Anda di halaman 1dari 25

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

ASTRONOMI DALAM PANDANGAN AL-QURAN Oleh Rupii Amri (NIM 085113026)

A. Pendahuluan Al-Quran merupakan kitab suci (the Holy Kitab) bagi umat Islam yang berisi petunjuk-petunjuk dalam mengarungi

kehidupannya. Ia memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus (aqwam) dan memberi kabar gembira (dengan pahala

besar) bagi orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh.1 Dalam al-Quran banyak ayat yang menyebutkan agar manusia senantiasa memikirkan tanda-tanda (ayat-ayat)

kekuasaan Allah, baik tanda-tanda yang tercantum dalam alQuran (qauliyah) maupun yang ada dalam alam semesta raya (kauniyah). Al-Quran mempergunakan Penciptaan langit juga akal memerintahkan pikirannya tiang, dalam bumi manusia mencapai segala agar hasil.2 isinya,

tanpa

dan

pergantian siang dan malam, perjalanan matahari dari timur kebarat, peredaran bulan mengelilingi bumi yang dimulai dari hilal, bulan sabit, purnama dan mengecil lagi bagai tandan tua (urju>n al-qadi>m), bintang-bintang di malam hari merupakan
1Di dalam Surat al-Isra>/17 : 9 Allah Swt. menyebutkan : Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orangorang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. 2Ayat-ayat yang menjelaskan masalah tersebut misalnya dalam Q.s. Ali Imran/3 : 190-191, Q.s. az-Zumar/39: 9, Q.s. al-Baqarah/2 : 76, dan lain-lain.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

bukti-bukti

astronomis

kekuasaan

Allah

agar

manusia

senantiasa memikirkannya. Pembahasan apabila masalah-masalah dengan tersebut al-Quran, (astronomis) sebagaimana

dihubungkan

dikemukakan oleh Shihab (1992: 41), salah seorang pakar tafsir Indonesia abad XXI M, bukan berarti pembahasan cabangcabang yang terdapat di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Pembahasan

tersebut hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-Quran dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. Membahas hubungan antara al-Quran dan ilmu

pengetahuan bukan dengan melihat, misalnya adakah teori relatifitas3 atau bahasan tentang angkasa luar, ilmu komputer tercantum dalam al-Quran. Pembahasan yang lebih utama adalah melihat adakah jiwa-jiwa ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Quran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan ? Dengan kata lain, menurut Quraish Shihab (1992: 41) pembahasan masalah itu dengan meletakkan pada sisi social psychology (psikologi sosial), dan bukan pada sisi history of scientific process (sejarah perkembangan ilmu pengetahuan).
3Teori Relatifitas merupakan teori yang ada dalam ilmu fisika. Di antara tokohnya yang terkenal adalah Albert Einstein.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

Tulisan

ini

akan

melihat

ayat-ayat

al-Quran

yang

berhubungan dengan masalah-masalah astronomi. Mengingat ayat yang berbicara tentang masalah astronomi jumlahnya sangat banyak (tidak kurang dari 750 ayat)4, maka penulis akan membatasi pada beberapa ayat saja, yaitu Q.s. Yu>nus/10 : 56, Q.s. Ya>si>n/36 : 37-40 dan Q.s. al-Jas}iyah/45 : 12-13. Alasan pemilihan ayat-ayat ini adalah seringkali

pembahasan dalam ilmu falak (hisab dan rukyat) menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai dasar dalam istinba>t} al-ah}ka>m yang berkaitan dengan hisab dan rukyat, terutama berkaitan dengan penentuan awal bulan Ramadan, Syawwal, dan

Zulhijjah. Ayat-ayat tersebut akan dibahas dengan metode tahlili dari kitab-kitab tafsir yang telah ditentukan, yaitu Tafsi>r al-Misba>h} karya M. Quraish Shihab, Tafsi>r al-Qura>n

al-Azi>m karya Abi> al-Fida> Isma>i>l ibn Kas}i>r, dan Tafsi>r Mafa>tih al-Gaib karya Muh}ammad Fakhruddi>n alRa>zi>. Setelah dilihat dari kitab-kitab tafsir, pembahasan ayatayat tersebut kemudian dibandingkan (meskipun hanya

perbandingan singkat) dengan kajian-kajian yang berkembang dalam ilmu falak (astronomis).
4 Menurut Quraish Shihab, Al-Quran al-Karim yang terdiri atas 6.236 ayat menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain alam raya dan fenomenanya. Uraian ayat-ayat tersebut sering disebut ayat-ayat kawniyyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal tersebut di atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat. Lebih lanjut lihat M. Quraish Shihab, Ayat-ayat Kawniyyah dalam Al-Quran dalam http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Kawniyyah.html. , diakses pada hari Rabu, 26 November 2008 pukul 14.46 WIB.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

