Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Kata ‘Alam (‫ )العامل‬secara bahasa berarti seluruh alam semesta. Jika
dikatakan al-kauny (‫ ;)الكوين‬al- ‘alamy (‫ )العاملي‬artinya meliputi seluruh dunia.
Dalam bahasa Yunani, alam semesta atau segala sesuatu disebut “kosmos”
yang berarti “harmonis, serasi”. Menurut akar katanya, “alam” (alam) memiliki
akar kata yang sama dengan “ilm” (ilmu, ilmu) dan “adrese” (alamat, tanda).
Dinamakan demikian karena alam semesta merupakan tanda keberadaan
Pencipta yang agung, yaitu Allah SWT. Alam semesta disebut juga dengan
ayat-ayat, yang merupakan sumber ilmu dan pelajaran bagi manusia. Salah satu
hikmah dari mengamati alam semesta adalah keharmonisan, keselarasan, dan
keteraturan, bukan kekacauan. Karena sifatnya yang bijaksana, mempelajari
alam semesta mengarah pada kesimpulan positif dan sikap syukur.
Dalam al-Qur’an, banyak ayat-ayat yang berbicara mengenai penciptaan
alam semesta yang diungkapkan dalam bentuk yang bermacam-macam. Al-
Qur’an menekankan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu, baik yang
di langit maupun di bumi. Allah pencipta segala sesuatu, itulah sifat-Nya yang
paling besar dan paling nyata, tidak ada pencipta selain-Nya. Sebagai pencipta,
al-Qur’an menyebut sejumlah nama Allah, antara lain al-Khaliq, al-Bari’, al-
Mushawwir, dan al-Badi’. Oleh karena itu, umat Islam sepakat bahwa Allah
adalah pencipta (al-Khaliq) dan alam semesta ini adalah ciptaan-Nya
(Makhluq).
Al-Qur’an juga banyak menjelaskan tentang fenomena alam semesta dan
ciptaan-Nya yang bisa dilihat dengan mata kepala seperti kejadian siang dan
malam, matahari, bulan dan planet-planet. Meskipun demikian, informasi
tentang penciptaan alam semesta dalam al-Qur’an tidak tersusun secara
sistematis seperti yang dikenal dalam buku ilmiah. Masalah ini tidak terhimpun
pada satu kesatuan, tetapi diungkapkan dalam berbagai ayat yang tergelar
dalam beberapa surat al-Qur’an. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah
menciptakan alam semesta tidak hanya menggunakan kata khalaqa, tetapi juga
menggunakan kata-kata lain seperti ja’ala, bada’a, fathara, shana’a, amara,
nasya’a, dan bada’a yang arti lahiriyahnya sama tetapi maksudnya berbeda.

1
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penciptaan alam menurut Teolog dan Filosof Muslim.
2. Proses Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Qur’an.
3. Tujuan Penciptaan Alam menurut Al-Qur’an.
4. Manfaat Alam Bagi Manusia.

1.2. Tujuan
Sesuai dengan uraian masalah di atas, makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk mengetahui dan menjelaskan:
1. Mengetahui penciptaan alam menurut Teolog dan Filsuf Muslim.
2. Mengetahui penciptaan alam menurut Al-Qur’an.
3. Mengetahui tujuan penciptaan alam.
4. Mengetahui manfaat alam bagi manusia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penciptaan Alam Menurut Teolog dan Filosof Muslim


