Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing

Chosinawarotin S.Ag M.Ag

Oleh :

Marsia Ardian Yuniar Santoso

22101110004

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR BLITAR

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

BLITAR

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3

2.1 Pengertian Manusia.................................................................................................3

2.1.1 Menurut Sains..................................................................................................3

2.1.2 Menurut Perspektif Al-Quran..........................................................................4

2.2 Unsur – Unsur Manusia..........................................................................................5

2.3 Tujuan Penciptaan Manusia....................................................................................7

2.4 Tanggung Jawab Manusia.....................................................................................11

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Berbicara tentang manusia dan agama dalam Islam adalah membicarakan sesuatu
yang sangat klasik namun senantiasa aktual. Berbicara tentang kedua hal tersebut sama
saja dengan berbicara tentang kita sendiri dan keyakinan asasi kita sebagai makhluk
Tuhan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘manusia’ diartikan sebagai ‘makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang’ (1989:558). Menurut
pengertian ini manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal dan budi, nalar
dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran dan
kemaslahatannya. Dalam bahasa Arab, kata ‘manusia’ ini bersepadan dengan kata-kata
nâs, basyar, insân, mar’u, ins dan lain-lain. Meskipun bersinonim, namun kata-kata
tersebut memiliki perbedaan dalam hal makna spesifiknya. Kata nâs misalnya lebih
merujuk pada makna manusia sebagai makhluk sosial. Sedangkan kata basyar lebih
menunjuk pada makna manusia sebagai makhluk biologis. Begitu juga dengan kata-
kata lainnya.
Menurut Dr. Alexic Carrel (seorang peletak dasar – dasar humaniora di Barat)
mengatakan bahwa “manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat
keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang
demikian tinggo terhadap dunia yang ada di luar dirinya.” Manusia adalah makhluk
misteri yang tidak mungkin disebutkan sifat dan ciri-cirinya secara tuntas dan karena
itu harus dipahami dan dihayati. Memang Tuhan menciptakan manusia paling
sempurna. Manusia mempunyai jati diri (watak/bawaan dasar/heriditas/fitrah) yakni
dimensi materi yakni jasad dan dimensi immateri yakni roh atau jiwa, akal, qalbu
(hati), nafs. Maka dengan potensi-potensi itulah manusia akan selalu berkemampuan
melangsungkan hidupnya dan generasinya, sekaligus meningkatkan kualitas
kehidupannya baik fisik maupun non fisik yang berlangsung secara alami.
Sebagai manusia kita perlu mengetahui darimana asal manusia, tujuan manusia
hidup, kepada siapa menyembah, dan lain-lain. Maka dari itu pentingnya membahas
hakikat manusia, antara lain pengertian manusia sendiri, unsur – unsur dalam manusia,
serta kedudukan, tujuan, tugas dan program manusia itu sendiri. Dengan dibahasnya ini

1
diharapkan bisa membuat kita sebagai manusia bias memahami tujuan penciptaan
manusia sehingga beribadah bisa lebih ikhlas.

2 Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini berdasarkan latar belakang di atas Saya telah
memaparkan beberapa rumusan masalah antara lain :
1.2.1 Apa pengertian manusia menurut sains dan perspektif Al-Quran?
1.2.2 Apa saja unsur – unsur manusia?
1.2.3 Apa saja tujuan penciptaan manusia serta fungsi dan peran manusia ?
1.2.4 Bagaimana tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah SWT ?

