Anda di halaman 1dari 26

KRISIS EKONOMI:

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Nanda Triwulan1 Nahda Naila Ranti2 Anisa Nur Laila3 Meiliana Harnum4

M Thoriq Desfiardian5 Rizki Rifai6 Rizki Mubarok7

Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sains Al-Qur’an

JL. Kyai Hasyim Asyari, RW.03, Kalibeber, Kec. Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah 56351,

Telp. 0286-321873, Web. Unsiq.ac.id, E-mail: humas@unsiq.ac.id

Abstrak : Krisis ekonomi adalah kondisi yang dialami oleh suatu negara ketika warga negara tidak
lagi mempercayakan urusan keuangan negara kepada pemerintah. Kondisi krisis terjadi jika
keseluruhan kondisi ekonomi memberikan pengaruh ke sektor lainnya. Krisis ekonomi merupakan
krisis dari suatu negara yang tidak dapat kita hindari adanya. Di Indonesia sendiri krisis ekonomi
sudah ada sejak jaman dahulu kala bahkan hingga saat ini Indonesia masih belum dapat
mengatasi krisis ekonomi ini. Sebenarnya, krisis ekonomi yang ada di Indonesia muncul karena
adanya faktor internal yaitu kurangnya upaya pemerintah dalam memajukan ekonomi dan
rakyatnya, juga karena faktor eksternal yaitu berasal dari luar negeri bahkan kondisi perekonomian
dunia. Banyak dampak yang disebabkan karena krisis ekonomi, bukan hanya dalam jangka pendek
tapi juga berdampak jangka Panjang. Dalam hal ini maka peran penting pemerintah untuk
mengatasi adanya krisis ekonomi di dalam negaranya.

Kata kunci : ekonomi, krisis, pemerintah, moneter.

Abstract : The economic crisis is a condition experienced by a country when citizens no longer
entrust state financial affairs to the government. Crisis conditions occur when the overall economic
conditions affect other sectors. The economic crisis is a crisis of a country that we cannot avoid. In
Indonesia, the economic crisis has existed since time immemorial. Even today, Indonesia has not
been able to overcome this economic crisis. Actually, the economic crisis in Indonesia arose due to
internal factors, namely the lack of government efforts to advance the economy and its people, as
well as external factors, namely originating from abroad and even world economic conditions. There
are many impacts caused by the economic crisis, not only in the short term but also in the long
term. In this case, the important role of the government is to overcome the economic crisis in the
country.
Keywords : economic, crisis, government, monetary.

1
PENDAHULUAN

Krisis ekonomi telah menimbulkan biaya yang besar bagi ekonomi lemah.
Kyrili& Martin (2010)dariOxfam merilis laporanbagaimana negara-negara
yangberpendapatan rendah mengalami apa yang disebut dengan “’lubang fiskal”
akibat krisis 2008-2009. Kenyataannya,negara-negara ini juga dibelenggu dengan
akumulasi permasalahan sosial yang buruk sebelum krisis seperti kemiskinan dan
ketidakmerataan, pangsa pekerja informal maupun kinerja sektor publik yang rendah
(Djankov & Panizza, 2020). Dengan kapasitas yang rendah untuk merespons kejutan
ekonomi (Noy, Ilan. Doan, Nguyen.Ferrarini, Benno nad Park, 2020), krisis yang
panjang justru mengakibatkan pelemahan semakin memburuk (Nita Madhav et al,
2017).

Hal ini menunjukkan secara fudamental, ekonomi yang lemah tidak pernah
siap untuk menghadapi krisis (Dornbusch, Park, & Claessens, 2000). Krisis
berdampak terhadap kemerosotan kesejahteraan terutamanya kemiskinan dan
ketidakmerataan sebagaimana dilaporkan oleh sejumlah studi (Callan, Nolan, &
Walsh, 2011; Francesco, Andrea, & Holly, 2011; Immervoll, Peichl, & Tatsiramos,
2011; Jenkins, Brandolini, Micklewright, & Nolan, 2013; Matsaganis & Leventi,
2013), termasuk penyebaran dampaknya secara empirik di sejumlah negara (Artelaris,
2017; Busch, 2010; Chang, Stuckler, Yip, & Gunnell, 2013; Cheong, 2001;
Willenbockel & Robinson, 2009). Dampak krisis terhadap kesejahteraan juga diamati
dalam seri waktu yang memadai oleh Mohseni-Cheraghlou (2016).

Dari 100 pengujian terhadap krisis perbankan maupun mata uang di sepanjang
1981-2007, ditemukan bahwa krisis finansial dapat berdampak substansial
terhadapkesejahteraan sosial dan manusia dalam bentuk peningkatan angka kejahatan,
bunuh diri dan ketidakmerataan pertumbuhan dan pendapatan yang berakibat
menurunnya belanja publik untuk kesejahteraan. Kontribusi Mohseni
menggarisbawahi kerentanan negara dengan karakter ekonomi berpendapatan
menengah dan rendah dalam mengatasi pemburukan kesejahteraan sosial dan manusia
yang diakibatkan oleh krisis . Rilis Policy Brief oleh Peneliti Senior Naudé (2009)
dari Universitas PBB (United Nations University) mengungkap respon yang
diperlukan untuk menghadapi krisis.

Di antaranya yang sangat digarisbawahi adalah pertama, upaya responsif yang


diperlukan dari dunia adalah kesadaran untuk mereformasi namun sayangnya belum
menghasilkan banyak kemajuan. Kedua, bahwa negara-negara berkembang sejatinya
memerlukan paradigma baru untuk pemulihan pasca krisis. Naude menggambarkan

2
paradigma baru ini dengan narasi melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Barat.
Paradigma pemulihan krisis yang independen dari Barat terlihat sebagai agenda
bersama bagi negara-negara berkembang yang memiliki karakteristik komunal. Satu
dimensi perekat yang kuat diantaranya identitas keyakinan yang menjadi faktor
dibalik berdirinya Organisasi Kerjasama Islam (Organization of Islamic Cooperation).

