Anda di halaman 1dari 11

Makalah Tafsir Ayat Tentang Penciptaan

Langit
Tafsir Ayat Tentang Penciptaan Langit
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir Ayat Science
Dosen Pengampu:
Moch Noor Ichwan, M.Ag

Disusun Oleh:
Muhammad Ali Fuadi (124211064)
PRODI TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak ilmuan muslim maupun non-muslim menemukan ilmu pengetahuan baru,
baik yang berkaitan dengan penciptaan alam maupun hal lainnya. Padahal, hal-hal tersebut
sebenarnya sudah dijelaskan oleh Allah di dalam al-Quran, hanya saja belum banyak orang yang
mengetahuinya. Dan adapun yang sudah mengetahuinya di dalam al-Quran sejak dulu, mereka
belum bisa membuktikan kebenaran tersebut berdasarkan kebenaran ilmiah. Itulah bukti bahwa
al-Quran adalah benar kalam Allah, bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Sebab, banyak oknum
yang mengatakan bahwa al-Quran bukanlah kalam Allah, melainkan buatan Nabi Muhammad
Saw.
Thanthawi Jauhari, salah satu ahli tafsir yang mahir dalam bidang sains, di dalam tafsirnya AlJawahir, mengatakan bahwa:
Sesungguhnya di dalam al-Quran terdapat ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan yang berjumlah
atas 750 ayat, sementara yang membahas tentang ilmu fiqih tanda-tandanya tidak melebihi dari
150 ayat. Wahai umat Muslim, ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah faroidh saja
telah membuat berbagai macam cabang keilmuan, maka bagaimana tanggapanmu mengenai 750
ayat yang berkaitan dengan keajaiban dunia. Ini adalah masa ilmu, dan ini adalah masa yang
jelas cahaya Islam. Mengapa tidak kami kerjakan ayat-ayat tentang alam semesta, sebagaimana
para orang tua kita telah mengamalkan ilmu-ilmu tentang hukum waris

Melihat hal itu, pemakalah akan secara komprehensif membahas ayat-ayat yang berkaitan
dengan penciptaan alam. Ayat-ayat tentang penciptaan alam itu sendiri juga bermacam.
Misalnya, ada yang membahas tentang penciptaan langit, bumi, gunung, galaksi, bintangbintang, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, pemakalah akan fokus membahas tafsir ayat-ayat
tentang penciptaan langit.
Di antara ayat-ayat yang membahas tentang penciptaan langit adalah surat al-Baqarah ayat 29,
surat al-Araf ayat 54, surat at-Taubah ayat 3, surat Hud ayat 7, surat al-Furqan ayat 59, surat asSajdah ayat 4, surat Qaf ayat 38, surat al-Hadid ayat 4, surat an-Naziat ayat 27,dan surat asySyams ayat 5 sampai 10.
Oleh karena itu, pembahasan ayat-ayat tentang alam semesta terutama mengenai penciptaan
langit perlu dikaji lebih lanjut dalam perkuliahan mata kuliah Tafsir Ayat Science ini. Dalam
hal ini pemakalah akan mencoba memaparkan secara komprehensif penafsiran ayat-ayat yang
berkaitan dengan penciptaan langit. Semoga dapat menambah ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Aamiin.
PENGERTIAN LANGIT
Dalam bahasa Arab, langit disebut sebagai as-sama yang merupakan mufrod dari kata assamawat. Di dalam al-Quran, kata tersebut disebutkan sebanyak 310 kali secara terpisah di
beberapa surat. Dalam bentuk mufrod disebut sebanyak 120 kali, sedangkan disebutkan dalam
bentuk jamak sebanyak 190 kali. Louis Maluf dalam kamus al-Munjid mendefinisikan langit
sebagai sesuatu yang kita lihat berada di atas kita, seperti atap yang berwarna biru, yang
melingkupi bumi atau sesuatu yang melingkupi bumi dari angkasa yang sangat luas.
Sedangkan Ir. Abdurrazaq Nouval mendefinisikan langit sebagai sesuatu yang di atas kita yang
tentunya akan melindungi kita. Dengan demikian, langit bisa juga disebut dengan atap rumah
yang akan selalu melindungi seluruh alam. Kalau dalam ilmu pengetahun, langit yaitu segala apa
yang ada di sekeliling benda-benda yang terdiri dari bintang-bintang dan kumpulan-kumpulan
tata surya. Itu artinya, langit merupakan segala sesuatu yang meliputi bumi.
Kata langit dan langit-langit (As-Sama Was Samawat) datang berulang-ulang dalam al-Quran,
berikut adalah penjelasan dan definisi ilmiahnya: Ilmu pengetahuan menginterpretasikan langit
sebagai bola dunia yang menghimpun seluruh garis-garis orbit (Al-Aflaak) dan bintang-bintang
di majarroh kita yakni batas-batas alam material kita. Dan interpretasi ini sesuai dengan
interpretasi imam Muhammad Abduh ketika mengatakan: langit (As-Samau) adalah nama bagi
sesuatu yang berada di atas anda dan tinggi di atas kepala anda; anda ketika mendengar kata
langit ini sebenarnya membayangkan alam yang berada di atas anda ini; di langit itu terdapat
matahari dan bulan serta planet-planet lain yang berjalan di garis-garis edar dan bergerak di
garis-garis orbitnya.
Inilah yang disebut langit, ia dibangun oleh Allah yakni Dia yang meninggikannya dan
menjadikan setiap planetnya sebagai bata dari bangunan atapnya atau sebagai tembok yang
mengelilinginya dan planet-planet yang berjalan ini satu sama lain saling tarik-menarik dengan
hukum gravitasi yang universal sebagaimana bagian-bagian satu bangunan dihubungkan dengan
meletakkan materi antara bangunan itu yang dipergunakan untuk saling tarik-menarik.
Di antara hal-hal yang perlu dijelaskan ialah bahwa langit itu menunjukkan kehampaan yang
terakhir di dalam alam dan yang tidak mungkin jika ia kosong tidak diduduki oleh sesuatu, tetapi
ia dipenuhi oleh penengah yang non-material (ruang hampa udara yang disebut eter dan di dalam
penengah yang non-material inilah kekuatan non-material seperti gelombang-gelombang AlAsliki atau radio, radar, sinar panas dan kekuatan-kekuatan ini diberi nama gelombanggelombang eter.

