Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Quran & Sains Modern
Disusun oleh:
MANAJEMEN 05/SMT II
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Al-Quran dan Kosmologi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Al-Quran dan
Kosmologi ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
PEMBAHASAN
A. AL-QUR’AN
Al-Qur’an meskipun bukanlah kitab ensiklopedia ilmiah yang menyajikan
berbagai teori ilmu pengetahuan maupun penjelasan mengenai rahasia alam semesta.
Namun secara garis besar isinya telah memformat fenomena-fenomena alam yang
dapat ditelusuri dengan riset ilmiah dari beberapa sebab (Beheshti, 2003, p. 18).
Kompleksitas akan pembicaraan Al-Qur’an telah menjadikan kitab keagamaan ini
menjadi prototype dari segala buku yang melambangkan pengetahuan (Zar, 1997, p.
10). Pembuktian ilmiah terhadap Al-Qur’an dapat ditandai dengan perintah untuk
berfikir dan merenungkan hal-ihwal penciptaan alam kosmos beserta penghancuran
dan pengembaliannya ke bentuk semula secara sempurna, teliti dan mengagumkan.
Penyajian Al-Qur’an sendiri berisikan dua hal pokok yakni (1) aspek al-
nubuwwah yang mengandung ilmu pengetahuan tentang alam semesta yang bersifat
objektif pada ayat-ayat mutasyābihat, sebagian besar ayat ini memuat pembicaraan
yang bersifat ghaybiyyah, yaitu hal-hal yang belum diketahui oleh akal manusia
karena belum mampu mencerna dengan baik informasi yang diberikan, pembenaran
informasi yang disampaikan Al-Qur’an akan terbukti tatkala dilakukan analisis
mendalam para ahli dalam mendapatkan makna terdalam yang tidak terjangkau oleh
kebanyakan orang awam (al-Sya’rawi, 2008, p. 5). (2) aspek risālah yang memuat
prinsip-prinsip perilaku manusia yang bersifat subjektif pada ayat-ayat muhkamāt,
pemberitaannya meliputi ibadah, muāmalah, akhlak, dan halal-haram dalam bentuk
I’tibār (pelajaran) yang dapat di ambil (Shihab, 1998, p. 433).
Sumbangsih besar ditunjukkan para teolog Islam mengenai pemikiran alam
kosmos, seperti; (1) teolog sunni al-Asy’ariah (Nasution, 1972, pp. 68–69) yang
bercorak tradisional berpendapat bahwa alam kosmos diciptakan dari suatu ketiadaan,
sesuai aturan sunnatullah (hukum Alam), akan tetapi tidak qadīm tetapi mempunyai
permulaan. (2) teolog Mu’tazila2 (Amin, 1965, p. 291) teolog Mu’tazila yang
bercorak rasionalis berpandangan alam kosmos ini diciptakan dari sesuatu yang telah
mempunyai wujud hanya saja belum mempunyai shurat seperti empiris atau mereka
biasa disebut dengan (al-māddat al-ūla).
Berbeda halnya ditunjukkan para kosmolog abad ke-20 mereka bersandarkan
pada hal yang empiris bukan hal yang bersifat spekulatif sebagaimana aliran pemikir
Islam ketika itu. Para kosmolog barat menyatakan bahwa alam kosmos ada ada sejak
dahulu (qadīm) tidak ada yang menciptakan dan tidak berubah keadaannya sampai
waktu tak terhingga lamanya yang akan datang. Pada kesimpulan akhirnya mereka
beranggapan alam kosmos ini bersifat abadi. Kendati demikian dunia empiris/ ilmu
pengetahuan (sains) yang mereka maksud, selalu mengalami perubahan sesuai dengan
teori yang muncul dan penemuan baru akan tingkat kecanggihan alat-alat atau sarana
pada setiap zamannya (Rahman, 1989, p. 58).
Observatorium Mount Wilson di California pada tahun (1889- 1929)
melakukan research terbaru dengan mengamati alam kosmos ini, saling menjauhi satu
sama lain dengan kelajuan yang lebih cepat. Penemuan baru ini memberikan kejutan
baru yang meruntuhkan teori steady state universe, yang beranggapan selama ini,
alam kosmos diam di tempatnya. Para kosmolog barat maupun muslim semakin
bertambah yakin bahwa alam kosmos ini ada yang menciptakan. Untuk itu perlunya
menghimpun informasi dalam Al-Quran dari berbagai ayat yang saling melengkapi
satu sama lainnya, yang tergelar dalam beberapa surat Al-Quran. Dengan itu manusia
terdorong untuk merenungkan tentang bumi dan isinya. Ayat-ayat yang berbicara itu
adalah sebagai berikut:
a) “Dan, langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan kami benar-
benar meluaskannya,” (Adz-Dzariyat:47)
b) “Dan, apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan
bumi dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan keduanya..” (Al-
Anbiya :30)
c) “Kemudian, Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa
asap”(Fushshilat: 11)
d) “Ingatlah pada hari ketika langit Kami gulung seperti menggulung
lembaran-lembaran kertas. Begitulah Kami akan mengulanginya lagi.
