Disusun oleh:
Nama : caca
No : 25
Kelas : xi.ipa.1
MOTTO
PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tak lupa shalawat salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan Karya tulis dengan judul MASALAH KEMISKINAN DAN PENGEMIS
DI INDONESIA KHUSUSNYA DI SURAKARTA untuk memenuhi tugas mata pelajaran
Bahasa Indonesia yang telah disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Selama proses penulisan karya tulis, banyak pihak yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan dorongan semangat yang
semuanya sangat berarti bagi penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Dra.Ch.Titik Purwanti Kepala Sekolah SMA Warga yang telah memberi izin dalam penelitian
dan penyusunan laporan karya tulis ini.
2. Dra.Maria Kristijani selaku wali kelas XI.IA.I yang telah memberi dukungan dan bimbingan
secara moral.
3. Risqi Rahmawati,S.Pd selaku pembimbing yang telah membantu dalm pembuatan laporan karya
tulis ini.
4. Orang tua, keluarga, teman teman, dan bapak/ibu guru yang telah membantu baik secara
lagsung maupu tidak langsung.
Akhirnya Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siswa dan siswi SMA
Warga Surakarta. Penulis juga menyadari bahwa Karya Tulis ini masih jauh dari sempurna dan
banyak kesalahan yang terdapat dalam karya tulis ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan oleh Penulis.
Surakarta, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN MOTTO ............................................................................. ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
DAFTAR ISI........................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 2
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Pengertian Umum Pengemis .................................................................. 3
B. Macam-Macam Pengemis ...................................................................... 3
C. Latar Belakang Pengemis ....................................................................... 3
D. Pengertian Kemiskinan .......................................................................... 4
E. Pemahaman Kemiskinan ........................................................................ 6
F. Sejarah Kemiskinan ............................................................................... 7
G. Potret Pengemis di Indonesia ................................................................. 10
H. Penanganan di Kota-Kota di Indonesia ................................................. 12
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu ................................................................................. 16
B. Objek Penelitian ..................................................................................... 16
C. Jenis Penelitian ....................................................................................... 16
D. Sumber Data ........................................................................................... 16
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 17
BAB IV. PEMBAHASAN
A. Alasan Menjadi Pengemis ...................................................................... 18
B. Realita Kehidupan Pengemis.................................................................. 18
C. Pandangan Masyarakat ........................................................................... 20
D. Penanggulangan Pengemis dan Kebijakan Kemiskinan ........................ 21
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 23
B. Saran .............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam karya ilmiah ini penulis akan meneliti masalah tentang banyaknya pengemis yang
ada di Indonesia, khususnya di kota Solo. Seperti saat ini, sudah tidak jarang lagi pengemis
dapat di temui di berbagai tempat. Contohnya seperti di halaman supermarket, lampu merah,
tempat wisata, bahkan dapat pula di temui di rumah sendiri.
Banyak dari sebagian orang merasa terganggu dengan keberadaan mereka. Seperti
pengendara motor maupun mobil setiap berhenti saat lampu merah pasti langsung disodori
tangan menengadah. Begitu pula saat makan di lesehan, di warung makan, atau saat berkunjung
ke tempat wisata. Setiap tahunnya angka tingkat pengemis semakin peningkat , hal ini dapat
dibuktikan dengan setiap liputan berita yang menyangkut masalah kemiskinan maupun
pengangguran.
Namun demikian, suatu masalah yang terjadi pasti dapat pula terselesaikan. Begitu pula
dengan tingginya tingkat pengemis yang ada di Indonesia. Yaitu dengan cara adanya atau
dibuatnya hukum/pasal/larangan tenteng pengemis, yang kemudian di sosisalisasikan kepada
seluruh masyarakat Indonesia. Serta mendirikanya Balai Latihan Kerja (BLK) bagi mereka, agar
mereka mempunyai keterampilan bekerja. Oleh karena itu ,banyaknya pengemis di Indonesia
khususnya di kota Solo membuat penulis ingin meneliti hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dengan penulisan karya ilmiah ini dapat dirumuskan beberapa peryataan yang meliputi
tentang hal-hal seperti pokok permasalahan tingginya angka tingkat pengemis sebagai pekerjaan
masyarakat di Indonesia khususnya di kota Solo yaitu sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah dapat mengetahui masala mengenai
banyaknya pengemis yang ada di Indonesia, khususnya di kota Solo. Serta agar dapat
mengetahui cara untuk mengatasi masalah tersebut. Sedangkan tujuan khusus dari karya ilmiah
ini adalah agar dapat mengetahui apa penyebab banyaknya pengemis yang ada di Indonesia
khususnya di kota Solo.
