Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERKEMBANGAN I’JAZ AL-QUR’AN

Dosen Pengampu : Dr. H. Ahmad Atabik, Lc., M.Si.

Disusun oleh :

Muhamad Ulil Albab (2230110020)


Syahrul Dzulkhijamal (2230110001)
Mohammad Rizki Setyawan (2230110035)
Muhammad Nur Ibrahiem (2230110033)

Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

Institut Agama Islam Negeri Kudus

Tahun 2023
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 2
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 3
BAB II .................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 4
A. Pengertian I’jaz al-Qur’an ....................................................................................................... 4
B. Aspek Yang Meliputi I’jaz Al-Qur’an .................................................................................... 4
C. Sejarah Perkembangan I’jaz al-Qur’an Dari Sudut Pandang Issa J. Boullata ................ 11
BAB III................................................................................................................................................. 14
PENUTUP ............................................................................................................................................ 14
Kesimpulan ...................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 15
1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya ilmu bagaikan bahtera luas yang tidak dapat dijangkau sampai
di mana batasnya. Ibarat gunung yang menjulang tinggi, ia tidak dapat ditempuh
sampai puncaknya. Maka barangsiapa ingin mencapai sampai dasar atau puncaknya
maka dia tidak akan dapat mencapainya dan barangsiapa ingin menghitungnya
maka dia tidak akan dapat menghitungnya. Allah berfirman tentang manusia:

ً ْ َ َّ ْ ْ َ ُ
ْ ُْ ْ ََ
.)85 :17/‫ ( الاسراۤء‬٨٥ ‫ومآ او ِتيتم ِمن ال ِعل ِم ِالا ق ِليلا‬

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang memuat segala aspek, dari aspek
ilmu pengetahuan, sastra bahasa, munasabah, berita gaib, informasi sejarah, hukum,
dan sebagainya. Al-Qur’an memuat sumber segala ilmu dan orbit matahari semua
ilmu serta tempat terbitnya. Allah SWT telah memuat di dalamnya ilmu
(pengetahuan) tentang segala sesuatu dan telah menjelaskan di dalamnya segala
yang benar dan sesat. Anda dapat melihat setiap ulama mengambil dari padanya
dan menjadikannya sebagai pegangan, sebagaimana seorang ahli fikih meng-
istinbath hukum-hukum darinya dan mengeluarkan hukum halal dan haram.
Seorang ahli ilmu nahwu telah menjadikannya sebagai sandaran dalam kaidah-
kaidah i’rabnya dan menjadikannya sebagai rujukan dalam mengetahui salah dan
benarnya suatu perkataan. Seorang ulama ahli balaghah (bayan) menjadikan Al-
Qur’an sebagai standar untuk mengetahui susunan kata yang baik dan teratur dan
menjadikan berbagai keindahan bahasanya sebagai standar untuk membuat
ungkapan kata. Kisah-kisah dan berita-berita yang ada di dalamnya dapat menjadi
peringatan bagi orang-orang yang berakal, nasihat-nasihat dan ilustrasi-ilustrasinya
dapat menjadi pengingat bagi orang-orang yang berpikir dan mau mengambil
pelajaran dan lain sebagainya dari berbagai keilmuan yang tidak dapat mengukur
seberapa besar kedudukannya kecuali orang yang mengerti hitungan dan
jumlahnya. Belum lagi kefasihan kata-kata dan keindahan uslubnya yang dapat
mencengangkan akal dan dapat menarik hati serta kehebatan susunan katanya yang

2
tidak ada yang mampu untuk menyusunnya, kecuali Allah SWT Yang Mengetahui
segala yang gaib.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan I’jaz al-Qur’an?

2. Apa saja aspek yang meliputi I’jaz al-Qur’an?

3. Bagaimana sejarah perkembangan I’jaz al-Qur’an?

C. Tujuan
2. Untuk memahami pengertian dan maksud dari pembahasan I’jaz al-Qur’an
3. Untuk mengenali pembahasan yang terkandung dalam I’jaz al-Qu’ran
4. Sebagai upaya pengenalan lebih dalam berkaitan dengan sejarah
perkembangan I’jaz al-Qur’an.

