Anda di halaman 1dari 26

AYAT KAUNIYAH: Ayat Kosmologi

Ayat-Ayat Kosmologi

Abstrak
Pembahasan ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta terkait
dengan ayat-ayat kauniyah. Penafsirannya dibantu dengan
pendekatan ilmu pengetahuan agar makna ayat-ayat tersebut dapat
diselami. Para mufassir klasik maupun modern mencoba
menjelaskannya dengan ulum at-tafsir juga didekati dengan
pendekatan ilmu pengetahuan yang tentu saja sesuai dengan
perkembangannya pada masa itu. Kebenaran ilmiah yang dipaparkan
al-Qur’an, tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut untuk menunjukkan
kebesaran Allah dan ke-Esaan-Nya. Serta mendorong manusia
seluruhnya untuk melakukan observasi dan penelitian demi lebih
menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Kata kunci:
kosmologi, penciptaan alam semesta, penafsiran, dan ilmu
pengetahuan

A. Pendahuluan

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan


pengamatan lebih rasional terhadap alam semesta. Astronomi
berkembang, dari pengamatan bintang dan planet melebar ke studi
struktur dan evolusi alam semesta. Lahirlah Kosmologi, sains yang
mencari pemahaman fundamental alam semesta[1].Menarik jika kita
melihat hubungan Sains dengan Teologi. Kosmologi Islam menjadi
contoh yang sangat bagus untuk menggambarkan hubungan harmonis di
antara kedanya: bagaimana sains membantu memahami al-Quran.
Tulisan ini akan menyajikan bagaimana Islam mengajarkan Kosmologi
pada umat manusia dari literatur paling utama: al-Quran. Dan
kemudian kita akan melihat bagaimana sains membahas dalam kasus
yang sama. Bukan bermaksud untuk mencocok-cocokkan agama dengan
sains atau sebaliknya[2].Sebagai muslim tentu percaya al-Quran
mutlak kebenarannya, walau mungkin kemampuan kita belum cukup
memahami maknanya. Sementara kebenaran sains itu relatif, sebuah
teori (dalam sains) dianggap benar selama tidak ada teori yang
membuktikan itu salah. Teori yang dianggap benar sekarang bisa
jadi usang 100 tahun lagi. Pemaparan literatur sains yang
dilakukan adalah sejauh pemahaman sains itu sendiri dan teknologi
yang menyertainya. (Topik ini enak dibahas tapi beresiko besar
terjebak dalam pembahasan “kemutlakan agama” [3].Pengamatan kita
tentang alam semesta ini dalam kerangka meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah. Yakni dengan menyaksikan tanda-tanda
kekuasaan dan kebesaran-Nya melalui ayat –ayat kauniyah-Nya yang
terhampar luas di alam semesta.

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)


kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup
bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? QS.
Al-Fush-shilat/41: 9

Pengertian afaq dalam ayat di atas sangat luas dan mendalam.


Mencakup semua yang ada di langit dan di bumin serta di antara
keduanya. Semua itu dalam penjelasan al-Qur’an merupakan tanda-
tanda kekuasaan-Nya[4].

Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah yang akan dibahas dalam


kesempatan ini adalah tentang ayat-ayat tentang penciptaan alam
semesta (kosmologi). Untuk memahami ayat-ayat kauniyah (terkait
dengan fenomena alam) ini, penafsirannya perlu menggunakan
pengetahuan kosmologi sehingga pesan-pesan yang terdapat dalam
ayat tersebut dapat difahami dengan baik.

B. Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta dan Penafsirannya 


Dalam meruntut pembicaraan al-Qur’an tentang Kosmologi, pemakalah
dalam penentuan ayat- ayat yang terkait, mengambilnya dari konsep
yang ditawarkan Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta
dalam bukunya Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Karena
pembahasannya sejalan dengan pengetahuan Kosmologi modern. Lalu
ayat-ayat yang telah ditentukan tersebut diuraikan penafsirannya
menggunakan Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an Karya M. Quraish Shihab dan Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-
Ghaib karangan Fakhr ad-Din ar-Razi. Hal ini untuk mewakili
penafsiran ulama yang menggunakan pendekatan ilmiyah sebagai
salah satu pendekatan penafsirannya. M. Quraish Shihab mewakili
mufassir modern dan Fakhr ad-Din ar-Razi mewakili mufassir
klasik. Ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan penciptaan alam
semesta[5] itu adalah:
1. QS. al-Anbiya’/21: 30
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman? QS. al-Anbiya’/21: 30
Tema sentral QS. al-Anbiya’ adalah tentang kenabian. Ia dawali
dengan uraian tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan
manusia dari ajakan kebenaran[6] Ayat ini termasuk dalam
pengelompokan ayat (ayat 21-33 QS. al-Anbiya’) yang berbicara
tentang bukti keesaan Allah dan kuasa-Nya. Setelah pada ayat
sebelumnya mengemukakaan tentang berbagai argumen tentang keesaan
Allah baik yang bersifat aqli maupun naqli; yakni yang bersumber
dari kitab-kitab suci, maka kini kaum musyrik diajak untuk
menggunakan nalar mereka guna sampai pada kesimpulan yang sama
dengan apa yang dikemukakan itu.[7] Kata ratqan dari segi bahasa
berarti terpadu[8]atau tertutup[9] sedang fafataqnaahumaa
terambil dari kata fataqa yang berarti terbelah/ terpisah[10].
Ibnu ‘Abbas menyatakan lalu Allah memisahkan keduanya dan Dia
mengangkat langit ke posisi di mana ia berada sedang Bumi tetap
pada tempatnya. Ka’ab mengatakan bahwa Allah menciptakan langit
yang padu lalu Ia menciptakan uadara yang dihembuskan ke tengh-
tengah keduanya sehingga keduanya terpisah[11]. Langit itu
dikatakan ratqan apa bila tidak turun hujan dan bumi dikataka
ratqan bila tidak ada retakan. Lalu Allah memisahkan keduanya
dengan air dan tumbu-tumbuhan yang menjadi rezki bagi
manusia[12].Firman Wa ja’alnaa min al-ma-i kull syay-i hayy ada
yang memaknainya dalam arti segala yang hidup membutuhkan air,
atau pemeliharan kehidupan segala sesuatu adalah dengan air, atau
kami jadikan cairan yang terpancar dari shulbi (sperma) segala
yang hidup yakni dari jenis binatang[13]. Sebagian mufassir
mengartikannya termasuk di dalamnya tumbuh-tumbuhan dan pohon
yang tumbuh karena ada air yang menjadikannya subur, hijau dan
berbuah[14].Ayat di atas mengisyaratkan bahwa langit dan bumi
tadinya merupakan padu. Alam yang padu itu lalu dipisahkan oleh
Allah. Namun al-Qur’an tidak menjelaskan kapan dan bagaimana
terjadinya pemisahannya itu[15].

