Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI

MASALAH DAN KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

Disusun oleh :
Vincentia Robin
26040117130121
Ilmu Kelautan D

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

I. PENDAHULUAN

Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana manusia melakukan


tindakan pemilihan terhadap berbagai alternatif. Menurut Samuelson sebagai ahli ekonomi,
ilmu ekonomi merupakan kajian bagaimana masyarakat dapat menggunakan sumber daya yang
langka untuk memproduksi komoditi-komoditi berharga dan menndistribusikannya kepada
masyarakat luas. Alfred W. Stoiner membagi ilmu ekonomi menjadi tiga kelompok, yaitu ilmu
ekonomi deskriptif, teori ekonomi, dan ilmu ekonomi terapan. Teori ekonomi itu sendiri
merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang menjelaskan tentang mekanisme kegiatan ekonomi.
Teori ekonomi berisi pandangan-pandangan yang menggambarkan sifat hubungan antar
variabel yang sebenarnya atau dapat dikatakan nyata dalam kegiatan ekonomi, dan ramalan
terhadap peristiwa yang mungkin terjadi apabila suatu keadaan atau variabel yang
memengaruhinya mengalami perubahan.
Teori ekonomi dibedakan menjadi dua, yaitu teori ekonomi makro dan teori ekonomi
mikro. Teori ekonomi makro merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari unit-unit
ekonomi secara agrerat atau besar (makro) atau keseluruhan seperti pendapatan nasional,
inflasi, pengangguran, pertumbuhan ekonomi negara, dan juga kebijakan pemerintah. Teori
ekonomi makro mmebuat analisis terhadap kegiatan suatu perekonomian dari sudut pandang
yang lebih luas atau lebih besar. Analisis makro ekonomi merupakan analisis secara agrerat
terhadap keseluruhan kegiatan perekonomian. Teori ekonomi makro penting untuk dipelajari
untuk mengetahui tentang perkembangan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah.

II. ISI

II.1. Teori dan Masalah Ekonomi Makro


Ekonomi makro membahas masalah yang terjadi dalam skala besar. Analisis dalam
ekonomi makro umumnya bersifat umum dan tidak memperhatikan atau mempertimbangkan
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian. Sebagai contoh:
dalam teori ekonomi makro, analisis kegiatan penawaran dan permintaan atau jual beli
bukanlah perilaku seorang pembeli yang dianalisis, tetapi keseluruhan pembeli yang ada dalam
perekonomian tersebut. Begitu pula dalam analisis tingkah laku produsen , yang diamati ialah
kesleuruhan produsen dalam perekonomian. Teori ekonomi makro umumnya mempelajari
topik atau masalah seperti penentuan kegiatan perekonomian, pengangguran dan inflasi, peran
kebijakan pemerintah dan sebagainya.
Analisis penentuan kegiatan perekonomian meneraangkan tentang bagaimana suatu
perekonomian dapat menghasilkan barang dan jasa. Berdasarkan pandangan Keynes, analisis
makro ekonomi menunjukkan bahwa tingkat kegiatan ekonomi ditentukan oleh pengeluaran
agrerat dalam perekonomian. Analisis makro ekonomia merinci pengeluaran, investasi, serta
eskpor dan import. Pada prinsipnya, setiap masyarakat mengharapkan bahwa pengeluaran
agrerat akan mencapai tingkat yang diperlukan supaya tercipta kesempatan kerja penuh tanpa
inflasi. Ini merupakan harapan yang sulit dicapai karena pengeluaran agrerat yang sebenarnya
relatif lebih rendah daripada yang diperlukan untuk mewujudkan kesempatan kerja penuh.
Keadaan inilah yang akhirnya menyebabkan pengangguran. Ada kalanya permintaan agrerat
melebihi kemampuan perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Kondisi inilah yang
menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan menyebabkan inflasi.
Kebijakan pemerintah merupakan tindakan yang sangat penting dalam mengatasi
masasalh-masalah yang terjadi berkaitan dengan kegiatan perekonomian seperti pengangguran
dan inflasi langkah-langkah pemerintah tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal merupakan upaya pemerintah dalam mengubah
struktur dan jumlah pajak serta pengeluarannya dengan maksud memengaruhi tingkat kegiatan
perekonomian. Sedangkan kebijakan moneter adalah langkah yang diambil oleh pemerintah
untuk memengaruhi jumlah uang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga dengan
tujuan mengatasi masalah perekonomian yang dihadapi.