B. Pengertian Astronomi Astronomi sering disamakan dengan ilmu Falak,

sebagaimana dalam Ensiklopedi Islam (1993: 182). Pengertian falak secara etimologi berarti tempat jalan bintang. Sedangkan menurut istilah ilmu falak mempunyai definisi bermacammacam, sebagaimana dikemukakan oleh Azhari (2007: 1-2) menurut Dairatu Maarif al-Qarn al-Isyrin Ilmu Falak adalah ilmu tentang lintasan benda-benda langit, matahari, bulan, bintang, dan planet-planetnya. Dalam Leksikon Islam disebutkan bahwa Ilmu Falak adalah ilmu perbintangan, astronomi pengetahuan mengenai keadaan bintang-bintang di langit. Sementara itu dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa Ilmu Falak adalah suatu ilmu yang mempelajari benda-benda langit, matahari, bulan, bintang dan planet-planetnya. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa Ilmu Falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukurannya dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Sedangkan dalam Almanak Hisab Rukyat yang diterbitkan oleh Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama (1981: 245-246) disebutkan bahwa Ilmu Falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

benda-benda langit, seperti Matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda posisi langit dari lainnya, dengan tujuan itu untuk serta

mengetahui

benda-benda

langit

kedudukannya dari benda-benda langit yang lain. Dalam bahasa Inggris disebut practical astronomy. Khazin (2008: 1-2), ketua Badan Hisab Rukyah Departemen Agama RI, membedakan antara astronomi dengan ilmu falak. Menurutnya, astronomi adalah ilmu falak yang mempelajari benda-benda langit secara umum. Sedangkan ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit khususnya bumi, bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui waktuwaktu di permukaan bumi. Dari rumusan-rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang benda-benda langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit yang lain untuk diketahui posisi, kedudukan dan lintasannya dari benda-benda langit yang lain. Dengan demikian obyek formal ilmu falak adalah benda-benda langit, sedangkan obyek materinya adalah lintasan dari bendabenda langit tersebut.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

C. Ayat-ayat yang Berhubungan dengan Astronomi Sebagaimana penulis telah menyinggung di atas bahwa ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah astronomi

jumlahnya sangat banyak, maka dalam makalah ini akan dibatasi pada ayat-ayat yang terdapat dalam al-Quran : Q.s. Yu>nus/10 : 5-6, Q.s. Ya>si>n/36 : 37-40 dan Q.s. alJa>s}iyah/45 : 12-13. Adapun bunyi redaksi ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut :

1). Q.s. Yu>nus/10 : 5-6

uqd %!$# @yy_ [J9$# [!$u tyJs)9$#ur #YqR nus%ur tA $ oYtB (#qJn=tF9 yyt tZb9$# z>$|s9$#ur 4 $tB t,n=y{ !$# 9 s w) d,ys9$$/ 4 @_x MtFy$# 5Qqs)9 tbqJn=t b) #n=Gz$# @9$# $ pk]9$#ur $tBur t,n=yz !$# Nu q yJ9$# F{$#ur ;MtUy 5Qqs)j9 cq)Gt
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempattempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan )waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orangorang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah dilangit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.s. Yunus/10 : 5-6) Shihab (2007: 20 ), seorang pakar tafsir Indonesia abad XXI