D. Manfaat Penulisan
BAB II
KAJIAN TEORI
B. Macam-Macam Pengemis
Pengemis dibedakan menjadi macam empat yaitu :
1. Pengemis musiman
yaitu pengemis yang hanya ada di hari-hari tertentu saja, seperti imlek, ramadhan, idul fitri dan
lain sebagainya.
2. Pengemis mangkal
yaitu pengemis yang hanya mengemis di tempat-tempet tertentu, dan pasti selalu ada di tempat
itu dengan pengemis yang sama.
3. Pengemis keliling
yaitu pengemis yang meminta-minta dengan cara keliling rumah-rumah penduduk di berbagai
desa maupun kota.
4. Pengemis sumbangan
yaitu pengemis yang meminta-minta dengan alas an meminta sumbangan untuk pembangunan
masjid dan lain sebagainya.
D. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian
orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan.
Dalam kamus ilmiah populer, kata Miskin mengandung arti tidak berharta (harta yang
ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata fakir diartikan sebagai orang yang
sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan
masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari
interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif
dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih
luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan
oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di
berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas
adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan
adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga
mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal
dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-
an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup
ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an
telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan,
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-
negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika
Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era
kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris
berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah
rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di
permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada
masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat
sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam
kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain.
Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah
penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin
relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap
seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
E. Pemahaman kemiskinan
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
a) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang,
perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
b) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan
informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di
sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
F. Sejarah kemiskinan
Penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) dalam Panti
Permasalahan pengemis merupakan salah satu permasalahan sosial yang sulit untuk ditangani
Banyaknya jumlah pengemis yang kerap kali terlihat memadati setiap perempatan dan ruas-ruas
jalan utama bukan saja tidak sedap dipandang, melainkan menjadi isu serius yang perlu dicarikan
jalan pemecahannya bersama.
Kondisi di atas belum ditambah dengan kenyataan bahwa sebagian besar
pengemis di kota Jakartadan bahkan mungkin di beberapa kota besar lainnya-- adalah orang-
orang yang notabene bukan penduduk setempat. Pada tingkat yang ekstrem, kegiatan mengemis
merupakan aktivitas rutin yang terorganisasi dengan baik seperti temuan sebuah stasiun TV
swasta setahun yang lalu yang melaporkan adanya oknum anak pejabat yang turut aktif
mengelola organisasi pengemis. Selain itu, serbuan para PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial), istilah khusus yang digunakan di lingkungan pekerja sosial, yang
diimpor dari luar kota Jakarta menyebabkan sulitnya menerapkan cara atau perlakuan yang
tepat untuk membina mereka.
Menariknya, munculnya pengemis tidak hanya menjadi masalah di negara-negara dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi relatif lambat, seperti terjadi di negara-negara berkembang seperti
di Indonesia, Filipina, Bangladesh atau Thailand, kasus yang sama terjadi pula di berbagai
negara maju.
Inggris memiliki sejarah yang cukup panjang dengan pengemis, contohnya pengemis-
pengemis gypsi yang berasal dari Romania. Pada 1800 warga Inggris mengecap pengemis-
pengemis gypsi sebagai ofensif, suka mencuri, mengotori jalan dan kerap kali membuntuti orang
untuk mendapatkan uang. Kini, pengemis-pengemis yang berada di Inggris bukan hanya berasal
dari suku-suku gypsi Romania dan Chekoslovakia (sebelum berpisah) melainkan juga berasal
dari daerah konflik etnis di Eropa Timur seperti Bosnia, Kroasia, Kosovo, Serbia yang
meninggalkan negaranya untuk mencari perlindunganbiasa disebut sebagai asylum seekers
atau pencari suaka.
Mengapa Inggris? Di bawah protokol 1967 dan kesepakatan dengan PBB tahun 1951
Inggris telah setuju untuk menyediakan tempat bagi para pencari suaka, yang keselamatan
hidupnya terancam di negaranya sendiri. Peraturan menyebutkan segera sesudah mendapatkan
suaka, para pelarian ini akan diambil sidik jarinya dan memiliki alamat sendiri dengan
pengecualian mereka tidak akan menikmati hak penuh sebagai warga negara dan pengurusannya
diserahkan kepada pemerintahan setempat.
