Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kelompok

Sistem Ekonomi Indonesia

Dosen Pengampu
Darnilawati S.E, M.Si,

KRISIS EKONOMI & KEMISKINAN

Kelompok IX
1. Fadmi Nanda
2. Ika Piyasta
3. Riza Lestari

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU
RIAU

Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbilalamin. Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah kami selaku pemakalah bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul: Krisis Ekonomi dan Kemiskinan.
Di dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya dengan hati terbuka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Teriring doa, semoga amalan yang diberikan mendapatkan ridho dan berkah dari Allah
SWT. Amin. Akhirnya kami selaku penyusun makalah berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Akhirul kalam.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................5
1.3 Tujuan Masalah .........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................6
2.1 Pengertian Krisis Ekonomi .......................................................................................6
2.2 Krisis Ekonomi Moneter 1997/1998 .........................................................................6
2.3 Penyebab Terjadinya Krisis Ekonomi ......................................................................9
2.4 Pengertian Kemiskinan .............................................................................................11
2.5 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan ...........................................12
2.6 Elastisitas Kemiskinan di Indonesia .........................................................................12
2.7 Usaha Pemerintah Memberantas Kemiskinan ..........................................................13
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................14
3.2 Kritik dan Saran ........................................................................................................15
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan bukan hanya merupakan masalah Indonesia, tetapi juga masalah dunia.
Laporan tahun 2005 dari Bank Dunia menunjukkan bahwa menjelang akhir 1990-an ada
sekitar 1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di dunia.
Sebagian besar dari jumlah orang miskin tersebut terdapat di Asia Selatan (43,5 persen)
yang terkonsentrasi di India, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan. Afrika SubSahara merupakan wilayah kedua di dunia yang padat orang miskin (24,3 persen).
Kemiskinan di wilayah ini terutama disebabkan oleh iklim dan kondisi tanah yang tidak
mendukung kegiatan pertanian (kekeringan dan gersang), pertikaian yang tidak hentihentinya antar suku, manajemen ekonomi makro yang buruk, dan pemerintahan yang
bobrok. Wilayah ketiga yang terdapat banyak orang miskin adalah Asia Tenggara dan
Pasifik (23,2 persen). Kemiskinan di Asia Tenggara terutama terdapat di Cina, Laos,
Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial yang terjadi di
Thailand pada pertengahan 1997. Sebelumnya Indonesia terlihat jauh dari krisis tidak
seperti Thailand, Indonesia memiliki laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative
rendah, neraca pembayaran secara keseluruahan masih surplus meskipun defisit neraca
berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali. Rupiah mulai terserang
kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan
pertukaran floating bebas. Rupiah merosot tajam dari rata-rata Rp 2,450 per dollar AS Juni
1997 menjadi Rp 13,513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali
menjadi sekitar Rp 8,000 awal Mei 1999.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Apa pengertian dari krisis ekonomi?

2.

Bagaimana proses terjadinya krisis ekonomi moneter 1997/1998?

3.

Apa penyebab terjadinya krisis ekonomi moneter 1997/1998?

4.

Apa pengertian dari kemiskinan?

5.

Apa hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan?

6.

Berapa besar elastisitas kemiskinan di indonesia?

7.

Apa usaha pemerintah memberantas kemiskinan?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan makalah Krisis Ekonomi dan Kemiskinan ini ialah agar dapat memahami makna
dari krisis ekonomi, mengetahui proses terjadinya krisis ekonomi 1997/1998, dan
mengetahui penyebab terjadinya krisis ekonomi moneter tersebut. Adapun selain itu, kami
pemakalah juga menjelaskan mengenai pengertian kemiskinan, hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, mengetahui ukuran elastisitas kemiskinan di
Indonesia, dan mengetahu usaha-usaha yang telah diupayakan pemerintah dalam
memberantas tingkat kemiskinan yang terdapat di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Krisis Ekonomi


Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan mendefinisikan krisis sebagai suatu situasi yang genting dan gawat, atau
suatu kemelut mengenai suatu kejadian atau peristiwa-peristiwa yang menyangkut
kehidupan. Ekonomi adalah faktor dasar kebutuhan hidup manusia yang bersifat materil
atau fisik atau dapat dikatakan sebagai tatanan perekonomian di suatu negara.
Berdasarkan pengertian tentang krisis dan ekonomi yang telah dijelaskan di atas,
dapat disimpulkan bahwa krisis ekonomi adalah suatu peristiwa yang genting dan penuh
dengan kemelut tentang tatanan kehidupan perekonomian suatu negara yang merupakan
faktor dasar bidang kehidupan manusia yang bersifat materil.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia antara lain disebabkan karena korupsi, kolusi,
nepotisme (KKN), manipulasi dan praktek-praktek ekonomi yang tidak beretika atau
tidak bermoral. Kondisi itu lalu menghadirkan moral hazard1 di berbagai sektor ekonomi
dan politik yang harus dipikul dan ditanggung bersama semua elemen bangsa.

2.2

Krisis Ekonomi Moneter 1997/1998


Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial yang terjadi di
Thailand pada pertengahan 1997. Sebelumnya Indonesia terlihat jauh dari krisis tidak
seperti Thailand, Indonesia memiliki laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative
rendah, neraca pembayaran secara keseluruahan masih surplus meskipun defisit neraca
berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali. Rupiah mulai
terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar
dengan pertukaran floating bebas. Rupiah merosot tajam dari rata-rata Rp 2,450 per dollar
AS Juni 1997 menjadi Rp 13,513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat
kembali menjadi sekitar Rp 8,000 awal Mei 1999.

1 Pengertian moral hazard dalam hal ini adalah resiko yang harus ditanggung secara moral.

Di Indonesia dalam periode 1990-an kemiskinan meningkat akibat krisis ekonomi


1997/1998, dan peningkatan tersebut lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Hal
ini terjadi karena ekonomi perkotaan yang didominasi oleh sektor-sektor non-pertanian
yang sangat bergantung pada impor, modal asing, dan utang luar negeri (ULN) lebih
terpukul oleh krisis tersebut dibandingkan ekonomi perdesaan yang didominasi oleh
sektor pertanian yang lebih tergantung pada sumber produksi dalam negeri.
Krisis Moneter 1997/1998 tidak semata-mata krisis moneter dalam arti sempit
kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerikatetapi sudah mengarah pada
distorsi pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal, sembako menghilang,
pengangguran meningkat dan mengarah krisis kepercayaan kepada pemerintah. Dilihat
dari indikator makroekonomi, fundamental ekonomi Indonesia bisa dikatakan kuat hanya
jika dilihat dari kriteria pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika dilihat dari indikator
kriteria lainnya, maka akan terlihat kelemahan mendasar ekonomi makro. Kelemahan
tersebut tercermin dalam:
1. Tidak adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi tinggi dengan perluasan
kesempatan kerja; distribusi pendapatan tidak merata, kesenjangan sosial antara yang
kaya dengan yang miskin, dan jumlah tenaga kerja yang semakin meningkat dan
berpotensi menjadi pengangguran.
2. Pertumbuhan ekonomi dipicu oleh saving gap (investasi lebih besar dari tabungan)
yang makin melebar, baik dari kredit bank dalam negeri maupun kredit luar negeri
untuk sektor swasta. Sedangkan di sektor pemerintah/publik, pembangunan yang
dibiayai dari utang luar negeri yang semakin meningkat.
3. Kebijaksanaan ekonomi tidak dilaksanakan oleh aparat birokrasi yang bersih dari
kolusi, korupsi, nepotisme, sindikasi, dan konspirasi.