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

M, menjelaskan kata d}iya> sebagai cahaya yang sangat terang, sebagaimana yang dipahami oleh ulama masa lalu. Menurut mereka, ayat ini menggunakan kata d}iya> untuk matahari dan nu>r untuk bulan karena cahaya bulan tidak seterang cahaya matahari. Hanafi Ahmad yang menulis tentang ayat-ayat kauniyah membuktikan bahwa al-Quran

menggunakan kata d}iya> dalam berbagai bentuknya untuk benda-benda yang cahayanya bersumber dari dirinya sendiri. Al-Quran menggunakan kata tersebut misalnya untuk api (Q.s. al-Baqarah/2: 17), kilat (Q.s. al-Baqarah/2: 20), demikian juga untuk minyak zaitun (Q.s. an-Nur/24: 35). Kata nu>r digunakan oleh bahasa dalam arti "sesuatu yang menjelaskan/menghilangkan kegelapan sesuatu yang sifatnya gelap atau tidak jelas." Ia digunakan dalam pengertian hakiki untuk menunjuk sesuatu yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di sekitarnya. Di sini nu>r merupakan sesuatu yang dapat ditangkap oleh mata, dan dalam saat yang sama, mata pun dapat menangkap apa yang disinari olehnya. Kata tersebut digunakan juga dalam arti majazi untuk menunjuk sesuatu yang menjelaskan hal-hal yang bersifat abstrak. Ini bermula dari hal-hal yang bersifat konkrit dan inderawi, sehingga panca indera pun secara majazi dinamai nu>r . Dengannya terjangkau hal-hal yang bersifat inderawi,

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

seperti pendengaran dan rasa. Dari pengertian ini akal dan ilmu juga dinamai nu>r. Namun demikian, pengertian nu>r

semacam ini tidak dapat diterapkan pada Allah. Allah tidak mungkin dinamai nu>r dalam pengertian tersebut. Akidah Islam menolak penamaan-Nya dalam makna tersebut, karena tidak ada yang serupa dengan-Nya. Semua yang terlintas dalam benak, kenyataan atau imajinasi, maka Allah berbeda dengan yang terlintas itu (Shihab, 2005, 9: 344). Penggunaan kata d}iya> untuk matahari, menurut Quraish Shihab membuktikan bahwa al-Quran menginformasikan

cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, bukan pantulan dari cahaya lain. Ia berbeda dengan bulan yang sinarnya dilukiskan kata nu>r untuk mengisyaratkan bahwa sinar bulan bukan dari dirinya tetapi pantulan dari cahaya matahari. Dengan demikian ayat ini mengandung isyarat ilmiah yang merupakan salah satu aspek kemukjizatan al-Quran (Shihab, 2007: 20). Ibnu Kas}i>r (w. 774 H), salah seorang ahli tafsi>r bi almas}u>r abad VIII H, dalam Tafsi>r al-Qura>n al-'Azi>m (t.t., II: 407) menjelaskan bahwa ayat tersebut (Q.s. Yunus/10: 5-6) menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan keagunganNya dengan menjadikan matahari bersinar (d}iya>) dan bulan bercahaya (nu>r). Kekuasaan (sult}a>n) matahari ada pada

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

siang hari, sedangkan kekuasaan (sult}a>n) bulan ada pada malam hari. Allah telah menetapkan manzilah-manzilah bulan, mulai dari yang kecil (hilal), bulan sabit, seperempat, sampai purnama (badrun) dan kembali mengecil lagi seperti tandan

tua ('urju>n al-qadi>m) merupakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya agar dapat dipergunakan oleh manusia untuk mengetahui perhitungan hari-hari dan bulan-bulan. Pergantian malam dan siang secara beriringan, di mana tatkala siang datang, malam pergi dan sebaliknya menunjukkan keagungan Allah Swt. Al-Syarawi, sebagaimana dikutip oleh Shihab (2007: 20-21) menerangkan bahwa ayat ini menamai sinar matahari (d}iya>) karena cahayanya menghasilkan panas atau kehangatan, sedang kata nu>r memberi cahaya yang tidak terlalu besar dan juga tidak menghasilkan kehangatan. Di sini dapat dilihat bahwa sinar matahari berasal dari dirinya sendiri dan cahaya bulan adalah pantulan. Di sisi lain, patron kata d}iya> dapat dipahami dalam arti jamak dan dapat pula dalam arti tunggal. Ini mengisyaratkan bahwa sinar matahari bermacam-macam walaupun sumbernya hanya satu. Apabila d}iya> dipahami sebagai tunggal, maka ia menunjuk kepada sumber sinar itu, dan apabila dipahami sebagai jamak maka ia menunjuk aneka sinar matahari. Kita dapat melihatnya merah pada saat ia

