Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Ilmu Alam Dasar yang berjudul “AL QUR’AN SEBAGAI
SUMBER ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI“ .

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari beberapa
pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini. Dan tidak pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Ilmu Alam
Dasar.

Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat
diterima dan menjadi amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya .

Bogor, November 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………....………………………………………………...i
DAFTAR ISI……………....………………………………..………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN……………....……………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN……………....……………………………………………...3

A. TEKNOLOGI………………………………………………………………..........3

B. BUKTI – BUKTI KEBENARAN WAHYU AL-QUR’AN TENTANG ILMU PENGETAHUAN DAN


TEKNOLOGI……………....…………………………..9

1. Kemenangan Bizantium.……………....……………………..........................10

2. Kebohongan Alkitab secara umum.……………....………………………….13

3. Kemenangan di Khaibar dan Mekah.……………....………………………..14

4. Ditemukannya jasad Fir’aun.……………....…………………………….......15

5. Madu adalah Obat. ……………....…………………………………………..15

6. Air susu binatang, minuman yang lezat.……………………..........................16

7. Segala yang hidup di muka bumi diciptakan dari air.…………………….....16

8. Fenomena berpasang-pasangan atas segala sesuatu.…………………….......16

9. Kejadian manusia di dalam rahim.…………………………………………..18

10. Karakter binatang yang hidup berkelompok.……………………...................19

11. Peredaran benda-benda angkasa dalam garis edarnya.……………………....20

C. PERKEMBANGAN EMBRIO DI DALAM PERANAKAN…………………...21

KESIMPULAN………………………………………………………………………24

DAFTAR PUSTAKA………..………………………………………………………25

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu bagian dari isi kandungan Al-Qur’an yang
tidak kurang pentingnya bagi kehidupan umat manusia. Betapa banyak ayat Al-Qur’an yang merangsang
dan mendorong para ilmuwan supaya memperhatikan alam semesta, dan menggali ilmu pengetahuan
yang sebanyak-banyaknya. Bukan saja dari Al-Qur’an melainkan juga dari segenap alam jagat raya
termasuk ruang angkasa.[1]
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang persoalan ilmu pengetahuan dan tekologi, para ahli
tafsir disebut dengan ayat al-kauniyyah atau ayat ‘ulum. Menurut penyelidikan Thanthawi Jauhari, salah
seorang mufassir terkenal dalam aliran tafsir ni al-Ra’yi dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 750 ayat
al-‘ulum, semesta menurut perhitungan al-Ghazali, yang tidak jauh berbeda dengan Thanthawi, ayat al-
kauniyyah berjumlah 763 ayat.[2]

Al-Qur’an melalui ayat-ayatnya, banyak menampilkan manifestasi jagat raya ini, termasuk di
dalamnya tentang kejadian manusia, proses kejadian/pembuatan bumi dan langit, perputaran matahari
dan bulan, serta perjalanan planet, bintang dan orbit, gumpaan awan, turun hujan, guruh, kilat, tumbuh-
tumbuhan dengan berbagai ragamnya, keindahan laut dan tanda-tanda lintasanya, gunung-gunung yang
menjulang tingi dan lain-lain ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajari para saintis dengan cermat
dan teliti.

Bukti lain bahwa Al-Qur’an sangat peduli terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat
difahami dari surat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, yaitu surat al-‘Alaq yang juga dinamakan
dengan surat Iqra’ dan al-Qalam (surat baca dan tulis). Penamaan surat al-‘Alaq dengan surat Iqra’ dan
al-Qlam jelas memperhatikan petunjuk kepada umat manusia akan arti penting ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilambangkan dengan keiatan menulis dan membaca. Sebab, dalam kenyataannya,
pengenmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi memang dilakukan melalui kegiatan membaca dan
menulis atau tepatnya melalui kegiatan penelitian dan pengembangan.

Dalam pada itu penting dicatatkan kembali peringatan yang pernah ditulis sebelum ini bahwa
sungguh pun dalam al-Qur’an terdapat sekian banyak ayat kauniyah dan karenanya maka al-Qur’an
dapat disebut sebagai sumber IPTEK, namun al-Qur’an tidak tepat dinyatakan sebagai buku ilmu
pengetahuan dan teknologi. Al-Quran seperti ditegaskan al-Zarqani, adalah tetap sebagai kitab hidayah
dan buku mukjizat.[3]
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai kemampuan teknik yang
berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan proses teknis. Teknologi adalah ilmu tentang
cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.

A. TEKNOLOGI

Teknologi adalah pengembangan dan penggunaan dari alat, mesin, material dan proses yang menolong
manusia menyelesaikan masalahnya. Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang
menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Akan tetapi, penemuan yang
sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi. Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah
teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber
daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa
diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita
meningkat.