Krisis ekonomi 1997/1998 membuat kemiskinan membesar kembali dengan laju


yang tinggi dari 11,3 persen tahun 1996 ke 16,7 persen tahun 1998 yang dibarengi
dengan penurunan PDB rill sebesar 13,4 persen. Ketimpangan dalam distribusi
pendapatan pun naik cukup besar pada tahun 1998 yang menunjukkan bahwa krisis
tersebut juga berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan (Gambar 5.5). Secara
teoritis, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: ada pihak yang diuntungkan dengan
adanya krisis tersebut, seperti para pemilik modal besar dalam dolar AS dan pemilik
perkebunan seperti di Sulawesi yang mengalami peningkatan hasil ekspor dalam rupiah,
dan ada pihak yang dirugikan seperti pekerja-pekerja yang kena PHK di pabrik-pabrik
dan bank-bank yang bangkrut.

Gambar 5.5 Tren Jangka Panjang dari Perkembangan Tingkat Kemiskinan (%), PBD Rill
Per Kapita (Y: Juta Rupiah) dan Ketimpangan; 1998-2002.

2.3

Penyebab Terjadinya Krisis Ekonomi Moneter 1997/1998


Berbicara tentang krisis ekonomi, tidak akan lepas tentang faktor-faktor yang
menyebabkan krisis tersebut terjadi. Banyak pendapat para pakar di Indonesia mengenai
penyebab krisis. Menurut Nasution (1999), penyebab krisis adalah:

a. Lemahnya Sistem Keuangan


Adanya ketergantungan dunia usaha pada pembelanjaan kredit perbankan dan
pinjaman luar negeri yang meningkat kerawanan pada perubahan tingkat suku
bungan maupun perubahan kurs devisa.

b. Menguatnya Nilai Rill Rupiah


Modal asing yang masih nilai rill rupiah yang bisa meredam kenaikan tingkat suku
bunga di pasar dalam negeri dan menimbulkan aspek negatif, seperti mengurangi
daya saing ekonomi nasional di pasar dunia dan merangsang alokasi pada faktorfaktor produksi yang cenderung pada non traded sektor dimana barang dan jasa tidak
diekspor atau diimpor yang menyebabkan produsen dalam negeri tidak merasakan
persaingan pasar dari dunia luar.

c. Lemahnya Bank Sentral


Keterbatasan Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter yang semakin
terbatas karena kondisi keuangannya yang sulit.

Menurut Lepi T Tarmidi faktor penyebab krisis moneter di Indonesia menurut urutan
kejadiannya:
1. Tingkat depresiasi rupiah yang relative rendah, berkisar antara 2.4% (1993) hingga
5.8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar
nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumuliatif sangat overvalued.
2. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya,
ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.

3. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds
tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki
Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading.
4. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan
pita batas intervensi.
5. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar yang disebabkan karena laju
peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya
pembayaran bunga pinjaman.
6. IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang
dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan
dengan baik.

Sementara Yusanto (2001) menyatakan bahwa penyebab krisis ekonomi yang


melanda Indonesia khususnya dan belahan dunia lain bila dicermati benar-benar adalah:
a. Persoalan mata uang, karena adanya keterikatan antar mata uang satu negara dengan
mata uang negara lain.
b. Adanya bursa valuta asing dan bunga atau riba, yaitu menggunakan uang sebagai
komoditi yang diperdagangkan dan selalu ada bunga pada setiap kativitas
peminjaman dan penyimpanan uang.
c. Spekulasi, yaitu para spekulan yang melakukan pemborongan besar-besaran pada
dolar untuk meraup keuntungan.
d. Adanya krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah, hal ini terbukti dengan
tanggapan-tanggapan negatif rakyat pada langkah-langkah yang diambil dalam
kebijakan pemerintah.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan dari para ahli tentang penyebab dari krisis


ekonomi yang terjadi di Indonesia, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan namun pada
dasarnya ada titik persamaan dari penyebab krisis ekonomi yaitu selain faktor ekonomi
juga faktor non ekonomi.

10

2.4.