Kenyataan bahwa Islam tidak dilihat sekedar sebuah agama, melainkan cara
hidup bagi para pemeluknya untuk mencapai kepuasan dari seluruh aspek
kesejahteraan seperti sosial, politik, ekonomi maupun spiritual, maka tidak heran
dunia Islam memiliki harapan kolektif yang dapat ditranslasikan menjaditindakan
bersama (Estes & Tiliouine, 2014). Hal ini berarti sebagai cara hidup, maka dunia
Islam tidak perlu terlalu melihat pada faktor-faktor yang eksogen melainkan
melakukan pemeriksaan diri untuk fokus pada tanggung jawab sendiri dalam
mengatasi keadaan krisis (Sidani, 2019). Tulisan ini bermaksud mengeksplorasi
bagaimana krisis ekonomi, kesejahteraan dan tata kelola yang baik dapat berkaitan
satu sama lain untuk menghasilkan jalan keluar dilihat dari perspektif Islam. Selain
dapat memperbaharui nalar kognitif terhadap krisis ekonomi dan kesejahteraan,
analisis perspektif Islam berguna dan tidak memperlihatkan resistensi, melainkan
keselarasan dengan pandangan arus utama yang ada sebelumnya ketika dikaitkan
dengan kepentingan reformasi tata kelola.

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Krisis Ekonomi

Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departeman Pendidikan


Dan Kebudayaan (dalam All, 1994), mendefinisikan krisis sebagai suatu suatu situasi
yang genting dan gawat, atau suatu kemelut mengenai suatu kejadian atau peristiwa-
peristiwa yang menyangkut kehidupan. Ekonomi adalah faktor dasar kebutuhan hidup
manusia yang bersifat materiil atau fisik atau dapat dikatakan sebagai tatanan
perekonomian di suatu negara. Berdasarkan pengertian tentang krisis dan ekonomi
yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa krisis ekonomi adalah suatu
peristiwa yang genting dan penuh dengan kemelut tentang tatanan kehidupan
perekonomian suatu negara yang merupakan faktor dasar bidang kehidupan manusia
yang bersifat materiil.

Menurut ahli ekonomi, pengertian krisis ekonomi secara sederhana adalah


suatu keadaan dimana sebuah Negara yang pemerintahnya tidak dipercaya lagi oleh
rakyatnya, khususnya masalah financial. Menurut Arafat (2009) Krisis ekonomi
global merupakan peristiwa dimana seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami
keruntuhan (keadaan gawat) dan mempengaruhi sektor lainnya diseluruh dunia.Akibat
dari krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat,
memberi dampak besar pada negara-negara Asia yang sedang berkembang. Ketika
Indonesia mempunyai hutang terhadap negara lain dan bunga dari hutang tersebut
semakin bertambah setiap tahunnya, tetapi pendapatan Indonesia tidak mengalami

4
pertambahan akibat krisis ekonomi global, membuat Indonesia mengalami kesulitan
untuk membayar hutang-hutangnya.

B. Jenis Krisis Ekonomi


1. Krisis Produksi
Krisis produksi adalah termasuk tipe krisis ekonomi yang bersumber dari
dalam negeri. Krisis ini bidang dalam bentuk penurunan produk domestik secara
mendadak dari sebuah komoditas pertanian, contohnya : padi/beras.Penurunan
produkssi tersebut berakibat langsung pada penurunan tingkat pendapatan rill dari
para petani dan para buruh tani padi Dalam tipe ini , jalur-jalur transmisi
dampaknya terhadap kemiskinan adalah perubahan-perubahan dalam harga
(inflasi), jumlah kesempatan kerja dan tingkat pendapatan.Kelompok-kelompok
masyrakat yang paling rentan terhadap tipe kriris ini adalah petani dan
keluarganya, buruh tani dan keluarganya , dan pada peringkat berikutnya adalah
para pekerja dan pemilik usaha serta keluarga mereka di sektor lainnya yang
terkait lewat produksi dengan subsektor pertanian.

2. Krisis Perbankan

Dampak langsung atau fase pertama dari efek krisis perbankan adalah
kesempatan kerja dan pendapatan yang menurun di subsektor keuangan tersebut.
Pada fase kedua, krisis perbankan merembet ke perusahaan-perusahaan yang
sangat tergantung pada sektor perbankan dalam pembiayaan kegoatan-kegiatan
produksi / bisnis mereka. Perusahaan tersebut tidak bisa mendapatkan pinjaman
dari perbankan karena subsektor keuangan tersebut sedang mengalami
kekurangan atau kebangkrutan atau perusaahaan masih dapat kredit tapi tetapi
dengan tingkat suku bunga pinjaman (R) yang jauh lebih tinggi dibandingkan
pada saat perbankan dalam keadaan normal. Kenaikan suku bunga disebabkan
oleh permintaan kredit dunia usaha yang besar di satu sisi dan disisi lain dana
yang terkumpul dari pihak tinggi untuk di salurkan sebagai kredit usaha yang
terbatas. Dalam tipe krisis ini , jalur-jalur tranmisi paling utana lewat mana krisis
tersebut berdampak pada tingkat kemiskinan yaitu : perubahan dalam arus kredit
dari perbankan ke dunia usaha atau tingkat suku bunga pinjaman , volume
produksi , jumlah kesempatan kerja dan tingkat pendapatan
masyarakat.Kelompok-keompok masyrakat yang paling rentan terhadap krisis ini
adalah bukan masyrakat miskin melainkn masyrakat kelas menegah keatas.

5
3. Krisis Nilai Tukar

Perubahan kurs dari sebuah mata uang , misalnya rupiah terhadap dollar AS
diangggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut mengalami penurunan tau
depresiasi yang sangat besar yang prosesnya mendadak dan berlangsung secara
teru-menerus yang membentuk sebah tren yang meningkat.Dampak langusng
krisis ini adalah pada ekspor dan impor. Menurut teori konvensional mengenai
perdagangan internasional depresiasi nilai tukar dari suatu mata uang terhadapa
misalnya dollar AS yang membuat daya saing harga dari produk-produk buatan
negara dari mata uang tersebut membaik, yang selajutnya membuat volume
ekspor meningkat.Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa faktor-faktor lain yang
mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung volume ekspor konstan
tidak berubah. Jadi depresiasi nilai tukar dari suatu mata uang pada dasarnya
berdampak positif terhadap ekonomi dari negara yang mata uangnya mengalami
pelemahan lewat sisi ekspor dan berdampak negatif lewat sisi impor.