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

10

tenggelam, kuning di siang hari dan warna lain di kali yang lain. Pelangi atau lengkung spektrum yang tampak di langit akibat pembiasan sinar matahari oleh titik-titik hujan atau embun menghasilkan tujuh pancaran warna beda-beda, yaitu merah, orange, kuning, hijau, biru, jingga dan ungu. Demikian kata d}iya> yang dipilih oleh ayat ini sangat-sangat tepat. Ulama-ulama merujuk kepada ayat ini (Yunus/10: 5) dan Surat al-Furqan/25: 6 untuk menyatakan bahwa nu>r adalah salah satu sifat/nama Allah, tetapi mereka berbeda pendapat tentang maksudnya. Ibnu al-'Arabi sebagaimana dikutip oleh Shihab menjelaskan enam pendapat ulama tentang maknanya, yaitu a) Pemberi hidayah (penghuni langit dan bumi), b) Pemberi cahaya, dengan jelas, c) Penghias, d) Yang z}a>hir/nampak

e) Pemilik cahaya, dan f) cahaya tetapi bukan

seperti cahaya yang dikenal (Shihab, 2005, 9: 344). Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan bahwa matahari, api, atau kilat, yang cahayanya masing-masing dilukiskan oleh al-Quran dengan menggunakan kata yang berakar sama dengan d}iya>, jangan diduga bahwa cahaya tersebut benarbenar bersumber dari dirinya sendiri. Ini hanya relatif ketika dibandingkan dengan yang lain. Ini hanya ketika didasarkan pada kenyataan yang kita lihat dengan mata kepala, atau kita

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

11

ketahui, tetapi sebenarnya semua cahaya tersebut bersumber dari Allah dan semua pada hakekatnya adalah nu>r, dalam arti pantulan dari sumber cahaya yang tidak redup, yaitu Allah Swt. Atas dasar itulah kita hendaknya memahami kata nu>r jika dinisbahkan kepada Allah, maka ia berarti bahwa Dia Pemilik dan Pemberi cahaya (Shihab, 2005, 9: 347). Pemahaman manusia tentang cahaya, baik cahaya

matahari maupun bulan sebenarnya sudah berlangsung sejak dulu. Dilihat dari perspektif fisika, upaya manusia untuk memahami cahaya sudah berlangsung sangat lama. Klinken (2004: 84) menjelaskan bahwa upaya untuk memahami cahaya tidak hanya mulai dari awal abad ke-19 M. Orang Yunani kuno percaya bahwa mata manusia memancarkan seberkas sinar sewaktu melihat. Sinar itu "meraba" benda lalu memantul balik ke mata. Kira-kira pada tahun 1000 M, Ibn al-Haitam

menyatakan bahwa mata menerima cahaya dari luar, bukan memancarkan cahaya. Ia juga pernah merakit kacamata untuk menolong orang yang lemah penglihatannya. Pada tahun 1611 M Kepler menyatakan bahwa seandainya cahaya menembus selapis benda tembus pandang

(transparan/bening), maka sudut datang akan berbanding lurus dengan sudut bias. Tahun 1676 M Romer memakai cara

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

12

astronomis yang gemilang untuk menaksir kecepatan cahaya5 (Klinken, 2004: 84). Upaya untuk memahami cahaya ini masih berlangsung terus-menerus. Salah seorang fisikawan abad modern, Newton, pernah berspekulasi tentang sifat cahaya. Spekulasi Newton dituangkan dalam bentuk sejumlah pertanyaan. Satu diantaranya mengungkapkan keyakinannya bahwa cahaya

bersifat partikel. Ia mengemukakan : "Bukankah cahaya merupakan butiran teramat kecil yang dipancarkan oleh benda yang mengkilap ? Butiran seperti itu akan melewati medium yang seragam mengikuti garis lurus, tanpa dibelokkan dan masuk ke dalam bayangan dan demikianlah juga sifat cahaya" (Klinken, 2004: 86). 2). Q.s. Ya>si>n/36 : 37-40