II.2. Masalah Ekonomi Makro


a. Masalah Kemiskinan dan Pemerataan
Kemiskinan pada negara berkembang dapat dilihat dari ketimpangan antara
masyarakaat dengan tingkat pendapat tinggi dan masyarakat dengan tingkat pendapatan
rendah. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang
dan jasa, dan lokasi, dan kondisi dimana seseorang atau masyarakat tidak terpenuhi hak-hak
dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tinggi
rendahnya kesenjangan pendapatan dapat diukur melalui:
 Ketimpangan distribusi pendapatan dinyatakan parah, jika 40% penduduk
berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional.
 Ketimpangan distribusi pendapatan dianggap sedang atau moderat, jika 40% penduduk
termiskin menikmati antara 12 hingga 17% pendapatan nasional.
 Ketimpangan distribusi pendapatan dinyatakan rendah jika 40% penduduk yang
berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional.
Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya masih miskin
hingga menengah. Pada akhir tahun 1996 tercatat bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia
sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,4% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun,
sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah
penduduk miskin pada akhir tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau sekitar
23,5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk
miskin turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh
penduduk Indonesia. Hal ini dikarenakan distribusi pendapatan nasional yang tidak merata
dimana sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau
kelompok kaya Indonesia.
b. Krisis Nilai Tukar
Nilai tukar uang secara global mengikuti nilai dolar AS yang berlaku. Hal ini tentu juga
berlaku bagi nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnnya. Krisis mata uang yang telah
mengguncang Negara-negara Asia pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa perekonomian
Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula biasa saja, menjadi melonjak naik. Hal ini juga
dipengaruhi oleh pinjaman luar negeri sektor swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar
ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin
menyusut. Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai
pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.
c. Masalah Utang Luar Negeri
Kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali pada saat sebelum krisis ternyata
menyimpan kekhawatiran. Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
terutama dolar ASyang relative tetap dari tahun ke tahun menyebabkan sebagian besar utang
luar negeri tidak dilindungi dengan fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis
nilai tukar terjadi dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Pada tahun1997, besarnya
utang luar negeri tercatat 63% dari PDB dan pada tahun 1998 melambung menjadi 152% dari
PDB. Maka dari itu, untuk mengatasi hal ini pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang
luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga
keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
d. Ketergantungan sektor import
Tingkat ketergantungan yang tinggi dari pemerintah dan sektor swasta terhadap impor
dan utang luar negeri merupakan masalah pembangunan. Impor yang tinggi jelas akan
mengurangi cadangan devisa negara. Jika cadangan devisa berkurang, stabilitas ekonomi
nasional akan lemah. Utang luar negeri juga merupakan suatu masalah serius pemerintah.
Apabila suatu negara memiliki utang luar negeri, masalah yang muncul adalah menyangkut
beban utangnya, yaitu pembayaran bunga utang setiap tahun dan pelunasan utang luar negeri.
Total utang luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kalaupun
berkurang, besarnya pun tidak seberapa.
e. Masalah Perbankan dan Kredit Macet
Besarnya utang luar negeri mengakibatkan permasalahan selanjutnya pada sistem
perbankan nasional. Banyak usaha yang macet karena meningkatnya beban utang
mengakibatkan semakin banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank mengalami
kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah ketika sebagian masyarakat kehilangan
kepercayaannya terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh masyarakat
secarabesar-besaran (rush).
Terjadinya krisis pada sistem perbankan memengaruhi perekonomian nasional. Hal
inilah yang menyebabkan pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan bank-bank yang
mengalami masalah likuiditas tersebut dengan memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk
mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik kembali uang tersebut melalui operasi
pasar terbuka. Hal ini dilakukan dengan meningkatnya suku bunga SBI. Kebijakan ini
kemudian menimbulkan dilema karena peningkatan suku bunga menyebabkan beban bagi para
peminjam (debitor). Akibatnya tingkat kredit macet di sistem perbankan meningkat dengan
pesat. Dilema semakin kompleks di saat sistem perbankan mencoba mempertahankan
likuiditasyang mereka miliki dengan meningkatkan suku bungan simpanan melebihi suku
bunga pinjaman sehingga mereka mengalami kerugian yang berakibat pengikisan modal yang
mereka miliki.
f. Masalah Inflasi
Inflasi adalah keadaan perekonomian yang menunjukkan kenaikan harga-harga barang
secara umum yang terjadi terus-menerus. Inflasi dianggap berbahaya jika telah melewati 2 digit
atau diatas 30% dan memiliki kecenderungan untuk terus meningkat dalam jangka panjang.
Inflasi dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan dampak negatif seperti menurunkan
tingkat kesejahteraan rakyat, memburuknya distribusi pendapatan, dan mengganggu stabilitas
ekonomi. Inflasi dapat terjadi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya kenaikan biaya
produksi, kelebihan permintaan atas barang dan jasa, kelebihan jumlah uang yang beredar dan
penimbunan barang oleh barang pedagang.
Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas kaitannya dengan masalah krisis
nilai tukar rupiah dan krisis perbankan yang selama ini terjadi. Pada tahun 2004 tingkat inflasi
Indonesia pernah mencapai angka 10,5%. Ini terjadi karena harga barang-barang terus naik
sebagai akibat dari dorongan permintaan yang tinggi. Tingginya laju inflasi tersebut jelas
melebihi sasaran inflasi BI sehingga BI perlu melakukan pengetatan di bidang moneter.
Pengetatan moneter tidak dapat dilakukan secara drastic dan berlebihan karena akan
mengancam kelangsungan proses penyehatan perbankan dan program restrukturisasi
perusahaan.
g. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2006 tercermin dari anjloknya
daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap angkatan kerja. Bila di masa lalu setiap 1%
pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja hingga 240 ribu maka pada 2005-
2006 setiap pertumbuhan ekonomi hanya mampu menghasilkan 40-50 ribu lapangan kerja.
Berkurangnya daya serap lapangan kerja berarti meningkatnya penduduk miskin dan tingkat
pengangguran.
Pengangguran Adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan
kerja dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum memperoleh pekerjaan. Tingkat
pengangguran dalam suatu periode tertentu biasanya dinyatakan dalam persen dari angkatan
kerja. Angka pengangguran yang tinggi akan membawa dampak berkurangnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah. Sejarah ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi
menunjukkan bahwa alokasi sumber daya manusia masih belum terpakai.
Masalah pengangguran sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi yang rendah tidak akan mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai untuk
menampung tambahan angkatan kerja, yaitu penduduk usia kerja yang mencari pekerjaan.
Pemerintah dalam hal ini berkepentingan memantau perkembangan pertumbuhan PDB baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mengapa demikian? Dengan PDB, pemerintah
dapat mengukur besarnya dampak efektivitas, dan efisien campur tangan pemerintah terhadap
perekonomian.

