Dosen Pengampu
Darnilawati S.E, M.Si,
Kelompok IX
1. Fadmi Nanda
2. Ika Piyasta
3. Riza Lestari
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbilalamin. Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah kami selaku pemakalah bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul: Krisis Ekonomi dan Kemiskinan.
Di dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya dengan hati terbuka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Teriring doa, semoga amalan yang diberikan mendapatkan ridho dan berkah dari Allah
SWT. Amin. Akhirnya kami selaku penyusun makalah berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Akhirul kalam.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................5
1.3 Tujuan Masalah .........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................6
2.1 Pengertian Krisis Ekonomi .......................................................................................6
2.2 Krisis Ekonomi Moneter 1997/1998 .........................................................................6
2.3 Penyebab Terjadinya Krisis Ekonomi ......................................................................9
2.4 Pengertian Kemiskinan .............................................................................................11
2.5 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan ...........................................12
2.6 Elastisitas Kemiskinan di Indonesia .........................................................................12
2.7 Usaha Pemerintah Memberantas Kemiskinan ..........................................................13
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................14
3.2 Kritik dan Saran ........................................................................................................15
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan bukan hanya merupakan masalah Indonesia, tetapi juga masalah dunia.
Laporan tahun 2005 dari Bank Dunia menunjukkan bahwa menjelang akhir 1990-an ada
sekitar 1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di dunia.
Sebagian besar dari jumlah orang miskin tersebut terdapat di Asia Selatan (43,5 persen)
yang terkonsentrasi di India, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan. Afrika SubSahara merupakan wilayah kedua di dunia yang padat orang miskin (24,3 persen).
Kemiskinan di wilayah ini terutama disebabkan oleh iklim dan kondisi tanah yang tidak
mendukung kegiatan pertanian (kekeringan dan gersang), pertikaian yang tidak hentihentinya antar suku, manajemen ekonomi makro yang buruk, dan pemerintahan yang
bobrok. Wilayah ketiga yang terdapat banyak orang miskin adalah Asia Tenggara dan
Pasifik (23,2 persen). Kemiskinan di Asia Tenggara terutama terdapat di Cina, Laos,
Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial yang terjadi di
Thailand pada pertengahan 1997. Sebelumnya Indonesia terlihat jauh dari krisis tidak
seperti Thailand, Indonesia memiliki laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative
rendah, neraca pembayaran secara keseluruahan masih surplus meskipun defisit neraca
berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali. Rupiah mulai terserang
kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan
pertukaran floating bebas. Rupiah merosot tajam dari rata-rata Rp 2,450 per dollar AS Juni
1997 menjadi Rp 13,513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali
menjadi sekitar Rp 8,000 awal Mei 1999.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
2.2
1 Pengertian moral hazard dalam hal ini adalah resiko yang harus ditanggung secara moral.
Gambar 5.5 Tren Jangka Panjang dari Perkembangan Tingkat Kemiskinan (%), PBD Rill
Per Kapita (Y: Juta Rupiah) dan Ketimpangan; 1998-2002.
2.3
Menurut Lepi T Tarmidi faktor penyebab krisis moneter di Indonesia menurut urutan
kejadiannya:
1. Tingkat depresiasi rupiah yang relative rendah, berkisar antara 2.4% (1993) hingga
5.8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar
nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumuliatif sangat overvalued.
2. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya,
ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
3. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds
tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki
Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading.
4. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan
pita batas intervensi.
5. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar yang disebabkan karena laju
peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya
pembayaran bunga pinjaman.
6. IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang
dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan
dengan baik.
10
2.4.
Pengertian Kemiskinan
Tidak mudah mendefinisikan kemiskinan, karena kemiskinan itu mengandung unsur
ruang dan waktu (Maipita : 2013). Kemiskinan di sebagian negara justru ditandai dengan
kelaparan, kekurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah,
tidak punya akses air bersih dan listrik. Definisi kemiskinan biasanya sangat bergantung
dari sudut mana konsep tersebut dipandanga.
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal,
sakit, dan tidak mampu berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah, dan tidak tahu
baca tulis. Kemiskinan bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan.
Lebih sederhana, Bank Dunia (2000) mengartikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan,
yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan. Kemiskinan biasangan didefinisikan
sebagai sejauh mana suatu individu berada di bawah tingkat standar hidup minimal yang
dapat diterima oleh masyarakat dan komunitasnya.
Hal lain yang juga penting untuk dibicarakan di sini dan juga sangat relevan dalam
kaitannya dengan peran ULN adalah akses bagi kaum miskin ke fasilitas-fasilitas pokok
seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi, perumahan, dan energi.
Sebagai suatu ilustrasi empiris, hasil penelitian SMERU (2007) menunjukkan bahwa
masyarakat miskin memiliki akses yang jauh lebh rendah dibandingkan kaum non-miskin
terhadap pelayanan dasar.