Kalau demikian, mesin atau alat canggih yang dipergunakan manusia bukanlah teknologi, walaupun
secara umum alat-alat tersebut sering diasosiasikan sebagai teknologi. Mesin telah dipergunakan oleh
manusia sejak berabad yang lalu, namun abad tersebut belum dinamakan era teknologi.

Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam Al-Qur’an dan alam raya dipadukan melalui mukjizat
Al-Qur’an (yang lebih dahulu daripada temuan ilmiah) dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan
kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan mukjizat yang lain agar keduanya
menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mempunyai akal dan hati bersih atau orang yang mau
mendengar. Beberapa dalil kuat telah membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak mungkin datang, kecuali dari
Allah. Buktinya tidak adanya pertentangan diantara ayat-ayatnya, bahkan sistem yang rapi dan cermat
yang terdapat di alam raya ini juga tidak mungkin terjadi, kecuali dengan kehendak Allah yang
menciptakan segala sesuatu dengan cermat.

Meskipun telah banyak bukti-bukti ilmiah tentang kebenaran Al-Qur’an, para pemuja materialisme, para
sekuler dan para ateis, tentu saja masih terus membantah kebenaran-kebenaran Al-Qur’an karena
ketakutan akan implikasi mengakui keberadaan Allah swt. Selain itu, mereka selalu melakukan
pembenarannya atas bukti-bukti logika seperti matematis, empiris, biologis, sosiologis yang sebagai
dasar pijakan postulatnya.

Dari sisi lain bahwa pemahaman baru terhadap ayat itu tidak boleh membatalkan pemahaman lama.
Dengan ungkapan lain, kita tidak layak menuduh umat sejak jaman sahabat, bahkan sejak jaman Nabi
saw, salah dalam memahami satu ayat, kemudian mengklaim bahwa yang benar adalah pemahaman
yang dimiliki si penafsir baru itu. Selayaknya dikatakan, makna baru ini merupakan tambahan yang
digabungkan dengan pemahaman lama, dan bukan membatalkannya. Sebab diantara keistimewaan Al-
Qur’an, keajaiban-keajaibannya tidak pernah habis tergali.
Kemukjizatan ilmu pada Al-Qur’an memang tidak memposisikan Al-Qur’an sebagai kitab sains. Namun
dapat memberikan isyarat atau petunjuk untuk melakukan kajian lebih jauh terhadap pengembangan
sains. Isyarat ilmiah dalam Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip/kaidah-kaidah dasar ilmu
pengetahuan di setiap jaman dan kebudayaan. Hal ini membawa maksud bahwa :

a. Ayat yang memberikan isyarat tidak harus terperinci, sehingga para ilmuwan bisa mengkajinya
atau memperinci dengan melakukan penelitian.

b. Mukjizat ilmiah Al-Qur’an tidak hanya untuk waktu tertentu saja yaitu ketika terjadi penentangan,
namun berlaku juga ke masa yang akan datang.

Pada satu masa beberapa mukjizat dirasa kurang masuk akal atau bertentangan dengan nalar dan logika.
Tetapi kapasitas nalar dan intelektual yang dimiliki tidaklah sama, tergantung pada daya pikir seseorang.

Masih dalam konteks al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dapat difahami dari sekian
banyak al-Qur’an yang menyeru manusia supaya berfikir, melihat dan merenungkan alam semesta
berikut berbagai isi yang ada didalamnya. Perhatikan misalnya ayat-ayat di bawah ini:[4]

‫ُقِل اْن ُظ ُروا َم اَذ ا ِفي الَّسَم اَو اِت َو اَأْلْر ِض ۚ َو َم ا ُتْغ ِني اآْل َي اُت َو الُّن ُذ ُر َع ْن َق ْو ٍم اَل ُيْؤ ِم ُنوَن‬
Artinya: Katakanlah (ya Muhammad), “perhatiankanlah apa-apa yang ada di langit dan di bumi, dan
tidaklah bermanfaat tanda-tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-
orang yang tidak beriman. (Yunus [10] : 101)

‫َأَو َلْم َي ْن ُظ ُروا ِفي َم َلُك وِت الَّسَم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َو َم ا َخ َلَق ُهَّللا ِمْن َش ْي ٍء َو َأْن َعَس ٰى َأْن َي ُك وَن َق ِد اْق َت َر َب َأَج ُلُهْم ۖ َف ِبَأِّي َح ِديٍث َب ْع َد ُه ُيْؤ ِم ُنوَن‬
Artinya : Apakah mereka tidak memperhatikan (memikirkan) kerajaan-kerajaan di ruang angkasa dan
bumi serta segala yang diciptakan Allah? Kemungkinan sudah ajal mereka. Maka perkataan (keterangan)
apakah lagi yang mereka percayai sesudah (selain dari) al-Qur’an. (Al A’raf [7] : 185)
‫َو ِإَلى اَأْلْر ِض َك ْي َف ُسِط َح ْت َو ِإَلى اْلِج َب اِل َك ْي َف ُنِص َب ْت َو ِإَلى الَّسَم اِء َك ْي َف ُر ِفَع ْت َأَفاَل َي ْن ُظ ُروَن ِإَلى اِإْلِبِل َك ْي َف ُخ ِلَقْت‬

