Anda di halaman 1dari 16

STUDI KOMPARATIF METODE PENAFSIRAN KLASIK DAN MODERN

TENTANG MAKNA BANAN

Proposal Skripsi

Oleh:

Anita Veronika (180103020034)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN & TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

2022
OUTLINE SEMENTARA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Definisi Operasional
E. Penelitian Terdahulu
F. Kerangka Teori
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penelitian

BAB II TAFSIR ILMI DAN BANAN

A. Tafsir Ilmi
1. Pengertian Tafsir Ilmi
2. Sejarah Tafsir Ilmi
3. Pro dan Kontra Ulama Terhadap Tafsir Ilmi
B. Sekilas Tentang Banan
C. Sidik Jari dan Jari Jemari

BAB III BIOGRAFI MUFASSIR KLASIK DAN MODERN DAN PENDAPAT


MUFASSIR MENGENAI MAKNA BANAN.

A. Biografi Mufassir Klasik


B. Biografi Mufassir Modern.
C. Pendapat Mufassir Tentang Makna Banan.

BAB IV PERBEDAAN PENAFSIRAN MUFASSIR KLASIK DAN MODERN


MENGENAI MAKNA BANAN SERTA IMPLIKASI YANG
DITIMBULKAN.

A. Penafsiran Mufassir Klasik dan Modern Tentang Makna Banan.


B. Latar Belakang Perbedaan Penafsiran Mufassir Klasik dan Modern.
C. Implikasi Perbedaan Penafsiran Mufassir Klasik dan Modern.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
A. Latar Belakang Masalah

Menafsirkan Al-Qur’an adalah amanah dan perbuatan yang berat. Sebab, tidak
semua orang memiliki otoritas untuk mengemban amanah tersebut. Orang-orang yang
ingin menafsirkan Al-Qur’an harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Munculnya
persyaratan ini merupakan hal yang wajar dalam semua bidang ilmu. contohnya
dalam bidang kedokteran, seseorang tidak diperkenankan menangani pasien jika tidak
menguasai ilmu kedokteran dengan baik, bahkan jika ia nekad membuka praktek dan
ternyata pasien malah bertambah sakit, ia akan dituduh melakukan malpraktek
sehingga bisa dituntut ke pengadilan. Demikian juga dengan tafsīr Al-Qur’an, berlaku
syarat-syarat yang mutlak untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahan atau
kerancuan dalam penafsiran. Al-Qur’an sendiri di ibaratkan lautan yang sangat luas
yang tidak pernah habis walaupun di gali berkali-kali dengan cara yang bermacam-
macam, maka dari itu seiring perkembangannya terjadi keanekaragaman tafsīr dan
metodenya.1
Saat Nabi Muhammad SAW. masih hidup para sahabat sering menanyakan
tentang makna ayat yang kurang jelas langsung kepada Nabi Muhammad SAW.
setelah Nabi Muhammad SAW. wafat, mereka memaknai ayat dengan cara ijtihad
karena pada masa ini mereka belum menaruh perhatian dari segi nahwu dan i'rāb.
Mengenai lafadz Al-Qur’an, susunan kalimat, majāz, i'jāz, ithnāb, taqdīm, ta'khīr,
washāl dan qatha', serta nida mereka belum mengkaji secara khusus hal-hal yang
berkaitan dengan ulum Al-Qur’an. Kondisi di atas berubah pada periode selanjutnya
yang disebabkan oleh banyaknya perluasan daerah-daerah kekuasaan Islam. Umat
Islam merasa berkewajiban untuk menjelaskan makna-makna Al-Qur’an dengan
menggunakan cabang-cabang ilmu tafsīr, yaitu nahwu, sharāf, balāghah dan
sebagainya. Hal ini dikarenakan ada interaksi antara orang Arab dan non Arab.2
Ada banyak teori dari para ahli dalam memetakan aliran-aliran tafsīr.
Masing-masing teori tersebut memiliki perspektif yang berbeda dalam hal
kategori dan pemetaan. Misalnya saja dalam pemetaan berdasarkan kurun waktu,
di mana dalam teori ini tafsīr terklasifikasi ke dalam tiga bagian, yakni pertama,