3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan dari penulisan
ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian manusia menurut sains dan perspektif Al-Quran
1.3.2 Untuk mengetahui unsur – unsur manusia.
1.3.3 Untuk mengetahui tujuan penciptaan manusia serta fungsi dan peran manusia
1.3.4 Untuk mengetahui tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah
SWT

2
BAB II
PEMBAHASAN

2 Pengertian Manusia

2.1.1 Menurut Sains


Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan
sangat bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang
mendasari.
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens
(makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang
memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego),
dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani),
rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo
mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan
subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawa sadar
yang tidak tampak). Behavior yang menganalisis perilaku yang tampak saja.
Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses
pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens
(manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai
makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu
berpikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung
menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi
peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami, dan
sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
Adapun pendapat para ahli mengenai definisi atau pengertian manusia
adalah sebagai berikut :
a. Nicolaus D. & A. Sudiarja : Manusia adalah bhineka,tetapi tunggal.
Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena
jasmani dan rohani merupakan satu barang

3
b. Abineno J.I : Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi
yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
c. Upanisads : Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa,
pikiran, dan prana atau badan
d. Omar Mohammadal-Toumy Al-Syaibany : Manusia adalah makhluk yang
paling mulia, manusia adalah makhluk yang berpikir, dan manusia adalah
makhluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam
pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
e. Sokrates : Manusia adalah makhluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu
dengan kuku datar dan lebar.
f. Kees Bertens : Manusia adalah suatu makhluk yang terdiri dari 2 unsur
yang kesatuannya tidak dinyatakan.
g. I Wayan Watra : Manusia adalah makhluk yang dinamis dengan trias
dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa.
h. Erbe Sentanu : Manusia adalah makhluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya.
Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk yang lain.
i. Paula J. C & Janet W. K : manusia adalah makhluk terbuka, bebas memilih
makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang
hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul
multidimensi dengan berbagai kemungkinan.

2.1.2 Menurut Perspektif Al-Quran


Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dalam bentuk
sesempurnanya makhluk. Keberadaan manusia adalah yang paling sempurna
jika dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Manusia memiliki fisik,
perasaan, hawa nafsu, juga akal yang membuat manusia berbeda dengan
makhluk lainnya. Hakikat manusia menurut islam bukanlah seperti hewan,
tumbuhan, atau makhluk lainnya yang bernyawa.
Makhluk seperti hewan sepintar apa pun terlihatnya ia hanyalah makhluk
yang didorong oleh insting dan memori dalam otak atau fisiknya. Sedangkan
manusia dalam dirinya dengan kesempurnaan akal adalah makhluk yang dapat

4
menilai benar dan salah sebuah perilaku. Tidak hanya itu, ia pun juga bisa
mengukur baik dan buruknya suatu tindakan.
Dalam Al-Quran pun istilah manusia dapat ditemukan 3 kosa kata yang
berbeda dengan makna manusia, akan tetapi memiliki substansi yang sama
yaitu kata basyar, insan dan al-nas. Kata basyar dalam Al-Quran disebutkan
37 kali salah satunya (al-kahfi : 110): innama ana basharun mithlukum
(sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu). Kata basyar
selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau
lempung kering (al-hijr : 33 ; ar-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-
mu’minuun : 33).
Kata insan disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-
alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat
psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu,
dan memikul amanah (Al-azhar : 72). Insan adalah makhluk yang menjadi dan
terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata Al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti (az-zumar : 27) walakad
dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya telah
kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam perumpamaan).
Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk sosial atau
secara kolektif.
Dengan demikian Al-Quran memandang manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, dan sosial. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai
makhluk sosial yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau
makhluk lain.

3 Unsur – Unsur Manusia


Sesunguhnya manusia itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna dan
bagus, dan manusia diciptakan sebagai khalifah Allah di Bumi, dan telah dijadikan
Bumi seisinya untuk tunduk kepada manusia. "Sungguh Kami telah ciptakan manusia
dalam bentuk yang sempurna" (At Tiin :5),
Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa benar adanya jika manusia itu
sebenarnya dari tanah. Tanpa adanya tanah tidak mungkin manusia bisa tumbuh.