PROSES PENCIPTAAN LANGIT


Proses penciptaan langit telah disebutkan sangat banyak di dalam al-Quran, salah satunya
sebagaimana yang dijelaskan di dalam surat Yunus ayat 3. Di dalamnya dijelaskan bahwa
penciptaan langit terjadi dalam enam masa, yaitu:





Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan.
Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu,
maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Yunus : 3).
Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti
hari yang dipahami manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi.
Dalam hal ini, proses penciptaan langit sendiri dalam teori Big-Bang dijelaskan pada Surat alAnbiya ayat 30, yang berbunyi:



Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air itu, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman? (QS. Al-Anbiya : 30)
Berikut adalah penafsiran tokoh-tokoh agama: Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui
melalui Muhammad Saw dan melalui al-Quran bahwa langit-langit dan bumi adalah suatu yang
berpadu tidak turun daripadanya satu tetes air hujan pun di atas bumi yang satu sama lain saling
melekat kemudian Kami pisahkan keduanya dan sebagian yang lain melalui hujan dan tumbuhtumbuhan.
Penafsiran lain mengatakan: Orang-orang kafir itu buta dan tidak bisa melihat bahwa langitlangit dan bumi pada awal penciptaannya adalah berpadu dengan kodrat Kami kemudian masingmasing satu sama lain Kami pisahkan.
Sedangkan ini menurut teori ilmiah: Nash (teks) ayat ini sesuai dengan teori yang paling modern
tentang pertumbuhan langit dan bumi, yaitu bahwa langit dan bumi, itu pada awal mulanya
bersatu padu di dalam kabut yang memuatnya, kemudian berpisah sebagai akibat ledakanledakan keras yang terjadi di dalam kabut dan ledakan yang disebutkan di dalam ayat itu menjadi
sempurna setelah keduanya bersatu yakni bertemu satu sama lain dalam hal tersebut terdapat
isyarat atau tanda terhadap ledakan-ledakan yang disebutkan di dalam alam yang karenanya
materi alam tersebar di dalam ruang angkasa yang ruang hampa udara dan di sekitarnya yang
berakhir dengan terbentuknya berbagai macam benda-benda langit yang beraneka ragam.
Terkait dengan proses penciptaan alam rayatermasuk di dalamnya penciptaan langit
diketahui bahwa surat al-Anbiya ayat 30 tersebut memberikan petunjuk kepada kita bahwa teori
big-bang yang diungkap oleh para ilmuwan sekitar awal abad ke-20, tepatnya mulai tahun 1927
atau sekitar 1350 tahun setelah al-Quran diturunkantelah lebih dahulu diungkap oleh ayat
ini.