Artinya: Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan ruang angkasa
bagaimana ia ditinggalkan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan (dipancangkan) dan bumi
bagaimana dia dihamparkan? (al-Ghosyiyah [88] : 17-20)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan perintah-Nya kepada rasul-Nya agar dia menyuruh kaumnya untuk
memperhatikan dengan mata kepala mereka dan dengan akal budi mereka segala yang ada di langit dan
di bumi. Mereka diperintahkan agar merenungkan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang,
matahari dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi,
menghidupkan bumi yang mati, menumbuhkan tanam-tanaman, dan pohon-pohonan dengan buah-
buahan yang beraneka warna dan rasa. Hewan-hewan dengan bentuk dan warna yang bermacam-
macam hidup diatas bumi, memberi manfaat yang tidak sedikit kepada manusia. Demikian pula keadaan
bumi itu sendiri yang terdiri dari gurun pasir, lembah yang terjal, dataran yang luas, samudera yang
penuh dengan berbagai ikan yang semuanya itu terdapat tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah SWT
bagi orang-orang yang berfikir dan yakin kepada penciptanya.

Akan tetapi mereka yang tidak percaya adanya pencipta alam ini, membuat semua tanda-tanda keesaan
dan kekuasaan Allah di alam ini tidak akan bermanfaat baginya. Penundukan tersebut secara potensial
terlaksana melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan Allah dan kemampuan yang dianugerahkan-
Nya kepada manusia. Al-Qur’an menjelaskan sebagian dari ciri tersebut, antara lain:

a. Segala sesuatu di alam raya ini memiliki ciri dan hukum-hukumnya.

‫هللا يعلم ما تحمل كل انثي وما تغيض االرحام وما تزداد وكل شيء عنده بمقدار‬

“Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran” (Al-Ra’d [13]: 8)

Matahari dan bulan yang beredar dan memancarkan sinar, hingga rumput yang hijau subur atau layu
dan kering, semuanya telah ditetapkan oleh Allah sesuai ukuran dan hukum-hukumnya. Demikian
antara lain dijelaskan oleh Al-Quran surat Ya Sin ayat 38 dan Sabihisma ayat 2-3

b. Semua yang berada di alam raya ini tunduk kepada-Nya:

‫وهلل يسجد من في السموات واالرض طوعا وكرها وظللهم بالغدو واالصال‬

“Hanya kepada Allah-lah tunduk segala yang di 1angit dan di bumi secara sukarela atau terpaksa” (Al-
Ra’d [13]: 15).

c. Benda-benda alam apalagi yang tidak bernyawa tidak diberi kemampuan memilih, tetapi
sepenuhnya tunduk kepada Allah melalui hukum-hukum-Nya.

‫ثم استوي الي السماء وهي دخان فقال لها و لالرض ائتيا طوعا او كرها قا لتا اتينا طائعين‬

“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit yang ketika itu masih merupakan asap, lalu
Dia (Allah) berkata kepada-Nya, “Datanglah (Tunduklah) kamu berdua (langit dan bumi) menurut
perintah-Ku suka atau tidak suka!” Mereka berdua berkata, “Kami datang dengan suka hati” (Fushshilat:
ll).

Di sisi lain, manusia diberi kemampuan untuk mengetahui ciri dan hukum-hukum yang berkaitan
dengan alam raya, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an QS. (Al-Baqarah [2] : 31)
“Allah mengajarkan Adam nama-nama semuanya”.

Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri,dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia
berpotensi mengetahui rahasia alam raya.

Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya
membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Allah SWT, menjadikan ilmuwan dapat
memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam.

Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah
ditundukkan Tuhan. Keberhasilan memanfatkan alam itu merupakan buah teknologi.

Ketika Al-Quran berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa
pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah Swt.

Al-Quran tentang kejadian alam: (QS Al-Anbiya’: 30).

‫اولم ير الذين كفروا ان السموت واالرض كا نتا رتقا ففتقناهما وجعانا من الماء كل شئ حي افال يؤمنون‬
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kotemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar),
yang mengawali terciptanya langit dan bumi. para pakar boleh saja berbeda pendapat tentang makna
ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan langit dan bumi. namun, ketika Al-Qur’an
berbicara tentang hal itu, dikaitkannya dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman
pada-Nya. Pada saat mengisyaratkan pergeseran gunung-gunung dari posisinya, sebagaimana dibuktikan
para ilmuwan informasi itu dikaitkan dengan Kemahahebatan Allah Swt. (QS Al-Naml [27]: 88).