II.3. Kebijakan Pemerintah terkait Masalah Ekonomi Makro


Pemerintah merupakan badan yang paling berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Peran dan fungsi pemerintah di bidang ekonomi antara lain ialah fungsi stabilisasi (fungsi
pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan
keamanan), fungsi alokasi (fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa public, seperti
pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan, dan telepon),
fungsi distribusi (fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat).
Beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah-
masalah perekonomian antara lain:
1. Masalah kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya
program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha Kecil), KMKP (Kredit
Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan Terpadu), GN-OTA dan program wajib
belajar.
2. Masalah Keterbelangkangan
Masalah yang dihadapi adalah rerndahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya,
rendahnya pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya fasilitas umum, rendahnya tingkat
disiplin masyarakat, renddahnya tingkat keterampilan, rendahnya tingkat pendidikan
formal, kurangnya modal, produktivitas kerja, lemahnya manajemen usaha. Untuk
mengatasi masalah ini pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM, pertukranan
ahli, transper teknologi dari Negara maju.
3. Masalah pengangguran dan kesempatan kerja
Masalah pengangguran timbul karena terjadinya ketimpangan antara jumlah angkatan
kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah
melakukan pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memeiliki keahlian sesuai
dengan lapangan kerja yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat
padat karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja
4. Masalah kekurangan modal
Kekurangan modal adalah suatu cirri penting setiap Negara yang memulai proses
pembangunan. Kekurangan modal disebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang
rendah yang menyebabkan tabungan dan tingkat pembentukan modal sedikit. Cara
mengatasinya memlaui peningkatan kualitas SDM atau peningkatan investasi menjadi
lebih produktif.

