Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

KONSEP DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM

UMKM dari Aspek Permodalan: Studi Kasus Sentra Industri Keramik Dinoyo di
Kota Malang dan Sentra Usaha Kecil Dan
Menengah di Tanggulangin, Kabupaten
Sidoarjo

Oleh:

Dewi Dzakiroh
S621708003

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PEMBANGUNAN


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha


yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi
secara luas kepada masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain
itu, UMKM adalah salah satu pilar untuk mewujudkan kestabilan
perekonomian. Peranan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di
Indonesia adalah telah berhasil menyelamatkan perekonomian selama krisis
ekonomi. Ketika banyak perusahaan skala besar (korporasi) yang ambruk
karena beban hutang yang sangat besar, justru para pelaku UMKM bertindak
sebagai katup pengaman perekonomian nasional. Sebagian besar diantara
mereka mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang
berkepanjangan sedang melanda negara kita.
Saat ini pertumbuhan industri skala kecil dan menengah banyak
berkembang mewarnai perekonomian daerah-daerah di Indonesia. Mulai dari
industri makanan, kerajinan, mebel, hingga konveksi, dimana keberadaannya
menjadi salah satu solusi dalam mengurangi angka pengangguran sekaligus
menggerakkan perekonomian daerah. Namun beberapa kegiatan dari mereka
belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada umumnya pemerintah
daerah sebagai pengelola kota masih banyak memikirkan sektor formal yang
sudah berkembang. Padahal sektor industri kecil dan menengah lebih memiliki
kontribusi yang nyata dalam hal menstabilkan perekonomian daerah maupun
negara serta mengurangi tingkat pengangguran. Karena UMKM mampu
menciptakan lapangan pekerjaan, menggerakkan perekonomian daerah,
mengurangi kemiskinan, dan dapat menghidupi keluarga tanpa fasilitas dari
pemerintah daerah (Fristian, 2014).
Hasil penelitian kerjasama Kementrian Negara KUKM dengan BPS
(2003) menginformasikan bahwa masih banyak UKM di Indonsia yang
mengalami kesulitan usaha yaitu sebanyak 72,47% sedangkan sisanya 27,53%
tidak ada masalah. Kesulitan usaha yang dialami oleh 72,47% UKM di
Indonesia terutama meliputi masalah permodalan. Hal tersebut karena sektor
ini memiliki akses yang minim dalam menerima penyaluran kredit maupun
pembiayaan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya.
Dalam makalah ini akan dibahas terkait UMKM dari sisi permodalan
serta studi kasus pada beberapa UMKM di daerah, hal tersebut didasarkan
oleh pentingnya peran modal dalam suatu bisnis atau usaha dalam sektor
industri serta kurangnya perhatian dari negara dan lembaga keuangan dalam
meningkatkan aksestabilitas dalam mengakses permodalan untuk
mengingkatkan produktivitasnya dalam usaha tersebut.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: untuk memahami UMKM dari
aspek permodalan serta memahami stadi kasus yang terjadi di beberapa daerah.
II. PEMBAHASAN
A. UMKM dari Aspek Permodalan
Menurut Tambunan (2009) masalah internal yang umum dihadapi oleh
UMKM ada beberapa macam yaitu, Keterbatasan Modal Usaha mikro dan
kecil, keterbatasan SDM yang menghambat usaha mikro dan kecil Indonesia
tidak dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional,
keterbatasan bahan baku dikarenakan harga baku yang terlampau tinggi
sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya terbatas, dan yang terakhir adalah
Keterbelakangan Teknologi. Masalah ini tidak hanya membuat rendahnya total
factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga
rendahnya kualitas produk yang dibuat.
Sedangkan untuk faktor eksternal yang dihadapi oleh UMKM menurut
Fristian (2014) dikutip oleh Rosid adalah sebagai berikut, Iklim Usaha belum
sepenuhnya kondusif, kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuh-
kembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) belum sepenuhnya kondusif,
meskipun dari tahun ketahun terus disempurnakan, terbatasnya sarana dan
prasarana juga mempengaruhi UMKM. Pengaruh eksternal lainnya adalah
Implikasi Otonomi Daerah, Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk
mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan
mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah
(UKM).
Berdasarkan penjelasan diatas permasalahan yang hampir dihadapi oleh
semua pengusaha baik mikro maupun kecil adalah permasalahan permodalan.
Hal tersebut karena modal sangat dibutuhkan oleh para pengusaha untuk
kelangsungan perusahaanya. Tanpa modal pengusaha tidak akan dapat
menjalankan usahanya, karena dengan modal tersebut pengusaha dapat
memproduksi produk, menggaji karyawan dan membayar segala kebutuhan
terkait produksi.
Ada beberapa sumber modal yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha
untuk menjalankan usahanya. Sumber modal ditinjau dari asalnya pada
dasarnya dibedakan dalam sumber inter dan sumber ekstern (Muhammad,
2000).
1. Sumber Internal
Modal yang berasal dari sumber intern adalah modal atau dana yang
dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam sebuah perusahaan. Sumber dana
yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan diantaranya
keuntungan yang ditahan (retained netprofit) dan akumulasi penyusutan
(accumulated depreciations).
2. Sumber Eksternal
Sumber eksternal adalah sumber modal yang berasal dari luar
perusahaan. Dana yang berasal dari sumber ekstern adalah dana yang
berasal dari kreditur dan pemilik. Modal yang berasal dari kreditur tersebut
adalah modal asing/modal pinjaman. Dana yang berasal dari pemilik
perusahaan merupakan dana yang ditanamkan dalam perusahaan, sehingga
pada dasarnya dana yang sumber eksternal ini terdiri dari modal
asing/pinjaman dan modal sendiri.