5
semua makanan yang ada, pada awalnya adalah dari tanah. “Manusia diciptakan Allah
dari tanah (thin)," (Shod : 71)
Kewajiban manusia sebagai khalifah Allah di bumi adalah tidak lain hanya untuk
menyembah Allah semata.
Menurut Islam manusia itu terdiri dari dua bagian yang membuatnya menjadi
manusia sempurna, yaitu terdiri dari Jasmani dan rohani, disamping itu manusia juga
telah dikaruniai fitrah. Kita hidup di dunia ini bisa menyaksikan sendiri ada
persamaan-persamaan yang dimiliki manusia. Seperti Cinta keadilan, kasih sayang,
dan lainnya, itulah menurut kami yang disebut fitrah.
a. Jasmani
Sungguh beruntunglah kita yang dikaruniai jasmani yang sempurna. kaki,
tangan, lidah, mata, hidung, telinga, perut dan faraj adalah pemberian Allah yang
harus kita syukuri dengan mempergunakannya untuk melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya. Dengan jasmani kita bisa merasakan kenikmatan
hidup di dunia ini.
b. Rohani
Yaitu unsur manusia yang tidak kasatmata, yang menjadikan jasmani menjadi
manusia yang hidup. Dalam buku yang ditulis Barmawie Umary, rohani terdiri
dari:
1) Akal
Dengan akal manusia yang lemah bisa mengendalikan kehidupannya di
dunia. Berkat akal pula kehidupan manusia bisa jadi lebih mudah. Apa yang
ada dihadapan anda sekarang ini adalah bukti kemampuan yang dikaruniakan
Allah hanya kepada manusia, yaitu akal. Dengan Akal pulalah perbedaan
antara hewan dan manusia sangat mencolok.
2) Nafsu
Nafsu adalah suatu bagian rohani yang dimiliki manusia untuk berkehendak
atau berkeinginan. Tanpa nafsu barangkali takkan ada kemajuan dalam hidup
manusia. Akan tetapi seringkali nafsu mengalahkan hati dan akal sehingga
yang terjadi adalah kerusakan. Masih dari buku karya Barmawie, tersebut
bahwa nafsu dikategorikan menjadi:
a) Nafsul Ammarah : Yaitu jiwa yang belum mampu membedakan yang baik
dan buruk, lebih mendorong kepada tindakan yang tidak patut.

6
b) Nafsul Lawwamah :Yaitu jiwa yang telah memiliki rasa insaf dan menyesal
setelah melakukan suatu pelanggaran, malu perbuatan buruknya diketahui
orang lain tetapi belum mampu untuk menghentikan tindakanya
c) Nafsul Musawwalah : Jiwa yang telah bisa membedakan yang baik dan
buruk, telah bisa menggunakan akalnya untuk menimbang mana yang baik
dan mana yang buruk.
d) Nafsul Muthmainnah : Yaitu jiwa yang telah mendapat tuntunan dan
terpelihara sehingga mendatangkan ketenangan jiwa. Dengan jiwa ini akan
melahirkan sikap dan perbuatan yang baik dan membentengi kekejian
e) Nafsu Mulhamah : Adalah jiwa yang memperoleh ilham dari Allah SWt
dikarunia ilmu dan dihiasi Akhlak Mahmudah.
f) Nafsu Raadliyah : Yaitu jiwa yang ridho kepada Allah, selalu bersyukur
kepadaNya.
g) Nafsu Mardliyah : Yaitu jiwa yang diridhoi Allah
h) Nafsu Kaamilah : Yaitu jiwa yang telah sempurna
3) Qolbu (hati)
Dari hatilah segala kepribadian manusia muncul. Apabila hati selalu dibina
secara baik sesuai Syari'at maka manusia akan berakhak mulia. Akan tetapi
seringkali kekuasaan hati tertutupi oleh kekuasaan nafsu, apalagi dengan
ditambah bisikan-bisikan syetan, sehingga yang muncul bukanlah cahaya Ilahi
akan tetapi bisikan syetan. Oleh karenanya hati harus selalu disirami tuntunan
Islam dengan selalu berzdikir kepada Allah. Dalam menjaga hatinya seorang
muslim harus selalu waspada terhadap terjangkit nya penyakit hati. Penyakit
hati sungguh berbahaya bagi kehidupannya.
4) Roh
Seorang mukmin percaya bahwa manusia hidup karena roh yang ada dalam
jasadnya. Akan tetapi bagaimana bentuk atau wujudnya itu bukanlah urusan
manusia, karena Allah telah berfirman : Dan mereka bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang roh; katakanlah : Roh itu urusan Rabb ku dan kamu
tidak diberi ilmu melainkan sedikit." (Al Isra :85)