Dalam sejarah perkembangan filsafat Islam, terdapat dua ajaran berbeda
yang menjelaskan bagaimana alam ini bisa ada. Pertama, doktrin penciptaan
(al-khalq/penciptaan) Kedua, doktrin emanasi (al-fayd/emanasi). Terjadi
perdebatan dan kontroversi dalam dua kelompok ini sepanjang sejarah
perkembangan teologi dan filsafat Islam. Ajaran ini juga telah melibatkan
hampir semua teolog dan filosof Islam karena adanya perbedaan penafsiran
tentang keagungan dan kebesaran Tuhan. Teori penciptaan merupakan
pemikiran para teolog, khususnya para ahli mazhab Asy'ariyah. Aliran ini
berpendapat bahwa Tuhan menciptakan alam melalui sifat-sifat-Nya seperti
Ilm, Kehendak, Qudrah, dan sebagainya.
Dalam kajian teologi, pembahasan peristiwa alam mengarah pada kajian
tentang Atribut Tuhan dan efek sifat-sifat ini. Menurut kecenderungan ini,
dunia ini memiliki dua unsur, yaitu unsur jauhar dan unsur ‘aradh (substansi
dan accidents). Hal yang sama juga terjadi pada teori emanasi, yang
merupakan pemikiran para filosof Islam. Mereka memupuk pemikiran-
pemikiran para teolog, khususnya tentang hakikat tindakan Tuhan dalam
hubungannya dengan keberadaan alam. Para filosof Islam mengklaim bahwa
penciptaan (al-khalq/penciptaan) sebenarnya adalah proses yang lahir dari
konsep konsekuensinya sendiri, melalui tindakan pemikiran Sang Pencipta,
kemudian membentuk alam sebagai objek pemikiran Sang Pencipta itu sendiri.
Teori emanasi ini menjelaskan bahwa alam itu abadi (qadim/abadi).
Filosof Islam pertama yang mengemukakan teori ini adalah al-Farabi.
Menurutnya alam semesta diciptakan dalam kelimpahan (al-faidh), teori ini
diambil dari Neoplatonisme yang berpendapat bahwa dunia ini menjadi ada
melalui kelimpahan dari Yang Esa Bentuk pertama dari kelimpahan adalah
satu, yaitu akal. Jadi keanekaragaman alam tidak datang langsung dari Tuhan
Tetapi dari akal pertama yang melimpah mengandung keanekaan potensial
sebagai sebab langsung bagi keanekaan aktual di alam empiris. Berdasarkan
teori ini, Tuhan menjaga keutuhan substansi-Nya dari keragaman karena Tuhan
tidak datang langsung dari wujud empiris.
Teori yang dikemukakan oleh al-Farabi dimaksudkan untuk menjelaskan
fakta-fakta yang terkait dengan proses emanasi. Fakta-fakta ini dijelaskan
dalam uraian tentang prinsip-prinsip keberadaan. Al-Farabi membagi prinsip-
prinsip ini menjadi eksistensi non-massa dan eksistensi massa. Massa tidak
dianggap sebagai prinsip keberadaan semata. Sebelum al-Farabi, al-Kindi
adalah filsuf Islam pertama. Dia tidak mengungkapkan teori yang berbeda di
antara para ahliteolog tentang peristiwa alam. Pemikiran al-Kindi dalam bidang

3
teologi sejalan dengan pemikiran Mu'tazilah. Menurut al-Kindi, dunia ini baru,
tidak abadi, alam diciptakan oleh Tuhan. Al-Kindi menggunakan kata ibda'
untuk menjelaskan proses penciptaan alam. Dalam hal ini, Sayyed Hussein
Nasr berpendapat bahwa meskipun al-Kindi membawa perspektif baru ke
dunia intelektual Islam, al-Farabi-lah yang menempatkan filsafat Islam pada
pijakan yang lebih kuat dan kokoh. Berbeda dengan al-Kindi, filosof Islam
Ibnu Maskawaih juga menjelaskan jalannya peristiwa alam.
Menurut Ibnu Maskawaih, Tuhan menciptakan alam melalui proses
emanasi. Pancaran yang dipahami oleh Ibnu Maskawaih adalah entitas pertama
yang memancar dari Allah, yaitu 'aqalfa'al (akal aktif). Semangat aktif ini
tanpa perantara.Dia adalah Qadim, sempurna dan tidak berubah. Dari pikiran
aktif jiwa muncul dan melalui perantaraan jiwa planet (al-falak) muncul.
Penganugerahan Allah yang terus menerus dapat menjaga ketertiban di alam
semesta ini.
Selain Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina juga membahas teori emanasi. Proses
emanasi yang dikemukakan oleh Ibnu Sina didasarkan pada fakta bahwa tidak
ada informasi rinci dalam Al-Qur'an tentang penciptaan alam dari materi yang
ada atau tidak ada. Ibnu Sina memberikan corak yang berbeda dengan teori
emanasi yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Pola pancaran yang
dikemukakan Ibnu Sina adalah bahwa akal (roh) pertama akan memancar dari
Tuhan, akal kedua dari langit pertama akan memancar dari ruh pertama; dan
seterusnya sampai luminositas roh kesepuluh dan bumi tercapai.
Jika melihat pandangan para teolog dan filosof terdahulu, maka pemikiran
(pandangan) filosof Islam mengenai emanasi masih dianggap urgen dalam
kajian dan studi keislaman. Dengan mendalami teori pancaran yang dulunya
“penting” dalam khazanah pemikiran Islam, setidaknya akan mendorong
motivasi baru bagi para pemikir Islam modern untuk mengembangkan
pemikirannya pada ayat-ayat Kauniyyah yang terdapat dalam Al-Qur’an.