4. Krisis Perdagangan
Dalam krisis ekonomi yang berasal dari sumber eksternal ada dua jalur
utama yaitu perdagangan dan investasi / arus modal. Didalam jalur perdagangan
internasioanl ada 2 sub jalur, yaitu ekspor dan impor . Dalam jalur ekspor
misalnya ekspor barang , keaadan krisis bagi sebuah negara eksportir bisa terjadi
baik karena harga di pasal internasional dari komoditas yang di ekspor menurun
secara drastis atau permintaan dunia terhadap komoditas tersebut turun secara
signifikan.. Dalam hal impor , suatu kenaikan harga dunia yang signifikan atau
suatu penurunan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar dari persediaan
dunia untuk suatu komoditas yang di perdagangkan di pasar global dapat menjadi
suatu krisis ekonomi yang serius bagi negara-negara importir jika komoditas itu
sangat crusial msalnya , beras atau minyak yang juga serimg merupakan
komoditas-komoditas kunci bagi masyrakat miskin.

5. Krisis Modal
Pengurangan modal didalam negeri dalam jumlah yang besar atau
penghentian bantuan serta pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis
ekonomi bagi banyak dunia miskin di dunia.Pelarian modal baik yang berasal dari
sumber dalam negeri maupun luar negeri yang besar dan secara mendadak bisa
menjelma menjadi sebuah krisis besar bagi ekonomi negara-negara yang sangat
memerlukan modal investasi. Dalam kasus ini , jalur-jalur tranmisi memilki
dampak utama yakni perubahan – peruubahan dalam jumlah investasi , khususnya

6
investasi jangka panjang , volume produksi dan jumlah tenaga kerja yang
bekerja.Kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap krisis ekonomi dari
kategoriini bisa kelompok miskin tetapi bisa juga kelompok non-miskin
tergantung pada sektor atau industri yang paling dirugikan dengan kekurangan
modal investasi.

C. Faktor Penyebab Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi bisa disebabkan karena berbagai hal. Dari sekian banyak hal tersebut,
berikut beberapa diantaranya yang paling utama:

1. Hiperinflasi

Ketika negara mengalami inflasi, sudah selayaknya pemerintah berusaha mengatasinya


dengan baik. Sehingga inflasi tidak berlangsung terlalu lama dan merugikan rakyat serta
negara. Jika dibiarkan berlangsung terlalu lama, keadaan tersebut akan berlanjut menjadi
hiperinflasi. Biasanya ini terjadi ketika pemerintah mencetak uang secara berlebihan.

Akibatnya harga komoditas dan jasa akan naik secara bertahap. Selanjutnya, pemerintah
akan kehilangan kendali atas kenaikan harga. Pada akhirnya pemerintah menaikkan suku
bunga untuk mengelola percepatan inflasi. Inilah yang akhirnya mengarahkan negara pada
hiperinflasi.

2. Stagflasi

Sebuah negara mengalami stagflasi ketika mengalami tingkat inflasi yang tinggi sekaligus
perekonomiannya tumbuh dengan lambat. Situasi ini akan menyebabkan para pembuat
kebijakan mengalami dilema untuk menetapkan langkah yang harus diterapkan. Namun
pemerintah tidak mungkin diam saja.

Kebijakan yang diambil untuk menekan angka inflasi bisa menyebabkan meningkatnya
tingkat pengangguran. Ini tentu akan menambah masalah baru baik secara ekonomi, sosial,
maupun hukum. Saat negara mengalami stagflasi, pengaruhnya bisa berlangsung hingga
beberapa tahun. Bahkan ada yang mengalaminya hingga beberapa dekade.

7
3. Jatuhnya Pasar Saham

Pasar saham mengalami kejatuhan biasanya disebabkan karena hilangnya kepercayaan


investor di pasar. Karena itu, harga saham pun mengalami penurunan yang dramatis. Jika
kehancuran pasar saham itu terjadi, maka akan tercipta pasar beruang. Ini terjadi bila harga
turun hingga 20% atau lebih dari titik tertinggi untuk mencapai titik terendah baru. Hal ini
dapat menguras modal bisnis.

Bila kenaikan harga saham terjadi secara berkepanjangan, maka akan terjadi crash. Rasio
perolehan harga melebihi rata-rata jangka panjang. Selain itu akan aterjadi penggunaan
hutang margin dalam jumlah berlebihan oleh para pelaku pasar.

4. Tingginya Suku Bunga

Saat suku bunga naik, maka likuiditas akan dibatasi. Tujuannya adalah untuk melindungi
nilai mata uang sebuah negara. Tetapi hal ini justru bisa menjadi penyebab terjadinya krisis
ekonomi. Contoh mudah dari tingginya suku bunga adalah dalam hubungannya dengan
kredit.

Untuk membeli barang yang harganya tinggi, masyarakat cenderung menggunakan kredit.
Baru kemudian kredit dibayarkan dengan tambahan suku bunga tertentu. Bila suku bunga
tinggi, maka masyarakat akan urung membeli barang. Daya beli yang berkurang secara
berkepanjangan inilah yang berakibat pada krisis ekonomi sebuah negara.

5. Menurunnya Pesanan Terhadap Barang

Menurunnya pesanan akan menyebabkan jumlah produksi barang berkurang. Jika


berlangsung dalam waktu lama dalam berbagai bidang industri, ini akan menjadi pemicu
krisis ekonomi. Prosesnya tidak akan langsung terasa. Misalnya negara A mengalami
penurunan jumlah pesanan di tahun 2015 yang terjadi secara berkelanjutan. Maka krisis
ekonomi akan terjadi di tahun 2017.

6. Deflasi

Selain inflasi yang berkepanjangan, deflasi juga bisa mengarah pada krisis ekonomi. Harga
barang dan jasa yang terus jatuh dari waktu ke waktu akan memberi efek buruk pada

8
perekonomian. Deflasi berakibat berkurangnya nilai barang dan jasa yang dijual di pasar.
Ini akan membuat rakyat menunda membeli barang dan menunggu hingga harganya turun.

Karena itu, permintaan terhadap barang akan menurun. Jika terjadi secara berkepanjangan,
maka akan berakhir pada krisis ekonomi. Jika terjadi perang perdagangan di pasar hingga
menyebabkan deflasi, maka keadaan akan semakin buruk.