1
M. Ridlwan Nasir, Persfektif Baru Metode Tafsīr Muqorrin dalam memahami al- Qur’ān,
(Surabaya: Imtiyaz, 2011), 2.
2
Said Agil Husin Al Munawar, al-Qur'ān Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat
Pres, 2002), 62-64.
tafsīr periode ayat Ahkam, mencakup tafsīr di zaman Nabi, sahabat dan tabi’īn.
Kedua, tafsīr periode pertengahan, dan Ketiga, tafsīr zaman modern atau
kontemporer.
Pada zaman klasik, para ulama memandang Al-Qur’an hanya sebagai sumber
ilmu yang lahir dari keyakinan menyeluruh kandungan tafsirnya, sedangkan para
ulama kontemporer lebih meyakini hal tersebut serta menekankan
pembuktian akan adanya keajaiban Al-Qur’an dalam bidang keilmuan dan mencoba
mencocokkannya dengan penemuan-penemuan sains kontemporer.3 Karena alasan itu
para mufassir terdorong untuk melakukan penafsiran secara sains yang mana
penafsiran klasik masih kurang mampu memberikan pemahaman yang
memuaskan terhadap pesan-pesan Tuhan yang bersifat sains dan juga belum mampu
mencukupi kebutuhan zaman yang perkembanganya begitu pesat.4

Tafsir era kontemporer bersifat ilmiah dan kritis, di katakan ilmiah karena
produk tafsirnya dapat di uji kebenarannya melalui kesesuaian metodologi yang di
pakai mufassir.5 Pada dasarnya Al-Qur’an merupakan informasi ilmiah yang banyak
memperhatikan gambaran-gambaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang mana
seiring berjalannya waktu terus terungkap rahasia dibalik penelitian-penelitian yang
dilakukan di laboratorium, lautan, ataupun luar angkasa.6

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT. telah menyebutkan bahwasanya tidak


menciptakan sesuatu kecuali sesuatu tersebut ada manfaatnya. Seperti yang tertera
dalam Q.S Ali Imran: 191,

َ ‫ود ا َو َع لَ ٰى ُج نُ و هِبِ ْم َو َي َت َف َّك ُر‬


‫ون يِف َخ ْل ِق‬ ِ‫ون اللَّ ه ق‬ ِ َّ‫ال‬
ً ُ‫ام ا َو ُق ع‬
ًَ ‫ي‬ َ َ ‫ر‬ ‫ك‬
ُ
ُ َ َ‫ذ‬
ْ ‫ي‬ ‫ين‬ ‫ذ‬
ِ َ‫اط اًل س ب ح ان‬ ِ ‫الس م او‬
ِ ‫اب الن‬
‫َّار‬ َ َ ْ ُ ِ َ‫ت َٰه َذ ا ب‬
َ ‫ك فَ ق نَ ا َع َذ‬ َ ‫ض َر بَّ نَ ا َم ا َخ لَ ْق‬ِ ‫ات َو اَأْل ْر‬ َ َ َّ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

3
Mehdi Golshani, Filsafat Sains Menurut al Quran, terj. Agus Effendi, (Bandung: Mizan Media
Utama, Cet 1, 2003), 57.
4
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmy Memahami al Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern, (Jogja:
Penerbit Menara Kudus, 2004), 127-128.
5
Abdul Mustaqim, Epistemology Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang,
2010), 90.
6
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), 213.
Sekecil apapun sesuatu yang Allah ciptakan pasti memiliki manfaat, sama
halnya dengan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu banān.

Pada akhir abad 20 merupakan usaha awal untuk menafsirkan al-Qurān


berdasarkan penemuan sains modern mendapatkan dukungan tambahan, usaha
mengartikulasikan fondasi teoritis corak baru tafsir yang bertujuan tidak hanya
menyediakan penafsiran sainstifik al-Qurān akan tetapi juga mengilustrasikan
kemu’jizatan sainstifiknya.7 Sebagaimana penafsiran banān dalam surat alQiyāmah:4
yang akan dibahas kemudian.
ۤ
َ ‫بَ ٰلى ٰق ِد ِر ْينَ ع َٰلى اَ ْن نُّ َس ِّو‬
ٗ‫ي بَنَا نَه‬