pt#uur Ng9 @9$# n=nS mZB u$pk]9$# #s*s Nd tbqJ=B J 9$#ur grB 9hs)tGJ9 $yg9 4 y79s )s? y9$# O=y9$# tyJs)9$#ur mtRs% tA$oYtB 4Lym y$t bq_9$%x. Os)9$# w J 9$# t7.^t !$olm; br& x8? tyJs)9$# wur @9$# ,/$y $pk]9$# 4 @@.ur ; 7n=s cqst7o
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
5 Dalam catatan kaki (halaman 84) bukunya Klinken, Revolusi Fisika (Dari Alam Gaib ke Alam Nyata), dijelaskan bahwa Ole Romer (1644-1710 M) meramalkan gerhana di satelit Jupiter pada tanggal 9 November 1679 M berlangsung 10 menit lebih lambat dari semestinya ketika disaksikan dari bumi. Selisih ini terjadi karena cahaya menempuh jarak yang berbeda. Oleh karena itu kecepatan cahaya semestinya terbatas, bukan tak terbatas seperti perkiraan masa itu. Berdasarkan data diameter orbit bumi masa itu, Romer mendapati cahaya melesat dengan kecepatan 225.000 km/detik. Jika diameter orbit diganti dengan data masa kini, metode yang sama menemukan 298.000 km/detik, sangat dekat dengan pengukuran mutakhir 299.792 km/detik.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

13

adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai sebuah tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya." (Q.s. Ya>si>n/36: 37-40) Ibn Kas}i>r (t.t., III: 571-572) menjelaskan bahwa makna limustaqarrillaha> mempunyai dua arti, yaitu pertama, suatu tempat yang ada di bawah 'arsy, yang berdekatan dengan bumi. Apabila matahari berada waktu zuhur, ia berada di tempat yang paling dekat dengan 'arsy, dan apabila pada saat separoh malam (nisf al-lail), ia berada di tempat yang paling jauh dari 'arsy. Kedua, yang dimaksud dengan mustaqarrillaha> adalah habis peredarannya, yakni hari kiamat. Sedangkan yang dimaksud (walqamara qaddarna<hu

mana<zila), menurut Ibn Kas}i>r adalah Kami (Allah) telah menentukan bulan berjalan dengan cara yang berbeda (dengan matahari) yang menunjukkan berakhirnya bulan (syuhu>r). Hal ini seperti peredaran matahari yang dapat membedakan malam dan siang. Apabila matahari terbit setiap hari dan tenggelam pada saat magrib dengan sinar yang sama, maka sinar bulan munculnya berbeda-beda. Pada malam pertama sinarnya

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

14

sedikit (lemah), kemudian bertambah terang pada malam kedua dan sampai sempurna pada malam keempat belas6, lalu kembali berkurang dan mengecil sampai pada akhirnya seperti tandan yang tua ('urju<n al-qadi<m). Mujahid berkata bahwa masing-masing (matahari dan bulan) telah memiliki garis batas (h{ad), sehingga satu sama yang lain tidak akan melampaui garis batasnya masing-masing. Apabila kekuasaan ini (matahari) datang, maka kekuasaan ini (bulan) pergi, begitu juga sebaliknya. Semua itu (matahari, bulan, malam dan siang) sudah mempunyai garis edar masingmasing, di mana tidak mungkin salah satunya akan melewati garis edar yang lain (Ibn Kas}i>r, t.t., III: 571-572). Dilihat dari sisi astronomi, matahari merupakan pusat tata surya benda-benda langit. Teori ini disebut teori Heliosentris, yaitu sebuah teori yang mengemukakan bahwa matahari yang sesungguhnya menjadi pusat edar, di mana planet-planet mengelilingi matahari. Saksono (2007: 21-22), salah seorang ahli astronomi Indonesia, menjelaskan bahwa selama 2.000 tahun, bahkan pemikir-pemikir besar bangsa Yunani, seperti Ptolomeus dan Aristoteles mengira bahwa seluruh alam semesta ini berpusat pada bumi. Matahari dan bulan semuanya mengelilingi bumi
6 Sebagian pendapat mengatakan bahwa bulan purnama (sempurnanya bulan) jatuh pada malam kelima belas dalam perhitunngan bulan Qamariyah.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