7. Perubahan Kebijakan atau Deregulasi

Para pembuat kebijakan juga bisa menjadi penyebab sebuah negara mengalami krisis
ekonomi. Keputusan yang diambil untuk membuat kebijakan harus tepat agar tidak
berlanjut memperparah ekonomi negara. Jika salah langkah, misalnya menghilangkan atau
menambah peraturan tertentu, hal ini justru bisa mengarahkan negara pada kejatuhan
ekonomi.

8. Manajemen yang Buruk

Praktis bisnis yang buruk bisa menyebabkan negara mengalami krisis ekonomi. Perusahaan
pada umumnya akan mengajukan pinjaman modal bisnis pada bank. Di sinilah pentingnya
peran bank untuk benar-benar menyaring dalam meloloskan pengajuan pinjaman. Karena
pinjaman yang meraguka n dan kegiatan bisnis ilegal bisa membahayakan perekonomian
negara.

9. Turunnya Harga dan Penjualan Properti

Bisnis properti adalah bisnis yang bernilai besar dan nilainya cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Bila keadaan ekonomi rakyat menurun, ini bisa berakibat pada
berkurangnya pembelian properti. Masyarakat yang sudah memiliki rumah akan
mengurangi pengeluaran dan tidak mengambil hipotek. Keadaan ini bisa mengakibatkan
bank kehilangan uang dan berujung pada krisis ekonomi bila berlangsung dalam waktu
yang lama.

D. Krisis Ekonomi di Indonesia


Indonesia sudah tiga kali mengalami krisis ekonomi, periode pertama pada
1997-1998, kemudian pada 2008, dan terakhir pada 2013. Masyarakat mengenal krisis
ekonomi 1998 sebagai sebuah krisis moneter (krismon) dan krisis 2008 sebagai imbas
krisis keuangan global.

9
1. Krisis Moneter (1998)
Melansir dari buku Monetary Policy Strategy (2007), krisis moneter adalah krisis
yang berhubungan dengan keuangan suatu negara. Saat krisis moneter terjadi harga
aset akan mengalami penurunan yang sangat tajam, bisnis dan konsumen tidak
dapat membayar utang dan lembaga keuangan yang mengalami kekurangan
likuiditas. 

Krisis moneter juga kerap dikaitkan dengan kepanikan investor akan


penurunan nilai aset sehingga mereka memilih untuk menjual aset atau menarik uang
dari rekening tabungannya. Tak hanya itu, kondisi ini juga bisa digambarkan dengan
situasi pecahnya gelombang keuangan spekulatif, kehancuran pasar saham, gagal
bayar pemerintah, hingga krisis mata uang. Penyebab krisis moneter di Indonesia
antara lain:

a) Menurunnya nilai rupiah terhadap dolar AS


Sinyal krisis moneter di Indonesia sudah terlihat sejak Agustus 1997. Hal ini ditandai
dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Menurut Tarmidi melalui penelitiannya, salah satu penyebab merosotnya nilai tukar
rupiah adalah permainan spekulan dari dalam dan luar negeri yang tidak hanya
menggunakan dananya pribadi, tetapi juga meminjam dana dari perbankan untuk
bermain. Saat itu, mata uang rupiah mengalami penurunan drastis dari rata-rata
Rp2.450 per dolar AS per Juni 1997 menjadi Rp13.513 per dolar AS pada akhir
Januari 1998. Bahkan, cadangan devisa negara pun tidak cukup kuat untuk menahan
gempuran terhadap kemerosotan tersebut. 

10
b) Akumulasi utang swasta luar negeri yang besar
Selain menurunnya mata uang rupiah, krisis moneter 1998 juga terjadi akibat
besarnya utang luar negeri Indonesia sektor swasta. Pada Maret 1998 saja, total utang
luar negeri mencapai 138 miliar dolar Amerika Serikat. Parahnya lagi, dua pertiga
dari utang tersebut merupakan utang jangka pendek dan harus dibayarkan kembali
pada tahun 1998. 

Saat itu, cadangan devisa yang hanya sebesar 14,44 miliar dolar Amerika Serikat pun
tak cukup untuk membayar utang beserta bunganya. Hal tersebut kemudian
memberikan tekanan berat pada nilai tukar rupiah.

c) Situasi Politik
Ketidakpastian politik dalam pelaksanaan pemilihan umum serta kesehatan Presiden
Soeharto pada saat itu yang disinyalir menjadi salah satu penyebab krisis moneter
1998. 

Munculnya demo besar-besaran akibat kelangkaan bahan pokok terjadi di mana-


mana. Kacaunya situasi pada saat itu membuat investor asing kehilangan
kepercayaannya untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 

d) Solusi IMF yang gagal


IMF merupakan singkatan dari International Monetary Fund atau yang dalam bahasa
Indonesia berarti Dana Moneter Internasional.  IMF bertanggung jawab atas setiap
transaksi internasional yang terjadi antarnegara. Dalam menangani krisis moneter
pada waktu itu, IMF dianggap gagal. Bagaimana tidak?

IMF membuat program secara seragam, padahal masalah yang dihadapi masing-
masing negara tidak sama persis. Selain itu, bantuan IMF yang diberikan kepada tiga
negara Asia, yaitu Thailand, Korea, dan Indonesia tidak berhasil. Hal tersebut justru
menimbulkan kesan kuat bahwa IMF tidak benar-benar menguasai masalah dari
timbulnya krisis sehingga tidak bisa memberikan solusi yang tepat. 

Dampak krisis moneter 1998 di Indonesia yaitu selain membuat nilai mata
uang semakin melemah, krisis moneter juga berdampak pada kehidupan sehari-hari.

a) Kenaikan harga pokok


Krisis moneter mengakibatkan nilai tukar mata uang rupiah melemah. Hal tersebut
berefek domino pada naiknya harga pokok saat itu. Beberapa barang sulit ditemukan.
Pun jika barang yang dicari tersedia, pasti harganya menjadi sangat tinggi. Akibatnya,
banyak masyarakat yang protes dengan berdemo. 