Selain itu, sumber modal dalam UMKM juga dapat dibedakan
berdasarkan sumber modal dari lembaga keuangan formal dan lembaga
keuangan informal. Sumber pembiayaan yang berasal dari lembaga keuangan
formal contohnya adalah seperti dari sektor perbankan atau dari lembaga
keuangan bukan bank yang meliputi koperasi, pegadaian, dan sebagainya.
Sedangkan sumber pembiayaan yang berasal dari lembaga keuangan informal
adalah seperti rentenir, ijon (pada kalangan petani), arisan, paguyuban. Selain
modal sendiri atau pinjaman, juga bisa menggunakan modal usaha dengan cara
berbagi kepemilikan usaha dengan orang lain. Caranya dengan
menggabungkan antara modal sendiri dengan modal satu orang teman atau
beberapa orang yang berperan sebagai mitra usaha (Ambadar, 2010).
Dalam membuat keputusan penggunaan sumber modal, pada umumnya
pengusaha UMKM memiliki preferensi sumber modal yang akan mereka
gunakan. Pembuatan preferensi tersebut biasanya didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Preferensi ini perlu dilakukan agar pengusaha tidak salah dalam memilih
sumber modal yang akan mereka gunakan. Pada umumnya pengusaha memiliki
preferensi yang berbeda-beda dalam memilih sumber modal, hal tersebut
tentunya didasarkan pada alasan-alasan yang mereka anggap penting untuk
kelangsungan usahanya.
B. Sentra Industri Keramik Dinoyo: UMKM Potensial Kota Malang
Dalam program kerja pemerintah kota Malang sentra-sentra UMKM
menjadi prioritas utama untuk mengingkatkan taraf hidup masyarakat, kota
Malang, kota pendidikan dan kategori kota besar kedua setelah kota Surabaya
di Jawa Timur, jumlah UMKM kota Malang pada tahun 2014 mencapai 65.000
unit yang bergerak di berbagai bidang usaha tentu dalam jumlah yang cukup
banyak memiliki UMKM potensial yang dikembangkan oleh masyarakatnya.
Sentra industri keramik menjadi salah satu dari sekian banyak UMKM yang
diupayakan di Kota Malang. Sentra industri keramik bertempat di Kelurahan
Dinoyo.
Kawasan Dinoyo telah sejak lama masyarakatnya memproduksi keramik,
dalam kajian literatur sejarah dijelaskan bahwa kawasan yang sekarang
bernama Dinoyo sejak abad 8 M pada masa Kerajaan Gajayana dan
Kanjuruhan dikenal sebagai produsen keramik dengan kualitas dan kuantitas
terbaik saat itu pada kerajaan tersebut (Kompas, 2003). Sampai saat ini
keramik Dinoyo di kenal dan diminati oleh wisatawan domestik maupun
mancanegara membuat jangkauan pasar keramik Dinoyo merambah berbagai
kota di Indonesia seperti Balikpapan, Samarinda, Lombok, Denpasar, Bandar
Lampung, Bangka, Aceh, Medan, Jakarta, Semarang, Bandung, dan
Yogyakarta.
Namun sangat menarik ditengah potensialnya keramik Dinoyo dalam
penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan R. Rizki (2016), ini lebih
memfokuskan menjawab apakah pemilik/perajin keramik Dinoyo dalam
aktivitas produksinya memiliki kendala teknis utamanya untuk modal dalam
pengembangan industri UMKM keramik Dinoyo. Dan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan didaparkan beberapa fakta terkait modal usaha yang
digunakan dalam pengembangan industri UMKM keramik Dinoyo,
diantaranya:
1. Masalah Permodalan di Sentra Industri Keramik Dinoyo
Pengembangan usaha keramik yang cenderung dari pesanan, membuat
sumber permodalan yang mengcover hal tersebut harus cepat serta mudah
syarat dan prosedurnya, sehingga industri keramik tetap eksis di lapangan.
Tingginya aturan angunan membuat ketakutan tersendiri bagi pemilik usaha
keramik Dinoyo. Menurut logika mereka, agunan sebesar 30 persen dari
nilai pinjaman dirasa berat, karena mereka hanya memiliki angunan yang
rendah. Oleh karena itu diperlukan kerjasama Paguyuban Keramik Dinoyo
dan Lembaga Keuangan, baik dalam sisi teknis syarat dan prosedurnya
maupun kerjasama non-teknis seperti pendampingan usaha atau pencarian
link peluang pasar yang dapat menampung produksi keramik, sehingga
dengan begitu kedua belah pihak diuntungkan, namun hal tersebut tidak
terjadi terjadi di lapang. Kebanyakan informan cenderung berupaya sendiri
untuk menutupi kekurangan permodalan.
2. Pemecahan Masalah yang Dipilih
Terdapat dua pemecahan masalah yang dipilih oleh pengusaha
keramik di Desa Dinoyo, diantaranya memilih sumber modal dari lembaga
keuangan (BRI) dan memilih sumber permodalan dari teman/saudara.
Pemilik usaha keramik yang memilih sumber modal dari lembaga keuangan
memiliki beberapa alasan yang menyebabkan informan memilih preferensi
sumber permodalan melalui lembaga keuangan. Alasan tersebut diantaranya
sudah terbiasa meminjam di lembaga keuangan tersebut dan lebih mudah
mendapatkan pinjaman. Begitu pula dengan besaran pinjaman modal yang
diberikan lebih besar dibandingkan lembaga keuangan lain seperti koperasi.