Tetapi, pada April 2001 pemerintahan Inggris memberlakukan peraturan baru yang lebih
ketat dan pada dasarnya tidak memperbolehkan para pencari suaka untuk bekerja, tidak
menerima benefit apa pun dari pemerintah dan, sebagai gantinya, hanya diberikan voucher
makan dengan ukuran 30% di bawah tingkat konsumsi yang wajar. Karena itu, mengemis
menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Inilah potret kemiskinan dan sekaligus
melahirkan tindakan mengemis yang terjadi di negara modern seperti Inggris. Peraturan baru itu
mengindikasikan lahirnya sebuah kelas pengemis yang terstruktur yang dilahirkan oleh kebijakan
pemerintah.
Sadar dengan kebijakan yang berbahaya, pemerintahan lokal semisal Cambridge
menempuh cara dengan melibatkan stakeholder seperti Wintercomfort dan Jimmy's Nightshelter,
organisasi yang peduli dengan masalah gelandangan (homeless people), dengan menyalurkan
donasi yang diserahkan melalui lembaga tersebut. Uniknya, donasi itu dikumpulkan dari kotak-
kotak sumbangan resmi yang disebarkan di berbagai titik strategis di pusat kota. Selain itu,
tindakan hukum juga dikenakan bagi mereka yang tertangkap tangan menggunakan uang hasil
mengemis untuk mabuk-mabukan maupun membeli narkoba. Upaya mengurangi jumlah
pengemis juga dilakukan di kota-kota London, Westminter City, dan Camden dengan memasang
poster-poster yang mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada pengemis.
Di negara modern lainnya semisal Kanada, pemerintahan British Columbia (BC)
pada Oktober 2004 memberlakukan hukum yang membolehkan polisi mengenakan denda kepada
para pengemis yang bersikap dan berucap kasar, berada dalam radius lima meter dari perhentian
bus atau telepon umum koin, serta squeegee kid, orang-orangbiasanya anak-anakyang
membersihkan kaca mobil saat kendaraan berhenti di lampu merah Upaya
yang dinamai dengan Safe Street Acts ini sebetulnya meniru model yang diterapkan secara
sukses di negara bagian Ontario, Kanada. Peraturan ini mengelompokkan tindakan meminta
uang dengan ancaman, tindakan mengemis yang dilakukan olah dua orang atau kelompok,
menghambat jalan orang, berada sejauh lima meter dari ATM, perhentian bus, telepon umum dan
toilet umum sebagai kegiatan yang terlarang.
Meski peraturan ini menuai badai kritik dari lembaga advokasi setempat dan
anggota Partai Demokratik Baru (NDP), pemerintah British Columbia terus melenggang dengan
alasan bahwa kebanyakan pengemis adalah orang-orang yang sangat cukup makan, berpakaian
dengan sangat layak, sangat berlebih untuk diri mereka tetapi tidak mau membayar pajak.
Tambahan pula, begitu seriusnya masalah pengemis dan gelandangan di BC ini menyebabkan
pemerintah mengeluarkan peraturan lainnya yang dikenal dengan Trespass Act, yang melarang
gelandangan mendirikan tenda-tenda di pekarangan rumah orang.
Beberapa tindakan atau kebijakan mengurangi jumlah kemiskinan di sebagian
kota di negara-negara maju membuahkan hasil yang cukup signifikan. Studi yang dilakukan di
Notingham City, Inggris, menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah pengemis sebesar
85% dalam waktu enam bulan saja sejak program penanggulangan pengemis dilakukan. Program
ini mencakup; tindakan hukum bagi para pengemis yang agresif, pemberdayaan patroli polisi di
kota-kota, pengawas atau penyelia yang beroperasi di jalan dan memantau para pengemis, dan
sebuah kampanye simpatik yang ditujukan untuk masyarakat luas dalam bentuk poster yang
memberikan alternatif bantuan daripada memberikan uang kepada pengemis
Kerjasama dengan melibatkan lembaga non pemerintah yang reliable, selain dinas
sosial tentu saja, perlu juga dijajaki agar program tidak menguap di tengah jalan dan berubah
menjadi kontraproduktif. Stakeholders bisa dilibatkan untuk meneliti, mengidentifikasi dan
memetakan masalah secara jernih untuk selanjutnya memutuskan solusi terbaik. Hasil penelitian
itu bisa berupa usulan dalam bentuk penguatan keluarga Gepeng, pencarian orangtua asuh bagi
anak-anak usia sekolah, pembekalan keterampilan, dan usaha-usaha lainnya agar para
gelandangan dan pengemis memiliki penghasilan yang cukup. Biaya untuk mendanai program-
program sosial untuk Gepeng bisa dilakukan dengan mengumpulkan dana dari masyarakat
melalui penempatan boks-boks khusus yang disebar di mal-mal, supermarket, dan tempat belanja
lainnya yang strategis.