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat ini. Di antaranya


ada yang memahami dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan
satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak
ditumbuhi pepohonan. Allah lalu membelah langit dan bumi dengan
jalan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan pepohonan di
bumi[16]. Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa langit dan bumi
tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian
Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan
bumi di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan
udara lalu langit menurunkan hujan sehingga menumbuhkan tanaman
di Bumi dan Allah menjadikan air sumber kehidupan[17].Al-Qur’an
memerintahkan orang-orang yang kafir, untuk mengamati dan
mempelajari alam semesta yang padu lalu dipisahkan oleh-Nya.
Observasi itu diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada
keimanan atas kemahakusaan-Nya.

2. QS. Adz-Dzariyat/51: 47
Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan
Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa. QS. Adz-Dzariyat/51: 47
Tema utama QS Adz-Dzariyat adalah uraian tentang hari kiamat yang
dibuktian antara lain dengan membuktikan keesaan Allah. Ayat di
atas termasuk kelompok ayat 38- 51 QS. Adz-Dzariyat) yang
membuktikan keesaan Allah dengan tokoh sentralnya nabi Musa[18].

Menurut al-Biqa’i ayat yang sebelumnya menegaskan bahwa siksa


yang menimpa generasi yang terdahulu bersumber dari atas langit.
Boleh jadi ada yang menduga bahwa hal tersebut disebabkan karena
kerusakan yang terjadi pada ciptaan Allah—di langit itu. Ayat ini
menampik dugaan tersebut sambil menegaskan kekokohan dan kuatnya
ciptaan Allah itu[19]. Kata ayd bentuk jamak dari yad/ tangan.
Banyak ulama yang mengartikannya kuasa dan ada juga yang
mengartikannya nikmat. Maha luas Kuasa serta Maha luas Nikmat-
Nya. Kalimat wa innaa lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar- benar
maha Luas difahami oleh al-Biqa’i dengan pengertian maha Kaya
lagi maha Kuasa tanpa batas. Terambil dari kata wus’u yakni
kemampuan[20].

Komentar tim pengusun Tafsir al-Muntakhab yang terdiri dari pakar


Mesir kontemporer bahwa ayat ini mengisyaratkan beberapa isyarat
ilmiah. Antara lain, Allah menciptakan alam yang luas ini dengan
kekuasaan-Nya. Dia maha Kuasa atas segala sesuatu. Kata sama’
berarti segala sesuatu yang berada di atas dan menaungi. Maka
segala sesuatu yang ada di sekitar benda langit dan tata surya di
sebut sama’. Alam raya kita amat luas, lalu mengartikan wa innaa
lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar- benar maha meluaskan (yakni
alam raya ini) menunjukkan hal itu. Artinya, kami meluaskan alam
itu sebegitu luasnya semenjak diciptakan. Ayat tersebut juga
menunjukkan bahwa meluasnya alam ini terus berlangsung sepanjang
masa[21].

3. QS. Al-Fush-shilat/41: 9.
Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang
menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".
QS. Al-Fush-shilat/41: 9
Tema utama QS. Al-Fush-shilat adalah pembuktian tentang kebenaran
al-Qur’an, bantahan terhadap kepercayan kaum musyrikin serta
ancaman terhadap mereka. Dan tuntunan kepada nabi bagaimana
menghadapi mereka[22]. Ayat sebelumnya berisikan kecaman terhadap
orang musyrikin, baik karena sikap mereka menyekutukan Allah,
keniscayaan kiamat dan kedurhakaan lainnya. Ayat ini menjelaskan
betapa buruknya sikap tersebut sekaligus memaparkan betapa
kuasanya Allah[23]. Firman-Nya latakfuruwna/ kamu kafir terkait
dengan beberapa persoalan, antara lain: pernyataan mereka bahwa
Allah tidak sanggup membangkitakan kembali orang yang telah
meninggal, mempertanyakan tentang kerasulan nabi Muhammad dan
pernyataan mereka bahwa Allah punya anak[24]. Dan Perbuatan
menyekutukan Allah itu merupakan perbuatan aniaya yang besar
(zulmun kabiirun)[25].

4. QS. Al-Fush-shilat/41: 10
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di
atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. QS. Al-Fush-
shilat/41: 10
Allah menciptakan bumi serta memperindahnya. Juga menciptakan
gunung yang kukuh di atasnya agar bumi yang terus berotasi itu
tidak oleng[26]. Dan ia melimpahkan aneka kebajikan sehingga ia
berfungsi sebaik mungkin da dapat menjadi hunian yang nyaman buat
manusia dan hewan. Serta menentukan kadar makanan- makanan untuk
para penghunyinya. Semua itu telaksana dalam empat hari; dua hari
untuk penciptaan bumi dan dua hari untuk pemberkahan dan
penyiapan makanan bagi para penghuninya[27].Kata qaddara berarti
memberi kadar, yakni kualitas, kuantitas cara dan sifat-sifat
tertentu sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dapat juga berarti
memberinya potensi untuk menjalankan fungsi yang ditetapkan Allah
bagi masing-masing. Kata aqwat merupakan bentuk jama’ dari kata
qut yang pengertiannya mencakup makna pemeliharaan dan pengawasan
Allah, sehingga penentuan kadar qut ini tidak hanya menyangkut
makanan jasmani tetapi mencakup pengaturan Allah terhadap bumi
yang menjadi hunian manusia. Sebagai contoh terkait gaya
Gravitasi Bumi sehingga ia berputar/rotasi pada garis edarnya
dan. Gaya Gravitasi benda-benda langit ini melindunginya juga
untuk tidak melenceng dari garis edarnya sehingga tidak saling
bertabrakan[28]. Dan wa qaddara fiyhaa menurut Muhammad ibn Ka’ab
menentukan makanan bagi tubuh sebelum penciptaannya. Mujahid
mengatakan Allah menentukan makanan dari hujan, yang dimaksud di
sini makan untuk Bumi bukan untuk penduduknya[29].

5. QS. Al-Fush-shilat/41: 11
Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi:
"Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati
atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka
hati". QS. Al-Fush-shilat/41: 11 Kata tsumma/kemudian dipahami
sementara ulama bukan dalam arti jarak waktu karena Allah tidak
membutuhkan jarak waktu untuk menciptakan sesuatu. Tetapi
mengisyaratkan kehebetan ciptaan langit jauh melebihi penciptaan
Bumi. Memang Bumi kita kecil dalam samudera alam semesta yang
luas. Dan kata istawa digunakan dalam arti menguasai. Pada ayat
di atas ia merupakan ilustrasi kehendak dan kuasa Allah
menciptakan langit. Ini sama sekali bukan berarti Allah menuju ke
satu tempat dan berpindah ke sana karena ia Maha Suci dari tempat
dan waktu[30]. ‘Arsy Allah berada di atas air sebelum penciptaan
langit dan Bumi. Lalu Allah menjadikan air itu panas sehingga
menimbulkan buih dan asap. Adapun buih yang berada di atas air
lalu Allah menjadikannya kering maka terciptalah Bumi. Adapun
asap maka ia naik dan tinggi, Allah menjadikannya bahan dasar
langit [31] Kata dukhan biasanya diterjemahkan asap. Para
ilmuan--di antaranya Zaghlul an-Najjar-- memahaminya dalam arti
satu benda yang terdiri pada umumnya dari gas yang mengandung
benda-benda yang sangat kecil namun kukuh. Berwarna gelap atau
hitam dan mengandung panas[32] ada juga yang mengartikannya
dengan kabut[33].Firman-Nya I’tiyaa thau’an au karhan/ datanglah
kamu berdua suka atau terpaksa. Ini ilustrasi yang mengibaratkan
langit dan bumi sebagai satu sosok yang diperintah. Sayyid Quthub
menyatakan sungguh ia adalah isyarat yang mengagumkan tentang
kepatuhan alam raya kepada ketentuan Allah serta hubungan yang
erat menyangkut hakikat alam ini dengan penciptanya—yakni
hubungan penyerahan diri terhadap kalimat dan kehendak-Nya[34].