“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali)


tulang-belulangnya? (bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari-jemarinya
dengan sempurna.”
Dari ayat di atas, ada yang menarik dari kata banān.
Pada masa klasik kata banān hanya dipahami dalam arti jari jemari saja
sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari,
dalam Tafsir ath-Thabari.8 dan Imam Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir al-Kabir aw
Mafatih al-Ghaib serta Al-Farra’ dalam Tafsir Ma’ani Al-Qur’an.
Setelah kemajuan ilmu pengetahuan serta maraknya penelitian khususnya ilmu
kedokteran modern, para mufasir kontemporer lebih cenderung memahaminya dengan
garis-garis lembut yang ada di ujung-ujung jari. Sebagaimana pendapat Quraish
Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, Zaghlul Al-Najjar dalam kitab tafsirnya al-Ayat al-
Kauniyah fi Al-Qur’an al-Karim, Buya Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar, serta
Tantawi Jauhari dalam tafsirnya al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim

Berikut tabel perbedaan pendapat penafsiran klasik dan modern tentang makna
banān.

Perbandingan Makna Banan


Penafsiran Klasik Penafsiran Modern
Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir al-Kabir aw Penafsiran Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-
Mafatih al-Ghayb menjelaskan bahwasanya Misbah menjelaskan bahwa kata banan adalah
Allah SWT sanggup mengumpulkan kembali bentuk jamak dari kata banānah yang berarti
anggota-anggota tubuh dengan sempurna tulang-tulang kecil yang terdapat pada ujung jari-
walaupun tubuhnya telah bercerai berai. jari kaki dan tangan. Mengutip pendapat al Biqa’i,
Selanjutnya ia menjelaskan terkait Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya Tafsir
penyusunan tulang-tulang seperti sedia kala alMisbah menjelaskan kalau ujung-ujung jari telah
7
Dale F. Eickelman, dkk., al-Quran Sains Dan Ilmu Pengetahuan, , (Yogyakarta, Elsaq Press, Cet 1,
2010) , 41.
8
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, Terj Anshari Taslim at.al, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), 788.
akan dimulai dari membangkitkan jari-jari terhimpun, tentu apa yang sebelum ujungnya pun
dan Allah mampu atas segala hal, baik dari telah terhimpun karena tidak mungkin sampai ke
hal permulaannya maupun dalam hal ujung kalau tidak melalui permulaan.
memulihkannya kembali.
Tafsir at-Thabari yang ditulis oleh Abu Ja’far Penafsiran Hamka dalam tafsirnya al-Azhar yang
Muhammad bin Jarir ath-Thabari juga menjelaskan surat al-Qiyāmah ayat 4 (empat)
berpendapat demikian, bahwa kelak di hari “bahkan kami maha kuasa atas menyusun
kiamat Allah mampu mengembalikan sempurna ujung-ujung jarinya.”
susunan jari-jemari itu dengan sempurna. Secara jelas beliau mengatakan bahwa diujung
masing-masing jari dan ditelapak tangan manusia
terdapat tanda masing-masing jari dan di telapak
tangan manusia terdapat tanda
masing-masing pribadi.
Al-Farra’ juga mengatakan bahwa Allah Tanthāwi Jauharī juga berpendapat hampir
mampu mengumpulkan kembali jari-jemari sama dengan pendapat-pendapat yang
dengan rapi dan lengkap seperti sepatu unta sebelumnya bahwa maksudnya adalah
yang dipakaikan. Beliau juga menjelaskan menyusun tulang-tulang jari yang kecil dan
bahwa Allah bahkan mampu menyusun halus hingga jari-jari itu tersusun dengan
kembali tulang-tulang yang lebih kecil sempurna, siapa yang kuasa mengumpulkan
dengan sempurna seperti sediakala. tulang-tulang yang kecil itu maka
mengumpulkan tulang belulang yang besar dan
menyusunnya hingga sempurna lebih kuasa.

Dalam kitab tafsirnya al-Ayat al-Kauniyah fi al-


Qur‟an al-Karim, Zaghlul memaknai lafaz
Banān sebagai jari atau ujung jari, dengan
berasal dari lafaz jamaknya Banānah yakni jari-
jemari.