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian I’jaz al-Qur’an

I'jaz secara bahasa berasal dari kata ‫ أعجز يعجز إعجازا‬yang berarti melemahkan.
Menurut Manna’ Khalil al Qathan, I’jaz adalah menetapkan kelemahan. Kelemahan
menurut pengertian umum adalah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan
dari qudroh.1

Secara istilah, I'jaz al-Qur'an adalah sebuah penelitian tentang mukjizat-


mukjizat yang ada pada al-Qur'an, dan terutama i'jaz al-Qur'an pada ayat-ayat
ilmiah menjelaskan tentang kekuasaan Allah swt. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan umat manusia saat ini telah ditemukan beberapa
fakta ilmiah yang belum ditemukan oleh ilmuan terdahulu, dan pada kenyataan nya
bahwa semua penemuan-penemuan itu sudah tercantum dalam al-Qur'an jauh
sebelum para ilmuan menemukan nya. Dan hal ini tentu saja menjadi bukti kuat
bahwa al-Qur'an ini adalah firman dari Allah Swt.2

B. Aspek Yang Meliputi I’jaz Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai tempat terbit dari munculnya segala macam ilmu


pengetahuan yang mengandung beberapa pembahasan pokok yang kemudian
menelurkan cabang-cabang pembahasan yang lebih kompleks. Menurut Quraish
Shihab Al-Qur’an secara garis besar mengandung tiga pokok pembahasan, yaitu
akidah, syariah, dan akhlak. Ilmu yang mewadahi segala yang berkaitan tentang Al-
Qur’an lazim disebut sebagai Ulumul Qur’an, yang diantaranya memuat tentang
pembahasan I’jaz al-Qur’an.3 Para ahli menyebutkan beberapa aspek yang meliputi
pembahasan I’jaz Al-Qur’an, antara lain:

1
Al-Qatthan, S. M. (2020). PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR'AN. Jakarta Timur: PUSTAKA
AL-KAUTSAR.
2
Hefyansyah, A. (2020). Makna I'jaz Ilmi Al-Qur''an: Kajian Pendekatan Analisis Teks. Jurnal
Dakwah dan Kemasyarakatan, 3.

3
Shihab, M. Q. (1992). Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan.

4
a. Ilmu Pengetahuan

َ ْ َ َُّ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ٰ ْ َ َ َ ً ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ٰ ٰ َّ ََّ ْ ُ َ َ َ ْ َّ َ َ ْ َ َ َ
ۗ‫اولم ير ال ِذين كفر ٓوا ان السمو ِت والارض كانتا رتقا ففتقنهماۗ وجعلنا ِمن الما ِۤء كل شي ٍء حي‬
ٍ

َ ُ ْ َ ََ
)30 :21/‫ ( الانبياۤء‬٣٠ ‫افلا ُيؤ ِمن ْون‬

30. Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi,
keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami
menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air? Maka, tidakkah mereka
beriman? (Al-Anbiya'/21:30)

Dalam ayat ini, terdapat dua tema global yang sangat erat kaitannya dengan
asal usul kehidupan, yaitu langit, bumi dan air. Allah menjelaskan dalam ayat
tersebut bahwa pada awalnya keadaan langit dan bumi adalah menjadi satu
kesatuan, kemudian Allah memisahkannya. Al-Qur’an lebih dulu mengabarkan
sebelum ilmuwan mencetuskan teori-teori mengenai asal usul kehidupan seperti
teori evolusi, teori Big Bang, teori generasi spontan dan sebagainya. Lalu Allah
juga menyebutkan peran air sebagai asal dari segala sesuatu yang hidup. Bahwa
semua makhluk hidup diciptakan berasal dari air. Tanaman dapat tumbuh dan
berkembang disebabkan oleh system pengairan yang baik, hewan lahir dari proses
perkawinan yang dibuahi melalui cairan, manusia pun lahir berasal dari interaksi
kasih sayang pasangan yang oleh ayat lain disebut tercipta dari nuthfah (cairan
sperma). Kata air dalam konteks ayat ini juga diekspresikan oleh para ilmuwan
sebagai peran vitalnya pada kelangsungan hidup manusia. Diketahui bahwa 70%
bagian berat tubuh manusia terdiri dari air, bahan pokok darah yang berfungsi untuk
mengalirkan oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian tubuh adalah air, keperluan
peternakan dan pertanian tidak akan terpenuhi tanpa air. Kebutuhan manusia
terhadap air yang tidak mungkin dipungkiri seharusnya menambah keimanan
melalui keterangan ayat di atas.

