terhadap
air
merupakan
substansi
terdalam
yang
kenyataan
yang
sebenarnya.
Jadi
hakikat
adalah
kenyataan
mengatakan,
Ontologi
itu
mencari
ultimate
reality
dan
pandangan
Islam
terkait
dengan
ontologi
tersebut
dan
sesuatu
dari
air.
(QS.
Al-anbiya,
21:30).
Kemudian
yakni
khalaqa,
yang
menunjukkan
proses
kejadian
alam
tidak
tunduk
kepada
perubahan
dan
penggantian
(tahwil:tabdil),
seperti
yang
dinyatakan
didalam
al-Quran,
bahwa
dialah
dan
bumi
sdalam
enam
hari,
kemudian
bersemayam
siatas
Kata kerja lain yang digunakan meskipun dalam jumlah kecil, adalah badaa
yang berarti mengadaka sesuattu yang baru tanpa contoh (penemuan baru).
Misalnya, dalam al-quran disebutkan, bahwapencipta langit dan bumi,
tatkala meniscayakan sesuatu dia mengatakan adalah, maka ia ada (QS. Albaqarah, 2:117). Pada kesempatan lain al-Quran menggunakan kata kerja
lain jaala yang bermakna membuat atau menjadikan, seperti dalam ayat:
dialah yang menjadikan matahari bercahaya dan bulan bersinar (QS.
Yunus:10:5). Selain itu juga penggunaankata fatara, sawwa, dan sakhkhara
sebagaimana yang disebutkan diatas.
Dalam diskursus keagamaan dan kefilsafatan, hakekat penciptaan telah
menjadi perdebatan panjang yang bermuara pada perbedaan interpretas
etimologis terhadap terma-terma yang digunakan oleh al-quran diatas.
Misalnya apakah penciptaan alam semesta didahului oleh adanya ruang dan
waktu ataukah tidak. karena hall ini berimplikasi kepada premis tentang
keazalia dan keabadian alam semesta, maka para teolog musli berpendapat
bahwa Allah menciptakan alam semesta dalam ketiadaan (al-khalq min
adam) atau creatio ex nihillo. Bagi mereka, karena Allah maha kuasa, maka
menciptakan sesuatu dari ketiadaan bukannlah sesuatu kemustahilan.
Dipihak lain, dengan premis-premis logika dan postulat-postulat ilmu serta
pengamatan fenomina alam secara alamiah, para filosof berpendapat bahwa
penciptaan dari ketiadaan adalah mustahil. Pada hakikatnya menurut
mereka yang terjadi dalam penciptaan adalah pengubahan bahan dari
bentuk yang satu kebentuk yang lainnya.
Ibnu Rusyd misalnya, memandang realitas itu ada tiga macam. Pertama,
realitas yang adanya dari tiada dan tidak disebabkan oleh apapun atau tidak
didahului oleh adanya ruang dan waktu. Realitas inidisebut dengan realitas
azali dan abadi yang merupakan sebab bagi adanya segala sesuatu. Dalam
istilah agama realitas
ruang dan waktu. Realits ini adalah semua benda yang ada didalam alam
semesta ini, termasuk keempat elemen bumi, yakni api, air, tanah, dan
udara, yang dikenal dengan (al-ustuqsat al-arbaah). Ketiga, realitas yang
adanya dari tiada, namun adanya karena sebab dan tidak didahului oleh
ruang dan waktu. Realitas ini adalah alam sebagai terciptanya benda-benda
didalamnya. Karena adanya tidak didahului oleh ruang dan waktu, maka ia
azalai dan abadi seperti yang menyebabkannya. Hanya, realitas ini dibawah
tingkatan realitas pertama sebagi sebab pertama yakni Allah yang maha
tinggi.[11]
D. PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI
Penciptaan alam semesta memang tidak disebutkan di dalam al-Quran
secara
langsung,
juga
tidak
dijelaskan
secara
mendetail
dan
rinci,
kemudian
mengulanginya
(menghidupkannya)
kembali
angkasa itu pada mulanya satu, kemidian pecah dan diantaranya menjadi
bumi. Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran: Dan apakah orang-orang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu
adalah satu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada
beriman.(QS. Al-Anbiya 21:30).
Langit dan bumi sepeti yang digambarkan Al-Quran diciptakan Tuhan dala
enam hari, maksudnya berproses dalam enam masa yang panjang,
mengingat dalam ayat lain disebutkan sehari sama dengan seribu tahun
atau lima puluh ribu tahun. Dan setidaknya ada tujuh ayat dari empat surat
dalam Al-Quran yang dapat dijadikan rujukkan untuk mengetahui kejadian
langit dan bumi. Ayat-ayat tersebut adalah (QS. Al-Ghasiyah, 88:17-20); (QS.
Yunus, 10:101); (QS. al-Ankabut, 29:20); dan (QS. Al-Rum, 30:50). Dari tujuh
ayat ini dapat dipahami konsep dasar penciptaan langit dan bumi, hal ini
terlihat dengan jelas dalam surat al-Ghasiyah: Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana dia dicptakan ; dan langit bagaimana
ditinggikan; dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan dan bumi bumi
bagaimana dihamparkan(QS. Al-Ghasiyah, 88:17-20).[12]
E. PENCIPTAAN MANUSIA
Manusia oleh al-Quran dipandang sebgai salah satu ciptaan Allah
efunrdi alam semesta dan gsi sebagai khalifah-Nya di bumi. Al-Quran
mencritakan bahwa Allah menciptakan manusia dari bahan tanah (turab),
tanah liat (tin), tanah liat kering (salsal) yang dibentuk dari lumpur hitam
(hama) dan (ard). Misalnya firman Allah: Dari tanahlah kami ciptakan, dan
pada kepadanya Kami kembalikan, dan darinya Kami bangkitkan kembali
(QS. Taha, 20:55). Dan pada kesempatan lain, juga disebutkan bahwa
manusia diciptakan dari air (ma)seperti difirmankan: dan Dialah yang
menjadikan
manusia
dari
air
(QS.
Al-Furqan,
25:54).
Ayat-ayat
ini
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama Islam, Jakarta: Logos Wacana llmu,
cet. I.
Gholshani, Mehdi. 1997. Filsafat-Sains menurut Al-Quran,Bandung: Mizan.
Gazalba,
Sidi.
Tanpa
Tahun.
sistematika
Filsafat,
Pengantar
kepada
Teori