Perbedaan pendapat diantara ulama tafsir yang mengartikan lafaz banān


dengan merujuk kepada sidik jari dengan mufassir yang memberi pengertian dengan
makna jari-jemari adalah penafsiran yang dilakukan sebelum ditemukannya ilmu
mengenai sidik jari hanya dianggap sebagai sesuatu yang biasa
memberikan penjelaskan dengan merujuk pada jari-jari, dikarenakan para
mufassir belum menjelaskan terkait keunikan sidik jari. Namun setelah abad 20,
ilmu terkait sidik jari tersebut telah ditemukan oleh para mufassir kontemporer
dan mereka mulai memberikan penafsiran terhadap makan dari lafaz banān
dengan pengertian yang merujuk kepada sidik jari.9

9
Anik Oktaviyah, “Penafsiran Term Banan dalam Al-Qur‟an (Studi Analisis Tafsir „Ilmi)”
(Skripsi, Fakultas Ushuludiin dan HUmaniora UIN Walisongo Semarang, 2018), 73-74
Dari beberapa penjelasan di atas, diketahui bahwa pemaknaan banān
terdapat perbedaan dari kalangan mufassir klasik dan modern. Maka dari itu, penulis
ingin melakukan penelitian dengan menganalisa perbandingan makna banān
berdasarkan pendekatan tafsir ilmi (sains). Dan penulis terdorong untuk meneliti
dalam bentuk penelitian skripsi dengan judul “STUDI KOMPARATIF METODE
PENAFSIRAN KLASIK DAN MODERN TENTANG MAKNA BANAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, agar lebih fokus dan
pembahasannya tidak melebar, maka di rumuskanlah masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran klasik dan modern tentang makna banān?


2. Apa yang melatarbelakangi perbedaan penafsiran klasik dan modern tentang makna
banān dan implikasi yang ditimbulkan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menemukan perbedaan penafsiran klasik dan modern tentang makna banān.
b. Untuk menemukan apa saja yang melatarbelakangi perbedaan penafsiran klasik dan
modern tentang makna banān dan implikasi yang ditimbulkan dari perbedaan
tersebut.
2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1. Untuk menambah wawasan mengenai banān dalam khazanah tafsir Al-Qur’an.

2. Hasil pembahasan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif kepada
masyarakat khususnya mahasiswa dalam mengetahui perbedaan penafsiran makna
banān oleh ulama klasik dan modern.

b. Manfaat Praktis

Sebagai persyaratan menyelesaikan program Studi Strata Satu (S1) dalam bidang
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin & Humaniora Universitas Islam Negeri
Antasari Banjarmasin.
D. Definisi Operasional

1. Studi
Menurut KBBI, Studi adalah sebuah pembelajaran dan kajian ilmiah.
2. Komparatif
Komparatif dalam KBBI berarti berkenaan atau berdasarkan perbandingan.
Komparatif sendiri merupakan suatu hal yang bersifat dapat diperbandingkan dengan
suatu hal lainnya.
3. Metode
Metode (Method), secara harfiah berarti cara. Jadi, yang dimakasud dengan motode
adalah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Penafsiran
Penafsiran merupakan kata berimbuhan dari kata dasar tafsir. Tafsir sendiri
menurut pendapat Musthafa Muslim, merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk
mengungkapkan mengenai makna ayat suci Al-Qur’an dan menjelaskan tujuan yang
dikehendaki oleh Allah dari lafaz atau ayat tersebut sesuai kesanggupan manusia.
Menurut KBBI, penafsiran adalah proses, cara, perbuatan menafsirkan atau
upaya untuk menjelaskan arti sesuatu yang kurang jelas.
5. Klasik dan Modern
Klasik dapat diartikan sebagai masa lampau atau yang telah lewat, sedangkan
modern merujuk pada sesuatu yang baru atau terkini.
6. Banān

Lafaz Banān dalam Alquran disebut sebanyak 2 kali, yaitu pada:

Pertama, Surah Al-Anfal (8) ayat 12


ٓ
ْ ‫ا‬jjَ‫ب ف‬
‫ ِربُوْ ا‬j ‫ض‬ ِ ْ‫ك ِالَى ْال َم ٰلِئ َك ِة اَنِّ ْي َم َع ُك ْم فَثَبِّتُوا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ۗ  َسا ُ ْلقِ ْي فِ ْي قُلُو‬
َ ‫ب الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوا الرُّ ْع‬ َ ُّ‫اِ ْذ يُوْ ِح ْي َرب‬
‫ق َوا ضْ ِربُوْ ا ِم ْنهُ ْم ُك َّل بَنَا ٍن‬ِ ‫ق ااْل َ ْعنَا‬
َ ْ‫ فَو‬

(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat,


“Sesungguhnya aku bersama kamu, teguhkanlah (pendirian) orangorang yang telah
beriman”. Kelak akan aku berikan rasa ketakutan kedalam hati orang-orang kafir,
maka penggallah diatas leher mereka dan pukullah diatas tiap-tiap ujung jari mereka.10

Dalam ayat ini, lafaz Banān yang berada dalam term banan menurut M.
Quraish Shihab dimaknai sebagaimana aslinya, yaitu ujung jari karena dalam hal ini
10
Q.S Al-Anfal: 12
bercerita mengenai peran serta para malaikat di perang badar dan lafaz yang
mempunyai arti “maka penggallah diatas leher mereka dan pukullah diatas tiap-tiap
ujung jari mereka” merupakan perintah dari Allah untuk malaikat.11

Kedua, Surah Al-Qiyamah (75) ayat 4


ۤ
َ ‫بَ ٰلى ٰق ِد ِر ْينَ ع َٰلى اَ ْن نُّ َس ِّو‬
ٗ‫ي بَنَا نَه‬

Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali)


tulang-belulangnya? (bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari-jemarinya
dengan sempurna.12

Lafaz Banān dalam ayat ini lah yang dimaknai sebagai sidik jari oleh sebagian
mufassir kontemporer.

E. Penelitian Terdahulu

Setelah menelusuri berbagai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini,
ditemukan beberapa karya ilmiah yang membahas tentang banān dalam Al-Qur’an.

Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan tema yang akan dibahas, adalah:

1. Skripsi “Penafsiran Term Banan Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Tafsir ‘Ilmi)” karya
Anik Oktaviyah dari UIN Walisongo Semarang pada tahun 2018. Penelitian tersebut
membahas lafaz banan dalam Al-Qur’an menurut beberapa mufassir menggunakan analisis
sains Al-Qur’an.

2. Skripsi “Sidik Jari Dalam Al-Qur’an Persfektif Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI (Telaah
Tafsir ‘Ilmi Terhadap Lafaz Bananah dalam Surah Al-Qiyamah Ayat 4).” Karya Humayra’
Nafisah Mar’atul Latif dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun
2021. Pada penelitian ini, berfokus pada sidik jari dan penafsiran lafaz banān menurut
persfektif Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI.

3. Skripsi ”Sidik Jari Dalam Al-Qur’an (Studi Makna Banan Dalam Q.S Qiyamah [75]: 4
Persfektif Zaghlul Al-Najjar).” Karya Shofiyatun Niswah dari Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2020. Pada Penelitian ini, berfokus mengkaji penafsiran
terkait tema Banān atau sidik jari dengan memfokuskan kepada satu mufassir yakni

11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol 5 (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 396.
12
Q.S Al-Qiyamah: 4
Zaghlul al-Najjar dan menganalisis korelasi penafsirannya dengan temuan sains
modern mengenai sidik jari.

Perbedaan penelitian ini dari penelitian yang sudah ada sebelumnya adalah penelitian
ini berusaha menemukan perbedaan penafsiran klasik dan modern mengenai makna banān
yang memiliki arti berbeda-beda serta implikasinya dari hasil penafsiran klasik dan modern
tersebut.

F. Kerangka Teori

Terdapat beberapa perdebatan di kalangan mufassir mengeni makna banān, sebagian


ulama tafsir memberikan uraian yang mengarah pada jari-jemari namun adapula
yang memberikan penjelasan dengan mengarah kepada pengertian sidik jari. Pada
penelitian ini akan dijelaskan secara umum terhadap lafaz banān dimulai dari
arti lafaz banān yang terdapat di beberapa kamus Bahasa Arab, kemudian menurut
pendapat para mufassir, dilanjutkan dengan membahas apa itu sidik jari.