11
b) Perusahaan bangkrut
Tak hanya masyarakat, perusahaan pun ikut terdampak krisis moneter. Banyak
perusahaan yang mengalami kebangkrutan akibat tidak mampu membayar dan
memakai bahan baku impor maupun membayar utangnya. Bagaimana tidak? Krisis
moneter membuat sejumlah perusahaan mau tidak mau menggunakan mata uang
dolar Amerika Serikat untuk membeli bahan baku karena nilai mata uang rupiah yang
menurun. Kebangkrutan ini tentu berdampak pula pada kemiskinan dan meningkatnya
angka pengangguran akibat pengurangan pekerja perusahaan. 

c) Bank di Indonesia mengalami kredit macet


Turunnya nilai rupiah juga berdampak pada bank di Indonesia yang mengalami kredit
macet. Hal initentu berdampak pada kegagalan bisnis dan utang. Untuk
menyelamatkan perekonomian, pemerintah mengambil langkah untuk
menggabungkan beberapa bank dan membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Tujuan inti dari BPPn adalah penyehatan perbankan, penyelesaian
aset bermasalah, serta mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada
sektor perbankan.

d) Demo besar-besaran
Demo yang dilakukan oleh mahasiswa di seluruh Indonesia ini dilakukan sebagai
bentuk protes dan menuntut Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri. Mereka
menuntut untuk diadakan kembali pemilu dan tindakan efektif pemerintah untuk
mengatasi krisis. Hal ini karena pemerintah dianggap tidak serius dalam menghadapi
krisis yang terjadi. Belum lagi inflasi dan pengangguran dan korupsi yang membuat
kekacauan tak kunjung berakhir. Hingga akhirnya pada Mei 1998 Presiden Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya dan digantikan oleh Presiden B.J. Habibie. 

e) Krisis kepercayaan negara asing


Krisis moneter juga membuat investor asing kehilangan kepercayaannya untuk
menanamkan modal pada perusahaan dalam negeri. Investor asing dapat menanamkan
modal di perusahaan dalam negeri apabila nilai tukar rupiah sesuai dengan harga
pasar. Akan tetapi, menurunnya nilai mata uang mengakibatkan investor tidak
percaya lagi sehingga banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar. 

12
f) Kerusuhan dan penjarahan
Orde baru dan krisis moneter juga mengakibatkan kerusuhan warga, masyarakat, dan
aparat. Akibatnya, pertumpahan darah pun terjadi dan menewaskan beberapa
mahasiswa yang terlibat. Selain itu, kemarahan masyarakat juga mengakibatkan
penjarahan barang secara besar-besaran dan perampokan terjadi di beberapa daerah.
Belum lagi kasus pelanggaran HAM dan isu rasisme yang terjadi mengakibatkan
kondisi semakin kacau pada saat itu. 

2. Krisis Ekonomi 2008


Subprame Mortgage adalah istilah untuk kredit perumahan yang diberikan
kepada debitur dengan riwayat kredit buruk atau belum pernah melakukan
peminjaman, sehingga digolongkan sebagai kredit berisiko tinggi. Penyaluran
Subprime Motgage di Amerika Serikat mengalami peningkatan pesat sebesar US$
200 miliar pada 2002 hingga US$ 500 miliar di tahun 2005.

Meskipun pemicu utama terjadinya krisis moneter 2008 Subprame Mortgage, namun


sebenarnya jumlahnya relatif kecil dibandingkan seluruh kerugian yang akhirnya
dialami perekonomian negara. Kerugian besar yang terjadi dalam krisis ekonomi ini
sebenarnya terjadi karena praktik pengemasan Subprame Mortgage tersebut ke dalam
bentuk sekuritas lain dan diperdagangkan secara global.Puncaknya adalah pada 15
September di mana Lehman Brothers mendaftarkan kebangkrutannya dan menyusul
kegagalan di pasar Subprame Mortgage.

Lehman diketahui telah mengalami kerugian mencapai US$ 60 miliar karena


eksposur di pasar Subprame Mortgage.

Hal tersebut membuat pasar finansial dunia dilanda kepanikan dan indeks Dow Jones
ditutup merosot hingga 504,48 poin. Harga minyak juga ikut terdampak dan turun di
bawah US$ 100 per barel. Sementara emas sebagai safe haven langsung meningkat
menjadi US$ 787 per ons.

Krisis Subprame Mortgage sangat cepat menyebar hingga lintas sektoral dan lintas
negara karena pemegang Mortgage Backage Security (MBS) tersebar luar di berbagai
belahan dunia. Krisis moneter 2008 adalah permasalahan perekonomian paling buruk
setelah Depresi Besar. Pasar saham Amerika Serikat menurun drastis dengan nilai
yang tersapu akibat krisis mencapai 8 triliun selama periode 2007-2009. Krisis
moneter 2008 juga menyebabkan pengangguran terus meningkat hingga mencapai 10
persen pada Oktober 2009.

13
Dampak Krisi ekonomi 2008 bagi Indonesia:

a) Penurunan IHSG
Krisis moneter 2008 menyebabkan dana-dana asing keluar dan menyebabkan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam. BEI bahkan harus melakukan
suspensi perdagangan pada 9 dan 10 Oktober 2008 untuk memberikan jeda kepada
investor agar bisa lebih rasional di tengah gejolak krisis keuangan. Pada saat krisis
Lehman Brothers tersebar, IHSG menurun hingga 50 persen lebih rendah dari
sebelumnya pada akhir tahun 2008.

b) Tekanan di Pasar Obligasi


Krisis moneter 2008 juga menyebabkan kinerja pasar obligasi melemah dan mencapai
puncaknya pada bulan Oktober dengan harga rata-rata terkoreksi hingga 27,4 persen.
Selain itu, harga surat utang Indonesia juga menurun drastis, dengan imbal hasil
melonjak sekitar 10 persen menjadi 17 persen.

c) Krisis likuiditas pada perbankan


Sektor perbankan merupakan titik rawan ketika terjadi krisis, mereka mengalami
krisis finansial terutama pada likuiditas. Bank BUMN masih cukup beruntung karena
pemerintah menginjeksikan Rp15 triliun dana ke 3 lembaga keuangan milik negara
tersebut. Namun, bank-bank swasta menengah dan kecil dengan likuiditas terbatas
mengalami kesulitan pada saat krisis moneter 2008.

Mereka hanya mengandalkan pinjaman di pasar uang antar bank, keadaan likuiditas
yang ketat membuatnya sulit, sedangkan bank besar memilih menjaga likuiditas.

14
Situasi perekonomian tersebut juga semakin sulit karena tidak diberlakukannya
peminjaman dana nasabah. Pemerintah hanya membuat keputusan dengan menaikkan
penjamin oleh LPS dari simpanan maksimal Rp100 juta menjadi Rp2 miliar.