b. Sastra Bahasa

5
َْ ٰ
ْ َ ْ ْ ُّ َ ُ
ٰ ُّ َ
َ ْ َ
َ َّ َ ْ ُ َ ْ ُ ٰ َ ْ ٌ ٰ
‫اط الع ِ ْي‬
‫ز ِز‬ ِ ‫الۤ ٰرۗ ِكتب انزلنه ِاليك ِلتخ ِرج الناس ِمن الظلم ِت ِالى النو ِر ە ِب ِاذ ِن ر ِب ِهم ِالى ِص َر‬

ْ
ٰ ( ١ ‫ال َحم ْي ِد‬
)1 :14/‫ابرهيم‬ ِ

1. Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu
(Nabi Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan
pada cahaya (terang-benderang) dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan
Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Ibrahim/14:1)

Kata ‫ الظلمات‬dan ‫ النور‬pada ayat tersebut adalah ungkapan majâz, karena yang
dikehendaki bukanlah makna sebenarnya. Kata ‫ الظلمات‬yang bermakna kegelapan
digunakan sebagai makna kesesatan dan kata ‫ النور‬yang bermakna cahaya digunakan
sebagai makna hidayah (petunjuk). Alâqah (hubungan) antar keduanya adalah
karena adanya keserupaan, yaitu antara makna kesesatan dengan kegelapan dan
makna petunjuk dengan cahaya. Pada ayat tersebut disembunyikan musyabbahnya
(kesesatan/hidayah) dan ditampakkan musyabbah bihnya (kegelapan/cahaya)
dengan jelas.4

c. Munasabah

Munasabah adalah menjelasakan korelasi makna antara ayat dengan ayat atau
surat dengan surat, baik korelasi itu bersifat secara umum atau khusus, rasional,
persepsi, imajinatif, atau korelasi sebab akibat, perbandingan dan perlawanan.
Contoh munasabah yang ada di dalam Al-Qur’an salah satunya adalah surat al-
maa’un dengan surat al-kautsar. Dalam surat Al-Ma’un, Allah mensifati orang
munafiq dengan 4 sifat, yakni kikir, lalai dalam salat, riya’, tidak membayar zakat.5

Lalu Allah berfirman seraya membandingi sifat kikir orang munafiq dengan
َ َ ْ َ ٰ ْ َ ْ َ َّ
ayat: )1 :108/‫ ( الكوثر‬١ ۗ‫ِانآ اعطينك الك ْوث َر‬

4
ARIP, A. R. (2019). ISTI’ÂRAH DALAM AL-QUR’AN. JAKARTA: INSTITUT PTIQ.

5
Sholih, F. (2016). ‫الناسب بين السور في المفتتح والخواتيم‬. Beirut, Lebanon: Dar ibn Katsir.

6
Ayat yang membandingi sifat lalai mereka dalam salat:
َ َ
)2 :108/‫الآية ( الكوثر‬... ‫فص ِل‬

Ayat yang membandingi sifat riya’ mereka:


َ
)2 :108/‫الآية ( الكوثر‬... ‫… ِل َر ِبك‬

Ayat yang membandingi sifat mereka yang tidak mau membayar zakat:
َ ْ
)2 :108/‫ ( الكوثر‬٢ ۗ‫ َوانح ْر‬...

d. Informasi Sejarah

ْٰ ُ َ َّ ٌ َّ َ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ ٌ ْ ُ َ َّ ٌ َ َ َ َّ ُ ْ ُ َ ٗ َّ َ َ
َ
‫اش َية ِف ْي َهاۗ قالوا الـ َن‬ ‫ل‬ ‫ة‬ ‫م‬َ ‫ض َولا تَ ْسقى الح ْرث مسل‬ ‫قال ِانه يقول ِانها بق َرة لا ذلول ت ِثير الار‬
ِ َۚ ِ

َ ُ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ َْ َ ْ
)71 :2/‫ ( البقرة‬٧١ ࣖ ‫ِجئت ِبالح ِق فذبح ْوها َو َما كاد ْوا َيفعل ْون‬

71. Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu adalah
sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk
mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah
engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu, mereka menyembelihnya, dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan (perintah) itu. (Al-Baqarah/2:71)

e. Hukum

ْ ُْ ُ ٰ َْ ُ ٰ ُ ُٰ ٰ ُ ُ َ ُ ُ َ َ ُ ُٰ ُ ُ ُ ُ ََ ْ ُ
‫ح ِر َمت عل ْيك ْم اَّم ٰهتك ْم َو َبنتك ْم َواخ ٰوتك ْم َوع ّٰمتك ْم َوخلتك ْم َو َبنت الا ِخ َو َبنت الاخ ِت‬