Mufassir klasik memiliki persamaan pendapat mengenai makna Banān yakni jari-
jemari, pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, dalam
Tafsir ath-Thabari dan Imam Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-
Ghaib.

Sebagian mufassir kontemporer mengatakan bahwa sidik jari telah disebutkan dalam
Al-Qur’an, salah satunya pada Al-Qur’an Surah Al-Qiyamah: 4 terkhusus pada lafaz banān.
Seperti M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa banān merupakan tulang-tulang yang berada
diujung jari tangan dan kaki sehingga membentuk garis-garis halus yang disebut dengan sidik
jari. Zaghlul Al-Najjar dalam kitab tafsirnya al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an al-Karim
memaknai lafaz Banān sebagai jari atau ujung jari, dengan berasal dari lafaz jamaknya
Banānah yakni jari-jemari. Zaghlul menyebutkan dalam uraiannya bahwa Banān
adalah sebuah tanda ilahi untuk setiap manusia, dan kembalinya adalah tanda
kebangkitan seluruh tubuh tanpa adanya kekurangan sedikit pun.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian tafsir merupakan cara yang digunakan seorang peneliti unuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam meneliti tafsir Al-Qur’an, seorang peneliti dapat
menggunakan 4 metode penelitian Al-Qur’an / tafsir, yaitu: Ijmali (global), Tahlili (analitis),
Muqarran (perbandingan), dan Maudhu’i (tematik). Dalam penelitian ini menggunakan
metode studi komparatif atau metode muqarran yaitu metode yang diartikan sebagai metode
perbandingan antara satu satu tafsir dengan tafsir yang lain atau satu pendapat dengan
pendapat yang lain, kemudian di ambil kesimpulan atau hasil dari pendapat-pendapat yang
telah dikomparasikan untuk mencapai tujuan yang telah diinginkan.

Penelitian ini juga menggunakan metode kepustakaan (library reaseach) yaitu dengan
melakukan penelitian dari berbagai literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan
yang akan di teliti.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dimana
data diperoleh dengan mencari buku rujukan sebagai sumber primer. Oleh karena itu,
penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kepustakaaan (library research). 13
Maka penelitian ini tidak memerlukan data lapangan karena yang ingin dicari ialah
teori atau konsep maupun pemikiran yang dikemukakan oleh para ulama klasik dan
modern yang tertuang di dalam karya-karya tulis mereka, jadi tanpa data dari
lapangan hasil penelitian ini bisa dijadikan pegangan.

2. Sumber Data

Karena penelitian yang digunakan merupakan penelitian pustaka maka data


yang akan ambil adalah dari berbagai sumber tertulis di antaranya adalah sebagai
berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir, diantaranya:

1) Tafsīr al-Ayāt al-Kauniyyah fī Al-Qur’an al-Karīm Karya Zaghlul Al-Najjar

2) Tafsir al-Azhar Karya Hamka

3) Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab

4) Tafsir al-Kabir/ Mafatih Al-Ghaib Karya Fakhruddin Ar-Razi

5) Tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim Karya Tantawi Jauhari

6) Tafsir Ath Thabari Karya Jarir At-Thabari

7) Tafsir Ma’ani Al-Qur’an Karya Al-Farra’

13
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al Quran, Zaman, Jakarta, cet 1, 2013, 21
b. Sumber data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari jurnal, skrpsi serta buku-buku
yang sesuai dengan pembahasan. Adapun buku-buku yang akan digunakan adalah,
sebagai berikut:

1. Mukjizat Al-Qur’an dalam Sidik Jari

2. Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an

3. Amazing Fingerprint (Mengungkap Watak & Bakat)

4. Mengungkap rahasia Sidik Jari

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


teknik dokumentasi. Dokumen sendiri adalah sebuah catatan peristiwa yang telah
berlalu, biasanya berbentuk tulisan, gambar atau karya-kaya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan contohnya catatan harian, sejarah
kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan sedangkan yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, seketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, film, dan lain-lain.14