Sedangkan pengusaha yang memilih sumber permodalan dari teman/saudara
cenderung dipengaruhi oleh keenganan memilih lembaga keuangan karena
takut tidak mampu melunasi pinjaman dan tidak memiliki agunan yang
sesuai persyaratan agunan. Selain dua pilihan tersebut, biasanya untuk
mencukupi permodalan, pengusaha keramik di Desa Dinoyo mengunakan
tabungan atau menjual barang berharga untuk menutupi ongkos produksi.
3. Syarat Memperoleh Sumber Permodalan
Dalam penelitian yang dilakukan tersebut ditemukan bahwa dalam
praktiknya, pemilik usaha (pemilik/perajin keramik) memperoleh modal
dari modal sendiri dan modal pinjaman. Pemilik usaha akan memilih modal
yang akan dipakai dengan mempertimbangkan syarat dalam
memperolehnya, naluri untuk memperoleh keuntungan yang semaksimal
mungkin dan menurunkan resiko serendah-rendahnya menjadi penguat
dalam menentukan pilihan sumber permodalan.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa satu informan memilih
mendapat pinjaman modal dari Bank Rakyat Indonesia karena menurut
beliau syarat yang diberikan tidak terlalu rumit serta bunganya juga
terjangkau, sedangkan tiga informan lainnya lebih memilih pinjaman dari
saudara atau teman. Syarat-syarat yang sering muncul di lapangan saat
wawancara mendalam yakni:
a. Prosedur
Menurut penelitian tersebut ada satu informan yang memilih
sumber permodalan dari BRI. Prosedur untuk meminjam modal dari BRI,
diungkapkan informan tersebut berupa pengumpulan berkas yang terdiri
dari KTP, kartu keluarga, izin usaha dari kelurahan, dan ada agunan atau
jaminannya. Sedangkan menurut tiga informan lain mereka lebih
memilih untuk meminjam pada saudara karena lebih fleksibel dalam segi
prosedur atau singkatnya atas dasar percaya maka dana pinjaman tersebut
akan cair.
b. Bunga
Menurut informan yang meminjam modal ke BRI, secara umum
BRI dalam melakukan praktik kredit kepada pemilik/pengrajin keramik
Dinoyo memberikan bunga perbulan yang rendah sesuai kemampuan
peminjam. Sedangkan informan yang meminjam kepada saudara/teman
cenderung tidak ada bunga, namun apabila ada kesepakatan sebelumnya
dapat dilakukan dengan sistem bagi untung (bagi hasil) sebagai
kompensasi dari peminjaman modal tersebut.
c. Jangka Waktu
Berdasarkan peminjaman sumber permodalan dari lembaga
keuangan (BRI) memiliki aturan tegas dalam hal jangka waktu pencairan
kredit modal dan jangka waktu pengembalian, dalam hal pencairan
apabila seluruh syarat terpenuhi maka butuh waktu dua hari untuk
pencairan pinjamannya, sedangkan untuk pengembalian dilakukan
dengan jangka waktu minimal satu tahun dan maksimal tiga tahun.
Berbeda dengan peminjaman sumber permodalan dari saudara/teman
waktu pencairan sesuai dengan kondisi keuangan kreditur, apabila saat
itu memiliki uang yang dibutuhkan maka langsung pinjaman tersebut
dapat dipinjam, apabila tidak memiliki hal tersebut jangka waktu
pencairan bisa sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Sedangkan dalam
segi jangka waktu pengembalian waktunya sangat didasarkan oleh
seberapa cepat debitur (informan yang memilih pinjaman dari
saudara/teman) memperoleh hasil dari pesanan tersebut.
d. Jaminan
Dalam syarat ini, data lapangan mengungkapkan bahwa BRI
memberikan aturan bahwa angunan yang dapat dijaminkan adalah
sertifikat tanah/bangunan dan BPKB atau barang lain yang memiliki nilai
ekonomis apabila dijual ketika terjadi gagal bayar sebesar 30 persen dari
pinjaman yang dibutuhkan. Sementara apabila permodalan tersebut
didapatkan dari saudara/teman aspek kepercayaan personal menjadi
kunci utama sehingga jaminan tidak diperlukan dalam peminjaman
tersebut.
C. Sentra Usaha Kulit di Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo
Studi kasus ini merupakan hasil penelitian dari (Pamungkas, K. 2016).
Tanggulangin merupakan sebuah kecamatan di selatan Kota Sidoarjo yang
terkenal sebagai surganya kerajinan kulit. Namun semenjak musibah lumpur
lapindo yang terjadi beberapa tahun silam, industri kerajinan kulit didaerah ini
mulai sedikit redup. Di Kecamatan Tanggulangin sendiri ada desa yang terkena
dampak dari luapan lumpur lapindo yakni Desa Kedungbendo. Namun tidak
hanya itu saja salah satu penyebab menurunnya industri kerajinan kulit di
Tanggulangin. Masuknya produk-produk tas kulit imitasi dari china yang
sangat murah dan lebih diminati pembeli juga memicu redupnya usaha kulit di
Tanggulangin.
Tanggulangin memang tidak lagi seramai dulu meskipun masih ada UKM
pengerajin jaket kulit yang bertahan hingga saat ini. Meskipun begitu
Tanggulangin masih memiliki potensi yang luar biasa akan industri kerajinan
kulitnya. Masyarakat sangat berharap Pemerintah Kota Sidoarjo dan Pusat
lebih mempromosikan lagi tempat ini mengingat Sidoarjo telah
memproklamirkan diri sebagai Kota UKM Indonesia, dengan perhatian dari
pemerintah bukan tidak mungkin Tanggulangin bisa menjadi pusat kerajinan
kulit di Indonesia.