15

(geosentris), sementara bintang-bintang diyakini tetap pada posisinya, tidak bergerak. Barulah pada saat menjelang

kematiannya, seorang astronom Polandia, Nicolai Copernicus (1473-1543 M) mengumumkan teori Heliosentris (Heliosentric system) melalui bukunya yang berjudul On the Revolution of the Heavenly Bodies (Revolusi Benda-Benda Langit). Namun demikian Copernicus masih menganggap bahwa orbit planetplanet tersebut masih berbentuk lingkaran, sementara matahari diam sebagai pusat edarnya di tengah lingkaran tersebut, demikian pula bintang-bintang yang diduga stationer. Teori astronomi heliosentris Jerman, ini kemudian Kepler diperbaiki (1571-1630 oleh M), ahli yang

Johanes

memperkenalkan teori

laws of planetary motion (hukum

gerakan planet). Menurut Kepler, orbit planet-planet yang mengelilingi matahari sebetulnya bukan berbentuk lingkaran, tetapi berbentuk eliptik, di mana Matahari berada pada salah satu titik fokus elip ini.

3). Q.s. al-Ja>s}iyah/45 : 12-13

!$# %!$# ty /3s9 tst79$# * yftG9 7=9$# m nBr'/ (#qtG;tG9ur `B &#s /3=ys9ur tbr3s? tyur /3s9 $B NuqyJ9$# $tBur F{$# $YHsd mZiB 4 b) 9s ;MtUy 5Qqs)j9

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

16

cr3xtGt
"Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapalkapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudahmudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir." (Q.s. al-Ja>s}iyah/45 : 12-13) Ayat ini menjelaskan bahwa lautan yang luasnya lebih luas dari daratan, dan juga segala apa yang ada di langit dan di bumi semuanya telah ditundukkan oleh Allah agar manusia dapat memperoleh karunia dari semua itu, seperti ikan yang segar dari laut, intan permata, terumbu karang dan lain-lain. Fakhruddi>n Muh}ammad al-Ra>zi> (1990: 226) dalam kitab tafsirnya, At-Tafsi>r al-Kabi>r atau dikenal dengan nama Mafa>tih} al-Gaib menafsirkan ayat (wa sakhkhara lakum ma> fi al-sama>wa>ti wa ma> fi al-ardi jami>an minhu) dengan penjelasan bahwa seandainya Allah Swt. tidak menetapkan apaapa yang ada di langit dan di bumi pada tempatnya (garis edarnya) masing-masing, maka semuanya itu tidak akan ada manfaatnya. Seandainya bumi bergerak turun atau naik maka tidak akan membawa manfaat. Begitu juga jikalau bumi itu dari emas, perak, atau besi maka tidak akan membawa manfaat. Semua itu ditundukkan oleh Allah dengan kekuasaan-Nya untuk

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

17

kepentingan makhluk-Nya. Pendapat al-Razi ini nampak kepada penjelasan bahwa segala yang diciptakan oleh Allah (baik yang ada di langit maupun di bumi) berdasarkan rasio. Peredaran bulan

mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari,

semuanya

sudah sesuai dengan garis edar yang telah ditetapkan oleh Allah. Bahkan al-Razi menjelaskan bahwa seandainya bumi ini dari emas semuanya niscaya tidak akan membawa manfaat, meskipun emas merupakan logam mulia yang bernilai tinggi. Begitu juga seandainya bumi dari perak atau besi semua, niscaya tidak akan membawa manfaat. Hal ini dikarenakan unsur-unsur lain yang ada di bumi, seperti air, udara, tanah, dan api sangat dibutuhkan oleh semua makhluk yang menghuni bumi, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Pasya (2004: 60), salah seorang ahli astronomi Timur Tengah, menjelaskan bahwa kata sakhkhara (menundukkan, memudahkan) maknanya merupakan ungkapan yang paling alam kuat untuk

dalam

menunjukkan

penundukan

kepentingan manusia secara terus-menerus. Dalam kaitannya dengan penemuan ilmu pengetahuan, ayat ini dapat membuktikan adanya unsur sangat penting dalam dunia perindustrian, seperti industri pensil, yang di dalamnya terdapat atom-atom suatu benda yang bermiripan dan mampu