2.2. Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Qur’an


Pembicaraan al-Qur’an tentang proses penciptaan alam semesta dapat
ditemukan dari ayat-ayat yang tersebar dalam beberapa surat. Akan tetapi,
informasi itu hanya bersifat garis besar atau prinsip-prinsip dasar saja, karena
al-Qur’an bukanlah buku kosmologi atau buku ilmu pengetahuan yang
menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Sehingga
memunculkan banyak interpretasi dari para mufasir maupun filosof terhadap
kandungan ayat-ayat dimaksud. Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara
tentang proses penciptaan alam semesta ini adalah sebagai berikut:

4
1. QS. Hud/11: 7
َ‫ض فِ ْي ِستَّ ِة اَي ٍَّام َّو َكانَ َعرْ ُشهٗ َعلَى ْال َم ۤا ِء ِليَ ْبلُ َو ُك ْم اَيُّ ُك ْم اَحْ َسنُ َع َماًل َۗولَ ِٕى ْن قُ ْلت‬ َ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬ َ َ‫َوهُ َو الَّ ِذيْ خَ ل‬
ٓ َّ ْ ۢ
ِ ْ‫اِنَّ ُك ْم َّم ْبعُوْ ثُوْ نَ ِم ْن بَ ْع ِد ال َمو‬
‫ت لَيَقُوْ لَ َّن ال ِذ ْينَ َكفَر ُْٓوا اِ ْن ٰه َذا اِاَّل ِسحْ ٌر ُّمبِي ٌْن‬
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara
kamu yang lebih baik amalnya dan jika kamu berkata (kepada penduduk
Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya
orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang
nyata.”
2. QS. Fushshilat/41: 9-12
َ ِ‫ض فِ ْي يَوْ َمي ِْن َوتَجْ َعلُوْ نَ لَهٗ َأ ْندَادًا ۗ ٰذل‬
َ‫ك َربُّ ْال ٰعلَ ِم ْين‬ َ ْ‫ق اَأْلر‬
َ َ‫قُلْ َأِئنَّ ُك ْم لَتَ ْكفُرُوْ نَ بِالَّ ِذيْ خَ ل‬
Katakanlah, “Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi
dalam dua masa dan kamu adakan pula sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah Tuhan
seluruh alam.”

َ‫ك فِ ْيهَا َوقَ َّد َر فِ ْيهَا َأ ْق َواتَهَا فِ ْي َأرْ بَ َع ِة َأي ٍَّام ۗ َس َوا ًء لِّلسَّاِئلِ ْين‬
َ ‫َو َج َع َل فِ ْيهَا َر َوا ِس َي ِم ْن فَوْ قِهَا َو ٰب َر‬
“Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dan
kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan ( bagi
penghuni)nya dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan)
mereka yang memerlukannya.”