6. QS. Al-Fush-shilat/41: 12
Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. QS. Al-Fush-shilat/41: 12 Kata
auha terambil dari kata wahyu yakni isyarat yang cepat yang
menginformasikan sesuatu yang disembunyikan. Agaknya penggunaan
kata ini yang mengandung makna kecepatan dan kerahasiaan
mengesankan bahwa kerahasiaan yang menyelubungi langit jauh lebih
banyak dan kompleks daripada bumi[35]Allah menyempurnakan
ciptaan-Nya dan menciptakan langit pada dua hari yang lain
sehingga sempurnalah penciptaan alam kauniyah ini dalam enam
hari. Allah lalu menciptakan dan menyiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan alam semesta ini. Menghiasi langit dunia dengan
bintang gemintang yang tunduk pada garis edarnya selamanya,
sehingga datang kiamat[36]. Fiman Allah wa awhaa fii kuli samain
amraha, menurut Muqatil, Allah memerintahkan peraturan yang
dikehendaki-Nya bagi tiap-tiap langit. Qatadah mengatakan Allah
menciptakan di langit berupa Mata hari, Bulan dan bintang. As-
Saddi Allah menciptakan pada tiap-tiap langit itu malaikat dan di
Bumi berupa samudera, gunung-gunung dan sungai. Pada tiap langit
itu terdapat ‘rumah”(seperti Ka’bah) dan para malaikatitu
senantiasa thawaf padanya. Yang lain menafsirkannya bahwa Allah
menetapkan bagi masing-masing lagit itu peraturan/ ketentuannya
sendiri-sendiri[37].

7. QS. Ath- Thalaq/65 : 12


Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya
Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. QS. ath-
Thalaq/ : 12 Tema QS. ath- Thalaq adalah uraian tentang thalaq
dan hal-hal yang terkait. Pada ayat ini termasuk kelompok ayat 8-
12, Allah menyandingkannya dengan peringatan, tuntunan dengan
ancaman, apalagi boleh jadi ada yang merasa enggan melaksanakan
tuntunan itu[38]Ayat sebelumnya menjelaskan aneka anugerah Allah
yang diterima oleh mereka yang beriman dan beramal soleh. Untuk
lebih meyakinkan kebenaran janji itu ayat di atas menunjukkan
betapa besar kuasa-Nya dengan menyatakan Allah yang menciptakan
tujuh langit dan bumi.[39] Firman Allah wa min al-ardhi
mitslahunn/ dan Bumi seperti mereka, ada yang memahaminya dalam
arti bilangan bumi seperti bilangan tujuh langit. Pendapat lain
menyatakan keserupaan itu dari sisi penciptaan. Walaupun Bumi itu
hanya satu tapi penciptaanya tak kalah mengagumkan dibandingkan
dengan langit yang tujuh[40].
Fakh ad-Din ar-Razi menyatakan bumi memiliki tujuh iklim
sebagaimana langit dan tujuh “rasi” bintang yang terdapat di
dalamnya. Tujuh “rasi” bintang tersebut masing-masing memiliki
karakteristik yang berbeda-beda sehingga masing-masingnya membawa
pengaruh terhadap iklim di bumi yang berbeda pula. Sementara yang
lain menafsirkan tujuh langit itu dengan gelombang, padang pasir,
besi, tembaga, perak, emas, dan permata[41].Dan firman Allah
yatanazzal al-amra bainahunn/ perintah Allah berlaku padanya.
Kata ‘amr menurut Thabathaba’i adalah kalimat perwujudan.
Bersumber dari Allah sehingga terwujud dalam kenyataan apa yang
diperintahkan itu berupa dampak sesuatu atau rezki, kematian,
kehidupan kemuliaan, kehinaan, perintah-perintah dan ketetapan-
ketetapan Allah lainnya[42]. Atha’ menyatakan wahyu diturunkan
kepada setiap langit dan bumi tersebut. Muqatil menyatakan ayat
di atas menjelaskan tentang turunnya wahyu dari langit al-‘ulya
ke langit sufla[43].

8. QS. as-Sajdah/ : 4
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas
'Arsy tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun
dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan? QS. as-Sajdah/ : 4

Tema utama QS. as-Sajdah yaitu ajakan tunduk kepada Allah,


pencipta alam raya dan manusia serta pengaturnya. Juga tentang
kebenaran nabi Muhammad serta tentang hari Kiamat.[44]Kata
ayyaam, tentang hari-hari tersebut tidak seorangpun yang
mengetahuinya secara persis. Kondisnya tidak sama dengan hari-
hari yang kita kenal (sekarang) di dunia. Karena pada saat itu
sebelum diciptakannya dunia, sebelum diciptakannya siang dan
malam[45]. Fakhr ad-Din ar-Razi mengartikannya dengan enam
priode: langit, bumi dan sesuatu yang terdapat di antara keduanya
terkait dengan zat dan sifat masing-masingnya[46]. Zaghlul an-
Najjar mengemukakan proses penciptaan alam raya yang melalui enam
priode itu sebagai berikut:
1. priode ratq yakni gumpalan yang menyatu, ini merupakan asal
kejadian langit dan Bumi.
2. al-fatq yakni masa terjadinya dentuman dahsyat Big Bang yang
pengakibatkan terjadinya awan/ kabut asap.
3. terciptanya unsur-unsur pembentukan langit yang terjadi
melalui gas hidrogen dan helium.
4. terciptanya Bumi dan benda-benda angkasa dengan berpisahnya
awan yang berasap itu serta memadatnya akibat daya tarik
5. masa penghamparan Bumi, serta pembentukan kulit Bumi lalu
pemecahannya, pergerakan oasis dan pembentukan benua-benua dan
gunung-gunung, serta sungai-sungai dan lain-lannya.
6. priode pembentukan kehidupan dalam bentuknya yang paling
sederhana, hingga penciptaan manusia[47]

Firman Allah tsumma istawa ‘ala al-ardh, ada kalangan mufassir


yang berserah diri untuk menyerahkan maknanya pada Allah sedang
sebagian yang lain mencoba untuk menafsirkannya bahwa ‘arsy itu
melambangkan kebesaran/ keagungan suatu kerajaan[48].