Selain itu, upaya hukum juga perlu ditempuh seandainya terdapat indikasi
kegiatan mengemis sebagai tindakan terorganisasi, atau perilaku Gepeng yang mengganggu dan
karena itu bisa dijerat hukum, misalnya pemerasan. Aparat polisi seharusnya dapat dilibatkan
sebagai pengawas dan menghentikan tindakan mengemis terorganisasi ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Objek penelitian
Objek penelitian karya tulis ini yaitu pengemis yang ada di perempatan lampu merah
Panggung, Jebres, samping pelataran Solo Grand Mall, dan pengemis yang dating meminta-
minta di kampong tempat tinggal.
C. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif. Data yang diperoleh dari sumber data yang kemudian diuraikan dalam bentuk kalimat.
Hasil penelitian juga disajikan secara deskriptif.
D. Sumber data
Data yang terdapat dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder.
a. Pengemis
Data yang diperoleh dari sumber data ini adalah data tentang apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi pengemis.
BAB IV
PEMBAHASAN
C. Pandangan Masyarakat
Masyarakat memiliki berbagai tanggapan mengenai adanya keberadaan pengemis
disekitar mereka. Dari hasil survey yang telah dilakukan, sebagian besar masyarakat merasa
terganggu dengan keberadaan mereka. Bagaimana tidak, pengemis ada dimana-mana seperti di
halaman supermarket, lampu merah, tempat wisata, bahkan dapat pula di temui di rumah sendiri.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa pengemis itu seorang pemalas sehingga tidak perlu
diberi. Namun ada pula yang beralasan karena kasihan dan ingin membantu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyaknya pengemis di Indonesia, membuat melemahnya perekonomian Indonesia
secara makro. Memperlihatkan dimata dunia bahwa Indonesia negara yang miskin,
sesungguhnya Indonesia kaya akan sumber daya alamnya. Seorang pengemis meminta-minta
diberbagai tempat seperti di lampu merah, tempat wisata, bahkan dapat pula di temui di rumah,
hal tersebut mengganggu kenyamanan masyarakat.
Perilaku mengemis menjadikan seseorang malas untuk bekerja, buat apa capek-capek
mengeluarkan tenaga jika hanya dengan bermodalkan tangan menengadah dan tampang yang
memelas sudah dapat menghasilkan uang. Dan sekarang ini di Indonesia telah terbentuk undang-
undang baru mengenai larangan untuk mengemis , dan larangan bagi yang memberi pengemis.
B. Saran
Dalam menghadapi banyaknya pengemis di Indonesia , diperlukan sosialisasi kembali
kepada masyarakat mengenai undang-undang tentang larangan untuk mengemis, dan larangan
bagi yang memberi pengemis. Pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi ataupun
hukuman bagi masyarakat yang melanggar.
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi
zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
BAB V
PENUTUP
E. Kesimpulan
Banyaknya pengemis di Indonesia, membuat melemahnya perekonomian Indonesia
secara makro. Memperlihatkan dimata dunia bahwa Indonesia negara yang miskin,
sesungguhnya Indonesia kaya akan sumber daya alamnya. Seorang pengemis meminta-minta
diberbagai tempat seperti di lampu merah, tempat wisata, bahkan dapat pula di temui di rumah,
hal tersebut mengganggu kenyamanan masyarakat.
Perilaku mengemis menjadikan seseorang malas untuk bekerja, buat apa capek-capek
mengeluarkan tenaga jika hanya dengan bermodalkan tangan menengadah dan tampang yang
memelas sudah dapat menghasilkan uang. Dan sekarang ini di Indonesia telah terbentuk undang-
undang baru mengenai larangan untuk mengemis , dan larangan bagi yang memberi pengemis.
F. Saran
Dalam menghadapi banyaknya pengemis di Indonesia , diperlukan sosialisasi kembali
kepada masyarakat mengenai undang-undang tentang larangan untuk mengemis, dan larangan
bagi yang memberi pengemis. Pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi ataupun
hukuman bagi masyarakat yang melanggar.
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi
zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.
www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html
www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html
www.geology.com/social/canopy/2078/pengemis.html
http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-pengemis25.html