ُ ُ ُ ّٰ ُ ُ ُ ُ َ َ َّ َ ْ ُ ُ ٰ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ّٰ ُ ُ ُ ٰ َُّ َ
‫الرضاع ِة َواَّم ٰهت ِن َساۤىِٕك ْم َو َر َباۤى ُِٕبك ُم ال ِت ْي ِف ْي حج ْو ِرك ْم ِم ْن‬ ‫وامهتكم ال ِت ٓي ارضعنكم واخوتكم ِمن‬

َ ْ َّ ُ َ ْ َ ُ َ َ ُ ََ َ َ ُ َ َ ُ ْ َ َ ُ ُ َ َّ ْ َ ُ ْ َ َ ّٰ ُ
‫ِن َساۤىِٕك ُم ال ِت ْي دخلت ْم ِب ِهَّنَّۖ ف ِان ل ْم تك ْون ْوا دخلت ْم ِب ِهَّن فلا جناح عل ْيك ْمَّۖ َوحلاۤىِٕل ابناۤىِٕك ُم ال ِذين ِم ْن‬

7
ً ُ َ َ َ َ ّٰ َّ َ َ َ ْ َ َ َّ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ َ ْ َ
:4/‫ ( النساۤء‬٢٣ ‫اّٰلل كان غف ْو ًرا َّر ِح ْيما۔‬ ‫اصل ِابكم وان تجمعوا بين الاختي ِن ِالا ما قد سلفۗ ِان‬

)23

23. Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu,


saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-
saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-
anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-
saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan
dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu151) dari istri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-
istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam
pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang
telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

151) Yang dimaksud dengan ibu pada awal ayat ini adalah ibu, nenek, dan
seterusnya ke atas, sedangkan anak perempuan adalah anak perempuan, cucu
perempuan, dan seterusnya ke bawah. Yang dimaksud dengan anak-anak istrimu
yang dalam pemeliharaanmu, menurut sebagian besar ulama, mencakup anak tiri
yang tidak dalam pemeliharaannya. (An-Nisa'/4:23)

Hukum tentang pernikahan adalah salah satu cabang dari pokok kandungan Al-
Qur’an, yang didalamnya membahas juga tentang halal dan haram. Ayat tersebut
menyebutkan tentang perempuan yang haram dinikahi karena faktor pertalian darah
atau lazim disebut senasab. Keharaman ini bersifat permanen yang berarti
selamanya laki-laki tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan yang memiliki
hubungan darah (mahram).6 Beberapa penjabaran lebih rinci tentang topik tersebut
dipisahkan menjadi bagian tersendiri dalam kajian fiqh pernikahan.

6
Khafizoh, A. (2017). Perkawinan Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam dan Genetika. Syariati
Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum, 3, 1.

8
Allah mengharamkan sesuatu pasti ada hikmah besar yang ingin disampaikan.
Diungkapkan oleh para peneliti dan ilmuwan modern, bahwa perkawinan senasab
(incest) memiliki dampak buruk yang sangat besar baik dari sisi medis atau
psikologis. Genetika sebagai salah satu cabang sains (ilmu pengetahuan) modern
menyatakan bahwa perkawinan antar-kerabat akan menghasilkan keturunan yang
cacat dan rentan terhadap penyakit, menurunnya tingkatan reproduksi seksual,
sampai kepada kemandulan. Potensi besar munculnya penyakit akan bertambah
dengan adanya perkawinan antarkerabat, seperti thalassemia, penyakit metabolisme
turunan (inbornerror of metabolism), penyakit menular Wilsons (Wilsons disease),
albinisme, kusta keturunan (leprae), kencing hitam (alkaptunoria).7 Para peneliti
membeberkan beberapa bukti dampak buruk yang terjadi sebab perkawinan sedarah
seperti kejadian Whitaker Family di Amerika Serikat, Colt Clan di Australia, dan
beberapa kasus di Indonesia yang menghasilkan keturunan abnormal.