Kebijakan pemerintah dalam ekonomi makro memiliki porsi yang lebih relatif besar.
Kajian terhadap seberapa besar peranan pemerintah diwujudkan dalam kebijakan moneter,
kebijakan fiskal, dan kebijakan ekonomi internasional. Lemahnya Sisi permintaan dan
penawaran agregat menyebabkan perekonomian negara sedang berkembang soal adalah berada
dalam lingkaran permasalahan tanpa ujung pangkal. Oleh karena itu campur tangan pemerintah
baik melalui kebijakan ekonomi dan non ekonomi, sangat diperlukan untuk memutuskan mata
rantai permasalahan tersebut. Kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan ekonomi
internasional secara teoritis dapat digunakan pemerintah untuk memperbaiki kondisi
perekonomian.
a. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kebijakan pemerintah sebagai pengendali sektor
publik. Kebijakan fiskal dalam penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk
mengatur mobilisasi dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Dengan
demikian, peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian menjadi semakin penting.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
mengendalikan atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau pedoman
ekonomi meningkat atau diinginkan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pajak (T) dan pengeluaran negara (G).
Kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan fiskal
ekspansif dilakukan pada saat perekonomian sedang menghadapi masalah pengangguran yang
tinggi. Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah adalah membesarkan pengeluaran
pemerintah Misalnya menambah subsidi kepada rakyat kecil atau mengurangi tingkat pajak.
Adapun kebijakan fiskal kontraktif adalah bentuk kebijakan fiskal yang dilakukan pada saat
perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh atau menghadapi inflasi. Tindakan yang
diperlukan adalah mengurangi pengeluaran pemerintah akan memperbesar tingkat pajak.
Menurut ahli ekonomi John Maynard Keynes, kebijakan fiskal sangat penting dipergunakan
untuk mengatasi pengangguran yang relatif serius. Caranya dengan mengurangi pajak
penghasilan. Biaya pajak penghasilan dikurangi maka daya beli masyarakat akan meningkat
sehingga akan meningkatkan permintaan agregat. Bila permintaan agregat meningkat, atau
pengusaha akan menambah jumlah produksinya, sehingga penggunaan tenaga kerja pun
meningkat. Dengan demikian, pemerintah bisa mengurangi jumlah pengangguran.
b. Kebijakan Moneter
Gejala moneter adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar dalam rangka mengendalikan perekonomian. Di
Indonesia Bank sentral diwakili oleh Bank Indonesia. Kebijakan moneter dilakukan dengan
tujuan sebagai berikut:
1. Menjaga stabilitas ekonomi
2. Menjaga stabilitas harga terutama untuk mengatasi inflasi
3. Meningkatkan kesempatan kerja
4. Memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy).
Terdapat beberapa macam kebijakan moneter yang dapat dilakukan pemerintah, diantaranya
ialah:
1. Kebijakan pasar terbuka
2. Kebijakan diskonto
3. kebijakan cadangan kas
4. Kebijakan kredit Selektif dan kredit longgar
5. Kebijakan Devaluasi dan revaluasi
6. Kebijakan Sanering atau memotong nilai mata uang dalam negeri
7. Kebijakan menarik atau memusnahkan uang lama
8. Kebijakan dorongan moral
Kebijakan fiskal dan moneter memiliki beberapat perbedaan namun dengan tujuan yang
sama bahkan dengan kebijakan ekonomi pemerintah lainnya. Perbedaan terletak pada
instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan fiskal pemerintah Monica pengendalian
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan
jumlah uang beredar. Seperti halnya kebijakan fiskal, kebijakan moneter dapat bersifat
ekspansif dan kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan pemerintah jika ingin
menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau dengan tujuan akhir mempercepat roda
perekonomian yang lebih dikenal sebagai kebijakan uang longgar. Sebaliknya jika Pemerintah
ini mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, kebijakan moneter yang ditempuh adalah
kebijakan moneter kontraktif atau yang lebih dikenal dengan nama kebijakan uang ketat
dengan tujuan akhir menurunkan tingkat inflasi.
c. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Kebijakan pedagangan luar negeri adalah tindakan atau peraturan yang dibuat oleh
pemerintah yang mempengaruhi struktur atau komposisi dan arah transaksi perdagangan dan
pembayaran internasional. Kebijakan luar negeri tidak berdiri sendiri melainkan saling
mempengaruhi terhadap komponen-komponen lain dari kebijakan ekonomi makro, seperti
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Tujuan kebijakan perdagangan luar negeri adalah sebagai berikut ialah untuk meningkatkan
ekspor untuk meningkatkan penerimaan devisa, melindungi industri nasional dari persaingan
barang-barang impor, melindungi kepentingan nasional dari pengaruh buruk atau negatif yang
berasal dari luar negeri. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran, sekaligus menjamin
ketersediaan valas yang cukup terutama untuk kebutuhan impor dengan pembayaran cicilan
serta bunga utang luar negeri, menjaga tingkat pertumbuhan Ekonomi yang tinggi dan stabil,
serta meningkatkan kesempatan kerja.

Referensi :
 Curatman, A. 2010. Teori Ekonomi Makro. Yogyakarta: Penerbit Swagati Press
 Gilarso, T. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Jakarta: Kanisius
 Puwanto. 2005. Menanggulangi Masalah Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia Dalam
Perspektif Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, vol 2(3): 88-97
 Silvia, E. D., Y. Wardi., H. Aimon. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Inflasi di
Indonesia. Jurnal Kajjian Ekonomi, vol 1(2): 224-243

Anda mungkin juga menyukai