Selain permasalahan diatas, permasalahan yang sering dikeluhkan oleh
pengusaha UMKM di Tanggulangin adalah aspek permodalan. Hal tersebut
karena memang aktivitas UMKM tidak terlepas dari aspek permodalan. Modal
merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses produksi. Ada
beberapa sumber permodalan yang dapat diakses oleh pengrajin diantaranya
adalah lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan informal. Lembaga
keuangan formal adalah suatu lembaga yang memiliki dasar hukum dan
terdapat peraturan lansung dari pemerintah. Sedangkan lembaga keuangan
informal tidak memiliki dasar hukum dan tidak ada peraturan dari pemerintah.
Terkait dengan sumber permodalan tersebut, banyak dari pengusaha yang
juga mengeluhkan bagaimana cara memperoleh bantuan kredit, jaminan dan
prosedur yang dinilai susah. Menurut Susilo, Sri (2010), permasalahan modal
tersebut timbul karena tidak adanya titik temu UMKM sebagai debitur dan
pihak kreditur. Di sisi debitur, karakteristik dari sebagian besar UMKM di
Indonesia antara lain adalah masih belum menjalankan bisnisnya dengan
prinsip-prinsip manajemen modern, tidak/belum memiliki badan usaha resmi,
serta keterbatasan aset yang dimiliki. Sementara itu, di sisi kreditor, pemodal
atau lembaga pembiayaan untuk melindungi resiko kredit, menuntut adanya
kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin
usaha resmi serta adanya jaminan (collateral).
Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber modal, masih belum
sepenuhnya dapat membantu permasalahan yang dihadapi UMKM. Namun
meskipun demikian ada beberapa pengrajin di Kecamatan Tanggulangin yang
memanfaatkan bank sebagai sumber modal. Selain bank, lembaga keuangan
lain yang lebih menjangkau para pelaku UMKM, yaitu koperasi. Sebagai salah
satu lembaga keuangan dimana koperasi ini juga merupakan salah satu tiang
penyangga perekenomian Indonesia. Koperasi sebagai lembaga keuangan
formal yang dapat menjangkau daerah pedesaan karena adanya kesamaan
kepentingan ekonomi antara koperasi itu sendiri dengan anggotanya maupun
antar anggota koperasi tersebut (Fatimah dan Darna, 2011). Di Kecamatan
Tanggulangin telah berdiri sebuah koperasi yang bernama Industri Tas dan
Koper (INTAKO). Koperasi tersebut didirikan dengan maksud agar terjalin
kerjasama yang lebih baik antar sesama pengrajin.
1. Sumber Permodalan Pengusaha kulit di Tanggulangin, Sidorejo
Pengusaha kulit di Tanggulangin memiliki pereferensi yang berbeda-
beda dalam menentukan sumber pendanaan untuk menjalankan usahanya.
Diantaranya memakai modal sendiri, dan ada yang pernah meminjam di
lembaga keuangan bank. Pengrajin memiliki alasannya sendiri dalam
menentukan preferensinya. Berikut adalah alasan-salasan yang diberikan
oleh pengrajin kulit dalam memilih sumber-sumber permodalan:
a. Pengrajin yang Memakai Modal Sendiri
Pengrajin kulit di Tanggulangin pada umumnya memulai usahanya
menggunakan modal sendiri. Modal sendiri merupakan modal yang
diperoleh dari pemilik usaha itu sendiri. Modal sendiri bisa berasal dari
tabungan yang diperoleh pada saat kerja, atau hasil menjual barang lalu
keuntungannya ditabung dan bisa juga karena memang usaha ini adalah
usaha turun-temurun. Modal sendiri memiliki keuntungan, yaitu para
pengrajin dapat lebih fokus pada rencana usaha dan pengembangan
usahanya. Berikut adalah penjelasan dari asal usul modal sendiri:
1) Usaha Turun-Temurun
Usaha kerajinan kulit di Tanggulangin tepatnya di desa
Kendensari dan Desa Kludan, sudah ada sekitar tahun 1975. Berawal
dari hanya membuat koper, para pengrajin ingin mengembangkan
usahanya tetapi tetap berbahan dasar kulit. Lalu kemudian mereka
berkembang hingga membuat tas pada sekitar tahun 1990an.
Perkembangan ini dirasa perlu karena banyaknya permintaan pesanan
tas pada waktu itu. Setelah itu dengan banyaknya permintaan para
pengrajin mengembangkan usahanya dengan membuat kerajinan kulit
lain, seperti dompet, jaket kulit, dll yang masih berbahan dasar kulit.
Pengrajin-pengrajin yang memulai usaha secara turun – temurun
ini dimulai dengan membantu orang tua yang juga bergerak pada
usaha kerajinan kulit. Keinginan untuk bisa meneruskan usaha
keluarga membuat para pengrajin belajar untuk membuat sedikit demi
sedikit kerjinan kulit, seperti membantu pekerjaan yang ringan
diantaranya menggunting, mengelem, dan menyablon, kini para
pengrajin ini sudah dapat memimpin usahanya sendiri tanpa
mengeluarkan modal kembali, hanya meneruskan usaha yang sudah
ada.