‫و تري الجبا ل تحسبها جامدة وهي تمر مر السحاب صنع هللا الذي اتقن كل شئ انه خبير بما تفعلون‬

Ini berarti bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap Kehadiran dan
Kemahakusaan Allah swt, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan
prinsip bismi Rabbik.

Kedua, Al-Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhkhara yang maknanya bermuara kepada
“kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang teknik”.

Ketika Al-Quran memilih kata sakhhara yang arti harfiahnya menundukkan atau merendahkan,
maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan
dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.

Di atas telah dikemukakan bahwa penundukan Allah terhadap alam raya bersama potensi yang dimiliki
manusia bila digunakan secara baik akan membuahkan teknologi. Dari kedua catatan yang
dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasil-hasilnya disamping harus
mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang
kepadanya tunduk segala yang berada di alam raya ini.

Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya dibidang rekayasa genetika yang dikhawatirkan dapat
menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal “majikan” yang akan
diperbudak dan ditundukkan oleh alat.

Jika begitu, ini jelas bertentangan dengan kedua catatan yang disebutkan di terdahulu. Berdasarkan
petunjuk kitab sucinya, seorang Muslim dapat menerima hasil-hasil teknologi yang sumbernya
netral, dan tidak menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia, baik mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan unsur “debu tanah” manusia maupun unsur “ruh Ilahi” manusia.

Seandainya pengunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur, serta
mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka ketika itu bukan hasil
teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus memperingatkan dan mengarahkan manusia
yang menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat mengalihkan manusia
darl jati diri dari tujuan penciptaan, sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh Islam.

B. BUKTI – BUKTI KEBENARAN WAHYU AL-QUR’AN TENTANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang
begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai
bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai
ilmu kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan primer di berbagai
universitas Barat.

Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang refresentatif untuk kita sebut disini. Dia
teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada
orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam
bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern.
Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum.
Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.

Selain para ilmuwan di atas, Ibnu Rusyd layak kita sebut di sini. Dia filosof ulung, teolog dan menguasai
kedokteran. Bahkan dia juga bisa disebut sebagai faqih. Kapabalitasnya dalam bidang fiqih dibuktikan
dengan karya tulisnya Bidayah al-Mujtahid. Filosof ini juga menjadi inspirasi gerakan-gerakan di Barat.
Tidak sedikit ideologinya yang diadopsi oleh orang Barat sehingga bisa maju seperti sekarang.

Ilmuwan lainnya seperti Fakhruddin al-Razi, selain seorang teolog, filosof, ahli tafsir, dia juga seorang
yang menguasai kedokteran. Al-Khawarizmi, Matematikawan dan seorang ulama. Dan masih banyak lagi
para ulama sekaligus ilmuwan yang dihasilkan dari Peradaban Islam. Semua itu menunjukkan, bahwa
suatu peradaban bisa maju dan unggul, meskipun tetap dilandasi oleh agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan (Allah SWT).

Adapun kondisi umat Islam sekarang yang mengalami kemunduran dalam bidang teknologi adalah
disebabkan oleh berbagai hal. Teknologi adalah simbol kemodernan. Akan tetapi, tidak hanya karena
modern, kemudian kita mengabaikan agama sebagaimana yang terjadi di Barat dengan ideologi
sekularisme. Karena sains dan teknologi tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran Islam yang
relevan di setiap zaman.

Al-Qur’an, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara lisan dan berangsur-
angsur antara tahun 610 hingga 632 M atau selama kira-kira 22 tahun, dimana pada masa itu umat
manusia khususnya orang-orang Mekah dan Madinah masih dalam kegelapan dan buta huruf, telah
membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya dan kesesuaiannya dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang ditemukan umat manusia pada masa jauh setelah Muhammad.

Berbagai contoh di bawah ini, menunjukkan bukti-bukti kebenaran wahyu Al-Qur’an yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tanpa bisa dibantah.

1. Kemenangan Bizantium.

Penggalan berita lain yang disampaikan Al-Qur’an tentang peristiwa masa depan ditemukan dalam ayat
pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada Kekaisaran Bizantium, wilayah timur Kekaisaran Romawi.
Dalam ayat-ayat ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah mengalami kekalahan besar, tetapi
akan segera memperoleh kemenangan.

“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah
(mereka menang).” (Al-Qur’an [30] : 1-4)

Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat
Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian
diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu
telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk
mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali.

Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi
Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar
Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan
dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang.

Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik
keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh
Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia.

Pendek kata, setiap orang menyangka Kekaisaran Bizantium akan runtuh. Tetapi tepat di saat seperti itu,
ayat pertama Surat Ar Ruum diturunkan dan mengumumkan bahwa Bizantium akan mendapatkan
kemenangan dalam beberapa tahun lagi.

