Anda di halaman 1dari 9

Terbentuknya Alam Semesta dalam Perspektif Islam

Kamelia Madania; kameliamadania2@gmail.com


Restika Kamal; restikakamal2@gmail.com
Wafda Syahdina Rusda; wafdasyahdin@gmail.com
Abstrak
Adanya makhluk hidup dan alam semesta tentu menjadi tanda tanya bagi sebagian
orang yang ingin mengetahui cara terbentuknya dan siapa yang menciptakan sesuatu
yang luar biasa ini. Tentu dalam setiap karya, mempunyai sang pencipta sama halnya
adanya manusia dan alam semesta yang bias kita ketahui melalui kalamuhu yaitu Al
Qur'an yang didalamnya memaparkan jelas tentang cara terbentuknya penciptaan langit,
matahari, bulan dan bintang serta silih bergantinya siang dan malam. (Qs. al-A‟raf/7:
54) yang pada akhirnya Alquran jelas dijadikan acuan dan termasuk hal yang harus kita
pelajari agar lebih mengenal dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi dan ada di
muka bumi ini merupakan kehendak sang pencipta.
Kata Kunci; Perspektif, fenomena, evolusi

1. Pendahuluan

Alam semesta yang meliputi semua yang ada merupakan ciptaan Allah Yang
Mahakuasa. Makhluk Tuhan ini secara garis besar terbagi menjadi dua: benda hidup dan
benda mati. Yang pertama meliputi semua makhluk yang mengalami pertumbuhan
dalam eksistensinya, misalnya yang berawal dari sesuatu, kemudian tumbuh menjadi
benda yang berbeda dari sebelumnya, berkembang menjadi besar, hingga pada akhirnya
hancur dan punah. Jenis ini dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
tumbuhan, hewan, dan manusia. Adapun yang kedua adalah benda-benda yang tidak
berkembang atau tidak mengalami pertumbuhan dalam keberadaannya.

Ragam dari kelompok ini sangat banyak, seperti bebatuan, tanah, dan sebagainya.
Informasi tentang keberadaan alam semesta tidak saja bersumber dari ilmu pengetahuan
dan pengamatan, tetapi juga dari ajaran agama. Benda-benda mati tidak memerlukan
persyaratan rumit bagi keberadaan dan keadaannya di alam raya ini. Fenomena tersebut
berbeda dari benda hidup, yang tentu membutuhkan berbagai hal yang mendukung
eksistensinya di jagat ini. Karena itu, sangat wajar bila diperlukan berbagai kondisi
yang mesti ada agar makhluk hidup ini dapat ada.
Pada umumnya manusia menganggap bahwa bumi ini, yang mencakup daratan,
lautan, dan udaranya, merupakan wilayah yang memungkinkan adanya makhluk hidup.
Penilaian ini didasarkan pada penelitian bahwa hanya di planet ini terdapat air yang
merupakan syarat utama untuk kehidupan. Dengan adanya air, pepohonan akan tumbuh
dan dengan aktivitas fotosintesisnya pepohonan akan menghasilkan oksigen yang
merupakan unsur kedua yang diperlukan semua makhluk hidup. Sementara itu, sejauh
ini di planet-planet lain belum ditemukan tanda-tanda keberadaan air.

Sumber ajaran agama adalah Allah yang memberi pengetahuan ini melalui Kitab
Suci yang diwahyukan kepada para nabi dan rasul. Dalam Islam, sumber itu adalah Al-
Qur‟an yang dikenalkan sebagai petunjuk bagi manusia (hudanlin-nās). Dari kitab
inilah manusia mendapat berbagai informasi tentang hal-hal yang terkait dengan
kehidupan di jagat raya. Di antara yang diberitakannya adalah persoalan yang terkait
kehidupan di alam semesta. Tulisan ini membahas tentang upaya untuk mengetahui
adanya ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengisyaratkan tentang adanya kehidupan di alam
semesta.

2. Pembahasan

Keberadaan makhluk di jagat raya ini merupakan kehendak Allah Yang Mahakuasa.
Dialah satu-satunya pencipta semua yang ada. Kita mesti memahami bahwa penciptaan
itu berlangsung secara bertahap dan bukannya sekaligus, atau yang dalam bahasa Arab
disebut daf„ah wāĥidah. Dalam terminologi sains penciptaan atau keberadaan makhluk
dalam kondisi seperti itu dinamakan evolusi.