2) Modal yang Diperoleh dari Kerja
Modal sangat penting dalam memulai sebuah usaha. Salah satu
sumber penawaran modal berasal dari sisi internal. Modal yang
berasal dari internal adalah modal atau dana yang dihasilkan sendiri di
dalam sebuah usaha. Sumber dana yang dihasilkan sendiri di dalam
sebuah usaha adalah keuntungan yang ditahan. Hal ini pula yang
dialami oleh pengrajin kulit di Tanggulangin. Sebelum memulai usaha
seperti sekarang, banyak pengrajin kulit di Tanggulangin memulai
bekerja sebagai pegawai atau karyawan. Berawal dari mencoba
membuat kerajinan sendiri hingga ikut orang. Upah bekerja tersebut
mereka tabung sedikit demi sedikit. Ketika tabungan sudah dirasa
cukup, pengrajin ini membuka usaha sendiri. Meskipun baru dalam
skala yang kecil.
Selain dari hasil upah menjadi karyawan pada sebelumnya,
pengrajin-pengrajin ini memulai usaha dengan ikut orang atau menjadi
tukang di pengrajin sebelumnya yang sudah terlebih dahulu
menjalankan usaha di kerajinan kulit ini. Hasil yang mereka dapat lalu
ditabung untuk memulai usaha meskipun masih dalam skala yang
kecil. Keuntungan yang diperoleh dapat disimpan dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan usaha selanjutnya.
b. Meminjam di Bank
Bank adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan,
dan aktivitas kegiatannya pasti berhubungan dengan uang. Menurut UU
No.10 Tahun 1998 mengenai perbankan, bank merupakan badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk –
bentuk lainnya dalam rangka menaikkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengrajin kulit di Tanggulangin yang telah menjalankan usahanya
dari lama tentu sudah memiliki banyak pengalaman dalam hal pendanaan
usaha. Ada beberapa pengrajin kulit di Tanggulangin yang merasa
kesulitan dalam memanfaatkan modal sendiri. Hal tersebut karena bagi
beberapa pengusaha di Tanggulangin, modal yang berasal dari mereka
sendiri sebenarnya tidak cukup untuk membiayai usahanya. Keterbatasan
kekayaan pribadi menjadi masalah untuk mengembangkan usaha. Karena
banyak dari pelaku UMKM di Tanggulangin ini memakai modal mereka
sendiri dulu untuk mengerjakan pesanan. Kebanyakan dari pelanggan-
pelanggan mereka hanya memberikan uang muka untuk pesanan tersebut,
atau bahkan tidak memberikan uang muka. Hal tersebut disebabkan
adanya anggapan “langganan” yang membuat banyak pemesan tidak
memberikan uang muka. Padahal pengusaha juga membutuhkan dana
tersebut untuk membeli bahan baku, membayar pekerjanya, dan ada
biaya-biaya produksi yang harus mereka tanggung terlebih dahulu karena
pemesan tidak memberikan uang muka yang cukup. Oleh karena itu ada
beberapa dari mereka yang memilih meminjam modal dibank. Para
pengrajin yang meminjam modal dibank memiliki pertimbangan –
pertimbangan sendiri sebelum mereka mengambil keputusan untuk
meminjam dana dari bank agar sesuai dengan kemampuan dan usaha
tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi pengrajin. Berikut adalah
alasan-alasan yang dikemukakan pengusaha terkait pilihanya meminjam
modal dari bank:
1) Tingkat Bunga yang Rendah
Bank sebagai lembaga intermediasi tentunya memiliki peran
untuk membantu masyarakat luas, salah satunya dalam memberikan
kredit atau pinjaman. Kredit yang disalurkan kepada masyarakat
diharapkan dapat membantu menaikkan taraf hidup masyarakat.
Penyaluran kredit yang dilaksanakan beberapa bank yang dikelola
oleh pemerintah dengan syarat peminjamannya yang lebih mudah dan
suku bunganya rendah. Meskipun begitu bank – bank pemerintah ini
tetap memiliki kriteria – kriteria dalam memilih pengrajin yang
memang layak untuk diberi bantuan kredit. Pengrajin yang telah
menerima kredit umumnya telah menjalankan usaha yang cukup lama,
sehingga bank telah memperoleh informasi yang cukup mengenai
karakter dan kemampuan pengusaha. Meskipun bank – bank yang
dikelola pemerintah memberikan fokusnya kepada pendanaan ke
UMKM, bank – bank ini tetap memberikan pelayanan yang terbaik.
Selain karena bunganya yang rendah, kepercayaan juga salah
satu daya tarik bank terhadap calon penerima kredit. Salah satu alasan
pengrajin kulit meminjam di bank disebabkan oleh tingkat bunganya
yang rendah dan kebutuhan yang mendesak karena banyaknya
pesanan di saat kekurangan modal. Di samping bunga rendah yang
tidak memberatkan, pengrajin pinjam ke bank karena alasan
kepercayaan. Mereka merasa aman dan percaya bila pinjam di bank
daripada harus pinjam ke teman sendiri. Terkadang teman sendiri pun
sesama pengrajin tidak bisa dipercaya.
2) Ada Kemudahan Meminjam di Bank
Para pengrajin tentu memilih sumber pendanaan usaha yang
mudah diakses dan tidak memberatkan. Prosedur yang mudah, bunga
yang ringan, dan tidak ada jaminan menjadi alasan – alasan yang
dipertimbangkan oleh setiap pengrajin kulit yang ingin meminjam di
bank. Dalam dunia perbankan, kepercayaan nasabah, keamanan
transaksi dan kualitas pelayanan nasabah adalah kunci utama sebuah
bank dalam menyediakan layanan perbankan.