Cara pemerintah mengatasi krisis ekonomi 2008:

Krisis moneter 2008 memang mengguncang perekonomian Indonesia. Namun,


dampaknya tidak berkepanjangan seperti pada tahun 1998. Pemerintah dan Bank
Indonesia lebih kompak untuk menghadapi krisis karena telah berkaca langsung pada
pengalaman sebelumnya. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang pada Oktober 2008 dan dijabarkan sebagai berikut.

 Perppu 2/2008 untuk memperketat fungsi lender of the last resort BI dengan


memperluas aset yang bisa dijadikan agunan oleh bank untuk mendapatkan pinjaman.
 Perppu 3/2008 untuk memperkuat peran LPS di masa krisis.
 Perppu 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) menetapkan
mekanisme, tata cara, dan koordinasi antar lembaga untuk mencegah serta menangani
krisis.

Bapepam-LK (sekarang OJK) juga mengeluarkan aturan untuk memudahkan emiten


melakukan buyback. Sementara BEI melarang transaksi short selling dan membatasi
perdagangan marjin. Hal ini bertujuan untuk mengurangi aksi jual di saat terjadi
penurunan harga sebagai upaya meredam volatilitas di pasar saham. Untuk mengatasi
ketatnya likuiditas, bank menghapus pembatasan saldo harian pinjaman valuta asing
jangka pendek dan tenor fasilitas swap untuk memperoleh likuiditas diperpanjang
dari 7 hari menjadi 1 bulan.

Upaya-upaya tersebut membuat krisis moneter 2008 hanya berdampak sesaat di


Indonesia. Pada semester kedua tahun 2009, tanda-tanda pemulihan ekonomi sudah
mulai nampak. Selanjutnya, pada tahun 2010 perekonomian sudah pulih dan ditandai
dengan pertumbuhannya yang positif mencapai angka 5 persen. Itu dia penjelasan
seputar krisis moneter 2008 yang berdampak di Indonesia dan cara pemerintah
mengatasinya. Krisis perekonomian pada tahun 2008 tidak memberikan dampak yang
berkepanjangan di Indonesia karena pemerintah telah memahami cara memahaminya
secara tepat. Hal ini membuat pertumbuhan perekonomian Indonesia bisa pulih
dengan cepat pada jangka waktu satu tahun.

15
3. Krisis ekonomi 2013

Sejak Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga
dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang
sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus
2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar
20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen. Nilai tukar
sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata
uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah
mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata
uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya
tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.

Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara


permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar
investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini
menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan
mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan
penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa
dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring
dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. Kenapa investasi portofolio asing ini keluar
dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank sentral
AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the
Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata
uang di beberapa negara emerging markets pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud
dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau
aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik
uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.

Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat.


Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah
ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-
negara emerging markets. Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan
lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan
terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh,
yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps
dalam tiga bulan terakhir.

16
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas
Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil
daripada impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai perdagangan
Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas
sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas
tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64
miliar Dollar AS.

Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)

Ekspor Impor Neraca

Bulan Migas Non- Total Miga Non- Total Migas Non- Total
migas s migas migas

januari 2,66 12,72 15,38 3,97 11,48 15,45 -1,31 1,24 -0,07

Februari 2,57 12,45 15,02 3,64 11,67 15,31 -1,07 0,78 -0,29

Maret 2,93 12,09 15,02 3,90 10,99 14,89 -0,97 1,10 -0,13

April 2,45 12,31 14,76 3,63 12,83 16,46 -1,18 -0,52 -1,70

Mei 2,92 13,21 16,13 3,44 14,22 16,66 -0,52 -0,01 -0,53

17
Juni 2,80 11,96 14,76 3,53 12,11 15,64 -0,73 -0,15 -0,88

Juli 2,28 12,83 15,11 4,14 13,28 17,42 -1,86 -0,45 -2,31

Januari – 18,61 87,57 106,18 26,25 85,58 111,83 -7,64 1,99 -5,65
juli

sumber: Badan Pusat Statistik,  Berita Resmi Statistik, No. 58/09/Th. XVI,

Sejak Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga
dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang
sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus
2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar
20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.

Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?

Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-
demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat,
sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik.
Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau
menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah
melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.

18
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan
atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi
portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai
tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara
lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas
Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan
kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG
mengalami kecenderungan menurun sejak Juni 2013:

Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering
disebut adalah karena rencana the Fed (bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative
Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres
AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging
markets pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the
Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-
bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi
pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.

Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya,


nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para
investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets.
Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan
daripada di negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi
jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun
pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah
adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada
impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia
selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya
mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa
mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar
AS.

 Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama,
konsumen, terutama konsumen kelas bawah, sejauh pendapatan mereka tidak bisa
mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua, pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi
impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri
yang menyusut. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam
sudah menghentikan aktivitas usahanya. Ketiga, para usahawan yang berorientasi pasar

19
dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti
pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya. Keempat, rakyat pekerja yang sudah
terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah
oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai
utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.

Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi
impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang
luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing. Logikanya sama
dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar
Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang
dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang
luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank
sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar
AS.

Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang
luar negeri Indonesia ini? Pertama, untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang,
dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua,
untuk utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN,
dimana ketika anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut
subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga akan terkena
dampaknya. Ketiga, pembayaran utang luar negeri cenderung akan meningkatkan
penawaran atas Rupiah, karena uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan
mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.

Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu negara
melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian
besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi
baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor, eksportir udang, dan eksportir kakao di
Sulawesi Selatan. Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena
banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku impor, sehingga keuntungan
yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku
impornya yang mahal.
 

Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar Rupiah
disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya sejumlah besar investasi
portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca
nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga

20
komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun
kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga komoditi
yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2)
kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan
memukul berbagai lapisan masyarakat.

Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah
“penyebab langsungnya” (immediate causes), bukan “akar masalahnya.” Pembahasan
tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama,
terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya
merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-negara. Tingkat mobilitas
kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang
memungkinkan adanya tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek
destruktifnya, bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang seperti itu? Kedua, terkait
dengan tingginya impor Indonesia, pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti
itu? Dan bagaimana cara melepaskan ketergantungan ekonomi kita terhadap impor?