4 Tujuan Penciptaan Manusia

7
Manusia diciptakan tentu memiliki tujuan. Bagi ummat islam konsep manusia
adalah dilihat dari bagaimana maksud atau tujuan Allah di dalam kehidupan ini.
Sebagian ummat lain menganggap bahwa manusia tercipta sendirinya dan melakukan
hidup dengan apapun yang mereka inginkan, sebebas-bebasnya. Dalam ilmu
pendidikan islam, yang berbicara mengenai konsep manusia tentunya tidak
didefinisikan seperti itu.
Untuk itu, perlu mengetahui apa konsep manusia jika dilihat dari tujuan
penciptaannya di muka bumi oleh Allah SWT. Berikut ini adalah tujuan penciptaan
manusia antara lain :
a. Beribadah kepada Allah
”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54)
Konsep manuia menurut islam berdasarkan dari tujuannya diciptakan, semata-
mata adalah untuk beribadah kepada Allah. Beribadah kepada Allah artinya kita
menganggap Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang layak untuk disembah, menjadi
tempat bergantung, diagungkan, dan diikuti seluruh perintahnya. Tanpa melakukan
ibadah kepada Allah niscaya manusia akan tersesat dan kehilangan arah hidupnya.
Ibadah bukan saja berarti hanya sekedar melaksankan ibadah ritual atau yang
sifatnya membangun spiritual saja. Ibadah artinya mengabdi, menjadikan diri kita
sebagai abada atau budak dalam hidup untuk Allah SWT. Ibadah artinya bukan
hanya saat shalat saja melainkan semua aspek diri kita bisa dijadikan ibadah asalkan
membawa kebaikan dan pahala.
Sejatinya, Allah menyuruh manusia beribadah bukanlah untuk kebaikan Allah
sendiri. Jika dipikirkan lebih mendalam beribadah kepada Allah dengan ikhlas
adalah untuk kebaikan umat manusia itu sendiri. Dengan beribadah kepada Allah,
menjadikannya sebagai Illah dalam hidup kita, maka akan datang kebaikan dalam
hidup ini. Penyebab hati gelisah dalam islam biasanya karena memang manusia
tidak menggantungkan hidupnya pada Allah dan mencari keagungan lain selain
Allah. Hal tersebut tentu tidak akan membuat tenang, malah risau karena tidak
pernah menemukan jalan keluarnya.
Untuk itu ibadah kepada Allah dengan meyakini rukun Iman dan menjalankan
rukun Islam adalah bagian dari beribadah kepada Allah. Ibadah kepada Allah masih