Dari beberapa hasil yang ditemukan di lapangan, perbankan
memberikan kemudahan untuk pengrajin yang membutuhkan
pinjaman dana untuk usahanya. Mulai dari kemudahan dalam
prosedur meminjam, jaminan yang tidak ketat bahkan dalam
peminjaman dalam jumlah tertentu tidak memakai jaminan. Hal ini
dapat memberikan keuntungan bagi pihak bank sendiri dan pengrajin
UMKM. Dimana ketika pengrajin membutuhkan dana pinjaman,
mereka memilih pinjam ke bank karena kemudahan dan
pelayanannya. Di saat itu juga bank sendiri mendapatkan keuntungan
dari dana yang mereka pinjamkan kepada pengrajin.
3) Tidak Mau ke Rentenir
Rentenir hadir sebagai lembaga keuangan informal yang
kehadirannya dekat dengan pengrajin. Memang terdapat beberapa
kemudahan – kemudahan yang ditawarkan oleh salah satu lembaga
keuangan informal ini, diantaranya skses yang mudah, proses
pencairan dana yang cepat dan mudah, tidak ada persyaratan yang
memberatkan pihak peminjam, dan tidak ada jaminan. Semua itu
menjadi daya tarik rentenir dalam menarik calon peminjam. Tetapi
dengan kemudahan – kemudahan tersebut tidak membuat pengrajin
langsung tertarik untuk menggunakan jasa rentenir, karena rentenir
menetapkan tingkat bunga yang lebih tinggi bahkan melebihi tingkat
bunga di lembaga keuangan lain. Hal tersebut juga membuat pengrajin
yang ingin meminjam ke rentenir akan berpikir dua kali.
c. Pernah Mendapat Dana Bantuan dari BUMN
Modal dapat diintepretasikan sebagai sejumlah uang yang
digunakan dalam menjalankan kegiatan usaha. Modal usaha dapat
dikatakan sebagai modal yang menunjang segala aspek dalam
mengembangkan industri. Selain modal sendiri dan meminjam modal ke
bank, sumber permodalan yang bisa diakses oleh pengusaha UMKM
lainya adalah modal asing atau modal berasal dari pinjaman. Modal
pinjaman adalah modal yang biasanya diperoleh dari pihak luar sebuah
perusahaan, misalnya adalah pemerintah maupun perusahaan lain yang
memiliki keinginan untuk membina dan mengembangkan usaha kecil
untuk mengatasi kesenjangan struktur perekonomian bagi masyarakat.
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) merupakan
sebuah bentuk implementasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Corporate Social Responsibility
(CSR) khususnya pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) ini bisa dikatakan wajib.
Perusahaan BUMN harus menyisihkan laba bersih perusahannya untuk
program PKBL ini. BUMN memiliki dua cara dalam memberikan kredit
kepada UMKM. Yaitu melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kredit melalui PKBL diberikan oleh BUMN dengan menyisihkan
laba bersih perusahaannya. Sedangkan KUR diberikan oleh bank BUMN.
Pola pembinaan dari BUMN ini ada beberapa macam. Ada pembinaan
secara langsung dan ada juga yang bersifat kerjasama. Pola pembinaan
secara langsung misalnya pengusaha kecil yang diberi pinjaman modal
kerja untuk mengembangkan usahanya, ada juga yang dilakukan dengan
cara memberikan pelatihan dan tempat lokasi kerja, pembekalan
produksi, manajemen dan pemasaran, sehingga bagi pengusaha yang
baru memulai usahanya bisa menciptakan pendapatan melalui kegiatan
usahanya. Sedangkan pola pembinaan BUMN yang bersifat kerjasama ini
biasanya BUMN bekerjasama dengan instansi seperti koperasi yang
dapat menampung hasil produksi sekaligus sebagai penjamin terhadap
pinjaman yang diberikan oleh perusahaan kepada pengusaha kecil.
Pola pembinaan secara langsung juga dilakukan beberapa BUMN
kepada salah satu pengrajin kulit di Tanggulangin, yaitu Bapak Sam
Khuret. Beliau pernah mendapat dana pinjaman dari PT. Pupuk Sriwijaya
dan PT. Pelindo. Menurut beliau sebelum mendapat dana pinjaman harus
mengikuti beberapa pelatihan yang diberikan, seperti pelatihan dalam hal
manajemen, pemasaran, dan kewirausahaan. Setelah mengikuti beberapa
pelatihan baru beliau mendapatkan dana pinjaman untuk usahanya.
Dengan menjadi mitra binaan BUMN ada beberapa kemudahan yang
didapat oleh Bapak Sam Khuret. Salah satunya pinjaman dengan bunga
yang rendah.
2. Kendala Dalam Mendapatkan Modal
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia tidak terlepas dari
masalah – masalah yang akan menghambat perkembangan UMKM tersebut.