َ ْ ّٰ َ ُ َْ َ ْ ُ َ ْ َ ًَ َ ُ ْ ُ ْ َ َ ُْ َْ َ
َۚ‫الن َسا َۤء ِفى ال َم ِح ْي ِض َولا تق َر ُب ْوهَّن حتى َيط ُه ْرن‬ ‫وا‬‫ل‬ ‫ز‬ ‫ت‬ ‫اع‬ ‫ف‬ ‫ى‬ ‫ذ‬ ‫ا‬ ‫و‬‫ه‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ۗ‫ض‬ ْ ‫ك َعن ال َمح‬
‫ي‬ ‫ويس َٔـلون‬
ِ ِ ِ ِ ِ

ََ ْ ُ َ ْ ََّّ ُ َ ّٰ َّ ُ ّٰ ُ ُ َ َ َ ُ ْ َ ْ َّ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ َّ َ َ َ َ
( ٢٢٢ ‫ي ُّب ال ُمتط ِه ِر ْي َن‬ ِ‫ي ُّب التوا ِبين َو ح‬ ِ‫اّٰلل ح‬ ‫ف ِاذا تطهرن فأتوهن ِمن حيث امركم اّٰللۗ ِان‬

)222 :2/‫البقرة‬

222. Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah,


“Itu adalah suatu kotoran.”65) Maka, jauhilah para istri (dari melakukan
hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk
melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka
benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (Al-
Baqarah/2:222)

7
Dwi, R. (2020). Pernikahan Sedarah Dalam Perspektif Islam dan Genetika. An-Nahdloh Jurnal
Keaswajaan.

9
Haid adalah darah yang keluar bersama jaringan yang dipersiapkan untuk
pembuahan di rahim perempuan. Keluarnya secara periodik, sesuai dengan periode
pelepasan sel telur ke rahim. Kondisi seperti itu yang dianggap kotor dan
menjadikan perempuan tidak suci secara syar‘i, termasuk tidak suci untuk digauli
suaminya.

f. Berita Gaib

ُْ ْ َ ْ َ ُ َّ ُ ْ ُ َ َ ْ َ ُ َ َْ َ َْ ُ َ َْ ُ َ ََْ
‫اس كالف َر ِاش ال َمبث ْو ِث‬ ‫ يوم يكون الن‬٣ ۗ‫ َو َمآ اد ٰرىك َما الق ِارعة‬٢ َۚ‫ َما الق ِارعة‬١ ‫االق ِارعة‬

َ ْ ْ ْ ُ
‫ َواَّما‬٧ۗ‫اض َي ٍة‬ ‫ر‬َّ ‫ َف ُه َو ف ْي ع ْي َشة‬٦ ‫ َف َاَّما َم ْن َث ُق َل ْت َم َواز ْي ُن ٗه‬٥ ‫ َو َتك ْو ُن الج َب ُال َكالع ْهن ال َم ْن ُف ْوش‬٤
ِ ٍ ِ ِ ِ ۗ ِ ِ ِ ِ

ٌ َ َ ْ َ َْ ٌ َ ٗ ُّ ُ َ ٗ ُ ْ َ َ ْ َّ َ ْ َ
)11-1 :101/‫ ( القارعة‬١١ ࣖ ‫ ن ٌار ح ِام َية‬١٠ ۗ‫ َو َمآ اد ٰرىك َما ِه َيه‬٩ ۗ‫او َية‬
ِ ‫ فامه ه‬٨ ‫ازينه‬ِ ‫من خفت مو‬

1. Al-Qāri‘ah (hari Kiamat yang menggetarkan). 2. Apakah al-Qāri‘ah itu? 3.


Tahukah kamu apakah al-Qāri‘ah itu? 4. Pada hari itu manusia seperti laron yang
beterbangan 5. dan gunung-gunung seperti bulu yang berhamburan. 6. Siapa yang
berat timbangan (kebaikan)-nya, 7. dia berada dalam kehidupan yang
menyenangkan. 8. Adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, 9.
tempat kembalinya adalah (neraka) Hawiyah. 10. Tahukah kamu apakah (neraka
Hawiyah) itu? 11. (Ia adalah) api yang sangat panas. (Al-Qari'ah/101:1-11)

ُ ْ َّ ْ ُ ْ َّ ْ َ ْ ُ ْ َّ ْ ْ ْ ٰ ْ َ َ ْ ْ ٰ ْ َ
ٍ‫ َّو ِظ ٍل َّمد ْود‬٢٩ ٍ‫ َّوطل ٍح منضود‬٢٨ ٍ‫ ِف ْي ِسد ٍر مخضود‬٢٧ ۗ‫َواصح ُب ال َي ِمي ِن ە مآ اصح ُب ال َي ِمي ِن‬