9. QS. Hud/11: 7
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan
adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji
siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu
Berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu
akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". QS.
Hud/11: 7
QS. Hud membicarakan tentang kedudukan, keistimewaan serta
tantangan al-Qur’an, larangan mempersekutukan Allah. Dan
Rasulullah bertugas penyampai berita gembira dan peringatan
khususnya menyangkut hari kebangkitan. Surah ini juga menguraikan
tentang pengetahuan Allah, penciptaan, pengaturan, pengendalian-
Nya terhadap alam semesta dan semua makhluk. Serta uraian tentang
kebinasaan para pembangkang dan aneka tuntunan bagi yang
taat[49].

Ayat sebelumnya berisikan tentang pengetahuan Allah yang tidak


terbatas. Selanjutnya pada ayat ini dijelaskan Dia lah sendiri
tanpa bantuan siapapun dalam menciptakan bumi, langit beserta
isinya dalam enam hari[50]. Dua hari untuk penciptaan langit, dua
hari untuk bumi dan dua hari untuk sarana kehidupan makhluk untuk
sengetahui siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Lalu
dilanjutkan dengan kecaman Allah terhadap orang kafir yang
mengingkari hari kebangkitan. Mereka mengataka bahwa itu hanyalah
sihir semata—suatu ilusi yang tidak ada hakikatnya, sebagaimana
sihir yag dapat mempermainkan dan menipu akal untuk mengalihkan
seseorang dari kenikmatan duniawi[51].
Kata ayyam yang merupakan bentuk jama’ dari yaum berarti hari.
Ada ulama yang mengartikannya sama dengan pengertian hari (satu
hari setara dengan 24 jam) dengan alasan ayat ini ditujukan
kepada manusia dan menggunakan bahasa mereka. Dan mereka memahami
satu hari adalah 24 jam. Sementara yang lain berpendapat bahwa
hari yang dimaksud di sini terkait dengan relativitas waktu
sehingga difahamilah kata yaum berarti priode atau masa yang
tidak secara pasti dapat ditentukan berapa lama waktunya
tersebut. Dalam menjelaskan kata yaum, al-Qur’an memiliki
beberapa pengertian, seperti pernyataan bahwa satu hari itu sama
dengan seribu tahun QS. al-Hajj/22: 47 atau lima puluh ribu tahun
seperti yang terdapat pada QS. al-Ma’arij/70: 4[52].

Kata arsy dari segi bahasa berarti tempat duduk raja atau
singgasana. Kata ini biasa juga difahami dalam arti kekuasaan
atau ilmu. Menggutip Thahir ibn Asyur dalam menafsirkan wa kaana
arsyuhu ala al-maa’ menyatakan bahwa air juga telah tercipta
sebelum langit dan bumi. Sementara pakar berpendapat bahwa air
dan uap merupakan bahan penciptaan langit dan bumi. Namun
demikian bahwa rincian atau kaifiyah/caranya tidak dapat
dijangkau oleh pemahaman kita[53]. As’ad Mahmud Humad menjelaskan
bahwa arsy Allah yang Maha pengasih yang Maha mengetahui hal-hal
ghaib yang tidak dapat dijangkau/ ketahui oleh panca indra, tidak
dapat diilustrasikan dengan fikiran. Dan tidak dapat dijelaskan
“duduk”-Nya di atas arsy tersebut[54]. Firman wa kaana ‘arsyuhu
‘ala al-maa’ menurut Abu Muslim al-Ashfahani, mendirikan langit
itu di atas air. Ia menjelaskan bahwa apabila Allah membangun
langit di atas air adalah sesuatu yang baru dan menakjubkan.
Karena bangunan sesuatu yang lemah (langit) jika tidak didirikan
di atas tanah yang padat tidak akan kokoh. Maka mengagumkan
mendirikannya di atas air[55]. 

M. Quraish Shihab menyatakan bahwa janganlah mengatakan alam yang


sedemikia luas, sedang manusia begitu kecil. Tidak wajar
menciptakan semua hanya untuk mengujinya. Karena ada tujuan yang
lain yang tidak disebutkan Allah di sini. Allah menciptakannya
bagi yang lain, tapi karena al-Qur’an diturunkan untuk manusia
sehingga apa yang berkaitan dengan tugas mereka saja yang
diuraikannya dan agar pada diri manusia lahir kesadaran untuk
memanfaatkan kehadiran alam raya semaksimal mungkin guna
menyukseskan tujuan penciptaan dan kekhalifahan mereka[56].Firman
Allah inna hadza illaa sihr mubiin, sihir adalah berbuatan batil
yang nyata[57].
10. QS. Fathir/35: 41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap;
dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang
dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun QS. Fathir/35: 41
Menurut Thabathaba’i QS. Fathir tema pokoknya menjelaskan
terntang tiga prinsip pokok ajaran Islam. Yakni keesaan Allah,
risalah kerasulan, dan hari kebangkitan sambil menguraikan bukti-
buktinya. Setelah menguraikan nikmat-nikmat Allah yang terbentang
di langit maupun di Bumi, sambil menjelaskan pengaturannya yang
begitu teliti menyangkut alam raya, khususnya manusia. Ada pun
ayat di atas termasuk dalam kelompok (ayat 39-45) yang berbicara
tentang keesaan Allah[58]. Setelah ayat sebelumnya membuktikan
bahwa tidak adanya keterlibatan siapa pun menyangkut penciptaan
dan pengaturan alam, pada ayat ini membuktikan bahwa Allah adalah
al-Qayyim—satu-satunya yang menangani dan mengatur alam sempurna
sehingga terlaksana secara sempurna segala kebutuhan makhluk di
langit dan di Bumi[59].

Kata yumsiku pada awalnya berarti memegang sesuatu dengan tangan


sehingga yang dipegang tidak lepas atau berpencar. Ayat
mengilustrasikan kamantapan sistim alam semesta yang dikendalikan
oleh Allah. Hal ini bagaikan sesuatu yang dipegang sehingga tidak
dapat lepas kecuali bila yang memegang kendali melepaskannya. Di
antaranya Allah mengatur peredaran alam semesta ini melalui gaya
gravitasi. Sehingga masing-masingnya beredar sesuai dengan
orbitnya[60].

Kata tazulaa dan zaalataa terambil dari kata zaala yang berarti
lenyap, binasa atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.
Dan kedua pengertian itu dapat digunakan pada ayat di atas. Allah
Pengatur peredaran benda-benda langit sehingga tidak tidak saling
bertabrakan dan binasa. Serta mengatur rotasinya sehingga tidak
berpindah dan bergerak kecuali kecuali ke arah yang telah
ditetapkan-Nya.

Firman Allah: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan


dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing
beredar pada garis edarnya QS. Yasin/ 36: 40Firman-Nya lain
zaalataa mengisyaratkan bahwa suatu saat alam semesta akan lenyap
atau bergerak yang tidak menentu arahnya sehingga lalu Aterjadi
tabrakan. Itu terjadi menjelang kiamat ketika Allah melepaskan
“genggaman-Nya” terhadap langit dan bumi sehingga masing-masing
tanpa pengaturan[61].