Permasalahan yang dihadapi oleh UMKM biasanya dipengaruhi oleh 2
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dari segi faktor internal,
kendala yang dihadapi oleh UMKM adalah dari segi permodalan. Hal ini
terjadi karena kriteria-kriteria UMKM tidak sesuai dengan lembaga
keuangan yang ada maupun ada keterbatasan dari UMKM itu sendiri. Ada
dua masalah utama dalam aspek keuangan yang dihadapi oleh UMKM,
yaitu mobilitas modal awal dan akses ke modal kerja.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, UMKM pengrajin kulit di
Kecamatan Tanggulangin memiliki pereferensi yang berbeda-beda dalam
menentukan sumber pendanaan untuk menjalankan usahanya. Diantaranya
memakai modal sendiri, dan ada yang pernah meminjam di lembaga
keuangan bank. Pengrajin memiliki alasannya sendiri dalam menentukan
preferensinya. Tetapi ada beberapa kendala dalam menentukan sumber
pendanaan. Pada sub bab ini akan dijelaskan kendala – kendala yang
dihadapi oleh pengrajin kulit di Tanggulangin dalam memanfaatkan sumber
pendanaan usaha.
a. Kendala pada Modal Sendiri
Kendala yang dihadapi oleh pengrajin ketika hanya memakai
modal sendiri yaitu keterbatasan modal. Hal tersebut menyebabkan
pengrajin tidak bisa melakukan proses produksi. Memang dalam setiap
pesanan para pengrajin menetapkan adanya door payment sebagai
pembayaran awal pesanan. Rata – rata pengrajin menetapkan door
payment sekitar 30% sampai 40% dari total pemesanan. Tetapi
pembayaran di awal tersebut hanya cukup untuk membayar tukang saja,
sisanya pengrajin harus memakai modal sendiri dulu atau mencari
pinjaman ke pihak lain. Selain pembayaran DP yang dirasa tidak cukup
untuk membiayai produksi, telatnya pembayaran oleh masing-masing
sales kepada pihak pengrajin juga turut membebankan pengrajin untuk
mengerjakan pesanan.
Adanya toko bahan di daerah Tanggulangin merupakan salah satu
solusi bagi pengrajin yang kekurangan modal. Mereka memilih lebih
baik utang ke toko bahan karena sudah saling kenal dan jangka waktunya
bisa sesuai kesepakatan antara pengrajin dan pemiliki toko bahan, selain
itu antara pengrajin dan pemilik toko bahan juga saling mengerti dan
saling membutuhkan sehingga tidak kesulitan bagi pengrajin yang
membutuhkan bahan dan pemilik toko.
Solusi lainnya yaitu dengan menggadaikan barang ke pegadaian.
Dimana dengan kemudahannya ternyata pegadaian juga membuat
pengrajin tertarik untuk mendapatkan dana dari tempat tersebut. Menurut
Pak Supriadji, beliau mengatakan bahwa beliau biasanya ketika dapat
pesanan tetapi belum dapat DP dari pihak pemesan, beliau menggadaikan
harta miliknya untuk membiayai produksi pesanan.
b. Kendala Meminjam di Bank
Ketika modal sendiri tidak cukup untuk membiayai produksi maka
pengrajin mencari alternative lain untuk mendapatkan uang atau
pinjaman ke pihak lain. Salah satu alternative sumber pendanaan yaitu
pinjam kredit ke bank. Kredit adalah salah satu sumber dana untuk
permodalan UMKM. Kredit yang dimaksud di sini adalah kredit
perbankan untuk UMKM. Saat ini bank – bank khususnya milik
pemerintah ataupun swasta memberikan kemudahan-kemudahan dalam
rangka mendukung kegiatan pengrajin. Meskipun begitu masih ada
pengrajin yang enggan untuk meminjam di bank. Salah satu pengrajin
yang enggan meminjam di bank adalah Pak Mahmud. Beliau pernah
meminjam di sebuah bank dengan bunga yang tinggi sekali hampir 2 kali
dari besar pinjaman. Hal itu yang membuat beliau enggan untuk kembali
meminjam di bank. Ketika menceritakan bagaimana beliau bisa
mendapatkan pinjaman dengan bunga yang sebesar itu beliau mengaku
tidak tahu tentang bunganya, yang beliau tahu pinjaman tersebut tidak
ada anggunan atau jaminan. Karena beban yang dirasa berat ini beliau
enggan untuk meminjam lagi.
III. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Ada beberapa permasalahan internal maupun eksternal yang dihadapi oleh
UMKM di Indonesia, salah satuya adalah permasalahan permodalan.
2. Sumber modal untuk UMKM dapat berasal dari internal maupun eksternal
perusahaan, selain itu juga dapat berasal dari lembaga formal maupun informal.
3. Pada Sentra Industri Keramik Dinoyo Kota Malang, terdapat beberapa sumber
permodalan yang diperoleh: Pertama, diperoleh dari Bank; Kedua, sumber
permodalan didapat dari teman atau saudara.
4. Sumber permodalan yang diperoleh dari Bank, memiliki beberapa prosedur
dalam memperoleh permodalan yaitu dengan memberikan beberapa
persyaratan berupa KTP, kartu keluarga, izin usaha dari kelurahan dan agunan.
Agunan dapat berupa sertifikat tanah bangunan dan BPKP. Agunan yang
diberikan minimal 30% dari pinjaman. Jika semua syarat dan prosedur sudah
dilengkapi, dana akan cair 2 hari setelah melakukan pengajuan modal.
Sedangkan bunga yang diberikan oleh Bank yaitu sebesar 12% setiap tahun
atau 1.025% per bulannya. Jangka waktu pengembalian yang diberikan oleh
Bank yaitu paling lama 3 tahun yang telah ditetapkan oleh Bank.
5. Sumber permodalan yang berikutnya yaitu berasal dari teman atau saudara
pelaku UKM tersebut. Sumber permodalan inilah yang paling banyak di pilih
oleh pelaku UKM di sentra industri keramik di Dinoyo karena tidak ada
prosedur, bunga dan jaminan dalam memperoleh sumber permodalan karena
sumber permodalan diperoleh dari teman atau saudara yang telah saling
mengenal. Jangka waktu pengembalian modal yang diperoleh dari teman atau
saudara ini biasanya selama dua minggu. Karena mereka meminjam untuk
menutupi kekurangan orang yang membeli barang banyak tetapi uang mukanya
sedikit.