َ‫ض اْئتِيَا طَوْ عًا َأوْ كَرْ هًا ۗ قَالَتَا َأتَ ْينَا طَاِئ ِع ْين‬
ِ ْ‫َان فَقَا َل لَهَا َولَِأْلر‬
ٌ ‫ثُ َّم ا ْست َٰوى ِإلَى ال َّس َما ِء َو ِه َي ُدخ‬
Kemudian Dia menuju ke langit dan ( langit) itu masih berupa asap, lalu Dia
berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menurut
perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “ Kami datang
dengan patuh”

َ ِ‫صابِ ْي َح ۖ َو ِح ْفظًا ۗ ٰذل‬


‫ك تَ ْق ِد ْي ُر‬ َ ‫ت فِ ْي يَوْ َم ْي ِن َوَأوْ ٰحى فِ ْي ُك ِّل َس َما ٍء َأ ْم َرهَا ۗ َو َزيَّنَّا ال َّس َما َء ال ُّد ْنيَا بِ َم‬
ٍ ‫ضه َُّن َس ْب َع َسمٰ ٰو‬ ٰ َ‫فَق‬
‫ْال َع ِزي ِْز ال َعلِي ِْم‬
ْ

Lalu di ciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia
mewahyukan urusan masing- masing . Kemudian langit yang dekat ( dengan
bumi) , Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk
memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha
Mengetahui.

5
3. QS. al-Anbiya‟/21: 30
َ‫ض َكانَتَا َر ْتقًا فَفَتَ ْقنَاهُ َما ۖ َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َما ِء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّي ۖ َأفَاَل يُْؤ ِمنُون‬
َ ْ‫ت َواَأْلر‬
ِ ‫َأ َولَ ْم يَ َر الَّ ِذينَ َكفَرُوا َأ َّن ال َّس َما َوا‬
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapa mereka tidak juga beriman?”
Pada QS. Hud/11: 7 Allah menegaskan bahwa Dialah Sang Pencipta alam
semesta (langit dan bumi serta segala isinya). Sebelum proses penciptaan
dimulai, Allah telah memiliki singgasana yang berada di atas air ketika
menciptakan alam semesta. Allah menguji orang-orang yang paling baik
amalnya (menggunakan ciptaan-Nya) agar mereka mendapat balasan atas
amalnya. Di awal ayat ia mulai menyebutkan bahwa penciptaan alam untuk
langit dan bumi memakan waktu enam periode dengan rincian: dua hari
menjadikan bumi, dua hari menjadikan segala yang ada di atasnya, dan dua
hari menjadikan langit dan segala isinya.
Dalam al-Qur’an, untuk menyebut alam semesta digunakan ungkapan
“samawati wa al-ardhi wa ma bainahuma”. Ungkapan ini terulang sebanyak
21 kali dalam 15 surat yang berbeda,14 kesemuanya dapat diartikan seluruh
alam, baik yang fisik maupun non fisik. Kata “samawati wa al-ardhi” yang
diartikan dengan langit dan bumi - yang dijelaskan pada QS al-Anbiya’/21: 30
- pada mulanya keduanya adalah satu kesatuan (ratqan). Kemudian Allah
pisahkan menjadi dua, yang satu diangkat-Nya ke atas yang disebut langit, dan
yang satu lagi dibiarkan terhampar di bawah disebut dengan bumi. Karena
adanya pemisahan antara langit dan bumi itu, maka terciptalah ruang kosong
bernama awang-awang yang diungkapkan dengan kata wa mabainahuma.
Pada QS. al-Anbiya’/21: 30 juga menunjukkan bahwa air (al-ma’) telah
ada sebagai salah satu kondisi terwujudnya alam semesta. Menurut Madjid Ali
Khan dengan mengutip Abdullah Yusuf Ali mengatakan bahwa Ilmu Biologi
kontemporer menunjukkan semua kehidupan dimulai dari air. HG. Sarwar
dalam bukunya Philosophy of Qur’an mengatakan bahwa air adalah komponen
terpenting bagi kehidupan. Hal ini sebagai perluasan yang sangat mendukung
teori kimia fisika.
Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, teori penciptaan alam yang dikemukakan
oleh ilmu pengetahuan sesuai dengan teori al-Qur’an sendiri, seperti tersebut
dalam QS. Al-Anbiya’/21: 30.19 Teori-teori ilmiah yang sesuai dengan al-
Qur’an:
Pertama, sebelum dijadikan langit dan bumi, hanya terdapat zarrah-zarrah
yang menyerupai kabut dan air yang menjadi unsur pokok terjadinya alam ini.
Kedua, langit dan bumi mulanya adalah suatu paduan, kemudian Allah
memisahkannya. Lalu Allah menjadikan udara di antara keduanya yang