8
banyak lagi dilakukan di berbagai bidang kehidupan manusia dengan
mendasarkannya pada fungsi iman kepada Allah SWT.
b. Mendapatkan Ujian Dunia untuk Masa Depan Akhirat
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Dalam surat tersebut, Allah menunjukkan kepada manusia bahwa manusia
diciptakan adalah untuk diberikan ujian di dunia. Barangsiapa bisa melalui ujian di
dunia dengan berbagai tantangan dan kesulitannya, maka Allah akan memberikan
pahala akhirat dan rahmat bagi yang benar-benar melaksanakannya dengan baik.
Menghadapi musibah dalam islam hakikatnya adalah menghadapi ujian di dunia
yang harus dilalui dengan kesabaran. Maka itu islam melarang berputus asa, karena
ada banyak bahaya putus asa dalam islam. Salah satunya adalah tidak bisa optimis
untuk menjalankan hidup di dunia untuk masa depan akhirat yang baik.
Ujian di dunia adalah agar Allah bisa mengetahui siapa yang bisa mengikuti dan
mengabdi pada Allah dengan membalas segala perbuatan dan usahanya untuk
menghadi ujian, di akhirat. Untuk itu pahala adalah credit poin yang harus tetap diisi
agar kelak sebelum masa pembalasan, proses penghisaban (perhitungan) kita
mendapatkan hasil terbaik ujian di dunia.
Jika seluruh hidup ini adalah ujian dari Allah, maka termasuk kebahagiaanpun
adalah ujian di dunia. Termasuk orang yang memiliki harta melimpah, jabatan yang
tinggi, kekuasaan, anak-anak, dan lain sebagainya. Manusia diuji apakah ia mampu
tetap mengabdi dan menyembah Allah walaupun sudah seluruhnya diberikan
kenikmatan oleh Allah SWT.
Untuk itu, karena hakikatnya hidup ini adalah ujian maka, kita perlu
mengusahakan hidup untuk bisa mendapatkan keridhoaan Allah yang terbaik pada
kita. Harta dalam islam bukanlah satu-satunya kenikmatan yang akan selalu
membahagiakan. Ia hanyalah alat dan tiitpan Allah, yang terasa nikmatnya dan bisa
habis kenikmatannya suatu saat nanti.
c. Melakukan Pembangunan di Muka Bumi dan Tidak berbuat Kerusakan

9
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah :
30)
Dari Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 diatas, menunjukkan bahwa manusia
diciptakan di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah di
atas bukan berarti hanya sekedar pemimpin. Manusia yang hidup semuanya menjadi
pemimpin. Pemimpin bukan berarti hanya sekedar status atau jabatan dan tidak
perlu mendapatkan jabatan tertentu untuk menjadi khalifah di muka bumi.
Khalifah di muka bumi bukan berarti melaksanakannya hanya saat ada jabatan
kepemimpinan seperti presiden, ketua daerah, pimpinan tertentu di
organisasi/kelompok. Khalifah di muka bumi adalah misi dari Allah yang telah
diturunkan sejam Nabi Adam sebagai manusia pertama. Untuk itu, khalifah disini
bermaksud sebagai fungsi.
Fungsi dari pemimpin adalah mengatur, mengelola, menjaga agar sistem dan
perusahaannya menjadi baik dan tidak berantakan. Pemimpin juga menjadi figur
atau teladan, tidak melakukan sesuatu dengan semena-mena atau tidak adil.
Pemimpin membuat segalanya berjalan dengan baik, teratur, dan bisa tercapai
tujuannya.
Untuk itu, khalifah adalah tugas dari semua manusia untuk mengelola, mengatur
segala kehidupan di dunia. Mengelola bumi artinya bukan hanya mengelola alam
atau diri sendiri saja, melainkan seluruh kehidupan yang ada di bumi termasuk
sistem ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, IPTEK, pendidikan, dan lain
sebagainya. Maka itu manusia manapun dia wajib menghidupkan, mengembangkan,
dan menjalankan seluruhnya dengan baik agar adil, sejahtera, dan sesuai fungsi dari
bidang tersebut (masing-masing).
d. Menegakkan Keadilan di Muka Bumi
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat

10
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-
Qasas : 77)
Menjalankan misi khalifah fil ard bukan berarti kita mengerjakannya seorang
diri. Keutamaan adil terhadap diri sendiri memang sangat banyak, namun lebih
bermanfaat lagi jika adil juga terhadap manusia yang lain. Melakukan misi khalfiah
fil ard berarti kita berbagi tugas dengan manusia lainnya, saling membantu, dan
memberikan manfaat. Untuk menjalankan misi khalifah fil ard maka manusia harus
memiliki kemampuan, skill, pengetahuan yang dengan keahliannya tersebut ia
mampu membangun bidang-bidang yang ada di muka bumi. Untuk itu penting
sekali bagi umat islam untuk menjalankan tujuan pendidikan dan tujuan pendidikan
islam, agar bisa melaksanakan secara optimal bidang-bidang di muka bumi.
“Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan
adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.
(QS. Hud : 85)
Dari ayat di atas sangat terlihat bahwa Allah menyuruh kepada manusia untuk
berbuat adil, melaksanakan hak-hak manusia dan tidak berbuat kejahatan yang
berakibat kerusakan di muka bumi.

5 Tanggung Jawab Manusia


Dalam perjalanan hidup dan kehidupannya, manusia sebagai makhluk Allah pada
dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggung jawab yang
dibebankan oleh Allah kepadanya agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara dengan sebaik-
baiknya. Al-Maraghy, ketika menafsirkan ayat “Innallaha ya’murukum an tu’addu al-
amanaati ila ahliha … (Q.S. al-Nisa’: 58), ia mengemukakan bahwa amanah tersebut
ada bermacam-macam bentuknya, yaitu:
a. Amanah hamba terhadap Tuhannya, yakni sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga
oleh manusia, yang berupa mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya, serta menggunakan alat-alat potensialnya dan anggota badannya
dalam berbagai aktivitas yang bisa menimbulkan kemanfaatan baginya dan dapat
mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga bila manusia melanggarnya, maka
berarti dia berkhianat kepada Tuhannya;

11
b. Amanah hamba terhadap sesama manusia, yakni mengembalikan barang-barang
titipan kepada pemiliknya dan tidak mau menipu, serta menjaga rahasia seseorang
yang tidak pantas dipublikasikan; dan
c. Amanah manusia terhadap dirinya, yakni berusaha melakukan hal-hal yang lebih
baik dan lebih bermanfaat bagi dirinya untuk kepentingan agama dan dunianya,
tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya baik untuk kepentingan
akhirat maupun dunianya, serta berusaha menjaga dan memelihara kesehatan
dirinya.
Di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia termasuk makhluk yang siap dan
mampu mengemban amanah tersebut ketika ditawari oleh Allah, sebaliknya makhluk
yang lain justru enggan menerimanya atau tidak siap dan tidak mampu mengemban
amanah tersebut, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Ahzab : 72, yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat dhalim dan bodoh”.
Ath-Thabathaba’i menafsirkan ayat tersebut, ia mengemukakan bermacam-macam
pengertian dari amanah, yaitu: (1) tugas-tugas/beban kewajiban, sehingga bila orang
mau mematuhinya, maka akan dimasukkan ke dalam surga, sebaliknya bila
melanggarnya akan dimasukkan ke neraka; (2) akal, yang merupakan sendi bagi
pelaksanaan tugas-tugas/beban kewajiban dan tempat bergantungnya pahala dan siksa;
(3) kalimah “La ilaaha illa Allah; (4) anggota-anggota badan, termasuk di dalamnya
alat-alat potensial atau potensi-potensi dasar manusia, yang mampu mengemban dan
melaksanakan amanah dari Allah yang harus dijaga dan hanya digunakan dalam batas-
batas yang diridlai oleh-Nya; (5) ma’rifah kepada Allah. Pengertian yang keempat
itulah, menurut Ath-Thabathaba’i, yang lebih mendekati kebenaran. Al-Raghib al-
Asfahani, pakar bahasa Al-Qur’an, mengemukakan beberapa pengertian tentang
amanah, yaitu: (1) kalimah tauhid; (2) al-’adalah (menegakkan keadilan); (3) akal.
Menurut Al-Asfahani, bahwa pengertian yang ketiga itulah yang benar, karena dengan
akal bisa tercapai ma’rifah tauhid, bisa terwujudkan keadilan dan mampu menjangkau
berbagai ilmu pengetahuan dan sebagainya, bahkan akal inilah yang membedakan
manusia dengan makhluk yang lain.