Artinya: Bahwasanya itulah langit dan bumi ini pada mulanya adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Pada ayat ini Allah SWT menegaskan tentang kekuasaannya yang sempurna dan Maha Agung
atas seluruh makhluknya. Allah menciptakan langit dan Bumi beserta segala isinya adalah dalil

akan keberadaan wujudnya. Ia menyatakan pertanyaan yang bermakna pengingkaran sebagai


bantahan kepada siapa saja yang tidak mengakui eksistensi dirinya. Nalar orang-orang kafir
digugah oleh ayat di atas dengan menyatakan : Dan apakah orang-orang kafir belum juga
menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak melihat, yakni
menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas pandangan mata bahwa langit dan bumi
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya.
Lafadz yang terdapat pada penggalan ayat tersebut memiliki banyak makna, di antaranya
sebagai berikut: Celah, membongkar, membanting, letusan, membelah, membengkak hingga
pecah, lubuk air. Makna-makna yang diungkapkan tersebut semakin memperkuat dugaan
adanya peristiwa yang dikemukakan oleh teori Big-Bang. Hal ini dapat digunakan sebagai
petunjuk bahwa ayat al-Quran ialah mukjizat sepanjang zaman selama umur bumi ini, karena
proses Big-Bang masih terus berjalan hingga akhir zaman berdasarkan penelitian para ahli dalam
bidangnya.
Pada ayat tersebut selanjutnya dinyatakan: Lalu Kami pisahkan antara keduanya,. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa jika digambarkan keduanya maka bumi pada mulanya
menempel atau menyatu dengan kumpulan langit, galaksi, dan yang lain beserta planet-planet
atau benda-benda langit lainnya dalam sebuah Bola besar. Lalu bumi yang ada di bagian
celah bola besar tersebut, akibat letusan bola besar ini terbanting dan bahagian bumi yang
menempel tadi menjadi cekungan lautan dan samudra, serta bagian-bagian lain yang terkena
dentuman besar itu pun juga menjadi cekungan, yang kemudian bola besar itu membelah,
terbongkar, serta membengkak hingga pecah mengeluarkan kandungannya termasuk air. Hasil
pecahan bola besar itulah yang kemudian menjadi benda-benda langit atau galaksi-galaksi selain
bumi.
MATERI LANGIT
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat di atas pula dijelaskan tentang materi langit, yaitu
bahwa air itulah yang mempengaruhi atau yang mengakibatkan adanya kehidupan di alam raya.
Penulis dalam Q.S. al-Anbiya ayat 30 ini memaknai lafadz:

Dan dari air itu Kami jadikan pengaruh untuk segala sesuatu yang hidup
Air memang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Menurut terminologi sains, makna air
adalah kumpulan unsur kimiawi yang di dalamnya berupa oksigen (O) dan hidrogen (H2). Unsur
pertama, yaitu oksigen dibutuhkan oleh seluruh umat manusia dan makhluk hidup lainnya,
sedangkan hidrogen (H) yang dapat memunculkan atau mengakibatkan terjadinya ledakan besar.
Berkenaan dengan materi yang membentuk langit juga disebutkan dalam surat Fushshilat ayat
11, yang berbunyi:



Artinya: Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berupa kabut,
lalu dia berkata kepadanyadan kepada bumi, Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa. (QS. Fushshilat : 11)
Nanti kita akan membicarakan tentang asal kehidupan yang dikatakan air, di samping masalahmasalah biologi yang terdapat dalam al-Quran. Untuk sementara kita dapat menyimpulkan
sebagai berikut:
1. Menetapkan adanya suatu kumpulan gas dengan bagian-bagian kecil yang sangat halus.
Dukhan = asap. Asap itu terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian kecil

yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair, dan dalam suhu rendah atau
tinggi.
2. Menyebutkan proses perpisahan (fatq) dari suatu kumpulan pertama yang unik yang
terdiri dari unsur-unsur yang dipadukan (ratq). Kita tegaskan lagi, fatq dalam bahasa
Arab artinya memisahkan dan ratq artinya perpaduan atau persatuan beberapa unsur
untuk dijadikan suatu kumpulan yang homogen.
Konsep kesatuan yang berpisah-pisah menjadi beberapa bagian telah diterangkan dalam bagianbagian lain dari al-Quran dengan menyebutkan alam-alam ganda. Ayat pertama dari surat
pertama dalam al-Quran berbunyi: Dengan nama Allah, Maha Pengasih dan Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.
Di dalam surat al-Baqarah ayat 29, juga diterangkan demikian. Penggunaan lafadz dalam konteks
penciptaan pada ayat-ayat al-Quran, memiliki makna: Menjadikan sesuatu dari bahan atau
materi yang sudah ada atau keberadaannya terkait dengan wujud yang lain. Hal ini tentu saja
semakin memperkuat proses Big-Bang yaitu pada era terjadinya pendinginan/ pemuaian atau era
Hadron setelah ledakan yang pertama.
Ayat ini diakhiri dengan ungkapan atau lafadz merupakan kalimat pertanyaan. Namun,
yang dimaksud dalam ayat tersebut sebenarnya adalah kalimat perintah, yaitu untuk mengimani
atau mempercayai kebenaran informasi tersebut. Digunakannya bentuk ungkapan gaya bahasa
majazi tersebut, biasanya untuk memperkuat atau sebagai takid disebabkan khithab atau audiens
yang dituju oleh ayat tersebut sulit untuk mempercayainya secara langsung.
Ayat di atas mengandung isyarat atau pengertian bahwa kejadian bumi dan isinya itu lebih
dahulu dibandingkan terciptanya langit yang tujuh lapis. Pengertian itu tidaklah bertentangan
dengan ayat yang berbunyi:
( 29)
( 28) ( 27)
)

(30
Artinya: Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dia menjadikan malamnya gelap gulita,
dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (QS.
An-Naziat: 27-30)
Hal tersebut karena kata badu yang terdapat pada ayat tersebut menunjukkan pengertian
sesudah. Namun kaitannya bukan dengan zaman melainkan dengan penuturan konteks ayat.
Pengertian tersebut juga bisa diartikan bahwa setelah Allah menciptakan langit, lalu Allah
menata bumi untuk siap dihuni dan dibangun.
MASA PENCIPTAAN LANGIT
Sedangkan mengenai masa penciptaan langit, Allah Swt berfirman dalam surat Qs. Al-Araf : 54,
yaitu:



Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintangbintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-Araf : 54)

Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti
hari yang dipahami manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi. Dengan
demikian, yang dimaksud hari di sini adalah hari dimana sebelum langit dan bumi diciptakan.
Hari atau masa yang disebutkan dalam ayat ini hanya Allah yang mengetahuinya. Sedangkan di
dalam al-Quran juga terdapat beberapa informasi mengenai masalah ini. Ada suatu ayat yang
menyebut satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia, sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 47:

Artinya; Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut
perhitunganmu. (QS. Al-Hajj : 49)
Dalam surat as-Sajdah ayat 5 juga dijelaskan serupa:




Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya
dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS.
As-Sajdah : 5)
Pada ayat lain dijelaskan bahwa satu hari itu sama dengan lima puluh ribu tahun dalam hitungan
manusia. Keterangan ini sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Maarij ayat 4:



Artinya: Para Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara
dengan lima puluh ribu tahun. (QS. Al-Maarij : 4).
Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini juga disebutkan dalam beberapa ayat lain,
sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud ayat 7, yaitu:


Artinya: Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ArsyNya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS.
Hud : 7).
Berikut adalah penafsiran tokoh-tokoh agama: Allah menciptakan langit-langit dan bumi dalam
enam masa, padahal sebelumnya di dalam alam wujud tidak lebih banyak daripada alam air dan
alam atasnya adalah Arsy (singgasana) Allah. Dan Allah telah menciptakan alam ini untuk
menampakkan, melalui percobaan, keadaan-keadaan dan amal-amal kamu sekalian karena Dia
mengetahui orang yang meneriman Allah secara taat dan orang yang menentang-Nya.
Sedangkan ini menurut teori ilmiah: Kata Arsy (singgasana) terdapat di dalam bahasa dengan
arti singgasana raja; Robb (Tuhan) Arsy adalah Allah Swt yang kekuasaan-Nya meliputi seluruh
langit dan bumi. Kata Sama (langit) berarti segala sesuatu yang menaungi dan di atas anda,
mencakup lapisan-lapisan udara yang ketebalannya menipis secara bertahap ketika kita semakin
sampai pada daerah-daerah hampa udara dan ruang angkasa di mana bintang-bintang dan planetplanet berjalan pada garis edarnya dengan aturan yang cermat sesuai dengan hukum gravitasi.
Dalam surat al-Hadid ayat 4 disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini
dikaitkan dengan pengetahuan Allah tentang hal-hal lain. ayat itu adalah sebagai berikut:




Artinya: Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia
bersemayam di atas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apoa yang
keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama

kamu di mana pun kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. AlHadid : 4).
Keterangan yang ditambahkan setelah pernyataan penciptaan langi dan bumi dalam enam masa
adalah bahwa Allah mengetahui apa yang masuk dan keluar dari bumi serta apa yang turun dan
naik ke langit. Selain itu, Allah juga mengetahui secara rinci perbuatan manusia. Penjelasan ini
untuk menegaskan bahwa sebagai pencipta, Allah mengetahui segala apa yang terjadi pada
ciptaan-Nya. Tidak satu pun peristiwa yang luput dari pengetahuan-Nya.
Selain itu, ada pula ayat yang menjelaskan bahwa langit itu diciptakan dalam dua masa,
sebagaimana yang terdapat dalam surat Fushshilat ayat 12:



Artinya: Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat : 12).
TUJUH LAPIS LANGIT
Masih sedikit menjelaskan surat Fushshilat ayat 12 yang penulis paparkan di atas. Bahwa selain
ayat tersebut menjelaskan tentang diciptakannya dalam dua masa, juga dijelaskan pula bahwa
penciptaan tujuh langit. Penciptaan tujuh langit itu terbagi dalam dua masa. Ayat ini menjelaskan
bahwa Allah menyempurnakan langit dan menjadikannya tujuh lapis dalam dua masa. Masa
yang dimaksud, sebagaimana yang dijelaskan sebelumya, adalah dua periode yang rentang
waktunya sangat panjang. Pada awalnya, Allah menciptakan langit pertama, dan kemudian
disempurnakan menjadi tujuh langit yang berlapis-lapis.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 29, di dalam surat ini secara tersurat
Allah juga menjelaskan bahwa langit terdiri atas tujuh lapis langit, yaitu:



Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah : 29)
Wahai para manusia, bagaimana Allah meyakinkanmu atas keputusan yang telah ditetapkan
kepadamu, dan di sisimu tuhan menyampaikan kepadamu, dan Allah berkata
dan kalian tidak memiliki sedikitpun atau sebagian kecil. Dari dalam (bumi)


terdapat permata yang tumbuh dalam laut yang dari selain sisimu, dan tempat yang kamu
tempati, dan hutan yang ada di sisimu. Apakah kamu menyangka wahai manusia bahwa
pandangan ini merupakan penyampaian yang sempurna.
wahai kaum, bukankah
Wahai ummat, Allah telah mengatakan

kalian orang-orang yang termasuk dalam penyampaian sempurna ini. Apakah kalian tidak malu
apabila tidak mengetahui atas nikmat yang telah diberikan tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah
memberikan kepada orang-orang kafir berupa kenikmatan ini dan pendeknya akal dan tujuan
yang bodoh. Bagaimana kalian berkata bahwa Allah memiliki sesuatu yang ada secara
keseluruhan ini berupa tingkah laku atau perbuatan manusia (hamba) dalam semua apa-apa yang
diberikan Allah kepada para manusia.
Allah telah menjelaskan kepada kita daya perkataannya, telah aku ciptakan untukmu bumi
seluruhnya, dan jika aku berikan nikmat kekuatan kepadamu, maka akan rusak dan memiliki
kemarahan yang sangat parah. Ini dia, Allah kita, ketika melihat kami berpaling dari nikmat
karunianya, sehingga kita merasa memenangkan dan kita melupakan dan mengabaikan murka
kemarahannya. Dan ini merupakan balasan bagi orang-orang kafir yang tidak mensyukuri nikmat

Allah. Apakah kamu tidak mau untuk mengkhusyukkan hati kamu dengan mengingat Allah,
terhadap suatu kebenaran yang diturunkan kepadamu.


Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.
Lafadz di dalam ayat ini dimaknai dengan kemampuan menciptakan, dan selain makna itu
kami menemukan perhitungan takdir yaitu seluruh kemampuan yang mencakup apa saja yang
ada di bumi untuk kemaslahatan manusia. Selain itu, di dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan
bahwa lafadz diartikan dengan ikhtaraa wa awjada badal adam (menciptakan dan
meniadakan setelah tiada). Dikatakan kepada manusia ketika dia mengadakan sesuatu, ibnu
kaisan mengatakan maknanya adalah Dia menjadikan demi kalian. Adapula yang
mengatakan bahwa maknanya adalah segala sesuatu yang ada di bumi diberikan sebagai nikmat
atas kalian, dan semua itu untuk kalian. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah bukti keEsaan dan anjuran untuk direnungkan.

Pengertian lafadz as-sama (langit) di dalam tafsir al-Maraghi ialah seluruh yang ada di atas kita.
Dan kata istawa alaihi artinya berkehendak menciptakan langit. dikatakan:
: dengan makna tujuan terhadap sesuatu yang selain tujuan itu, dan dari perkataannya:
Dia berbalik ke pengirim sebagai panah. Hal ini bertujuan agar kehendak- yang berhubungan
dengan penciptaan langit benar-benar melekat dengan selain sesuatu yang lain.
Dalam penciptaan ini tidak ada hal lain yang akan diciptakan selama belum selesai. Oleh karen
itu, kemudian dilanjutkan dengan kalimah:

Dalam hal ini, Allah kemudian menyempurnakan penciptaan langit. Karenanya, Allah
menjadikan langit menjadi tujuh lapis yang sempurna bentuk dan polanya. Lafadz berarti
Penyelesaian. penyelesaian dalam hal ini yaitu membuatnya menjadi lebih baik dan sempurna.
Allah Mahakuasa telah menjelaskan dalam beberapa akan disebutkan kemudian dalam arti
komposisi tubuh bagian-bagiannya bebas dari kejanggalan. Setiap konfigurasi yang sangat
proporsionalitas serta ketepatan dan ketentuan. Makna Umumnya, Dia yang memperkirakan
menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kepentingan khusus. Kemudian khawatir
kehendak- yang berhubungan dengan penciptaan langit salah satunya lalu menciptakan tujuh
langit dan dia mengetahui segalanya.
Memang, tujuh langit yang diciptakan Allah dalam dua masa sebagaimana yang dijelaskan dalam
surat Fushshilat ayat 12 merupakan sesuatu yang belum jelas hakikatnya. Karena itu, sebagian
besar masyarakat masih belum mengerti. Begitu pula para mufassir, mereka menerangkan
maknanya sesuai dengan keyakinan dan pengetahuan yang dimilikinya.
Penciptaan tujuh lapis ini sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Mulk ayat 3, yang isinya:


Artinya: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. (QS. Al-Mulk : 3).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menciptakan tujuh langit secara bertingkat-tingkat. Tiap-tiap
benda alam itu seakan terapung kokoh di tengah-tengah alam jagat raya, tanpa ada tiang-tiang
yang menyangga dan tanpa ada tali yang mengikatnya. Memang langit yang terlihat di alam ini
terwujud tanpa tiang yang menyangganya. Allah menegaskan hal ini dalam surat Luqman ayat
10:

Artinya: Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya. (QS. Luqman :
10).
Menurut sebagian ahli tafsir, kata tujuh langit diartikan sebagai galaksi-galaksi yang terdapat di
ruang angkasa yang jumlahnya sangat banyak. Pendapat demikian didasarkan pada dua
anggapan, yaitu bahwa angka tujuh dalam bahasa Arab biasa digunakan untuk menunjukkan
sesuatu yang jumlahnya banyak atau suatu jumlah enam ditambah satu. Selain ini, ada pula pakar
yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh lapis itu adalah tujuh bintang yang ada di
sekitar matahari. Namun demikian, ada pula mufassir yang tidak mau menjelaskan maknanya,
dan menyerahkan kepada Allah, karena hal itu ada pengetahuan-Nya dan belum diketahui
dengan pasti oleh manusia.
Selain itu, ada yang berpendapat bahwa langit-langit juga disebutkan sebagai ganda, bukan saja
dalam bentuk kata jamak, tetapi dengan angka simbolik yaitu angka tujuh. Angka tujuh dipakai
dalam al-Quran sebanyak 24 kali untuk maksud bermacam-macam. Sering kali angka tujuh itu
berarti banyak dan kita tidak tahu dengan pasti sebabnya angka tersebut dipakai. Bagi orangorang Yunani dan orang-orang Rumawi, angka 7 juga mempunyai arti banyak yang tidak
ditentukan. Dalam Qur-an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit,
angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan langit-langit yang tidak disebutkan. Angka 7
dipakai satu kali untuk menunjukkan 7 jalan di langit.
KESIMPULAN
Memang, al-Quran tiada tandingannya. Segala hal yang berkaitan dengan kehidupan pasti ada di
dalamnya. Sedikit contoh adalah tentang ilmu pengetahuan alam. Kita semua mengetahui dan
meyakini bahwa segala hal yang ada di dunia ini merupakan ciptaan Allah. Hal tersebut juga
jelas diterangkan dalam al-Quran, setidaknya sudah cukup untuk menghentikan para oknum
yang tidak mempercayai kebenaran al-Quran.
Mengenai penciptaan langit sendiri, ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang hal itupun juga
sangat banyak. Dan pengetahuan yang ditemukan oleh para ilmuan akhir-akhir inipun juga sudah
ada di dalam al-Quran. Misalnya, teori tentang Big-Bang. Konsep Big-Bang sepadan dengan
yang ada di dalam al-Quran mengenai penciptaan alam raya, termasuk di dalamnya tentang
penciptaan langit. Semoga kita selalu senantiasa bisa membaca al-Quran setiap hari. Dan
selanjutnya merenungkan isi yang terkandung di dalamnya.
VIII.PENUTUP
Demikianlah makalah tentang Tafsir Ayat Tentang Penciptaan Langit kami susun. Semoga
pembahasan tentang tema kali ini bermanfaat bagi kita semua. Sudah barang tentu, makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam segi penulisan maupun isinya.
Maka dari itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik dalam
menyusun makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hanafi. Al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Quran. Mesir: Dar al-Maarif.
1985.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1. Semarang: Karya Toha Putra. 1992.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir al-Qurthuubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2010.
Bucaille, Dr. Maurice. Bibel, Quran, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang.
1979.
Ibrahim,Muhammad Ismail. Sisi Mulia: Agama dan Ilmu. Jakarta: CV. Rajawali. 1986.
Ichwan, Mohammad Nor. Tafsir Ilmiy; Memahami Al-Quran Melalui Pendekatan Sains
Modern. Yogyakarta: Menara Kudus. 2004.

Jauhari, Thanthawi. Al-Jawahir fi al-Tafsir al-Quran al-Karim, Jilid I. Beirut: Dar al-Fikr. 1395
H/ 1974 M.
Kementerian Agama RI. Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains. Jakarta:
Kemenag RI. 2012.
Noval, Abdurrozaq, Langit dan Para Penghuninya.
Prof. Dr. A. Baiquni. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Jakarta: Pustaka. 1983.
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial. Jakarta: Amzah. 2007.
Syihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, Volume VIII. Jakarta: Lentera Hati. 2000.
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmiy; Memahami Al-Quran Melalui Pendekatan Sains
Modern, (Yogyakarta; Menara Kudus, 2004), h. 188-189
Abdurrozaq Noval, Langit dan Para Penghuninya.
Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 85-86
Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains,
(Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 3-4
Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 86-87
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 204-205
M. Quraish SihabTafsir Al-MisbahVolume , (Jakarta: Lentera Hati 2000)
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 204-205
Andi Rosadisastra, Ibid, h. 205
Prof. Dr. A. BaiquniIslam dan Ilmu Pengetahuan ModernJakarta: Pustaka) h. 15
Dr. Maurice Bucaille, Bibel, Quran, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), h. 152
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2056
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1, (Semarang: Karya Toha Putra,
1992), h. 128-130
Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains,
(Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 4-5
Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 94
Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains,
(Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 5
Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains,
(Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 5-6
Thanthawi Jauhari, Al-Jawahir fi al-Tafsir al-Quran al-Karim, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr1395
H/), h. 46
Hanafi Ahmad, Al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Quran, (Mesir: Dar al-Maarif,
1985), h. 201
Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 448
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj, Jil 1, (Semarang: Karya Toha Putra,
1992), h. 128
Hanafi Ahmad, Ibid, h. 201
Hanafi Ahmad, Al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Quran, (Mesir: Dar al-Maarif,
1985), h. 201
Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains,
(Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 49-50
Dr. Maurice Bucaille, Bibel, Quran, dan Sains Modern, Terj. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), h. 152

Anda mungkin juga menyukai