6
menghilangkan panas bumi agar manusia dapat hidup di atasnya. Udara yang
bergerak dan terus berpindah-pindah itulah yang menyebabkan turunnya hujan
yang membentuk laut dan sungai.
Ketiga, yang dinamakan langit bukanlah planet, tetapi ruang yang tidak
terbatas dan hanya Allah sendiri yang mengetahuinya dan ruang itulah yang
menjadi tempat beredarnya seluruh bintang-bintang. Dapat dikatakan bahwa
yang dikehendaki dengan tujuh petala langit ialah “tujuh kelompok gugusan
bintang” yang masing-masing beredar menurut garis edarnya.
Pada QS. Fushshilat/41: 9-12 Allah menjelaskan bahwa dalam proses
penciptaan alam semesta terdiri dari dua tahap. Pertama, alam semesta
diciptakan dalam bentuk asap (dukhan). Ibnu Katsir menafsirkan dukhan
dengan sejenis uap air. Kedua, terpecahnya asap menjadi berbagai benda-benda
langit. Penjelasan ini sama seperti yang diakui oleh kebanyakan pakar
astrofisika saat ini, yakni teori ledakan besar.
Menurut teori ini, puluhan atau mungkin ratusan miliar tahun silam
terdapat sebuah tumpukan gas yang terdiri dari hydrogen dan helium yang
berotasi perlahan-lahan. Kemudian gas pecah dalam suatu peristiwa yang
disebut “ledakan besar” dan selanjutnya membentuk benda-benda langit yang
kini dikenal dengan galaksi. Dalam alam semesta terdapat bermiliar-miliar
galaksi, masing-masing berotasi pada sumbunya berpadu sedemikian rupa
sehingga satu sama lain tidak bertabrakan.
Pada tahap kedua, galaksi pecah dan menjadi bermiliar-miliar bintang,
salah satu di antara bintang itu adalah matahari. Setiap gas yang membentuk
bintang pecah sebagai tahap ketiga untuk membentuk planet-planet yang
mengelilingi bintang. Setiap bintang dan planet berotasi sedemikian rupa
sehingga tidak ada tabrakan antara yang satu dengan yang lain. Semua itu
adalah sunnatullah, tanda-tanda atau hukum Allah atau dalam istilah ilmiah
disebut dengan hukum alam.
Masih menurut QS. Fushshilat/41: 9-12, bumi diciptakan dalam dua hari,
selama empat hari lagi Allah menciptakan hiasan-hiasannya seperti disebutkan
di atas, menciptakan segala bahan makanan, bahan pakaian dan sebagainya
yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk-Nya. Al-Maraghi menjelaskan
bahwa Allah menciptakan bumi dan segala isinya dalam empat tahapan, “Satu
tahap untuk memadatkan materi bumi setelah asalnya berupa gas, setahap lagi
untuk menyempurnakan lapisan-lapisan bumi selebihnya, termasuk di
antaranya bahan-bahan mineral yang ada padanya, setahap lagi untuk
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta tahap terakhir untuk pembentukan
binatang.
Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan proses penciptaan bumi terlebih
dahulu, setelah itu disebutkan penciptaan langit dengan segala isinya.
Sedangkan pada ayat-ayat lain, biasanya terlebih dahulu diceritakan penciptaan

7
langit, kemudian penciptaan bumi. Menurut al-Maraghi, pengungkapan dalam
bentuk demikian karena manusia memperhatikan keadaan bumi yang ada di
sekelilingnya, maka penyebutan tentang bumi didahulukan. Sedangkan
menurut Hasbi ash-Shiddieqy, dalam rencananya Allah lebih dahulu membuat
rencana bumi daripada rencana pembuatan langit, akan tetapi dalam
pelaksanaannya kemudian lebih dahulu menciptakan langit (termasuk
matahari) dari bumi.