Kemenangan ini tampak sedemikian mustahil sehingga kaum musyrikin Arab menjadikan ayat ini sebagai
bahan cemoohan. Mereka berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al-Qur’an takkan pernah
menjadi kenyataan. Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum tersebut,
pada Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran Bizantium dan Persia terjadi di Nineveh.
Dan kali ini, pasukan Bizantium secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia. Beberapa bulan
kemudian, bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan Bizantium, yang mewajibkan mereka untuk
mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari Bizantium.[5]

Akhirnya, “kemenangan bangsa Romawi” yang diumumkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, secara ajaib
menjadi kenyataan. Keajaiban lain yang diungkapkan dalam ayat ini adalah pengumuman tentang fakta
geografis yang tak dapat ditemukan oleh seorang pun di masa itu.

Dalam ayat ketiga Surat Ar Ruum, diberitakan bahwa Romawi telah dikalahkan di daerah paling rendah
di bumi ini. Ungkapan “Adnal Ardli” dalam bahasa Arab, diartikan sebagai “tempat yang dekat” dalam
banyak terjemahan. Namun ini bukanlah makna harfiah dari kalimat tersebut, tetapi lebih berupa
penafsiran atasnya.

Kata “Adna” dalam bahasa Arab diambil dari kata “Dani”, yang berarti “rendah” dan “Ardl” yang berarti
“bumi”. Karena itu, ungkapan “Adnal Ardli” berarti “tempat paling rendah di bumi”.

Yang paling menarik, tahap-tahap penting dalam peperangan antara Kekaisaran Bizantium dan Persia,
ketika Bizantium dikalahkan dan kehilangan Jerusalem, benar-benar terjadi di titik paling rendah di
bumi. Wilayah yang dimaksudkan ini adalah cekungan Laut Mati, yang terletak di titik pertemuan
wilayah yang dimiliki oleh Syria, Palestina, dan Jordania.

“Laut Mati”, terletak 395 meter di bawah permukaan laut, adalah daerah paling rendah di bumi. Ini
berarti bahwa Bizantium dikalahkan di bagian paling rendah di bumi, persis seperti dikemukakan dalam
ayat ini. Hal paling menarik dalam fakta ini adalah bahwa ketinggian Laut Mati hanya mampu diukur
dengan teknik pengukuran modern.
Sebelumnya, mustahil bagi siapapun untuk mengetahui bahwasannya ini adalah wilayah terendah di
permukaan bumi. Namun, dalam Al-Qur’an, daerah ini dinyatakan sebagai titik paling rendah di atas
bumi. Demikianlah, ini memberikan bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi.

2. Kebohongan Alkitab secara umum.

Sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an berikut ini:

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka (Yahudi & Kristen) akan percaya kepadamu, padahal
segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka
memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. Al-Baqarah [2] : 75)

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang (Yahudi & Kristen) yang menulis Alkitab dengan
tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah’, untuk memperoleh keuntungan yang sedikit
dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan
mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-
Baqarah [2] : 79)

“Orang-orang (Yahudi & Kristen) yang telah Kami beri Al Kitab mengenal Muhammad seperti mereka
mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan
kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 146)

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata:
‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia’. Katakanlah: ‘Siapakah yang menurunkan kitab
(Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu
lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan
sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak
mengetahui(nya)?’ Katakanlah: ‘Allah-lah (yang menurunkannya)’, kemudian (sesudah kamu
menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS.
Al An’am [6] : 91)

Dan lain sebagainya.

3. Kemenangan di Khaibar dan Mekah.

Sisi keajaiban lain dari Al-Qur’an adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan
terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada
orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat itu dikuasai kaum
penyembah berhala:

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan
sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam
keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa
takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu
kemenangan yang dekat.” (Al-Qur’an [48] : 27)

Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang
akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat
tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada di bawah kendali
Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah dengan aman.

Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di antara
sekian hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Ini juga merupakan bukti akan kenyataan bahwa Al-
Qur’an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas.

4. Ditemukannya jasad Fir’aun.

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-
tanda kekuasaan Kami.” (QS.[10] : 92)

Pada waktu Al-Qur’an disampaikan kepada manusia oleh Nabi Muhammad SAW, semua jenazah
Fir’aun-Fir’aun yang disangka ada hubungannya dengan Exodus oleh manusia modern terdapat di
kuburan-kuburan kuno di lembah raja-raja (Wadi al Muluk) di Thebes, di seberang Nil di kota Luxor.
Pada waktu itu manusia tak mengetahui apa-apa tentang adanya kuburan tersebut. Baru pada abad
19 orang menemukannya seperti yang dikatakan oleh Al-Qur’an jenazah Fir’aunnya Exodus selamat.