َ
َّ َ ُ ُ َ ُ ْ َ َ َ ُ ْ َّ
ٓ‫ ِانا‬٣٤ۗ‫ َّوف ُر ٍش َّم ْرف ْوع ٍة‬٣٣ ‫ لا َمقط ْوع ٍة َّولا َّمن ْوع ٍة‬٣٢ ٍ‫اك َه ٍة ك ِث ْي َرة‬
َ َّ ْ ُ ْ َّ َ َّ
ِ ‫ وف‬٣١ ‫ وما ٍۤء مسكو ٍب‬٣٠

َْ ُ َ َ ْٰ َ َ َ َْ ْٰ ََْ
)37-27 :56/‫ ( الواقعة‬٣٧ ‫ ع ُر ًبا ات َر ًابا‬٣٦ ‫ فجعلن ُهَّن ا ْبك ًارا‬٣٥ ‫انشأن ُهَّن ِانشا ًۤء‬

27. Golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. 28. (Mereka)
berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, 29. pohon pisang yang
(buahnya) bersusun-susun, 30. naungan yang terbentang luas, 31. air yang

10
tercurah, 32. buah-buahan yang banyak 33. yang tidak berhenti berbuah dan tidak
terlarang memetiknya, 34. dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. 35.
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari itu) secara langsung, 36. lalu
Kami jadikan mereka perawan-perawan, 37. yang penuh cinta (lagi) sebaya
umurnya, (Al-Waqi'ah/56:27-37)

ٌ َ ٌ َ ٰۤ ََ ُ َ ْ َ َّ َ ُ ْ ُ َّ ً َ ْ ُ ْ ْ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ ٰ َ ْ َّ َ ُّ َ ٰٓ
‫ال ج َارة عل ْي َها َملىِٕكة ِغلاظ‬ ُ ‫الن‬
ِ‫اس و ح‬ ‫يايها ال ِذين امنوا قوٓا انفسكم واه ِليكم نارا وقودها‬

َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ ّٰ ‫ش َد ٌادَّلا َي ْع ُص ْو َن‬
)6 :66/‫ ( التحريم‬٦ ‫اّٰلل َمآ ا َم َره ْم َو َيفعل ْون َما ُيؤ َم ُر ْون‬ ِ

6. Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah
malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (At-Tahrim/66:6)

Para mufassir mendefinisikan berita gaib dalam Al-Qur’an sebagai suatu


kejadian yang belum terjadi bahkan belum digambarkan secara nyata namun Al-
Qur’an telah mengabarkan sebagai suatu yang wajib diimani. Diantaranya
gambaran kejadian hari akhir, surga dan neraka serta malaikat penjaganya.

C. Sejarah Perkembangan I’jaz al-Qur’an Dari Sudut Pandang Issa J.


Boullata
Menurut Boullata, bangsa Arab yang hidup semasa Nabi bukanlah ahli
balaghah (retorika) dan bukan pula kritikus sastra. Namun, mereka memiliki
potensi naluriah untuk memahami apa yang dibacakan kepada mereka dan memiliki
kemampuan alami untuk merasakan kefasihannya. Mereka mengetahui bahwa al-
Qur’an bukan tutur kata biasa, baik dilihat dari segi lafal maupun makna. Ia
mengungguli segala tutur yang sebelumnya pernah mereka dengar dari para
pujangga bahasa. Oleh karena itu, ada yang beriman dan ada yang menolak al-
Qur’an.8

8
Ulumuddin. (2020). PERKEMBANGAN GAGASAN I'JAZ ALQUR'AN MENURUT ISA J.
BOULLATA. Al-Furqan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 55-56.

11
Boullata berpendapat bahwa istilah i’jaz muncul dalam literatur Islam sejak
awal abad III H/IX M dengan tokohnya yang bernama al-Jahizh (w. 255 H). Pada
abad tersebut, i’jaz mempunyai arti mukjizat dari Allah sebagai bukti kenabian
Muhammad. Kemudian, pengertiannya mengerucut kepada susunan balaghi
(retorik) al-Qur’an yang tak tertandingi. Namun, ada juga sebagian tokoh yang
memahami i’jaz tidak sesempit itu. Tokohnya adalah al-Nazham (w.232 H) yang
diikuti oleh Hisyam al-Fuwathi, Abbad bin Sulaiman, dan al-Rummani. Mereka
memahami i’jaz al-Qur’an dibangun atas dasar sharfah yakni Allah memalingkan
bangsa Arab dari tindakan menandingi al-Qur’an dengan cara merenggut ilmu
pengetahuan mereka tentang hal itu.9

