawan-kawannya. Juga bersama-sama seluruh lapisan masyarakat, utamanya
lembaga pelaku negara untuk menjadikan pemahaman keyakinan ketuhanan masyarakat
berbangsa dan bernegara terlaksana dengan baik dan benar, agar menjadika umat beragama
seperti Islam yang rahmatan lil-‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Sehingga terwujud
tatanan masyarakat yang aman, tenteram, dan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr.

Anda mungkin juga menyukai