Gambar 5.10 Akses Kelompok Miskin ke Fasilitas Dasar Indonesia (%)
11
2.5
pemikiran
teoritisnya
adalah
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
2.6
Peningkatan
upah/gaji
Pengurangan
jumlah orang
miskin
12
Periode
Perubahan pendapatan
p. k. Pertahun (%)
1967-1976
1976-1980
1980-1984
1984-1987
1987-1990
1990-1993
1993-1996
1996-1999
1999-2002
5,48
6,37
4,23
2,69
5,66
5,41
5,23
-3,25
2,49
Perubahan indeks
kemiskinan pertahun
(%)
-6,0
-8,1
-6,8
-7,0
-4,6
-4,6
-6,2
9,9
-8,2
Elastisitas
Kemiskinan
-1,09
-1,27
-1,61
-2,60
-0,81
-0,85
1,19
-3,05
-3,29
2.7
2 Menurut informasi terakhir dari pemerintah, jumlah pengeluaran untuk memerangi kemiskinan akan dinaikkan dari 42 triliun
rupiah tahun 2006 menjadi 51 triliun rupiah tahun 2007 dan 65,5 triliun rupiah tahun 2008. Pada tahun 2002, pengeluaran APBN
untuk kemiskinan sekitar 16,5 triliun rupiah sempat turun sedikit menjadi 16 triliun rupiah tahun 2003. Setelah itu meningkat
berturut-turut menjadi 18 dan 23 triliun rupiah dalam dua tahun berikutnya (Royat : 2007). Dari segi anggaran perjiwa rakyat
miskin, meningkat dari Rp. 499 ribu rupiah tahun 2004, Rp. 655 ribu rupiah tahun 2005, Rp. 1008.000 tahun 2008, dan Rp.
1.300.000 tahun 2007 (Nugroho dan Suhartono : 2007)
13
94/95
95/96
96/97
97/98
98/99
99/00
2000
0,11
0,49
0,69
5,73
3,70
5,14
3,14
2,96
1,22
0,16
0,33
0,34
0,36
0,97
1,06
1,16
0,84
0,99
0,75
1,21
0,53
1,27
0,13
3,94
1,87
2,58
0,22
0,33
0,29
0,04
0,28
1,16
0,40
0,24
0,61
0,61
0,51
0,43
0,48
0,12
0,22
0,92
0,20
0,61
0,59
0,02
0,43
0,53
0,53
0,01
0,46
0,49
Total
Total Program AntiKemiskinan
- Nilai (Rp. triliun)
- Dari PDB
0,61
1,37
1,70
1,96
9,67
7,01
5,65
0,43
0,11
1,07
0,23
1,54
0,28
1,98
0,29
14,24
1,39
13,95
1,23
10,35
1,05
0,33
0,26
14
15
BAB III
KESIMPULAN
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial yang terjadi di
Thailand pada pertengahan 1997. Sebelumnya Indonesia terlihat jauh dari krisis tidak seperti
Thailand, Indonesia memiliki laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative rendah,
neraca pembayaran secara keseluruahan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan
cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali. Rupiah mulai terserang kuat di
Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating
bebas. Rupiah merosot tajam dari rata-rata Rp 2,450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp
13,513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp
8,000 awal Mei 1999.
Krisis Moneter 1997/1998 tidak semata-mata krisis moneter dalam arti sempit
kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerikatetapi sudah mengarah pada distorsi
pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal, sembako menghilang, pengangguran meningkat
dan mengarah krisis kepercayaan kepada pemerintah. Dilihat dari indikator makroekonomi,
fundamental ekonomi Indonesia bisa dikatakan kuat hanya jika dilihat dari kriteria
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika dilihat dari indikator kriteria lainnya, maka akan terlihat
kelemahan mendasar ekonomi makro. Kelemahan tersebut tercermin dalam:
1. Tidak adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi tinggi dengan perluasan
kesempatan kerja; distribusi pendapatan tidak merata, kesenjangan sosial antara yang
kaya dengan yang miskin, dan jumlah tenaga kerja yang semakin meningkat dan
berpotensi menjadi pengangguran.
2. Pertumbuhan ekonomi dipicu oleh saving gap (investasi lebih besar dari tabungan) yang
makin melebar, baik dari kredit bank dalam negeri maupun kredit luar negeri untuk
sektor swasta. Sedangkan di sektor pemerintah/publik, pembangunan yang dibiayai dari
utang luar negeri yang semakin meningkat.
3. Kebijaksanaan ekonomi tidak dilaksanakan oleh aparat birokrasi yang bersih dari kolusi,
korupsi, nepotisme, sindikasi, dan konspirasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Tulus Tahi Kamonangan Tambunan. Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri. Rajawali Press.
Jakarta. 2008.
Faisal Basri & Haris Munandar. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap
Soeharsono Sagir. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Prenada Media. Jakarta. 2009.
http://myasirarafat.wordpress.com/2012/05/31/apa-itu-krisis-ekonomi/
http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/06/definisi-kemiskinan.html
http://tips-teknologi.blogspot.com/2012/04/krisis-ekonomi-global-dan-krisis.html
17