2.3. Tujuan Penciptaan Alam menurut Al-Qur’an


Dari seluruh rangkaian objek ciptaan, semua disebutkan dalam al-Qur’an
berulang-ulang dalam konteks manfaatnya bagi manusia: langit, matahari,
bulan, bintang, malam, siang, angin, hujan, bumi, jalan, laut, sungai, sumber
air, gunung, tumbuhan, buah-buahan tertentu, mineral (besi), hewan, dan
sebagainya. Apabila ditanyakan apa penyebab disebut berulang-ulang tentang
objek-objek yang terletak di hadapan mata, jawabannya ialah bahwa jumlah
tekanan pada tanda-tanda dan symbol-simbol Allah akan cukup untuk
membuktikan kebesaran dan kekuasaan-Nya serta nikmat-nikmat yang
disediakan kepada manusia.
Al-Qur‟an mengatakan bahwa penciptaan langit dan bumi jauh lebih besar
daripada manusia (QS. al-Mukminun/23: 57). Dalam seluruh ciptaan Allah ada
tanda-tanda bagi orang yang mengerti; orang beriman harus merenungkan
keajaiban alam semesta dalam setiap sikap tubuhnya, seraya berkata, “Ya
Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (QS. Ali
Imran/3: 191). Motif Allah dalam menciptakan seluruh alam semesta – yang
tidak menyebabkan Dia lelah atau bosan (QS. al-Baqarah/2: 255 dan QS. al-
Ahqaf/46: 32) – ialah agar manusia mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu dan ilmu Allah meliputi segala sesuatu (QS. alThalaq/65: 12).
Menurut hadis Nabi, Allah berfirman, “Aku (dahulunya) perbendaharaan
yang tersembunyi, kemudian Aku merasa ingin dikenali, lalu Aku menciptakan
makhluk supaya Aku dikenal”. Menurut hadis lain, Allah berkata kepada Nabi,
“Sekiranya bukan karena engkau ya Muhammad, Aku tidak akan menciptakan
langit-langit.” Dari seluruh rangkaian objek ciptaan Allah yang tampak dalam
alam ini, al-Qur’an selalu menyebut tentang fenomena alam secara berulang-
ulang dalam konteks manfaatnya bagi manusia. Seperti langit, matahari, bulan,
bintang, malam, siang, angin, hujan, bumi, jalan, laut, sungai, sumber air,
gunung, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan tertentu seperti kurma, anggur,
delima, mineral (besi), hewan, dan sebagainya. Tidak kurang dari 750 ayat
yang secara tegas menguraikan tentang fenomena alam raya ini.
Penyebutan secara berulang tentu mempunyai maksud dan rahasia yang
luar biasa. Paling tidak, ada tiga hal yang dapat dikemukakan, yaitu:

8
Pertama, al-Qur’an memerintahkan manusia untuk memperhatikan dan
mempelajari alam semesta dalam rangka memperoleh manfaat dan kemudahan
dalam kehidupannya, serta untuk memberikan kesadaran manusia akan
Keesaan dan Kemahakuasaan Allah.
Kedua, alam dan segala isinya serta hukum-hukum yang terdapat di
dalamnya adalah diciptakan, dimiliki, dikuasai, dan diatur oleh Allah dengan
teliti. Dengan kata lain, alam semesta tunduk dan patuh kepada hukum-hukum
yang telah ditetapkan dan tidak pernah menyimpang dari ketentuan Allah. Oleh
karena itu, alam semesta beserta isinya tidak boleh disembah, dikultuskan dan
dipertuhankan oleh manusia.
Ketiga, redaksi ayat-ayat kauniyyah bersifat ringkas, teliti dan padat
sehingga pemahaman dan penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut sangat
bervariasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing
penafsir.
Dalam al-Qur’an, banyak terdapat ayat yang mengajak manusia
memperhatikan, memikirkan, dan mengamati alam raya. Ajakan ini
dimaksudkan agar manusia memperoleh tanda-tanda yang membuktikan
adanya Tuhan Pencipta alam semesta. Dalam konteks ini, al-Qur’an memberi
arti yang penting sekali pada pengetahuan indrawi bagi jalan untuk
menemukan-Nya. Manusia diajak untuk memikirkan kejadian langit dan bumi,
bergantinya siang dan malam, berlayarnya perahu di tengah lautan, bertiupnya
angin (udara), diturunkannya hujan untuk kehidupan manusia dan tumbuh-
tumbuhan, diciptakannya berbagai macam hewan untuk kesenangan manusia,
dan sebagainya.
Di banyak tempat, al-Qur’an menekankan perlunya dan bermanfaatnya
pengamatan terhadap alam. Kegiatan ini mempunyai dua tujuan, yakni tujuan
Ilahi (ketuhanan) dan tujuan duniawi. Hakikat-hakikat yang sudah jelas
nampak dan nyata telah dapat disentuh manusia dibeberkan oleh bukti-bukti
alam dan tidak memerlukan lagi argumen-argumen lain untuk menetapkannya.
Akan tetapi, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk
membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut. Usaha
yang demikian perlu dihadapi dengan hujjah agar hakikat-hakikat tersebut
mendapat pengakuan yang semestinya.

2.4. Manfaat Alam Bagi Manusia


Menurut islam, manusia adalah makhluk yang paling mulia diantara
makhluk-makhluk Allah yang lain. Akan tetapi islam juga mengingatkan
bahwa manusia hanyalah salah satu di antara sekian banyak makhluk Allah
SWT, yang berada diluar kemampuan manusia untuk menghitungnya. Manusia
dibekali akal pikiran hingga kedudukannya paling mulia diantara makhluk-
makhluk Allah yang lainnya, hingga kita bisa mengetahui kisah-kisah

9
penciptaan yang ada dalam Al-Qur’an, kita mendapatkan informasi tentang
tahapan dan evolusi penciptaan ini. Dari informasi tersebut, kita bisa
memahami bahwa alam ini mempunyai wujud obyektif yang terlepas dari
subyektifitas kesadaran manusia.
Segala sumber daya alam ditundukkan oleh Allah dan pemanfaatannya
diserahkan kepada manusia. Sebagaimana terungkap dalam Firman Allah yang
artinya “ Dan (Dialah) yang menundukkan untuk kalian apa yang ada dilangit
dan yang ada di bumi.” (QS. Al-Jatsiyat:13). Namun dalam  pemanfaatan
sumber daya alam manusia tidak boleh serta merta memanfaatkan sesuai
dengan keinginannya seperti  menjual karunia air, hal seperti itu dilarang oleh
Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau :“dari jabir bin abdullah ia berkata,
Rasulullah SAW melarang menjual karunia air.” (HR. Muslim). Dan hadis
tersebut diperjelas oleh hadis yang lain “Dari Abu Hurairah RA berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “ karunia air tidak boleh dijual karena menjual air
berdampak pada dijualnya rumput”.(HR. Muslim:2929).
Sumber daya alam itu digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk
segelintir orang, Setiap orang harus mencari sumber-sumber daya alam dengan
benar dan jujur dengan cara yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Tak seorangpun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumber daya
alam yang telah diberikan Allah. Perusakan terhadap anugerah Allah
merupakan tindakan fasad yang dikecam Allah.
Menurut Syauqi Ahmad Dunya, ada beberapa prinsip dalam mengelola
sumber daya alam, yaitu : Sumber daya alam adalah nikmat dan karunia tuhan
dalam islam, kryakinan akan hal tersebut tidak lain adalah untuk mengontrol
perilaku kerakusan manusia terhadap alam, karena alam disediakan tidak untuk
orang tertentu tapi untuk semua makhluk yang ada didunia ini. Manusia harus
mendistribusikan secara tepat dari hal terkecil. Sikap ini akan menghasilkan
sikap ekonomis, hemat dan efisien.
Sumber daya ditundukkan bagi manusia, prinsip ini memberikan
kemustahilan untuk menundukkan alam. Jika terjadi hal-hal yang
membahayakan manusia, itu disebabkan oleh manusia itu sendiri yang kurang
hati-hati dalam menata alam, karna kurang memahami hukum dan gejala alam.
Kerja keras merupakan realitas amaliyah, sumber daya alam disediakan
manusia sebagian besar adalah barang mentah, juga bukan dalam bentuk jasa
yang siap dimanfaatkan. Hal tersebut merupakan kebijaksanaan Allah, karena
jika semuanya sudah tersedia untuk siap pakai maka manusia akan berebutan
untuk mendapatkannya sehingga timbul berbagai konflik.