E. Beberapa Solusi Mengatasi Krisis Ekonomi Global oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Presiden menegaskan 10 langkah yang harus ditempuh semua pihak untuk


menghadapi krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga tidak
berdampak buruk terhadap pembangunan nasional.

1. Presiden mengajak semua pihak dalam menghadapi krisis global harus terus
memupuk rasa optimisme dan saling bekerjasama sehingga bisa tetap menjagar
kepercayaan masyarakat.
2. Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen harus terus dipertahankan antara lain
dengan terus mencari peluang ekspor dan investasi serta mengembangkan
perekonomian domestik.
3. Optimalisasi APBN 2009 untuk terus memacu pertumbuhan dengan tetap
memperhatikan `social safety net` dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan
yaitu infrastruktur, alokasi penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan
dan BBM. Untuk itu perlu dilakukan efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun
APBD khususnya untuk peruntukan konsumtif.

21
4. Ajakan pada kalangan dunia usaha untuk tetap mendorong sektor riil dapat
bergerak. Bila itu dapat dilakukan maka pajak dan penerimaan negara bisa terjaga
dan juga tenaga kerja dapat terjaga. Sementara Bank Indonesia dan perbankan
nasional harus membangun sistem agar kredit bisa mendorong sektor riil. Di
samping itu, masih menurut Kepala Negara, pemerintah akan menjalankan
kewajibannya untuk memberikan insentif dan kemudahan secara proporsional.
5. Semua pihak lebih kreatif menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan
mengembangkan pasar di negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara
langsung terkena pengaruh krisis keuangan AS.
6. Menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik
akan bertambah kuat.
7. Perlunya penguatan kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia,
dunia perbankan serta sektor swasta.
8. Semua kalangan diharapkan untuk menghindari sikap ego-sentris dan memandang
remeh masalah yang dihadapi.
9. Mengingat tahun 2009 merupakan tahun politik dan tahun pemilu, kaitannya dengan
upaya menghadapi krisis keuangan AS adalah memiliki pandangan politik yang non
partisan, serta mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan
maupun pribadi termasuk dalam kebijakan-kebijakan politik.
10. Presiden meminta semua pihak melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada
masyarakat. Tak hanya pemerintah dan kalangan pengusaha, serta perbankan,
Kepala Negara juga memandang peran pers dalam hal ini sangat penting karena
memiliki akses informasi pada masyarakat.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari artikel diatas yaitu bahwa Indonesia mengalami tiga
krisis ekonomi sejauh ini. Diantara ketiga krisis tersebut krisis moneter lah yang
paling parah. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial

22
yang terjadi di Thailand pada pertengahan 1997. Sebelumnya Indonesia terlihat jauh
dari krisis tidak seperti Thailand ,Indonesia memiliki laju inflasi terkendali ,tingkat
pengangguran relative rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus
meskipun deficit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih
terkendali. Rupiah mulai terserang kuat di agustus .pada 14 agustus 1997,
pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating bebas. Rupiah
merosot tajam dari rata – rata Rp 2.450 per dollar AS juni 1997 menjadi 13,513
akhir juni 1998 .
Krisis moneter 1997-1998 tidak semata-mata krisis moneter dalam arti sempit
kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika tetapi sudah mengarah pada
distorsi pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal,sembako
menghilang ,pengangguran meningkat dan mengarah krisis kepercayaan kepada
pemerintah. Indonesia mengalami krisis ekonomi bukan baru sekali saja.Sebagai
salah satu Negara berkembang, Indonesia sudah sering mengalaminya.Krisis yang
paling parah terjadi pada tahun 1997. Pada saat itu, Indonesia berada pada pimpinan
soeharto ,dimana kebijakan ekonominya telah menghasilkan kemajuan ekonomi
yang pesat. Namun disaat itu kondisi sektoe perbankan memburuk dan semakin
besarnya ketergantungan terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan impor,yang
membuat Indonesia di landa suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh
krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pertengahan tahun 1997.

SARAN

Beberapa saran dari penulis untuk mengatasi krisis ekonomi dewasa ini adalah
sebagai berikut:

1. Karena Indonesia telah menanda-tangani persetujuan program reformasi struktural


ekonomi dengan IMF, maka pemerintah juga harus melaksanakannya dengan
konsekuen, terlebih lagi karena bantuan IMF ini terkait dengan bantuan negara-
negara donor lainnya yang jumlahnya sangat besar. Pemerintah melaksanakan
reformasi dan restrukturisasi sektor riil dan keuangan secara konsekuen untuk
memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. Makin cepat pemerintah
melaksanakan program-program reformasi, makin cepat juga dananya cair. Yang
nanti akan menjadi masalah adalah bagaimana membayar utang bantuan darurat
yang mencapai US$ 46 milyar tersebut di samping utang-utang pemerintah dan
swasta yang ada. Namun pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan dan Bank
Indonesia, harus bertindak proaktif menghadapi IMF dengan mengajukan saran-
sarannya sendiri dan menolak program-program yang tidak relevan dan cenderung
merugikan Indonesia.

23
2. Membentuk kabinet baru yang terdiri atas teknokrat untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat Indonesia maupun luar negeri akan kesungguhan program
reformasi. Dengan adanya kepercayaan ini, termasuk program reformasi IMF,
diharapkan akan terjadi arus balik devisa dan masuknya modal luar negeri.