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

18

menghasilkan granit kering. Pasya (2004: 60-61) menjelaskan bahwa barang siapa yang merenungi komposisi benda dalam keadaan mengkristalnya akan menemukan keserasian dan keteraturan yang menjadi saksi keagungan Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui. Hal ini misalnya dapat dilihat pada atomatom karbon yang bermiripan dengan sistem atau aturan tertentu dapat menghasilkan benda semacam granit kering dan gelap yang digunakan untuk industri, seperti industri pembuatan pensil. Adapun komposisi dalam bentuk kristal, akan menghasilkan intan berharga yang transparan, keras dan mengkilat. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa atom-atom karbon dengan komposisi lain dapat menghasilkan benda baru yang disebut fullerine yang ditemukan untuk pertama kali pada tahun 1990. Benda itu mempunyai daya alir listrik sangat tinggi pada suhu rendah (10 Kelfin) dan mempunyai beberapa keistimewaan lain dalam penerapan ilmu.

D. Kesimpulan Ayat-ayat al-Quran yang membicarakan tentang astronomi jumlahnya sangat banyak. Mengingat banyaknya ayat yang membahas tentang astronomi tersebut, dalam makalah ini penulis hanya membatasi pada tiga tempat, yaitu

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

19

Q.s. Yu>nus/10 : 5-6, Q.s. Ya>si>n/36 : 37-40 dan Ja>s}iyah/45 : 12-13.

Q.s. al-

Dalam Q.s. Yu>nus/10 : 5-6 dapat diketahui bahwa Allah Swt. menggunakan kata diya> untuk matahari dan nu>r untuk bulan karena cahaya matahari berasal dari dirinya sendiri, sedangkan cahaya bulan merupakan pantulan dari benda langit lain (matahari). Cahaya matahari mempunyai sifat panas dan hangat, sedangkan cahaya bulan tidak. Allah menjadikan semua itu agar manusia dapat mengetahui perhitungan (h}isa>b) bilangan bulan-bulan dan tahun secara tepat, sehingga mereka dapat merencanakan kegiatannya, baik untuk mengingat

kejadian-kejadian masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang dengan rapi, cermat dan teratur. Meskipun demikian, penggunaan kata d}iya> oleh alQuran untuk matahari, api, atau kilat, dan kata nu>r untuk bulan tidak boleh diduga bahwa cahaya tersebut benar-benar bersumber dari dirinya sendiri. Ini hanya relatif ketika

dibandingkan dengan yang lain. Ini hanya ketika didasarkan pada kenyataan yang kita lihat dengan mata kepala, atau kita ketahui, tetapi sebenarnya semua cahaya tersebut bersumber dari Allah dan semua pada hakekatnya adalah nu>r, dalam arti pantulan dari sumber cahaya yang tidak redup, yaitu Allah Swt. Pemahaman kata nu>r jika dinisbahkan kepada Allah, maka ia

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

20

berarti bahwa Dia Pemilik dan Pemberi cahaya. Dalam Q.s. Ya>si>n/36 : 37-40 Allah menegaskan bahwa tanda-tanda Allah tentang peredaran benda-benda langit, seperti matahari dan bulan pada garis edarnya masing-masing sangat berguna bagi manusia untuk mengetahui perhitungan (h}isa>b) tentang waktu-waktu dalam perjalanan hidupnya. Begitu juga silih bergantinya malam dan siang merupakan karunia Allah yang sangat besar bagi manusia. Kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada manusia dan seluruh kehidupan di alam semesta raya ini seandainya Allah hanya menjadikan siang terus-menerus atau malam terus-menerus sampai hari kiamat. Jika hal itu terjadi, niscaya manusia dan seluruh makhluk di alam raya ini akan banyak mengalami kesulitan. Sedangkan dalam Q.s. al-Ja>s}iyah/45 : 12-13 dijelaskan bahwa Allah telah menundukkan lautan agar manusia dapat mengambil manfaat dan karunia dengan mengambil ikan yang segar dan barang-barang yang berasal dari lautan. Berjuta-juta orang telah menggantungkan kehidupannya kepada laut,

seperti nelayan, pedagang dan saudagar yang mengekspor dan impor barang dengan menggunakan kapal laut, dan lain-lain. Begitu juga segala apa yang ada di langit (seperti matahari, bulan, dan bintang) dan segala yang ada di bumi telah