Pada waktu ini jenazah Fir’aun Exodus disimpan di Museum Mesir di Cairo di ruang mumia, dan dapt
dilihat oleh peziarah. Jadi hakekatnya sangat berbeda dengan legenda yang menertawakan yang
dilekatkan kepada Al Qur’an oleh ahli tafsir Injil, R.P. Couroyer.

5. Madu adalah Obat.

“kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah
dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya,
di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. [16] : 69)

Tidak ada seorang pun yang membantah bahwa madu lebah dapat dijadikan obat bagi manusia.
Padahal, Al-Qur’an diturunkan pada abad ke-7 Masehi, dimana orang-orang pada waktu itu, khususnya
di Jazirah Arab, masih buta iptek.

6. Air susu binatang, minuman yang lezat.

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami
memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi
dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. [16] : 66)

Pada waktu itu tidak ada seorang manusia pun di Jazirah Arab yang mengira bahwa air susu ternak dapat
diminum oleh manusia, bahkan menyehatkannya. Sekarang, air susu ternak sudah menjadi santapan
sehari-hari bagi manusia yang menyukainya.

7. Segala yang hidup di muka bumi diciptakan dari air.

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. 21:30)
Pada waktu ayat tersebut diturunkan, tidak ada yang berfikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air.
Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air.
Air adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.

8. Fenomena berpasang-pasangan atas segala sesuatu.

Dalam al-Qur’an menyebutkan secara berulang-ulang adanya pasangan dalam alam tumbuh-
tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas
yang tidak ditentukan.

“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” (QS. [36]
: 36)

Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak
mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di
dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang
paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat
pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak
menemukan pertentangan dengan Sains masa ini. Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya
bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas.

Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang
menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika
pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan
lawan jenisnya: anti-materi.

Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi,
elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam
sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan
ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan
terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”

Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-
meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis
sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah
pada abad ke-7, di saat Al-Qur’an diturunkan.[6]

9. Kejadian manusia di dalam rahim.

Telor yang sudah dibuahkan dalam “Trompe” turun bersarang di dalam rendahan (cavite) Rahim
(uterus). Inilah yang dinamakan “bersarangnya telur.” Al Qur’an menamakan uterus tempat telor
dibuahkan itu Rahim (kata jamaknya Arham).

“Dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.” (QS.
22:5)
Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya (villis) yakni perpanjangan telor yang akan
mengisap dari dinding rahim, zat yang perlu bagi membesarnya telor, seperti akar tumbuh-tumbuhan
masuk dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telor dalam Rahim. Pengetahuan tentang
hal ini baru diperoleh manusia pada zaman modern. Pelekatan ini disebutkan dalam Al Qur’an sebanyak
5 kali.

“Yang menciptakan manusia dari sesuatu yang melekat.” (QS. 96:2)

“Sesuatu yang melekat” adalah terjemahan kata bahasa Arab: ‘alaq. Ini adalah arti yang pokok. Arti lain
adalah “gumpalan darah” yang sering disebutkan dalam terjemahan Al Qur’an.

Ini adalah suatu kekeliruan yang harus kita koreksi. Manusia tidak pernah melewati tahap ”gumpalan
darah.” Ada lagi terjemahan ‘alaq dengan “lekatan” (adherence) yang juga merupakan kata yang tidak
tepat. Arti pokok yakni ”sesuatu yang melekat” sesuai sekali dengan penemuan Sains modern.

Ide tentang “sesuatu yang melekat” disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi
urut-urutan semenjak tahap ”setetes sperma” sampai sempurna.

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dan kabur) maka (ketahuilah)
bahwasanya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, (sesuatu yang melekat) kemudian dari segumpal daging yang sempurna keadaannya
dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu.” (QS. 22:5)

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (sesuatu yang melekat).” (QS. 23:4)

“Dialah yang menciptakan kamu dan tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dan segumpal
darah (sesuatu yang melekat).” (QS. 40:67)

“Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (kedalam rahim). Kemudian mani itu menjadi
segumpal darah (sesuatu yang melekat) lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya.” (QS.
75:37-38)

10. Karakter binatang yang hidup berkelompok.

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al
Kitab, kemudian kepada Tuhan merekalah, mereka dihimpunkan.” (QS. 6:38)

Beberapa hal dalam ayat tersebut harus kita beri komentar. Pertama-tarna: nasib binatang-binatang
sesudah mati perlu disebutkan. Dalam hal ini nampaknya Al Qur’an tidak mengandung sesuatu doktrin.

Kemudian soal taqdir secara umum, yang kelihatan menjadi persoalan disini, dapat difahami sebagai
mutlak atau taqdir relatif, terbatas pada struktur atau organisasi fungsional yang mengkondisikan
tindakan (behaviour). Binatang bereaksi kepada fakta luar yang bermaca-macam sesuai kondisi tertentu.