2.1 Hakikat Alam Semesta


Tentang apa hakikat alam semesta menurut Al-Qur‟an, dalam beberapa tempat pada
surat-surat Al-Qur‟an disingung tentang apa itu alam semesta. Suatu kali Al-Qur‟an
menjelaskan bahwa, alam semesta adalah langit dan bumi.
Al-Qur‟an terkadang menunjuk apa itu alam semesta secara lebih abstrak. Misalnya
ayat al-Qur‟an 21:30 menyebutkan, jagad raya ini adalah sebuah massa atau susunan
unsur-unsur itu berada dalam perbentangan. Sehingga alam semesta dalam persfektif
Al-Qur‟an dapat dipahami sebagai perbentangan unsurunsur yang saling mempunyai
keterkaitan. Sedang jagad raya; dimana alam semesta yang terbentang ini mempunyai
atau mencakup pula hukum-hukum atau sebab-sebab alamiahnya.
Jadi pada hakikatnya, alam semesta haruslah dipahami sebagai wujud dari
keberadaan Allah SWT, keesaan-Nya, kebesaran-Nya, kemahakuasan-Nya, dan belas
kasih-Nya, sebab alam semesta dan seluruh isinya serta hukum-hukumnya tidak ada
tanpa keberadaan Allah Yang Maha Esa. Segala sesuatu termasuk langit dan bumi
merupakan ciptaan Allah Yang Maha Kuasa (14:11). Allah adalah pemilik mutlak dari
alam semesta dan penguasa alam semesta serta pemeliharanya Yang Maha Pengasih (1:
1-3) sebagai ciptaannya alam semesta ini menyerah kepada kehendak Allah (3: 83) dan
memuji Allah (57: 1), (59:1), (61:1), lihat pula ayat (17: 44), (24: 41). Antara alam
semesta (makhluk) dan Allah (khaliq) mempunyai keterikatan erat, dan bahkan
meskipun mempunyai hukumnya sendiri, ciptaan amat bergantung pada pencipta yang
tak terhingga dan mutlak. (Rahman, 1996).
Petunjuk Al-Qur‟an tentang persoalan ini banyak ditemukan, di antaranya
dalam penciptaan langit dan bumi. Salah satunya kita dapati dalam ayat berikut:
”Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas „Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk
kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.
Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam”. (Qs. al-A‟raf/7: 54)

Ayat ini menjelaskan penciptaan langit, bumi, matahari, bulan, dan bintang serta
silih bergantinya siang dan malam. Disebutkan pula bahwa penciptaan itu tidak secara
sekaligus, namun bertahap. Penyebutan enam masa dalam penciptaan langit dan bumi,
seperti diungkapkan ayat ini, menunjukkan adanya pentahapan dalam penciptaan;
keberadaan langit dan bumi serta semua yang ada di alam semesta terjadi secara
bertahap atau evolutif. Informasi tentang bertahapnya penciptaan juga dapat kita
temukan pada Surah al-Baqarah/2: 29 berikut:

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian
Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Qs. al-Baqarah/2: 29)

Melalui ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia-lah Pencipta apa saja yang ada di
bumi. Usai menciptakan semua itu, Dia berkehendak menciptakan langit. Pada mulanya
—melihat redaksi ayat—yang Allah ciptakan hanya satu langit, sebelum Dia
menyempurnakannya menjadi tujuh langit yang terbentang di ruang angkasa. Ungkapan
tersebut lagi-lagi mengisyaratkan adanya pentahapan dalam penciptaan langit.
Fenomena yang demikian ini dalam penciptaan disebut evolusi. Evolusi berlaku untuk
semua yang ada di alam semesta; semua makhluk mengalami proses ini.

Allah swt telah mengatur semua proses penciptaan bumi dan Allah telah
memberitahukan kepada umatnya mengenai penciptaan bumi dan alam semesta melalui
Al-quran. Kitab suci umat islam inilah sumber dari segala macam ilmu pengetahuan.
Di dalamnya semua ilmu pengetahuan tertulis untuk membantu kita mencari
pengetahuan dan terus mengimani isi-isinya.
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu
yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah):
“Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir
itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. (QS. Hud: 7)
Dalam menjelaskan “enam hari” Al-Thabary mengutip sebuah hadis dari Abu
Hurairah yang secara eksplisit dapat dipahami bahwa “enam hari‟ ini diuraikan dengan
penjelasan sebagaimana enam hari yang kita pahami hari ini yaitu nama-nama hari senin
sampai minggu. Lain halnya dengan Rahman (1996), proses “enam hari” ini menunjuk
pada eksistensi Allah dalam penunjukkan terhadap suatu proses berangsur-angsur di
luar dimensi ruang dan waktu.
Allah menciptakan alam semesta ini bukan untuk-Nya, tetapi untuk seluruh
makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik,
Allahmempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan
menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu,
Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhluk-Nya yang patutdiberi
amanat itu, yaitu manusia dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang
dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dankekuatan rasio,
disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya iniadalah amanat Allah
yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruhmanusia yang selama hidupnya
di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.

Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara otomatis dan langsung, akan
tetapimelalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak
berartiAllah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sekaligus. Akan tetapi
justrukarena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut
“kehidupan”baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi
hidup olehAllah, yakni flora dan fauna.

Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis


danseimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinyautamanya
flora dan fauna, dalam suatu“tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata
nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etikakehidupan alam” yang sering
dipengaruhi oleh paradigma dinamis yang berkembangdalam komunitas masyarakat
disamping pengaruh ajaran agama yang menjadisumber inspirasi moral dan etika itu.

Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan
perhatian Allah. Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan yang teratur
dalam aspek biologi, fisika, kimia, dan geologi beserta semua kaidah sains. Definisi dari
alam semesta itu sendiri adalah segala sesuatu yang ada pada diri manusia dan di luar
dirinya yang merupakan suatu kesatuan sistem yang unik dan misterius.

Menurut pandangan Al Quran, penciptaan alam semesta dapat dilihat pada surat Al
Anbiya ayat 30. “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas „Arsy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan
dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

Bumi sebelumnya adalah planet yang mati dan Allah menghidupkannya dengan
menurunkan air dari langit. “Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air itu
dihidupkannya bumi sesudah matinya.” (QS`An Nahl: 65).
Ibnu „Abbās, mufasir kenamaan dari generasi sahabat menjelaskan bahwa yang
dimaksud dari frasa “langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu” adalah bahwa
langit merupakan sesuatu yang padu karena tidak menurunkan hujan, dan bumi juga
sesuatu yang padu karena tidak menumbuhkan tanaman. Keduanya kemudian
dipisahkan dalam arti pemisahan langit yang kemudian menyebabkan turunnya hujan,
dan pemisahan bumi yang tersirami air hujan sehingga menjadi subur dan dapat
menumbuhkan tanaman. (Abdul-„Ažīm az-Zarqāniy, 1988)
Keterangan di atas mengisyaratkan bahwa air merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan makhluk. Air memang merupakan unsur utama dalam kaitan
ini. Kenyataan tersebut juga diisyaratkan pada penggalan selanjutnya ayat ini, yaitu
“dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air.” Tafsiran Ibnu „Abbās
yang menjelaskan pemisahan itu dengan adanya hujan atau air bagi langit dan
tumbuhnya tanaman di bumi tampaknya disarikan dari frasa ini.
Di kalangan ilmuwan, ada tiga pendapat mengenai penciptaan kehidupan dari air.
Pertama, kehidupan makhluk berawal dari air, dalam hal ini yang dimaksud adalah laut.
Dengan demikian, teori ini mengisyaratkan bahwa makhluk hidup berasal dari air dan
muncul pertama kali dari laut. Kedua, semua makhluk hidup berasal dari air dalam arti
semuanya berasal dari cairan sperma. Ketiga, air merupakan bagian terpenting agar
suatu makhluk tetap hidup. Pada kenyataannya, sebagian besar tubuh makhluk hidup
memang terdiri atas air. Misalnya saja manusia; 70% dari bagian tubuhny adalah air.
Manusia tidak akan dapat bertahan lama bila 20% saja dari cairan tubuhnya hilang.
Manusia dapat bertahan lama tanpa makan, tetapi tidak demikian bila tanpa minum.
(Departemen Agama RI. 2006)
Pertanyaannya adalah darimana air ini berasal? Padahal waktu itu belum ada awan
yang bisa menghasilkan hujan, belum ada langit yang bisa menahan uap air. Maka satu-
satunya kemungkinan asal air adalah dari Arasynya Allah.

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar kuasa menghilangkannya.” (QS
Al- Mu‟minun: 18)

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman“ (QS. Al-Anbiya: 30).
“Maka Kami tumbuhkan dengan air itu berjenis-jenis tumbuhan yang bermacam-macam
“ (Qs. Thaha: 53)

“ Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air … (QS An Nur ; 45).