(Suatu) janji yang pasti Kami tepati. Sungguh, kami akan
melaksanakannya. (al-anbiya: 104) e. “yaitu pada hari ketika bumi
diganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit.” (Ibrahim:
48)
ض ِم ْثلَه ۗ َُّن يَتَنَ َّز ُل ااْل َ ْم ُر بَ ْينَه َُّن لِتَ ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ ع َٰلى ُك ِّل
ِ ْت َّو ِمنَ ااْل َرٍ ق َس ْب َع َسمٰ ٰو َ َهّٰللَا ُ الَّ ِذيْ خَ ل
ࣖ َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر ەۙ َّواَ َّن هّٰللا َ قَ ْد اَ َحاطَ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء ِع ْل ًما
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu. (Q.S. 65 [12]
Setelah itu, mereka biasanya mulai menyampaikan pandangan-pandangannya
tentang alam semesta yang sering merupakan perpaduan antara pengetahuan tentang
‘fakta-fakta’ dari sains modern, pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an dari persfektif
bahasa maupun penafsiran, dan pandangan ‘ideologis’ mereka sendiri (misalnya,
seorang penulis bisa lebih condong pada teori alam semesta statis dibandingkan
ekspansinya), kecenderungan pendekatan kosmologi qur’ani memiliki berbagai
kekurangan yang setara dengan pendekatan I’jaz, keduanya jauh berbeda. Dengan
pendekatan I’jaz ingin membuktikan adanya konten ‘saintifik’ Al-Qur’an yang di
anggap mendahului temuan-temuan sains modern.
Bahkan dewasa ini para penulis meyakinkan bahwa kita tidak harus selalu
memulai dari Al-Qur’an, tetapi juga perlu membangun pengatahuan yang utuh
tentang alam semesta dari penafsiran beberapa ayat Al-Qur’an, baik sedikit ataupun
banyak, baik umum ataupun spesifik.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintangbintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.(Q.S 7[54]) [548]
bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan
kebesaran Allah dsan kesucian-Nya
) َو َج َع َل9( َض فِي يَوْ َمي ِْن َوتَجْ َعلُونَ لَهُ َأ ْندَادًا َذلِكَ َربُّ ْال َعالَ ِمين َ ْق األر َ َقُلْ َأِئنَّ ُك ْم لَتَ ْكفُرُونَ بِالَّ ِذي خَ ل
) ثُ َّم ا ْستَ َوى ِإلَى10( َفِيهَا َر َوا ِس َي ِم ْن فَوْ قِهَا َوبَا َركَ فِيهَا َوقَ َّد َر فِيهَا َأ ْق َواتَهَا فِي َأرْ بَ َع ِة َأي ٍَّام َس َوا ًء لِلسَّاِئلِين
ٍ ضاه َُّن َس ْب َع َس َم َوا
ت َ َ) فَق11( َض اِْئتِيَا طَوْ عًا َأوْ كَرْ هًا قَالَتَا َأتَ ْينَا طَاِئ ِعين ِ ْال لَهَا َولِألر َ َان فَق
ٌ َال َّس َما ِء َو ِه َي دُخ
)12( يز ْال َعلِ ِيم ِ يح َو ِح ْفظًا َذلِكَ تَ ْق ِدي ُر ْال َع ِز َ فِي يَوْ َمي ِْن َوَأوْ َحى فِي ُك ِّل َس َما ٍء َأ ْم َرهَا َو َزيَّنَّا ال َّس َما َء ال ُّد ْنيَا بِ َم
َ ِصاب
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui
segala sesuatu.(Q.S 2 [29])
َض َكانَتَا َر ْتقًا فَفَتَ ْق ٰنهُ َم ۗا َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َم ۤا ِء ُك َّل َش ْي ٍء َح ۗ ٍّي اَفَاَل يُْؤ ِمنُوْ ن ِ اَ َولَ ْم يَ َر الَّ ِذ ْينَ َكفَر ُْٓوا اَ َّن السَّمٰ ٰو
َ ْت َوااْل َر
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan
dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?(Q.S. 21[30])
Fakta yang disebutkan Al-Qur’an bahwa alam semesta diciptakan dalam enam ‘hari’