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data penelitian ini menggunakan metode deskriptif-


analisis berdasarkan tema, yaitu menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan tema yang telah ditetapkan yakni banān, kemudian disusun secara kronologis
dan mencari kolerasi ayat tersebut dengan ayat-ayat yang lain. Metode deskriptif
sendiri merupakan sebuah metode penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan
berdasarkan dengan sifat yang apa adanya.15

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini mengandung lima bab, masing-masing bab mempunyai sub-sub dan
sub-sub bab tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Adapun sistematika penulisannya
sebagai berikut:

14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alvabeta, cet 10, 2014), 82
15
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 19.
Bab pertama, berturut-turut memuat uraian latar belakang dan rumusan masalah yang
akan dikaji, uraian pendekatan dan metode penelitian, dimaksudkan sebagai alat yang
dipergunakan. Pada bab ini dijelaskan latar belakang pemilihan tema dan judul serta tujuan,
manfaat, penelitan terdahulu dan metodologi yang digunakan untuk melakukan penelitian.
dalam melakukan penelitian, tujuannya agar dapat menghasilkan suatu penelitian yang
akurat. Selanjutnya uraian tinjauan pustaka, dimaksudkan untuk melihat kajian-kajian yang
telah ada sebelumnya, sekaligus menampakkan keaslian kajian penulis yang membedakannya
dengan sejumlah penelitian yang telah ada sebelumnya. Sedangkan sistematika pembahasan
dimaksudkan untuk melihat rasionalisasi keseluruhan bab dalam skripsi ini.

Bab kedua, akan menjelaskan tentang pengertian tafsir ilmi, sejarahnya,serta Pro dan
Kontra terhadap tafsir ilmi, kemudian sekilas membahas tentang banan.

Bab ketiga, berisi sekilas tentang biografi mufassir klasik dan modern serta segala hal
yang berkaitan dengan para mufassir tersebut. Kemudian pada bab ini juga akan dibahas
pendapat para mufassir menganai makna banan.

Bab keempat, berisi analisis perbandingan penafsiran makna banān menurut mufassir
klasik dan modern serta implikasinya terhadap perbedaan tersebut.

Bab kelima, merupakan bagian penutup dari rangkaian tulisan ini yang mana memuat
hasil kajian secara keseluruhan dalam bentuk kesimpulan dan juga saran.
DAFTAR PUSTAKA

Aridl, Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta, Rajawali Press, 1992.
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir ath-Thabari, Terj Anshari Taslim at.al,
Jakarta, Pustaka Azzam, 2009.
Charisma, Moh. Chadziq, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, Surabaya, Bina Ilmu, 1991.
Golshani, Mehdi, Filsafat Sains Menurut al Quran, terj. Agus Effendi, Bandung, Mizan
Media Utama, Cet 1, 2003.
Ichwan, Mohammad Nor, Tafsir Ilmy Memahami al Qur’an Melalui Pendekatan Sains
Modern, Jogja, Penerbit Menara Kudus, 2004.
Moeloeng, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002.
Munawar, Said Agil Husin Al, Al-Qur'ān Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta,
Ciputat Pres, 2002.
Mustaqim, Abdul, Epistemology Tafsir Kontemporer, Yogyakarta, PT LKiS Printing
Cemerlang, 2010.
Najjar, Zaghlul, Tafsir al-Ayat al-Kawniyyah fi al-Qur’an al-Karim Juz 4, Kairo, Maktabah
al-Syuruq al-Dauliyyah, 2008.
Nasir, M. Ridlwan, Persfektif Baru Metode Tafsīr Muqorrin dalam memahami al- Qur’ān,
Surabaya, Imtiyaz, 2011.
Oktaviyah, Anik, “Penafsiran Term Banan dalam Al-Qur‟an (Studi Analisis Tafsir Ilmi)”,
Skripsi, Fakultas Ushuludin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang, 2018.
Razi, Fakhruddin, Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghayb Juz 30, Beirut, Dar al-Fikr, 1981.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 5,
Jakarta, Lentera Hati, 2002.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, Alvabeta, cet 10, 2014.
Thayyarah, Nadiah, Buku Pintar Sains dalam Al Quran, Zaman, Jakarta, cet 1, 2013.

Anda mungkin juga menyukai