11. QS. al-Anbiya’/21: 104


(Yaitu) pada hari kami gulung langit sebagai menggulung lembaran
- lembaran kertas. sebagaimana kami Telah memulai panciptaan
pertama begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji
yang pasti kami tepati; Sesungguhnya kamilah yang akan
melaksanakannya. QS. al-Anbiya’/21: 104

Ayat QS. al-Anbiya’/21: 104 ini termasuk ke dalam kelompok ayat


92- 112 QS. al-Anbiya’ merupakan kelanjutan dari penjelasan
kelompok ayat sebelumnya yang berbicara tentang para nabi yang
diutus Allah. Mereka semua membawa ajaran yang mempunyai prinsip-
prinsip yang sama, yakni Islam. Selanjutnya kelompok ayat ini
menunjuk kepada ajaran agama itu[62]. Ayat ini sendiri berisikan
tentang ketakutan yang besar dan terbesar orang yang durhaka pada
Allah berawal pada hari kiamat. Ketika itu berawal proses
penghitungan dan pembalasan[63] Allah menggulung langit laksana
menggulug lembaran buku. Allah akan mengembalikan sebagaimana
awal penciptaannya. Allah Maha kuasa berbuat demikian[64].

Kata as-sijjil berarti buku, lembaran yang ditulisi dan dapat


juga berarti penulis. Sementara ulama pengartikannya dengan
penulis—yaitu para malaikat sedang yang dimaksud al-kutub adalah
kitab yang mencatat amal-amal manusia. Langit bila ditutup atas
kuasa Allah “ Semua langit dilipat dengan tangan kanan-Nya” QS
az-Zumar/39: 67. Dengan pengertian semua langit hilang dari
pandangan dan pengetahuan siapa pun kecuali oleh Allah dan siapa
yang dikehendaki-nya. Kata khalq pada ayat dia atas berbentuk
nakirah. Hal tersebut bertujuan menggambarkan rincian dan
keumuman sehingga mencakup apa pun makhluk yang dikehendaki Allah
untuk diwujudkan kembali setelah kematian/ kepunahannya.[65]

Dari sebelas ayat-ayat yang menerangkan tentang penciptaan alam,


sebelas di antaranya adalah ayat-ayat makkiyah. Satu adalah ayat
madaniyah yaitu QS ath-Thalak/65: 12. Menurut M Quraish Shihab di
antara kandungan ayat makkiyah adalah pengetahuan tentang sifat
dan af’al Allah serta kecaman dan ancaman Allah kepada orang-
orang musyrik dari kebenaran. Jika kita runtut penafsiran ayat-
ayat di atas pembicaraannya berkisar pada keingkaran orang-orang
musyrik dengan tetapmenyekutukan Allah. Walaupun di hadapan
mereka telah terbentang bukti-bukti tentang keesaan dan
kemahakuasaan-Nya[66].

Di antara bukti-bukti tentang keesaan dan kemahakuasaan Allah itu


ditegaskan dalam al-Qur’an tentang penciptaan alam semesta yang
begitu hebat pengaturan, begitu menakjubkan, begitu luar biasa
indah… semua itu tentu petunjuk adanya yang Mahaesa, Maha
Pencipta; Allah Subhanah wa Ta’ala. Demikian juga dengan ayat
tentang penciptaan alam yang madaniyah, karena di antara
kandungan ayat madaniyah adalah sikap terhadap orang kafir,
musyrik dan ahl al-kitab. Itulah gambaran kandungan ayat-ayat
tentang penciptaan alam semesta dalam kerangka di atas.

C. Penciptaan Alam Menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 

Setiap orang bebas dan berhak untuk menyatakan kapan dan


bagaimana suatu peristiwa, yang terkait dengan wilayah ilmu
pengetahuan itu 
terjadi. Tetapi ia tidak berhak untuk mengatasnamakan al-Qur’an
berkaitan dengan pendapatnya jika pendapat tersebut melebihi
kandungan redaksi ayat. Karena al-Qur’an menguraikannya. Tapi ini
bukan berarti dihalangi untuk memahami arti suatu ayat terkait
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Selama pemahaman tersebut
sejalan dengan prinsip ilmu tafsir yang telah disepakati, maka
tak ada persoalan[67].

Pemahmanan al-Qur’an sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan


ini tidak dapat dinamakan tafsir tapi lebih mirip untuk dinamai
tathbiq (penerapan).Setiap muslim berkewajiban mempercayai segala
sesuatu yang dikandung oleh al-Qur’an. Sehingga bila seseorang
mengatasnamakan al-Qur’an untuk membenarkan penemuannya, ini
berarti ia mewajibkan setiap muslim untuk mempercayai apa yang
diklaimnya itu. Sedang yang hakikatnya belum tentu demikian.
Sementara ulama tidak membenarkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
berdasarkan penemuan, teori ilmiah yang belum mapan. Agaknya ini
bertujuan untuk menghindari jangan sampai al-Qur’an dipersalahkan
bila di kemudian hari terbukti teori atau penemuan ilmiah itu
keliru[68].

Berkaitan dengan pembahasan kita, konsepsi mengenai alam semesta


ini sebenarnya mulai mengalami perubahan sejak tahun 1929 ketika
Hubble melihat dan yakin bahwa galaksi-galaksi di sekitar Bima
sakti menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak
dari bumi; yang lebih jauh kecepatannya lebih besar, sehingga
dalam sains terdapat istilah alam yang mengembang (expanding
universe). Hal ini mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang
paling laju akan berlari paling depan. Karena kelajuan dan jarak
masing-masing galaksi dari bumi diketahui, tidak sulit untuk
menghitung kapan mereka itu mulai berlari[69].Pada tahun 1952
Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di seluruh jagad-raya
yang cacahnya kira-kira 100 milyar dan masing-masing rata-rata
berisi 100 milyar bintang itu pada mulanya berada di satu tempat
bersama-sama dengan bumi, sekitar 12 milyar tahun yang lalu[70].

Materi yang sekian banyaknya itu terkumpul sebagai suatu gumpalan


yang terdiri dari neotron; sebab elektron-elektron yang berasal
dari masing-masing atom telah menyatu dengan protonnya dan
membentuk neotron sehingga tak ada gaya tolak listrik antara
masing-masing elektron dan antara masing-masing proton[71].
Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab
musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah
materi ke seluruh ruang alam; peristiwa inilah yang kemudian
terkenal sebagai "dentuman besar" (big bang) [72].Gumpalan
sebesar itu tak pernah bergelimpangan di ruang kosmos; sebab gaya
gravitasi gumpalan itu begitu besar sehingga ia akan teremas
menjadi sangat kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang jari-
jarinya hanya sebesar 2 sampai 3 kilo meter dan massanya kira-
kira 2 sampai 3 kali massa mata hari, dan bahkan lebih kecil dari
lobang hitam (black hole) yang massanya jauh melebihi pulsar dan
jari-jarinya menyusut mendekati ukuran titik. Gambarkan saja
dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi dalam titik yang
volumenya nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100 milyar
bintang sebesar mata hari dipaksakan masuk di dalamnya. Inilah
yang biasa disebut sebagai singularitas. Jadi konsep dentuman
besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa keberadaan alam semesta ini
diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika tercipta ruang-waktu dan
energi yang keluar dari singularitas dengan suhu yang tak
terkirakan tingginya[73].