tampak menyiratkan awal mula terjadinya alam semesta. Namun, sebagaimana yang
ditunjukkan para cendikiawan Muslim besar abad pertengahan (Ibn Rusyd, Ibn Sina, dan
beberapa yang lain), dibawah pengaruh besar pemikiran Yunani, sesorang yang memiliki
pandangan kosmologi Islami pastilah berlandaskan asumsi bahwa peristiwa penciptaan alam
terjadi pada waktu yang sangat lampau. Dengan melakukan pembacaan singkat terhadap
beberapa ayat ‘kosmologi’ diatas, tidak sulit memahami bahwa persoalan intinya adalah
bagaimana menafsirkan ayat-ayat tersebut. Salah satu sebab mengapa menafsirkan ayat-ayat
tersebut sangat sulit adalah karena kurun waktu yang sangat lama, para cendikiawan muslim
telah memperdebatkan apakah AlQur’an menyatakan bahwa bumi diciptakan sebelum atau
setelah terciptanya lapisan-lapisan langit. Ada dua ayat yang tampaknya bertentangan dengan
hal ini, yakni Q.S. Al-Baqarah (2);29 (sebagaimana dikutip diatas)
Al-Qur’an juga memuat informasi mengenai subtofik kosmologi lain yaitu eskatologi.
Menyelidiki dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an tentang akhir zaman merupakan hal yang
cukup menarik meskipun upaya ini akan menggiring kepada pandangan bahwa ayat-ayat
tersebut sangatlah metafisik. Beberapa ayat yang sering dibahas dalam konteks ini
diantaranya adalah sebagai berikut.
َق نُّ ِع ْيد ُٗۗه َو ْعدًا َعلَ ْين َۗا اِنَّا ُكنَّا ٰف ِعلِ ْين ِ ۗ َُط ِوى ال َّس َم ۤا َء َكطَ ِّي ال ِّس ِج ِّل لِ ْل ُكت
ٍ ب َك َما بَ َدْأنَٓا اَ َّو َل خَ ْل ْ يَوْ َم ن
(yaitu) pada hari kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran kertas.
sebagaimana kami Telah memulai panciptaan pertama begitulah kami akan mengulanginya.
Itulah suatu janji yang pasti kami tepati; Sesungguhnya kamilah yang akan melaksanakannya.
(Q.S. 21 [104])
Pertama, ada banyak keberatan ilmiah terhadap wacana tentang kemunculan gempa
‘global’ yang bisa menghancurkan bumi dan manusia dalam waktu yang sangat singkat.
Bukankah kita membutuhkan penyebab astronomis yang bersifat katastropik, seperti komet
besar atau benda-benda angkasa lain yang lebih besar untuk menerjang bumi? Bukankah
manusia saat ini juga telah memiliki pengetahuan dan peralatan untuk mendeteksi
bendabenda seperti itu sehingga dapat memprediksi peristiwa yang akan terjadi bertahun-
tahun yang akan datang dan memungkinkan sekelompok kecil manusia untuk melarikan diri
(dan mengungsi sementara waktu atau secara permanen setelah membangun koloni yang
mapan di bulan atau planet lain)? Mengenaia argument ini, Al-Qura’an tampaknya akan
mengesampingkan scenario bencana astronomi (misalnya, dalam Q.S. Al-A’raf [7])
ت فِى ْ َك ع َِن السَّا َع ِة اَيَّانَ ُمرْ ٰسىهَ ۗا قُلْ اِنَّ َما ِع ْل ُمهَا ِع ْن َد َرب ۚ ِّْي اَل ي َُجلِّ ْيهَا لِ َو ْقتِهَٓا اِاَّل ه ۘ َُو ثَقُل َ َيَ ْسـَٔلُوْ ن
هّٰللا ۗ َ َض اَل تَْأتِ ْي ُك ْم اِاَّل بَ ْغتَةً ۗيَ ْسـَٔلُوْ ن
ِ َّك َحفِ ٌّي َع ْنهَا قُلْ اِنَّ َما ِع ْل ُمهَا ِع ْن َد ِ َو ٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن
اس اَل َ َّك َكاَن ِ ۗ ْت َوااْل َر
ِ السَّمٰ ٰو
َيَ ْعلَ ُموْ ن