12
Dari beberapa pendapat ahli tafsir tersebut dapat dipahami bahwa tugas hidup
manusia yang merupakan amanah dari Allah itu pada intinya ada dua macam, yaitu:
1) Tugas manusia sebagai ’Abdullah (hamba Allah):
Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah merupakan realisasi dari mengemban
amanah dalam arti: memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus
dipatuhi, kalimah La ilaaha illa Allah atau kalimat tauhid, dan atau ma’rifah kepada-
Nya. Sedangkan Khalifah Allah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam
arti: memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan segala anggota
badan, alat-alat potensial (termasuk indra, akal dan kalbu) atau potensi-potensi dasar
manusia, guna menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup.
Tugas hidup manusia sebagai ’abdullah bisa dipahami dari firman Allah dalam
Q.S. Adz-Dzariyat : 56 “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Mengapa manusia bertugas sebagai ‘abdullah? Untuk menjawab masalah ini
bisa dikaitkan dengan proses kejadian manusia yang telah dikemukakan terdahulu.
Dari uraian terdahulu dapat dipahami bahwa pada dasarnya manusia terdiri atas dua
substansi, yaitu jasad/materi dan roh/immateri. Jasad manusia berasal dari alam
materi (saripati yang berasal dari tanah), sehingga eksistensinya mesti tunduk kepada
aturan-aturan atau hukum Allah yang berlaku di alam materi (Sunnatullah).
Sedangkan roh-roh manusia, sejak berada di alam arwah, sudah mengambil
kesaksian di hadapan Tuhannya, bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhannya
dan bersedia tunduk dan patuh kepada-Nya (Q.S. al-A’raf: 172). Karena itulah, kalau
manusia mau konsisten terhadap eksistensi dirinya atau naturnya, maka salah satu
tugas hidup yang harus dilaksanakannya adalah ’abdullah (hamba Allah yang
senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dan KehendakNya serta hanya mengabdi
kepada-Nya).
Hanya saja diri manusia juga telah dianugerahi kemampuan dasar untuk memilih
atau mempunyai “kebebasan” (Q.S. al-Syams: 7-10), sehingga walaupun roh Ilahi
yang melekat pada tubuh material manusia telah melakukan perjanjian dengan
Tuhannya (untuk bersedia tunduk dan taat kepada-Nya), tetapi ketundukannya
kepada Tuhan tidaklah terjadi secara otomatis dan pasti sebagaimana robot,
melainkan karena pilihan dan keputusannya sendiri. Dan manusia itu dalam
perkembangannya dari waktu ke waktu suka melupakan perjanjian tersebut, sehingga

13
pilihannya ada yang mengarah kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan) dan ada
pula yang mengarah kepada pilihan buruknya (jalan kefasikan). Karena itu Allah
selalu mengingatkan kepada manusia, melalui para Nabi atau Rasul-rasul-Nya
sampai dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi/rasul terakhir, agar manusia
senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu taat, patuh dan tunduk kepada
Allah SWT. (’abdullah). Setelah rasulullah SAW. wafat, maka tugas
memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para shahabat, dan para pengikut Nabi
SAW. (dulu sampai sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran Allah dan rasul-Nya,
termasuk di dalamnya adalah para pendidik muslim.
2) Tugas manusia sebagai Khalifah Allah
Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat
difahami dari firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah: 30:”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.”
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata “khalf”
(menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian)
sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah
adalah menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya)
orang yang diganti, atau karena kematian orang yang diganti, atau karena
kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh umat
Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari perjuangan beliau
dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat, atau Umar
bin Khattab sebagai pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan adakalanya
karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang
dijadikan pengganti. Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah
mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”, sebagaimana firman-Nya
dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat 165.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain
(Q.S. al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian,