Para pakar berpendapat bahwa alam semesta tercipta dari ketiadaan


sebagai goncangan vakum yang membuatnya mengandung energi yang
sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya menjadi negatif.
Vakum yang mempunyai kandungan energi yang luar biasa besarnya
serta tekanan gravitasi yang negatif ini menimbulkan suatu
dorongan eksplosif keluar dari singularitas. Tatkala alam
mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati
1.000 trilyun-trilyun derajat, pada umur 10-35 sekon, terjadilah
gejala "lewat dingin". Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah
energi yang memanaskan kosmos kembali menjadi 1.000 trilyun-
trilyun derajat, dan seluruh kosmos terdorong membesar dengan
kecepatan luar biasa selama waktu 10-32 sekon. Ekspansi yang luar
biasa cepataya ini menimbulkan kesan-kesan alam kita
digelembungkan dengan tiupan dahsyat sehingga ia dikenal sebagai
gejala inflasi[74].

Selama proses inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya satu
alam saja yang muncul, tetapi beberapa alam; berapa? duakah?
tigakah? atau berapa? para ilmuwan tidak tahu. Dan masing-masing
alam dapat mempunyai hukum-hukumnya sendiri; tidak perlu
aturannya sama dengan apa yang ada di alam kita ini. Karena
materialisasi dari energi yang tersedia, yang berakibat
terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di
lokasi-lokasi tertentu terdapat konsentrasi materi yang merupakan
benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh kosmos.

Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam ini tidak


seorang pun tahu; namun tatkala umur alam mendekati seper-seratus
sekon, isinya terdiri atas radiasi dan partikel-partikel sub-
nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah sekitar 100 milyar
derajat dan campuran partikel dan radiasi yang sangat rapat
tetapi bersuhu sangat tinggi itu lebih menyerupai zat-alir dari
pada zat padat sehingga para ilmuwan memberikan nama "sop kosmos"
kepadanya Antara umur satu sekon dan tiga menit terjadi proses
yang dinamakan nukleosintesis; dalam periode ini atom-atom ringan
terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur
alam mencapai 700.000 tahun elektron-elektron masuk dalam orbit
mereka sekitar inti dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi;
pada saat itu seluruh langit bercahaya terang benderang dan
hingga kini "cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi
gelombang mikro[75].

Menurut perhitungan, alam semesta mempunyai dimensi 10; yaitu 4


buah dimensi ruang-waktu yang kita hayati, dan 6 lainnya yang
tidak kita sadari, karena "tergulung" dengan jari-jari 10-32
sentimeter yang bermanifestasi sebagai muatan listrik dan muatan
nuklir. Dimensi yang kita hayati adalah dimensi yang, katakan
saja, "terbentang" dan mengejawantah sebagai ruang-waktu. Kalau
semua yang telah dirintis secara matematis ini mendapatkan
pembenaran dari eksprimen atau observasi di alam luas, maka ada
kemungkinan bahwa alam yang kita huni ini mempunyai kembaran
(shadow world) yang sebenarnya berada di sekeliling kita, tapi
tak dapat kita lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan
gaya gravitasi sedangkan hukum alamnya tidak perlu sama dengan
yang berlaku di dunia ini[76].

Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang


dikatakan itu adalah hasil mutakhir kegiatan penelitian dan
saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus. Selama
perjalanan mencari kebenaran itu, sebenarnya sains telah
mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar
kesalahannya, karena tak cocok dengan kenyataan, dan mendapatkan
pembetulan. Di sini akan diungkapkan beberapa saja yang relevan,
sebagai contoh.

Pertama, ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan


untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman bahwa ia
memberi gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah oleh si
perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu itu; yaitu
kosmos yang statis. Tapi langkah pembetulan itu mendapat
tamparan, karena Hubble mengobservasi justeru jagad-raya ini
berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke perumusannya yang
semula yang melukiskan alam yang tak statis, tapi
berekspansi[77].

Kedua, ketika gagasan Gamow tentang dentuman besar yang menjurus


pada konsep alam semesta yang berawal disuarakan beberapa
kosmolog yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan yang dikenal
sebagai kosmos yang mantap (steady state universe) yang
menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu sampai sekarang dan
hingga nanti tanpa awal dan tanpa akhir. Namun terungkapnya
keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala
penjuru alam secara uniform, oleh Wilson dan Penzias pada 1964,
telah mendorong para pakar mengakuinya sebagai kilatan dalam alam
semesta yang tersisa dari peristiwa dentuman besar. Dengan
demikian maka konsepsi yang berawal lebih dikukuhkan[78].

Ketiga, ketika dentuman besar tak dapat disangkal, beberapa


ilmuwan mencoba mengembalikan keabadian kosmos dengan mengatakan,
alam semesta ini berkembang-kempis (oscillating universe). Namun
Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam yang berkelakuan
seperti itu, meledak dan masuk kembali tak henti-hentinya tak
berawal dan tak berakhir, entropinya besarnya tidak terhingga;
suatu asumsi yang konsekuensinya tak didukung kenyataan. Kita
lihat bahwa hasrat mempertahankan konsepsi alam semesta yang tak
berawal (tak diciptakan) selalu menemui kegagalan, karena tak
sesuai dengan kenyataan yang terobservasi [79].

Bagaimana para fisikawan-kosmolog dapat mengatakan semuanya itu


tanpa melihat sendiri kejadiannya? Sebenarnya mereka melihat dua
gejala, yaitu ekspansi alam semesta dan radiasi gelombang mikro,
yang mereka pergunakan untuk menelusuri kembali peristiwanya yang
terjadi sekitar 12 milyar tahun lalu, seperti layaknya tim
detektif yang ingin memecahkan sebuah misteri dengan menggunakan
sekelumit abu rokok dan pecahan-pecahan gelas yang berserakan di
sekitar tempat kejadian. Kalau para detektif itu cukup memakai
penalaran logis saja, maka para pakar, di samping menggunakan
pertimbangan- pertimbangan rasional, harus melandasinya juga
dengan pengetahuan sunnatullah, segenap peraturan Allah yang
mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah al-Fath
dinyatakan memiliki stabilitas, sebagai sunnatullah yang berlaku
sejak dulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan pada
sunnatullah itu[80].

Apakah para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada


akhirnya? Ada dua pandangan yang dianut dalam sains yaitu,
pertama, alam semesta ini "terbuka," sehingga ia akan berekspansi
selamanya. Kedua, jagad raya ini "tertutup," sehingga pada suatu
saat ekspansinya akan berhenti dan alam kembali mengecil untuk
akhirnya seluruhnya kembali dalam singularitas, tempat ia keluar
dulu kala. Kapan? Mereka tak tahu. Sebab mereka tak mempunyai
informasi berapa sebenarnya massa yang terkandung dalam alam ini;
sebagian massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan sebagian
lagi dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino[81].