Pengertian Kemiskinan
Tidak mudah mendefinisikan kemiskinan, karena kemiskinan itu mengandung unsur
ruang dan waktu (Maipita : 2013). Kemiskinan di sebagian negara justru ditandai dengan
kelaparan, kekurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah,
tidak punya akses air bersih dan listrik. Definisi kemiskinan biasanya sangat bergantung
dari sudut mana konsep tersebut dipandanga.
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal,
sakit, dan tidak mampu berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah, dan tidak tahu
baca tulis. Kemiskinan bila tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan.
Lebih sederhana, Bank Dunia (2000) mengartikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan,
yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan. Kemiskinan biasangan didefinisikan
sebagai sejauh mana suatu individu berada di bawah tingkat standar hidup minimal yang
dapat diterima oleh masyarakat dan komunitasnya.
Hal lain yang juga penting untuk dibicarakan di sini dan juga sangat relevan dalam
kaitannya dengan peran ULN adalah akses bagi kaum miskin ke fasilitas-fasilitas pokok
seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi, perumahan, dan energi.
Sebagai suatu ilustrasi empiris, hasil penelitian SMERU (2007) menunjukkan bahwa
masyarakat miskin memiliki akses yang jauh lebh rendah dibandingkan kaum non-miskin
terhadap pelayanan dasar.
Gambar 5.10 Akses Kelompok Miskin ke Fasilitas Dasar Indonesia (%)

11

2.5

Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan


Tidak diragukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terutama yang jangka
panjang, memang sangat penting bagi penurunan/penghapusan kemiskinan. Kerangka
dasar

pemikiran

teoritisnya

adalah

bahwa

pertumbuhan

ekonomi

menciptakan/meningkatkan kesempatan kerja yang berarti mengurangi pengangguran dan


meningkatkan upah/pendapatan dari kelompok miskin (Gambar 5.1). Dengan asumsi
bahwa mekanisme yang tepat yang diperlukan untuk memfasilitasikan keuntungan dari
pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin berjalan dengan baik, pertumbuhan
ekonomi bisa menjadi suatu alat yang efektif, walaupun bukan satu-satunya faktor, bagi
pengurangan/penghapusan kemiskinan.
Gambar 5.1 Kerangka Teoritis Mengenai Relasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan
Pengurangan Kemiskinan.
Peningkatan
kesempatan kerja
Pertumbuhan
ekonomi (peningkatan
output)

2.6

Peningkatan
upah/gaji

Pengurangan
jumlah orang
miskin

Elastisitas Kemiskinan di Indonesia


Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan memnuhi kriteria PPG dengan
elastisitas kemiskinan dasar di atas satu (1), terkecuali pada saat krisis 1997/1998 dan
untuk periode 1987-1990 dan 1990-1993. Pentingnya pertumbuhan ekonomi bagi
pengurangan kemiskinan di Indonesia terutama sangat kelihatan per tahun turun 3,25
persen dan tingkat kemiskinan rata-rata pertahun naik 9,9 persen yang menghasilkan
elastisitas sebesar 3,05. Artinya, apabila pendapatan per kapita rata-rata naik 3,25 persen,
maka kemiskinan akan turun 9,9 persen (elastisitas = -3,05). Saat ekonomi Indonesia
mulai pulih, elastisitas kemiskinan membaik, yakni -3,29.

12

Tabel 5.15 Elastisitas Kemiskinan di Indonesia 1967-2002

Periode

Perubahan pendapatan
p. k. Pertahun (%)

1967-1976
1976-1980
1980-1984
1984-1987
1987-1990
1990-1993
1993-1996
1996-1999
1999-2002

5,48
6,37
4,23
2,69
5,66
5,41
5,23
-3,25
2,49

Perubahan indeks
kemiskinan pertahun
(%)
-6,0
-8,1
-6,8
-7,0
-4,6
-4,6
-6,2
9,9
-8,2