Menurut Blachere, seorang ahli tafsir kuno seperti Al Razi berpendapat bahwa ayat ini hanya
menunjukkan tindakan-tindakan instinktif yang dilakukan oleh binatang untuk memuji Tuhan. Syekh si
Baubekeur “Hamzah” (Sayid Abubakar Hamzah, seorang ulama Maroko) dalam tafsirnya menulis:
“Naluri yang mendorong makhluk-makhluk untuk berkelompok dan berreproduksi, untuk hidup
bermasyarakat yang menghendaki agar pekerjaan tiap-tiap anggauta dapat berfaedah untuk seluruh
kelompok.”

Cara hidup binatang-binatang itu pada beberapa puluh tahun terakhir telah dipelajari secara teliti dan
kita menjadi yakin akan adanya masyarakat-masyarakat binatang. Sudah jelas bahwa hasil pekerjaan
kolektif telah dapat meyakinkan orang tentang perlunya organisasi kemasyarakatan.

Tetapi penemuan tentang mekanisme organisasi beberapa macam binatang baru terjadi dalam
waktu yang akhir-akhir ini. Kasus yang paling banyak diselidiki dan diketahui adalah kasus lebah.
Nama Von Frisch dikaitkan orang dengan penyelidikan tersebut. Pada tahun 1973 Von Frisch,
Lorenz dan Tinbergen mendapat hadiah Nobel karena penyelidikan mereka.

11. Peredaran benda-benda angkasa dalam garis edarnya.

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al-Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing
bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan”

C. PERKEMBANGAN EMBRIO DI DALAM PERANAKAN

Hal-hal yang disebutkan oleh Al-Qur’an sesuai dengan apa yang diketahui manusia tentang tahap -
tahap perkembangan embrio dan tidak mengandung hal-hal yang dapat dikritik oleh Sains modern.

Setelah “sesuatu yang melekat,” yaitu kata-kata yang telah kita lihat kebenarannya, Al Qur’an
mengatakan bahwa embrio melalui tahap: daging (seperti daging yang dikunyah), kemudian nampaklah
tulang yang diselubungi dengan daging (diterangkan dengan kata lain yang berarti daging segar).

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sesuatu yang
melekat dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.” (QS. 23:14)

Daging (seperti yang dikunyah) adalah terjemahan kata bahasa Arab mudlghah, daging (seperti daging
segar) adalah terjemahan lahm. Perbedaan perlu digaris bawahi, embrio pada permulaannya
merupakan benda yang nampak kepada mata biasa (tanpa alat), dalam tahap tertentu daripada
perkembangannya, sebagai daging dikunyah. Sistem tulang, berkembang pada benda tersebut dalam
yang dinamakan “mesenhyme”.

Tulang yang sudah terbentuk dibungkus dengan otot-otot, inilah yang dimaksudkan dengan “lahm“.

Dalam perkembangan embrio, ada beberapa bagian yang muncul, yang tidak seimbang proporsinya
dengan yang akan menjadi manusia nanti, sedang bagian-bagian lain tetap seimbang. Bukankah arti kata
bahasa Arab ”mukhallaq” yang berarti “dibentuk dengan proporsi seimbang” dan dipakai dalam ayat 5
surat 22, disebutkan untuk menunjukkan fenomena ini?

Al Qur’an juga menyebutkan munculnya pancaindera dan hati (perasaan, af-idah).


“Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh (ciptaan)-Nya, dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.” (QS. 32:9)

Al Qur’an juga menyebutkan terbentuknya seks:

“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dan air mani
apabila dipancarkan.” (QS. 53:45-46)

Terbentuknya seks juga disebutkan dalam surat 35 ayat 11 dan surat 75 ayat 39.

Semua pernyataan-pernyataan Al Qur’an harus dibandingkan dengan hasil-hasil Sains modern;


persesuaian di antara kedua hal tersebut sangat jelas. Tetapi juga sangat perlu untuk
membandingkannya dengan kepercayaan-kepercayaan umum yang tersiar pada waktu Al Qur’an, agar
kita mengetahui bahwa manusia pada waktu itu tidak mempunyai konsepsi seperti yang diuraikan oleh
Al Qur’an mengenai problema-problema tertentu. Mereka itu tidak dapat menafsirkan Al Qur’an seperti
yang kita lakukan sekarang setelah hasil Sains modern membantu kita. Sesungguhnya hanya baru pada
abad XIX, manusia mempunyai pandangan yang jelas tentang hal-hal tersebut.