3. Mengusahakan penundaan pembayaran utang resmi pemerintah berupa


pembayaran cicilan pokok dan bunga selama misalnya dua tahun melalui Paris Club.
Sejauh ini Indonesia memang selalu patuh untuk membayar semua utang-utangnya
secara tepat waktu, yang juga selalu mendapatkan pujian dari Bank Dunia dan IMF.
Namun dalam keadaan krisis yang parah ini, apa salahnya jika Indonesia meminta
penundaan waktu pembayaran kembali utang? Nama Indonesiapun tidak menjadi
jelek karenanya, sebab Paris Club adalah instrumen internasional yang memang
khusus dirancang untuk membantu negara-negara sedang berkembang dalam
menghadapi masalah pembayaran kembali utang-utang luar negeri pemerintah.
Sementara ini sudah banyak negara sedang berkembang yang memanfaatkan fasilitas
ini. Dengan demikian, Indonesia bisa bernapas untuk memperkuat posisi cadangan
devisanya. Sebab menurut APBN tahun 1998/99 jumlah pembayaran cicilan utang
pokok luar negeri beserta bunganya mencapai US$ 7.560 juta, sementara pinjaman
luar negeri baru sebesar US$ 6.450 juta. Jumlah ini sangat berarti untuk memperkuat
cadangan devisa negara. Seandainya Indonesia tidak menerima bantuan barupun,
maka masih ada selisih positif sebesar lebih dari US$ 1 milyar yang bisa dihemat.
Keuntungan dari penundaan pembayaran utang ini adalah, bahwa beban utang tidak
menjadi bertambah, hanya saja jangka waktu pembayaran kembalinya saja yang
lebih panjang, tanpa merusak nama Indonesia sebagai debitur yang baik. Bila Jepang
hanya mau membantu dengan dengan menambah pinjaman baru, berarti bahwa
beban utang termasuk pembayaran bunga untuk di kemudian hari akan bertambah
besar. Penjadwalan kembali pembayaran utang resmi pemerintah ini juga akan
banyak Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran 21
membantu meringankan defisit anggaran belanja, terlebih lagi dengan semakin
terpuruknya nilai tukar rupiah semakin besar pula defisit dalam anggaran belanja
negara yang harus ditutup. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah dan telah dicapai
kesepakatan, bahwa Indonesia akan menunda pembayaran cicilan utang pokoknya
saja.

4. Menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang riil, artinya tidak lagi
overvalued ketika regim managed floating, bahkan bisa dipertimbangkan untuk
membiarkannya sedikit undervalued untuk meningkatkan daya saing secara
internasional dan merangsang produksi dalam negeri dan ekspor. Nilai tukar nyata
yang wajar ini harus dicari dengan memperhatikan kriteria-kriteria berikut, paling
tidak tingkat depresiasi rupiah tidak lebih rendah dari depresiasi nyatanya. Dengan

24
kurs ini defisit anggaran belanja negara bisa ditekan, juga tingkat inflasi, pembayaran
utang luar negeri pemerintah dan swasta dalam rupiah dapat ditekan sehingga
mampu dikembalikan, begitupun harga BBM/listrik dan pakan ternak, harga barang-
barang produksi dalam negeri dapat terjangkau termasuk sembako dan pabrik-pabrik
beroperasi kembali, orang-orang yang menganggur dapat bekerja kembali, jumlah
penduduk miskin dapat ditekan kembali dan jaringan keamanan sosial tidak lagi
diperlukan, biaya angkutan udara bisa diturunkan, perjalanan domestik dan luar
negeri dapat hidup kembali. Dilain pihak kurs dollar AS ini harus cukup tinggi untuk
menahan impor berbagai macam barang dan bahan serta meningkatkan daya saing
produk dalam negeri termasuk buah-buahan, insentif untuk meminjam dana dari luar
negeri hilang, biaya perjalanan ke dan sekolah di luar negeri tetap masih mahal, yang
semuanya mengurangi pengurangan devisa. Sebaliknya daya saing ekspor masih
cukup tinggi, sehingga ekspor masih bisa tetap bergairah. Bila ini disadari sebagai
hal yang utama dan yang paling mendesak untuk mengakhiri krisis ini, maka seluruh
daya upaya dan pikiran dapat diarahkan untuk memecahkan persoalannya. Kebijakan
depresiasi nilai tukar yang relatif besar dampaknya sama seperti kebijakan proteksi
produksi dalam negeri, karena merubah perbandingan harga antara barang dalam
negeri aktif dalam forum-forum internasional seperti APEC, ASEAN, dan
sebagainya untuk mencari pemecahan atas krisis moneter yang sedang melanda
banyak negara Asia Timur. Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkuat nilai
tukar mata uang masing-masing kembali pada tingkat yang wajar. Misalnya dengan
mengajukan gagasan-gagasan pemecahan yang konkrit dan mendesak diadakannya
pertemuanpertemuan dengan segera. Hingga kini sikap pemerintah Indonesia
terkesan pasif.

5. Mengadakan negosiasi ulang utang luar negeri swasta Indonesia dengan para
kreditor untuk meminta penundaan pembayaran, yang sekarang sedang diusahakan
oleh Tim Penanggulangan Utang Luar Negeri Swasta (PULNS) atau Indonesian
Debt Restructuring Agency (INDRA). 22 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
Maret 1999

6. Mengembalikan stabilitas sosial dan politik dan rasa aman secepatnya sehingga
bisa memulihkan kepercayaan pemilik modal dalam dan luar negeri.

7. Untuk mengembalikan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di


dalam negeri, pemerintah bisa mempertimbangkan melakukan operasi swap, apalagi
didukung oleh cadangan devisa pemerintah yang semakin membesar. 9.
Menghalangi kemungkinan kegiatan spekulasi valas besar-besaran dengan
mempelajari kemungkinan melakukan pengawasan devisa secara terbatas tanpa
melepas prinsip regim devisa bebas atau melanggar kesepakatan dengan IMF,

25
misalnya transfer pribadi dibatasi sampai jumlah tertentu, US$ 10.000. Selanjutnya
tidak memberi peluang untuk memperdagangkan rupiah atau menaruh deposito
Rupiah di luar negeri. Deposito valas hanya boleh di bank-bank devisa dalam negeri
dan tidak boleh ditempatkan di luar. Krugman juga menganjurkan memungut pajak
atas dana yang masuk dan membuat peraturan yang menghambat pengiriman dana ke
luar (lihat Wessel dan Davis, hal. 16).

DAFTAR PUSTAKA

Anggit, P. (2022). Krisis Moneter di Indonesia: Pengertian, Penyebab, dan Dampaknya.


koinworks.

Krisis Moneter 2008, Kronologi & Cara Indonesia Mengatasinya. (2023). OCBC NISP.

Winata Wira, Y. S. (2021). Krisis Ekonomi, Kesejahteraan dan Tata Pemerintahan yang
Baik : Perspektif Islam. kemudi: jurnal ilmu pemerintahan, volume 6, issue 1 hal
83-97.

Yosidora, A. (2022). mengenal perjalanan krisis ekonomi di Indonesia. ekonopedia.

26

Anda mungkin juga menyukai