Elastisitas
Kemiskinan
-1,09
-1,27
-1,61
-2,60
-0,81
-0,85
1,19
-3,05
-3,29

Sumber: Timmer (2005)

2.7

Usaha Pemerintah Untuk Memberantas Kemiskinan


Kebijakan anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya pengeluaran dalam
APBN untuk membiayai program pemberantasan kemiskinan. Sebagai ilustrasi empiris,
antara tahun fiskal 1994/1995 hingga 2000, pengeluaran pemerintah untuk programprogram tersebut mengalami peningkatan dari Rp. 0,43 triliun menjadi Rp. 10,35 triliun,
atau dari 0,11 persen menjadi 1,05 persen dari PDB. Seperti yang dilihat Tabel 5.13,
pengeluaran untuk memberantas kemiskinan diberikan dalam dua bentuk, (i) yakni dalam
bentuk uang (kas), subsidi beras, pelayanan kesehatan, dan gizi serta pendidikan. (ii)
penciptaan kesempatan kerja (termasuk pembangunan infrastruktur dan pemberian
kredit).2

2 Menurut informasi terakhir dari pemerintah, jumlah pengeluaran untuk memerangi kemiskinan akan dinaikkan dari 42 triliun
rupiah tahun 2006 menjadi 51 triliun rupiah tahun 2007 dan 65,5 triliun rupiah tahun 2008. Pada tahun 2002, pengeluaran APBN
untuk kemiskinan sekitar 16,5 triliun rupiah sempat turun sedikit menjadi 16 triliun rupiah tahun 2003. Setelah itu meningkat
berturut-turut menjadi 18 dan 23 triliun rupiah dalam dua tahun berikutnya (Royat : 2007). Dari segi anggaran perjiwa rakyat
miskin, meningkat dari Rp. 499 ribu rupiah tahun 2004, Rp. 655 ribu rupiah tahun 2005, Rp. 1008.000 tahun 2008, dan Rp.
1.300.000 tahun 2007 (Nugroho dan Suhartono : 2007)

13

Tabel 5.13 Pengeluaran Pemerintah untuk Pemberantasan Kemiskinan, sebagai Suatu


Persentase dan Pengeluaran Total Pemerintah dari Pemerintah Pusat 1994/1995-2000.
Bentuk Pengeluaran
Transfer Kas

94/95

95/96

Keuntungan dalam bentuk


Subsdi beras (Operasi Pasar
Khusus; OPK)
Pelayanan Kesehatan
Pendidikan
1,37
0,61

96/97

97/98

98/99

99/00

2000
0,11

0,49

0,69

5,73
3,70

5,14
3,14

2,96
1,22

0,16
0,33

0,34
0,36

0,97
1,06

1,16
0,84

0,99
0,75

1,21
0,53

1,27
0,13

3,94

1,87

2,58

0,22

0,33

0,29

0,04

0,28

1,16

0,40

0,24

0,61

0,61

0,51

0,43

0,48
0,12

0,22
0,92
0,20

Pencipta Kesempatan Kerja


Inpres Desa Tertinggal (IDT)
Program Pengembangan
Kecamatan
Program Pengentasan
Kemiskinan di kota
Program Pemberdayaan
Daerah mengatasi krisis
ekonomi (skim kredit
perdesaan)
Infrastuktur Perkotaan &
Perdesaan.
Padat Karya
Skim-skim pinjaman
Lainnya

0,61
0,59

0,02

0,43

0,53

0,53

0,01
0,46
0,49

Total
Total Program AntiKemiskinan
- Nilai (Rp. triliun)
- Dari PDB

0,61

1,37

1,70

1,96

9,67

7,01

5,65

0,43
0,11

1,07
0,23

1,54
0,28

1,98
0,29

14,24
1,39

13,95
1,23

10,35
1,05

0,33

0,26

Sumber: Tabel 1 Daily dan Fane (2002)