Perlakuan yang adil terhadap alam, sebagaiman diketahui alam diciptakan


Allah bukan untuk disia-siakan dan diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia
secara adil. Terhadap alam manusia dituntut untuk mengatur kejelasan

10
pengelolaannya. Alam yang diciptakan oleh Allah SWT yang Maha Bijaksana
dalam menciptakan Dia terbebas dari segala bentuk kesia-siaan. Oleh sebab itu,
Dia telah menetapkan dalam segala sesuatu yang ada didalamnya, kecil
ataupun besar, menempatkan hukum-hukum yang juga merupakan makhluk
Allah SWT. Allah SWT menciptakan alam dengan hikmah dan dengan cara
tertentu, Dia menetapkan dan menghendaki dan Dia mengajarkan kita bahwa
sunnah-sunnah dan hukum-hukum tersebut yang mengendalikan alam ciptaan
ini. Oleh sebab itu islam mengajarkan manusia untuk memperlakukan alam
sebaik-baiknya sebagaimana manusia memperlakukan anak-anaknya.

BAB III
PENUTUP

11
3.1 Kesimpulan
Alam Semesta menurut al-Qur’an diciptakan Allah namun tidak dijelaskan
secara rinci apakah diciptakan dari sesuatu atau materi yang sudah ada atau
dari ketiadaan (nihil). Proses penciptaan alam juga mengalami perkembangan
secara gradual (tadrij) sesuai dengan sunatullah. Dari sinilah muncul banyak
penafsiran yang berbeda di kalangan mufasir, khususnya para teolog dan
filosof. Adapun persoalan kosmologi dalam al-Qur’an dapat digambarkan
bahwa Allah menciptakan tujuh lapis langit dan meletakkan yang satu di atas
yang lain di atas bumi, dalam tatanan yang sempurna dan tanpa cela, masing-
masing berorbit pada jalannya sendiri. Karena alam semesta dan proses-proses
yang terjadi di dalamnya sering kali dinyatakan sebagai ayat-ayat Allah, maka
memeriksa dan meneliti kosmos atau alam semesta dapat diartikan sebagai
membaca ayatullah. Dengan memperhatikan alam semesta, maka akan dapat
merinci dan menguraikan serta menerangkan ayat-ayat di dalam al-Qur’an
yang pada umumnya merupakan garis-garis besar saja
Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya harus memanfaatkan alam sebaik-
baiknya. Harus digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk segelintir
orang, Setiap orang harus mencari sumber-sumber daya alam dengan benar dan
jujur dengan cara yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tak
seorangpun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumber daya alam
yang telah diberikan Allah. Perusakan terhadap anugerah Allah merupakan
tindakan fasad yang dikecam Allah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Wasiyanti, N. (2017, Maret 12). Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Islam.
Kompasiana, IV, pp. 1-2.

Zaini, M. (2018). Alam Semesta Menurut Al-Qur'an. Journal of Qur'anic Studies, IV, 30-
45.

13

Anda mungkin juga menyukai