Pendapat yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa


seluruh alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali semua
galaksi yang bertebaran, karena bintang-bintang yang bercahaya
dan materi antar bintang, yang terobservasi pengaruhnya, hanya
dapat menyajikan sekitar 20 persen saja dari gaya yang
diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis. Sedangkan pendapat
yang kedua mendasari pernyataannya dengan adanya neutrino-
neutrino yang mereka percayai membawa sebagian besar dari massa
alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis itu akan
terlampaui[82].
D. Tathbiq Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta

Sains terus berkembang dan akan senantiasa menemukan hal-hal yang


baru yang dapat lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga dapat
lebih memahami ayat-ayat Allah.
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang dipergunakan untuk
memilih kata-kata dalam penafsiran:

Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa yang


dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang alam yang
di dalamnya terdapat bintang-bintang, galaksi-galaksi dan lain-
lainnya. Karena secara eksprimental dapat dibuktikan bahwa ruang
serta waktu merupakan satu kesatuan, maka saya gunakan istilah
ruang-waktu sebagai ganti "ruang".

Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar 4,5
milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi kita ini
baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai kerak di atas
magma. Maka diartikan kata ardh dengan istilah "materi," yakni
bakal-bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan
jagad-raya. Dan karena telah terbukti bahwa materi dan energi
setara dan dapat berubah dari yang satu menjadi yang lain, maka
saya akan mencakup keduanya dalam istilah energi-materi.

Dukhan, asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom yang
belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan
elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom,
bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk. Oleh
karenanya, maka digunakan istilah embunan, yang kecuali
terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila
dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu sistem
yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi.

Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk di


singgasana adalah syirik. Karenanya, digunakan kata-kata
"Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata arsy.

Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam itu air
yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen belum dapat
berbentuk, maka dipilih maknanya sebagai zat alir. Dan karena
pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi dan materi pada suhu
yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada yang kita dapat
temui di dunia sekarang ini, maka penggunaan istilah "sop kosmos"
sebagai keterangan melukiskan zat yang sangat rapat tapi dapat
mengalir pada suhu yang amat tinggi, tidaklah terlalu aneh[83].

Berikut tathbiq (meminjam istilah M Quraish Shihab) Achmad


Baiquni terhadap ayat-ayat yang terkait dengan penciptaan alam
semesta:

1. Pada saat penciptaan (sekitar 12 milyar tahun yang lalu),


langit (ruang waktu) dan bumi (ruang materi), yang semula padu
(dalam titik singularitas fisis), dipisahkan (ketika keluar dari
padanya) QS. Al-Anbiya’/21: 30.
2. Dalam pembangunan langit (ketika ruang waktu keluar dengan
ledakan yang dahsyat dari titik singularitas) dilibatkan kekuatan
yang tiada taranya (sehingga terjadi gejala inflasi), yang
kemudian diekspansikan (sebagaimana ia tampak kini sebagai
sebagai universum yang mengembang) QS. Adz-Dzariyat/51: 47
3. Pada pendinginan yang sangat cepat (sebagai akibat inflasi
tercapai keadaan “kelewat dingin”) dan terjadi transisi fase,
yang menyebabkan materialisasi energi secara berangsur,
(bersamaan dengan terciptanya alam-alam lain di samping kita):
materi yang muncul sebagai fase kedua sedangkan energi adalah
fase pertamanya QS. Al-Fush-shilat/41: 9
4. Dengan adanya energi materi dalam ruang alam, maka
dimunulkanlah spin partikel sub nuklir, elektron, foton, dan
lainnyasebagai gerak pusaran serta ditetapkannya satu muatan-
muatan yang merupakan sumber kekuatan atau gaya (gravitasi,
nuklir kuat, nuklir lemah, dan listrik magnet) dalam empat
tahapan QS. Al-Fush-shilat/41: 10
5. Sementara itu, ketika langit (ruang alam) penuh “embunan”
(sebagai akibat dari inflasi, sehingga energi berubah menjadi
materi). Allah mengundangkan segala peraturan yang ditaati ruang
dan materi (sebagai hukum alam yang mengendalikan sifat dan
kelakuan jagad raya) QS. Al-Fush-shilat/41: 11
6. Allah menjadikan tujuh langit (ruang alam) dalam dua tahap,
(pada saat inflasi dan sesudahnya) dan menetapkan hukum-hukum
alam yang berlaku di dalamnya. Serta menghiasi langit dunia
dengan pelita-pelita (dalam bentuk bintang, bulan, mata hari dan
sebagainya) serta menjaganya ( dengan memberikan atmosfer,
lapisan ozon dan sebagainya) QS. Al-Fush-shilat/41: 12
7. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (ruang alam) dan tujuh
Bumi padanannya (atau materi masing-masing alam yang di dalam
ayat tersebut dinyatakan memiliki hukum mereka masing-masing yang
tidak perlu sama) QS. Ath- Thalaq/65 : 12
8. Allah menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam)
dan apa saja yang berada di antaranya dalam enem priode atau
tahapan, sambil menegakkan pemerintahan-Nya. (tahap inflasi dan
tahap ekspansi ruang alam yang sesuai dengan tahap energi dan
tahap materialisasi yang diikuti tahap penciptaan interaksi
gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah dan elektromagnetik) QS. al-
Sajdah/ : 4
9. Dia menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam)
dalam enam tahapan sementara itu telah ditegakkan pemerintahan-
Nya pada materi yang bersifat fluida (atau segal peraturan atau
hukum alam-Nya telah efektif pada seluruh makhluk-Nya, yang pada
waktu itu masih berujud zat alir yang sangat rapat dan sangat
panas) QS. Hud/11: 7
10. Allah menahan alam semesta untuk tidan “mbedal” dan untuk
tidak mengembang terus tanpa henti QS. Fathir/35: 41
11. Allah akan mengecilkan kembali jagad raya seperti sedia kala,
ketika jagad raya diciptakan pada awalnya, yang menjamin bahwa
alam kita bersifat tertutup (closed universe) QS. al-Anbiya’/21:
104[84]

E. Penutup
Dari uraian penafsiran para mufassir di atas dan penjelasan
(tathbiq) para ilmuan dapat kita tarik benang merah berikut. Para
mufassir mencoba menjelaskan ayat-yat tentang penciptaan alam
semesta tersebut berdasarkan pada aspek kebahasaan al-Qur’an,
penjelasan hadis Rasulullah, penjelasan para sahabat nabi,
munasanah ayat, asbab an-nuzul, pendekatan ilmiah dan aspek-aspek
lainnya.

M. Quraish Shihab dalam menjelaskan ayat- ayat kauniyah


memasukkan juga pendekatan ilmiah dalam tafsir al-Mishbah
demikian Fakhr ad-Din ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib.
Bedanya penjelasan Quraish Shihab agak lebih terperinci sedangkan
penjelasan Fakhr ad-Din ar-Razi lebih sederhana.