Selama abad pertengahan mitos dan spekulasi tanpa dasar merupakan sumber daripada doktrin yang
bermacam-macam, yang tetap dianut orang setelah abad pertengahan selesai. Banyak orang tidak tahu
bahwa tahap fundamental dalam sejarah embriologi adalah pernyataan Harvey pada tahun 1651 bahwa
“Semua yang hidup itu berasal dari telur”. Juga banyak orang tidak tahu bahwa embrio itu terbentuk
sedikit demi sedikit, sebagian demi sebagian. Tetapi pada waktu ilmu pengetahuan baru telah mendapat
bantuan dari penemuan baru yaitu mikroskop untuk menyelidiki soal-soal kita ini, masih terdapat
banyak orang yang membicarakan peran telur spermatozoide. Seorang naturalis, yaitu Buffon termasuk
golongan ovist (yaitu golongan yang menganut teori pengkotakan). Bonnet salah seorang penganut
teori tersebut mengatakan bahwa telor Hawa, ibu dari jenis manusia, mengandung segala bibit jenis
manusia, yang disimpan dalam pengkotakan, yang satu didalam yang lainnya. Hipotesa semacam ini
masih diterima orang pada abad XVIII. Lebih seribu tahun sebelum zaman tersebut, di mana doktrin-
doktrin khayalan masih mendapat pengikut, manusia sudah diberi Al Qur’an oleh Tuhan. Pernyataan-
pernyataan Al Qur’an mengenai reproduksi manusia menjelaskan hal-hal yang pokok dengan istilah-
istilah sederhana yang manusia memerlukan berabad-abad untuk menemukannya.
KESIMPULAN

Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu bagian dari isi kandungan Al-Qur’an yang
tidak kurang pentingnya bagi kehidupan umat manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
teknologi diartikan sebagai kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan
berdasarkan proses teknis. Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan
alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.

Isyarat ilmiah dalam Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip/kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan di


setiap jaman dan kebudayaan. Hal ini membawa maksud bahwa :

c. Ayat yang memberikan isyarat tidak harus terperinci, sehingga para ilmuwan bisa mengkajinya
atau memperinci dengan melakukan penelitian.

d. Mukjizat ilmiah Al-Qur’an tidak hanya untuk waktu tertentu saja yaitu ketika terjadi penentangan,
namun berlaku juga ke masa yang akan datang.

Berbagai contoh di bawah ini, menunjukkan bukti-bukti kebenaran wahyu Al-Qur’an yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tanpa bisa dibantah.

a. Kemenangan Bizantium.

b. Kebohongan Alkitab secara umum.

c. Kemenangan di Khaibar dan Mekah.

d. Ditemukannya jasad Fir’aun.


e. Madu adalah Obat.

f. Air susu binatang, minuman yang lezat.

g. Segala yang hidup di muka bumi diciptakan dari air.

h. Fenomena berpasang-pasangan atas segala sesuatu.

i. Kejadian manusia di dalam rahim.

j. Karakter binatang yang hidup berkelompok.

k. Peredaran benda-benda angkasa dalam garis edarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, j. 1. Beirut-Lubnan. ‘Isa al-Babi al-Halabi

http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz - Nothingness: The Science of Empty Space, s.


205

Syadali M.A, Drs.H. Ahmad, Rof’I, Drs. H. Ahmad. 2000. UMMUL QUR’AN I. Bandung: CV Pustaka Setia

Tb. Bakhtiar Rivai. Islam dan Imu Pengetahuan dan Teknologi : Tantangan Pengembangannya di Bumi
Pancasila, dalam “Seminar Islam Menghadapi Tantangan Zaman Kini dan Mendatang”. Jakarta. IAIN
Syarif Hidayatullah. Lembaga Penelitian., 1982

Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-
299

[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rof’I, Ummul Qur’an I, 2000, Bandung, halaman 125

[2] Tb. Bakhtiar Rivai. Islam dan Imu Pengetahuan dan Teknologi : Tantangan Pengembangannya di Bumi
Pancasila, dalam “Seminar Islam Menghadapi Tantangan Zaman Kini dan Mendatang”. Jakarta. IAIN
Syarif Hidayatullah. Lembaga Penelitian., 1982. Halaman 49

[3] Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, j. 1. Beirut-Lubnan. ‘Isa al-Babi al-Halabi, halaman 24

[4] Ahmad Syadali dan Ahmad Rof’I, Ummul Qur’an I, 2000, Bandung, halaman 126-127

[5] Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s.
287-299

[6] http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz - Nothingness: The Science of Empty Space,


s. 205
Diposkan oleh ikka wulandari di 16.42 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Total Tayangan Laman

Sparkline 44,410

Arsip Blog

▼ 2014 (8)

▼ Maret (8)

Makalah Pengantar Perbankan "Sumber-sumber dana ba...

Makalah Ummul Qur'an "AL-QUR’AN DALAM ILMU QIRA’AT...

Makalah "ULUMUL HADITS PENGERTIAN SEJARAH PERKEMB...

Makalah Ilmu Akhlak "SIFAT DUSTA"

Makalah Ilmu Alam Dasar "AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER ...

Makalah Dirosah Islamiyah "Kitab-kitab samawi"

Kerangka Karangan Bahasa Indonesia

Makalah Bahasa Indonesia

► 2013 (17)

► 2012 (13)

Anda mungkin juga menyukai