14
baik fisik maupun psikisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat
potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka
sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut
tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan
cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam menegakkan
kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3).
Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak
manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan
merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepada-Nya (’abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri
sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam
masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1) menuntut
ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat
dan harus dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendidik/mengajar
(Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51); (2) menjaga dan memelihara diri dari segala
sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6)
termasuk di dalamnya adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan
makanan yang halal dan sebagainya; dan (3) menghiasi diri dengan akhlak yang
mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk
batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa
dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari keduanya itu yakni jasmani
(lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa
jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang tidak menghiasi diri dengan akhlak
yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa rohani atau disebut mayit (bangkai),
yang tidak saja membusukkan dirinya, bahkan juga membusukkan atau merusak
lingkungannya.
Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk
rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa

15
rahmah/cinta kasih (Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan
kewajibannya sebagai suami-isteri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan
persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan
keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap
amar ma^ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik
terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir
dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat
tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan
lain-lain.
Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1)
mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi
kemaslahatan hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni
budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan
sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka
bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) mengIslamkan kultur (mengIslamkan
budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang
rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta,
rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran
Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.

16
BAB III
KESIMPULAN

Manusia adalah makhluk yang paling mulia, manusia adalah makhluk yang
berpikir, dan manusia adalah makhluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh),
manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
Sedemikian sempurna manusia diciptakan oleh Sang Pencipta dan manusia tidak selalu
diam karena dalam setiap kehidupan manusia selalu ambil bagian. Kita sebagai manusia
harus menjadi individu yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
Pada hakikatnya manusia terdiri dari jasmani dan rohani, karena memang jasmani
manusia terdiri dari komponen yang dikandung di dalam tanah. Selain itu, Roh adalah
unsur non-materi yang ada dalam jasad yang dicitakan Tuhan sebagai penanda kehidupan.
Jiwa atau nafs yang tumbuh dan berkembang selama hidup di dunia.
Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi ini mempunyai tujuan, yaitu : (1)
Beribadah kepada Allah; (2) Mendapatkan Ujian Dunia untuk Masa Depan Akhirat; (3)
Melakukan Pembangunan di Muka Bumi dan Tidak berbuat Kerusakan; dan (4)
Menegakkan Keadilan di Muka Bumi.
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai dua tugas utama, yaitu: (1) sebagai
’abdullah, yakni hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan dan
kehendak-Nya serta mengabdi hanya kepada-Nya; dan (2) sebagai khalifah Allah di muka
bumi, yang meliputi pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam
keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap alam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. (2014). Hakikat Manusia Dalam Pendidikan: Sebuah Tinjauan Filosofis.


Yogyakarta: Suka Press.

Ninasari, S., Maulidia, a. A., Sari, A. M., & Adinda, R. R. (2019). Hakikat Manusia
menurut Islam. Malang.

Islamwiki. (2009, Januari). Unsur-unsur Dalam Diri Manusia Menurut Pandangan Islam.
Dipetik Oktober 28, 2022, dari islamwiki.blogspot.com:
https://islamwiki.blogspot.com/2009/01/manusia-dalam-pandangan-islam.html

Makplus, O. (2015, Desember 31). Pengertian Manusia Serta Definisi Manusia Menurut
Para Ahli. Dipetik Oktober 28, 2022, dari Definisi Pengertian: http://www.definisi-
pengertian.com/2015/12/pengertian-manusia-definisi-menurut-ahli.html

Redaksi Dalam Islam. (t.thn.). Konsep Manusia dalam Islam. Dipetik Oktober 28, 2022,
dari dalamislam.com: https://dalamislam.com/info-islami/konsep-manusia-dalam-
islam

Tugas Manusia Di Bumi. (2013, Januari 27). Dipetik Oktober 28, 2022, dari pasca.uin-
malang.ac.id: https://pasca.uin-malang.ac.id/tugas-manusia-di-bumi/

18

Anda mungkin juga menyukai