Boullata memulainya dengan membahas tokoh Mu’tazilah yakni al-


Rummani. Menurut tokoh ini, i’jaz memiliki tujuh segi yang salah satunya adalah
unsur balaghah dan sharfah. Namun, konsep sharfah ini ditolak oleh ulama Sunni
yang bernama al-Khattabi (w. 388 H). Ia tidak menganggap sharfah sebagai bagian
dari unsur i’jaz al-Qur’an. Sebaliknya, ia menerima balaghah sebagai bagian
darinya. Ia mengatakan bahwa struktur al-Qur’an tidak terungguli oleh struktur apa
pun, baik dari segi keindahan susunan maupun eratnya pertalian. Kemudian, ia
memberikan contoh dari ayat-ayat al-Qur’an untuk membuktikannya.10

Pendapat al-Khattabi didukung oleh al-Baqillani (w. 403 H). Di samping


mengakui balaghah sebagai unsur i’jaz, ia juga memasukkan informasi-informasi
al- Qur’an tentang hal gaib, peristiwa masa depan, dan kisah masa lalu sebagai i’jaz.
Sementara itu, Qadhi Abdul Jabbar (w. 415 H) menambahkan bahwa uslub al-
Qur’an merupakan salah satu segi utama dari i’jaz. Kefasihannya membuat bangsa
Arab tidak mampu menandinginya. Kefasihannya berada pada tingkat yang paling
tinggi.11

9
Boullata, J. I. (n.d.). Al-Qur'an yang Menakjubkan: Bacaan Terpilih dalam Tafsir Klasik hingga
Modern dari Seorang Ilmuwan Katolik. 5-6.

10
Ibid.hlm.9.
11
Ibid.hlm.11.

12
Sementara itu, loncatan besar dalam istilah i’jaz dikemukakan oleh Abdul
Qahir al-Jurjani. Ia berhasil merumuskan teoritis-metodologis struktur al-Qur’an
dalam kitabnya Dalail al-I’jaz. Menurutnya, struktur lah yang menciptakan uslub
yang istimewa dengan cara pemilihan diksi dan menyusunnya menjadi sebuah
kalimat yang padat makna. Oleh karena itu, Al-Jurjani bisa dianggap sebagai tokoh
pertama yang mengkaji struktur al-Qur’an secara mendalam, menganalisis, dan
memaparkan teori makna dalam kajian stilistika Arab.12

Tokoh Islam Klasik terakhir yang berpengaruh terhadap konsep i’jaz al-
Qur’an yang disebut Boullata adalah al-Zamakhsyari (w. 538 H). Ia menuangkan
idenya mengenai aspek balaghy al-Qur’an dalam tafsirnya al-Kasyaf. Al-
Zamakhsyari menafsirkan ayat demi ayat beserta unsur uslubnya yang memberikan
pengaruh keindahan. Dia juga memperlihatkan keutamaan struktur al-Qur’an yang
tak mungkin ditandingi. Setelah al-Zamakhsyari, perkembangan konsep i’jaz
mengalami stagnansi. Tidak ada tokoh selanjutnya yang memberikan sumbangan
yang signifikan terhadap pemahaman i’jaz.13

Selanjutnya, Boullata langsung melompat pada awal abad 20 yang diawali


oleh Muhammad Abduh (w. 1905 M). Menurutnya, Abduh mengembalikan kajian
i’jaz kepada kesederhanaan. Ia menjauhi analisis yang bertele-tele. Setelah Abduh
muncul Shadiq al-Rafi’i, Abdul Muta’al ash-Shai’di, dan Sayyid Quthub. Sayyid
Quthub memberikan perbedaan pada era ini. Dia lebih tertarik pada segi estetika
dan retorika uslub al-Qur’an. unsur itu yang membuat orang Arab awal terpesona
ketika mendengar sedikit surah yang turun awal. Sejak mula, al-Qur’an memiliki
pengaruh kuat terhadap jiwa karena cara pelukisannya yang estetik.14