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

21

ditundukkan Allah untuk kepentingan manusia. Dalam kaitannya dengan penemuan ilmu pengetahuan, ayat ini (Q.s. al-Ja>s}iyah : 12-13) telah membuktikan adanya unsur sangat penting dalam dunia perindustrian, seperti industri pensil, yang di dalamnya terdapat atom-atom suatu benda yang bermiripan dan mampu menghasilkan granit kering. Hal ini misalnya dapat dilihat pada atom-atom karbon yang

bermiripan dengan sistem atau aturan tertentu dapat menghasilkan benda semacam granit kering dan gelap yang digunakan untuk industri, seperti industri pembuatan pensil. Hal ini menunjukkan keagungan Allah sebagai Zat Pencipta Yang Maha Mengetahui. Walla>hu Alam. DAFTAR PUSTAKA Azhari, Susiknan, 2007, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern), Cetakan II, Yogyakarta : Suara Muhammadiyah. Badan Hisab dan Rukyat Depag, 1981, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Ibn Kas}i>r, Ima>duddi>n Abi> al-Fida> Isma>i>l, t.t., Tafsi>r al-Qura>n al-'Azi>m, Juz II dan III, Semarang : Toha Putera. Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktek), Cetakan III, Yogyakarta : Buana Pustaka. Klinken, Gerry Van, 2004, Revolusi Fisika (Dari Alam Gaib ke Alam Nyata), Cetakan I, Jakarta : Gramedia.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

22

Pasya, Ahmad Fuad, 2004, Dimensi Sains Al-Quran (Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al-Quran), Penerjemah Muh. Arifin, Cetakan I, Solo : Tiga Serangkai. Ra>zi>, Fakhruddi>n Muh}ammad, 1990 M, Al-Tafsi>r al-Kabi>r atau Mafa>tih} al-Gaib, Jilid XIV, Juz 27, Beirut : Dar al-Kutub al-'Ilmiyah. Ridwan, Kafrawi dkk. (eds.), 1993, Ensiklopedi Islam, Cetakan I, Jakarta : Intermasa. Saksono, Tono, 2007, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta : Amythas Publicita dan Center for Islamic Studies (CiS). Shihab, Quraish, 1992, Membumikan Al-Quran (Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat), Cetakan ke-1, Bandung : Mizan. ------------------- , 2007, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran), Volume 6, Cetakan VIII, Jakarta : Lentera Hati. ------------------- , 2005, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran), Volume 9, Cetakan IV, Jakarta : Lentera Hati. ------------------. Membumikan Al-Quran dalam http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/ kawniyyah.html.

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

23

Lampiran : BERIKUT INI ADALAH SEBAGIAN AYAT-AYAT YANG BERKAITAN DENGAN ASTRONOMI (AL-SYAMS, AL-QAMAR DAN AL-NAJM/AL-NUJU<M)
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. SURAT Al-Baqarah/2 Al-Anam/6 Al-Araf/7 Yunus/10 Yusuf/12 Ar-Radu/13 Ibrahim/14 An-Nahl/16 Al-Isra/17 Al-Kahfi/18 Taha/20 Al-Anbiya/21 Al-Hajj/22 Al-Furqan/25 An-Naml/27 Al-Ankabut/29 Luqman/31 Fatir/35 AYAT 258 77, 78, 96, 97 53, 54 5 4 2 33 12, 16 78 17, 86, 90 130 33 18 45, 61 24 61 29 13 KETERANGAN

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

24

19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.

Yasin/36 Ash-Shaffat/37 Az-Zumar/39 Fussilat/41 Al-Jasiyah/45 Qaf/50 At-Tur/52 An-Najm/53 Al-Qamar/54 Ar-Rahman/55 Al-Waqiah/56 Nuh/71 Al-Muddasir/74 Al-Qiyamah/75 Al-Mursalat/77 At-Takwir/81 Al-Insyiqaq/84 At-Tariq/86 Asy-Syams/91

38, 39, 40 88 5 37 12, 13 39 49 1 1 5, 6 75 16 32 8, 9 8 3 18 3 1, 2

REVISI ASTRONOMI DALAM PANDANGAN AL-QURAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah Studi Quran dan Hadis Oleh : RUPII AMRI NIM. 085113026

Astronomi dalam Pandangan Al-Quran

25

Dosen Pengampu :

DRS. H. AHMAD HAKIM, M.A., Ph. D

PROGRAM DOKTOR INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO

2009

Anda mungkin juga menyukai