6. Dari kedua sumber permodalan yang terdapat pada sentra industri keramik,
tidak ada permasalahan khusus yang timbul dari memperoleh sumber
permodalan dari bank maupun dari teman atau saudara. Karena sumber
permodalan yang di peroleh dari Bank, pencairannya cepat setelah kita
memberikan semua persyaratan yang dibutuhkan. Sedangkan sumber
permodalan dari saudara atau teman juga langsung dapat diperoleh karena tidak
ada prosedur, bunga dan jaminan dikarenakan sudah saling mengenal satu
sama lain.
7. Keadaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo khususnya Kecamatan Tanggulangin
masih banyak mengalami kesulitan modal yang membuat perekonomian di
Kecamatan Tanggulanin menjadi terhambat. Hal ini disebabkan karena faktor
pemilik usaha yang tidak memiliki kecukupan saat memulai dan menjalankan
usahanya. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa cara informan pemilik
UMKM untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pertama, pemilik usaha
UMKM meminjam modal usaha ke lembaga yang memberikan pinjaman
modal usaha. Kedua, pemilik UMKM menggunakan hasil atas penjualan atau
menggadaikan aset pribadi sebagai strategi untuk menutupi kekurangan modal
dalam menjalankan usahanya. Kedua hal ini dapat membantu pelaku UMKM
untuk mengatasi permasalahan modal yang masih banyak dialami oleh pelaku
UMKM.
8. Kehadiran bank – bank pemerintah atau bank BUMN sebagai lembaga
perbankan yang meminjamkan dana berupa modal untuk usaha melalui KUR
(Kredit Usaha Rakyat) pada kenyataannya menjadi sebuah strategi ketika
pelaku UMKM menghadapi permasalahan seperti kekurangan modal. Ini
dikarenakan prosedur peminjaman yang cukup mudah bagi pelaku UMKM
tetapi tidak mengurangi tingkat pelayanan yang diberikan kepada setiap pelaku
UMKM yang meminjam. Selain itu bank juga memberikan dana pinjaman
dalam jumlah besar, jaminan yang bersifat umum dan tidak memberatkan,
tingkat bunga yang ringan, dan tidak ada perantara atau pihak ketiga yang
mungkin dengan kehadiran perantara dapat menyulitkan proses peminjaman ke
bank. Terkait dengan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelaku UMKM,
bank – bank BUMN ini seperti “menjemput bola” dimana ada pihak dari bank
yang datang langsung untuk survei tentang keadaan usaha pemilik UMKM dan
hal ini juga membuat mereka tertarik untuk meminjam ke bank – bank BUMN
ini.
9. Selain bank – bank BUMN sebagai tempat pilihan utama pelaku UMKM
dalam meminjam modal, terdapat tempat alternatif yaitu toko bahan. Toko
bahan di sini dapat membantu pelaku UMKM dimana pemilik UMKM bila ada
kesulitan membeli bahan terkait kekurangan modal, dapat utang dulu ke toko
bahan. Hal ini menjadi salah satu alternatif karena sistem yang mudah karena
memang pemilik toko dan pemilik UMKM sudah saling kenal meskipun tetap
ada jangka waktu yang ditentukan oleh pemilik toko bahan. Jika pembayaran
yang dilakukan oleh pemilik UMKM terlambat atau bahkan tidak membayar
akan ada blacklist meskipun sudah saling kenal.
10. Kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha kerajinan tas berbahan dasar
kulit ini adalah ketika kurangnya pembayaran uang muka yang berdampak
terhambatnya proses produksi pesanan. Lalu mereka pakai modal sendiri dulu
untuk membiayai produksinya. Selain itu ada juga kendala ketika susah untuk
membayar bunga atau cicilan kepada pihak bank karena pesanan yang sedang
menurun atau sepi.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Ambadar, Jackie. 2010. Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Praktik di


Indonesia. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Dr. Tulus T.H Tambunan, 2009, UMKN di INDONESIA, Ghalia Indonesia,
Bogor.
Fatimah dan Darna. 2011. Peranan Koperasi Dalam Mendukung Permodalan
Usaha Kecil dan Mikro (UKM). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, Vol.10, No.2
Desember 2011: 127 - 138
Fristian, Silvia Candra. 2014. Analisis Karakteristik dan Identifikasi Kendala
yang Dihadapi UMKM di Kota Malang (Studi Kasus pada Sentra Industri
Tempe Sanan). Malang: Jurnal FEB UB
Muhammad, A., Murniati, R. 2000. Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. PT
Citra Aditya Bakti.
Pamungkas, K. 2016. Kajian Preferensi Pelaku Umkm Terhadap Sumber
Pendanaan Usaha (Studi Kasus Pada Sentra Usaha Kecil Dan Menengah
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo) Jurnal Ilmiah. Malang: Jurnal FEB UB.
Ramadhan R. Rizki. 2016. Analisis Preferensi Sumber Permodalan Pada Sentra
Industri (Studi Kasus Sentra Industri Keramik Dinoyo Kota Malang).
Malang: Jurnal FEB UB.
Susilo, Y Sri. 2010. Strategi Meningkatkan Daya Saing UMKM Dalam
Menghadapi Implementasi CAFTA Dan MEA. Buletin Ekonomi. Vol. 8,
No.2.

Anda mungkin juga menyukai