Hal ini tentu saja sangat terkait dengan penemuan dan


perkembangan ilmu pengetahuan di masa hidup mereka.Di dalam ayat-
ayat yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat konsep-konsep yang
sulit dipahami jika tidak ditopang oleh penjelasan ilmu kosmologi
modern. Seperti konsep sama’, ardh, al-ma’, ad-dukhan, ‘arsy,
rawasyi, dan aqwat. Perlu penjelasan lebih lanjut terhadap
konsep-konsep di atas. Inilah tugas para ahli kosmologi
modern.Hal ini terkait juga dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya tertuju
untuk orang- orang yang terdahulu dari kita. Tapi bagi kita yang
hidup di zaman sekarang dan insya Allah mereka yang hidup setelah
kita. Tentu saja pemahaman terhadap al-qur’an ini disesuaikan
dengan tingkat pengetahuan masing-masingnya. Agar al-Qur’an itu
benar-benar menjadi petunjuk dalam kehidupan.

Banyak kebenaran ilmiah yang dipaparkan al-Qur’an, tujuan


pemaparan ayat-ayat tersebut untuk menunjukkan kebesaran Allah
dan ke-Esaan-Nya. Serta mendorong manusia seluruhnya untuk
melakukan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan
kepercayaan kepada-Nya[85].

Daftar Pustaka

Aliah, Tasrief S, Al-Quran dan Kosmologi, www.phys.unsw.edu.au

Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,


Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1

____________, Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org

Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul,


Ahadits, Namazij I’rab, Jilid I, Dimsyiq: TP, 1992

____________, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits,


Namazij I’rab, Jilid II, Dimsyiq: TP, 1992

Ichwan, Mohammad Nor, Tafsir ‘Ilmiy, Memahami al-Qur’an Melalui


Pendekatan Sains Modern, Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta,
2004, Cet.ke-1
Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net Manzur,
Ibnu, TTh, Lisan al-‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-Ma’arif

Kosmologi, www.geocities.comiq:TP,

Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib,


Jilid 17, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 22,


Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 25,


Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 26,


Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 27,


Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1

____________,at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 28,


Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 30,


Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998,


Cet.ke-IV

____________, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Fungsi dan Peran


Wahyu Kehidupan Masyarakat: Mizan, 1999,Cet.ke-XIX

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Qur’an Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Qur’an Jilid 11, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Qur’an Jilid 13, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Qur’an Jilid 14, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

[1] Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net


[2] Ibid
[3] Ibid
[4]Ichwan, Mohammad Nor, Tafsir ‘Ilmiy, Memahami al-Qur’an
Melalui Pendekatan Sains Modern, Jogjakarta: Menara Kudus
Jogjakarta, 2004, Cet.ke-1, h. 188

[5] Pencantuman dan pengurutan ayat- ayatnya pun sama dengan yang


terdapat dalam buku Achmad Baiquni tentang penciptaan alam
semesta “Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman”.
[6] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h. 413
[7] Ibid, h. 433 dan 442
[8] Ibid, h. 442
[9] Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-
Ghaib, Jilid 22, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-
1, h. 140
[10] Ibid dan Shihab, Op.cit, h. 442
[11] Razi, Loc.cit
[12]Manzur, Ibnu, TTh, Lisan al-‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-
Ma’arif, h. 1577
[13] Shihab, Op.cit, h. 441
[14] Razi, Op.cit, h. 141
[15] Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan,
1998, Cet.ke-IV, h.171
[16] Shihab, al-Mishbah jilid 8, Op.cit, h. 442-443
[17] Ibid, h. 443 bandingkan dengan Humad, As’ad Mahmud, Aysar
at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid
II, Dimsyiq: TP, 1992, h. 11 Humad, Op.cit, h. 405 
[18] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 13, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h.321 dan 347
[19] Ibid, h. 350
[20] Ibid, h. 351
[21] Ibid, h. 351-352
[22]Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h.371
[23] Ibid, h. 381
[24]Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-
Ghaib, Jilid 27, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-
1, h. 88
[25] Humad, Op.cit, h. 404 
[26] Razi, Loc.cit
[27] Ibid, Shihab, Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h. 381-382 dan Humad, Op.cit, h. 405
[28] Shihab, Ibid, h.384-385
[29] Razi, Op.cit, jilid 27, h. 90
[30] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 387
[31] Razi, Loc.cit, jilid 27
[32] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 388 
[33] Humad, Op.cit, h. 405 
[34] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 388-389 
[35] Ibid, h. 390
[36] Humad, Op.cit, h. 405 
[37] Razi, Op.cit, Jilid 27,h. 93
[38] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 14, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h. 287 dan 305
[39] Ibid, h. 308
[40] Ibid
[41] Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-
Ghaib, Jilid 30, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-
1, h. 36
[42] Shihab, Op.cit, jilid 14, h. 308-309 dan ar-Razi, Loc.cit,
Jilid 30
[43] Razi, Ibid
[44] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 11, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h. 172
[45] Humad, Op.cit, h. 405 
[46] Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-
Ghaib, Jilid 25, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-
1, h.146-147
[47] Shihab, Op.cit, jilid 11, h. 177
[48] Razi, Op.cit, jilid 25, h.148
[49] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h.180
[50] Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-
Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid I, Dimsyiq: TP, 1992, h. 11
Humad, Op.cit, h. 526 
[51] Shihab, Op.cit, Jilid 6, h. 196- 197
[52] Ibid, h. 197
[53] Ibid, h. 199
[54] Humad, Op.cit, Jilid I, h. 526
[55] Razi,Op. cit,Jilid 30, h.150
[56] Shihab, Loc.cit, Jilid 6
[57] Razi, Op. cit,Jilid 30, h.151
[58] Shihab, Op.cit, Jilid 11, h. 421 dan 482
[59] Ibid, h. 487-488
[60] Ibid, h. 489 dan Humad, Op.cit, Jilid II, h. 302-303
[61] Shihab, Ibid, h. 489
[62] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h. 502
[63] Ibid,h. 514
[64]Humad, Op.cit, Jilid II, h.28 dan Razi, Op.Cit, Jilid 22,h.
197
[65] Shihab, Op.cit, Jilid 8, h. 514- 515
[66] Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Fungsi
dan Peran Wahyu Kehidupan Masyarakat: Mizan, 1999,Cet.ke-XIX , h.
36-37
[67] Ibid, h.110
[68] Ibid, h. 134-135
[69] Baiquni, Achmad, Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org
[70] Pada awalnya Achmad Baiquni sering menyebutkan angka 15
milyar tahun, namun kemudian ia meralatnya menjadi 12 milyar
tahun. Ini sesuai dengan data observasi ilmuan yang mutakhir.
[71] Baiquni, Loc.cit
[72] Ibid
[73] Ibid
[74] Ibid
[75] Ibid
[76] Ibid
[77] Ibid
[78] Ibid
[79] Ibid
[80] Ibid
[81] Ibid
[82] Ibid
[83] Ibid
[84] Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,
Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1,h. 233-234
[85] Ibid, h. 51

Anda mungkin juga menyukai