Ayat-ayat tersebut makin menjelaskan kepada kita bahwa setelah air diturunkan ke
bumi, maka sebelum Allah ciptakan hewan, tentunya yang terlebih dahulu Allah
cipakan adalah tumbuh-tumbuhan sebagai cadangan makanan hewan. Kemudian
hewan-hewan ada juga yang menjadi cadangan makanan untuk hewan-hewan predator.
Semua jenis hewan, baik burung maupun hewan darat, ternyata menurut ilmu
pengetahuan memang asal-usulnya dari hewan air.

2.2 Kesempurnaan di Alam Semesta


Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” ( QS. Al
Mulk, 67: 3-4)
Konsepsi alam dalam Al-Qur‟an menurut Rahman (1996) dilandasi oleh beberapa
pernyataan. Pernyataan-pernyataan ini dapat dijadikan sebagai ide dasar konsep Al-
Qur‟an mengenai alam semesta. Dari berbagai ayat yang terdapat dalam Al-Qur‟an,
maka dapat dirumuskan menjadi beberapa statement untuk melandasi konsep Al-Qur‟an
mengenai alam semesta ini, diantaranya:
1. Terutama pernyatan tentang terciptanya alam semesta atas kehendak Allah (41:11),
hal ini berarti membuktikan adanya Allah, juga menggambarkan mengenai kekuasaan
dan kebesaran allah yang terhingga (21:22), dengan landasan ini dimaksudkan agar
manusia beriman kepada Allah.
2. Alam semesta adalah petanda (ayat) yang paling penting mengenai penciptanya.
Petanda-tanda alam ini ada yang bersifat natural yang terjadi karena proses-proses
kausal di alam (3: 190-191), petandape tanda yang berupa peringatan (29:35) dan ada
pula petanda-petanda historis atau supranatural (2:22) dan (17:10)
3. Petanda pertama disebut “ayat” yaitu petanda yang lemah, abstrak, dan samar.
Sedangkan petanda kedua yaitu ayat bayyinat atau bayyinat saja. Bayyinat merupakan
“tanda-tanda yang terang, jelas dan tak dapat diragukan lagi”. Al-Qur‟an pada dirinya
sendiri dan Muhammad sebagai penerimanya merupakan bayyinat pula (98:1-4),
kesemua petanda itu dapat mengantarkan manusia untuk berfikir (3: 190-191), (10: 1-3),
(12: 102-105) dan (20: 1-6)
3. Penutup
Penciptaan alam merupakan bukti kekuasaan dan kebesaran Allah Swt. Dan penjelasan
di atas adalah sebagian kecil dari fakta dan data yang kita ketahui tentang jagad raya tak
terbatas yang Allah ciptakan jauh sebelum kita hidup. Kenyataan tersebut membuktikan
kemahaluasan dan kemahahalusan ilmu Allah dibandingkan pengetahuan yang kita
miliki. Tidak ada kesulitan bagi Allah untuk mencipta juga menghancurkan alam
semesta ini. Ungkapan kesyukuran atas segala nikmat alam semesta ini dibuktikan
dengan sikap berasahabat dengan alam yang lebih baik.
Ayat-ayat kosmologis dalam Al-Qur‟an merupakan petanda lain dari fakta alam
semesta. Keduanya saling menjelaskan satu sama lain. Makro-kosmos dan
mikrokosmos merupakan bukti nyata akan belas kasih-Nya terhadap manusia di muka
bumi. Sebagai bahan renungan, banyak bencana yang terjadi karena ada sebagian
makhluknya yang melampui ukuran dan melanggar aturannya. Menyalahi aturan, ratqh,
dan segala ketetapan Tuhan.
Alam dan fenomena alam merupakan petanda atau mukjizat yang menakjubkan.
Akan tetapi, manusia gampang “melupakan” Allah bila alam menguntungkannya; hanya
ketika alam menyebabkan kemalangan kepada dirinya barulah ia menemukan Allah
(24:39), setelah Allah menyelamatkannya, ia kembali mengingkarinya dan melakukan
perbuatan-perbuatan negatif karena itu (10:23), bandingkan dengan (29:65). Kepada
Nabi Muhammad SAW, Allah memberikan mukjizat berupa wahyu alquran.
Daftar Referensi

Rahman, Fazlur. 1996. The Themes of The Qur‟an, Anas Muhyiddin, (terj) Tema
Pokok Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka
Harun Yahya, 2003.Penciptaan Alam Raya. Bandung: Ta-Ha Publisher Ltd

Abdul-„Ažīm az-Zarqāniy, Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān, (Beirut: Dār al-Fikr,


1988)
Dapartemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2006.

Al-Thabary, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir, Jami al-Bayan an Ta‟wil al-Qur‟an.
HTML. info@omelketab.net

Anda mungkin juga menyukai