14

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kampanye menargetkan penurunan


orang miskin dari sekitar 16 persen tahun 2005 menjadi 8,2 persen tahun 2009 (Hadat :
2007). (Ini sebelum terjadi kenaikan harga BBM tahun 2005 dan merebaknya berbagai
bencana alam selama periode 2005 hingga awal tahun 2006 yang membuat jumlah
orang miskin di Indonesia meningkat menjadi 17,75 persen atau sekitar 39 juta jiwa, dan
jumlah pengangguran menjadi 40,4 juta orang, atau sekitar 38 persen dari jumlah
angkatan kerja (Maret 2006).
Upaya-upaya pemerintahan SBY mengentaskan kemiskinan memberi penekanan
terutama pada aspek-aspek antara lain:
1. bantuan langsung tunai;
2. beras untuk rakyat miskin;
3. bantuan untuk sekolah/pendidikan;
4. bantuan kesehatan gratis;
5. pembangunan perumahan rakyat;
6. pemberian kredit mikro;
7. bantuan untuk petani dan peningkatan produksi pangan;
8. bantuan untuk nelayan dan program untuk sektor perikanan;
9. peningkatan kesejahteraan PNS, termasuk prajurit TNI dan Polri;
10. peningkatan kesejahteraan buruh;
11. bantuan untuk penyandang cacat (jaminan sosial);
12. pelayanan publik cepat dan murah untuk rakyat.

(Dikutip dari Kompas, Kamis 19 April 2007, halaman 5)

15

BAB III
KESIMPULAN
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial yang terjadi di
Thailand pada pertengahan 1997. Sebelumnya Indonesia terlihat jauh dari krisis tidak seperti
Thailand, Indonesia memiliki laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative rendah,
neraca pembayaran secara keseluruahan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan
cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali. Rupiah mulai terserang kuat di
Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating
bebas. Rupiah merosot tajam dari rata-rata Rp 2,450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp
13,513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp
8,000 awal Mei 1999.
Krisis Moneter 1997/1998 tidak semata-mata krisis moneter dalam arti sempit
kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerikatetapi sudah mengarah pada distorsi
pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal, sembako menghilang, pengangguran meningkat
dan mengarah krisis kepercayaan kepada pemerintah. Dilihat dari indikator makroekonomi,
fundamental ekonomi Indonesia bisa dikatakan kuat hanya jika dilihat dari kriteria
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika dilihat dari indikator kriteria lainnya, maka akan terlihat
kelemahan mendasar ekonomi makro. Kelemahan tersebut tercermin dalam:
1. Tidak adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi tinggi dengan perluasan
kesempatan kerja; distribusi pendapatan tidak merata, kesenjangan sosial antara yang
kaya dengan yang miskin, dan jumlah tenaga kerja yang semakin meningkat dan
berpotensi menjadi pengangguran.
2. Pertumbuhan ekonomi dipicu oleh saving gap (investasi lebih besar dari tabungan) yang
makin melebar, baik dari kredit bank dalam negeri maupun kredit luar negeri untuk
sektor swasta. Sedangkan di sektor pemerintah/publik, pembangunan yang dibiayai dari
utang luar negeri yang semakin meningkat.
3. Kebijaksanaan ekonomi tidak dilaksanakan oleh aparat birokrasi yang bersih dari kolusi,
korupsi, nepotisme, sindikasi, dan konspirasi.

16

DAFTAR PUSTAKA
Tulus Tahi Kamonangan Tambunan. Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri. Rajawali Press.
Jakarta. 2008.
Faisal Basri & Haris Munandar. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap

Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia.


Prenada Media. Jakarta. 2009.

Soeharsono Sagir. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Prenada Media. Jakarta. 2009.
http://myasirarafat.wordpress.com/2012/05/31/apa-itu-krisis-ekonomi/
http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/06/definisi-kemiskinan.html
http://tips-teknologi.blogspot.com/2012/04/krisis-ekonomi-global-dan-krisis.html

17

Anda mungkin juga menyukai