12
Ibid.hlm.13.
13
Ibid.hlm.15.
14
Ibid.hlm.16-18.

13
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai bekal dan pedoman hidup bagi
manusia. Melalui kuasa-Nya, Allah sendiri yang menjamin akan memelihara
kemurnian Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan berbahasa arab namun tidak hanya
untuk orang Arab. Maka sangat diperlukan penafsiran bagi umat di luar Arab untuk
mengetahui apa yang diamanatkan oleh Allah kepada manusia. Nabi Muhammad
sebagai pembawa risalah berhasil mendidik sahabat sebagai penyelamat eksistensi
Al-Qur’an hingga mampu bertahan sampai saat ini. Penyebaran ilmu yang
berkesinambungan di setiap generasi menghasilkan buah manis dengan munculnya
temuan baru di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Para ulama berlomba
mengungkap rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai bukti mukjizat
yang kemudian sering dikenal dengan I’jaz al-Qur’an. Progresivitas yang signifikan
terjadi di setiap generasi dari masa sahabat, tabi’in, hingga zaman modern sekarang.
Beberapa nama masyhur yang disebut mulai dari Al-Fuwathi, An-Nazhzam, Abu
Utsman al-Jahizh, Abu al-Hassan al-Rummani, Al-Baqillani, Qadhi Abdul Jabbar,
al-Jurjani, Az-Zamakhsyari, Fakhruddin Ar-Razi, Muhammad Abduh, Sayyid
Quthb, Aisyah Abdurrahman bintu Syahthi, dan Quraish Shihab. Kehebatan ilmu
pengetahuan dan teknologi di zaman sekarang dengan berbagai cabangnya tidak
luput dari peran para pendahulu yang menjadi dasar terungkapnya keajaiban Al-
Qur’an. Sekaligus menjadi bukti bahwa Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi
Muhammad yang tak tertandingi oleh siapapun. Setiap huruf dan kata pada ayat al-
Qur’an memiliki tugas tersendiri untuk mengungkap makna dan menciptakan
keanggunan. Kata tersebut tidak dapat digantikan kata lain yang sinonim karena
akan merusak maksud yang diinginkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

12 AF, H. (1995). Anatomi Al-Qur'an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


al-Dzahabi, M. (1976). Tafsir wa al-Mufassirun. Cairo: Dar al-Kutub al-Hadits.
Al-Qatthan, S. M. (2020). PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR'AN. Jakarta
Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR.
al-Thohaan, M. (2011). Musthalaah al-Hadits. Beirut: Dar al-Ma'arif.
Amali, T. A. (2011). Rekonstruksi Sejarah Al-Qur'an. Jakarta: Yayasan Abad
Demokrasi.
Arip, A. R. (2019). ISTI’ÂRAH DALAM AL-QUR’AN. Jakarta: INSTITUT PTIQ.
Ash-Shidieqy, M. H. (1954). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir.
Jakarta: Bulan dan Bintang.
As-Suyuthi, J. (n.d.). al-Itqon fi ulumi Al-Al-Qur’an.
Asy-Syirbashi, A. (1996). Sejarah Tafsir Al-QUr'an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Boullata, J. I. (n.d.). Al-Qur'an yang Menakjubkan: Bacaan Terpilih dalam Tafsir
Klasik hingga Modern dari Seorang Ilmuwan Katolik. 5-6.
Djunaedi, W. (2008). Sejarah Qira'at Al-Qur'an di Nusantara. Jakarta: Pustaka
STAINU.
Dwi, R. (2020). Pernikahan Sedarah Dalam Perspektif Islam dan Genetika. An-
Nahdloh Jurnal Keaswajaan.
Faudah, M. B. (1985). Tafsir-Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Penerbit Pustaka.
Hefyansyah, A. (2020). Makna I'jaz Ilmi Al-Qur''an: Kajian Pendekatan Analisis
Teks. Jurnal Dakwah dan Kemasyarakatan, 3.
Hidayat, H. (2020). Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Al-Munir, 36.
Khafizoh, A. (2017). Perkawinan Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam dan
Genetika. Syariati Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum, 3, 1.
Munawir. (2018). Problematika Seputar Kodifikasi AL-Qur'an. MAGHZA Jurnal
Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 3.
Musyarifah, A. A. (2022). Analisis Nilai-Nilai Karakter yang Terkandung dalam
Proses Kodifikasi Al-Qur'an. INTIQAD Jurnal Agama dan Pendidikan
Islam, 14, 21.
Muzakkir, M. (2020). Analisis Sejarah Jam'ul Qur'an. Jurnal Kajian Al-Qur'an
dan Tafsir, 5.

15
Samsurrohman. (2014). Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah.
Shihab, M. Q. (1992). Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan.
Sholih, F. (2016). ‫الناسب بين السور في المفتتح والخواتيم‬. Beirut, Lebanon: Dar ibn Katsir.
Ulumuddin. (2020). PERKEMBANGAN GAGASAN I'JAZ ALQUR'AN
MENURUT ISA J. BOULLATA. Al-Furqan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan
Tafsir, 55-56.

16

Anda mungkin juga menyukai