Disusun oleh:
Kelompok 5
1A – Kesejahteraan Sosial
1444 H / 2022 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Mata
Kuliah Akhlak Tasawuf ini dengan sebaik baiknya dan tepat waktu. Shalawat serta salam kita
curah limpahkan kepada baginda kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak
Tasawuf dalam Program Studi Kesejahteraan, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan
kontribusinya dalam penyusunan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Drs. S. Hamdani, M. Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf yang
telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami sebagai
mahasiswa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat
kekurangan didalamnya baik dalam penyusunan maupun tata bahasa penyampaian yang
digunakan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat
menjadi acuan dalam membuat makalah yang lebih baik di masa mendatang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan juga inspirasi bagi para
pembaca serta seluruh pihak lainnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Pengertian Kebebasan................................................................................................... 3
E. Kewajiban ...................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 11
B. Saran ............................................................................................................................. 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti selalu menginginkan kebebasan dalam hidupnya. Kebebasan
dalam berpikir, berekspresi maupun dalam melakukan kegiatannya, yaitu kegiatan yang
disadari, disengaja maupun yang dilakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut
tindakan. Mereka diberi kebebasan dalam melakukan sesuatu asalkan sesuai dengan syariat
yang telah ditetapkan, tidak juga melampaui batas wajar syariat. Manusia hidup didunia
pasti memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kehidupannya, baik itu tanggung
jawab terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, terhadap agama maupun budaya.
Adanya akibat ini maka seorang manusia mempunyai tanggung jawab atas apa yang
diperbuatnya. Kebebasan seseorang akan menyebabkan timbulnya tanggung
jawab.Tanggung jawab tersebut membuat manusia melakukan kebebasan berdasarkan hati
nurani.
Namun pada kenyataannya adalah banyak manusia yang tidak mengetahui dasar-
dasar kebebasan yang telah ditentukan, sehingga mereka melakukan kebebasan dengan
melanggar norma-norma yang ada dan tidak mempertanggung jawabkan terhadap apa yang
dibuat. Seharusnya, kita sebagai manusia yang mayoritas mencintai kebebasan setidaknya
menjadikan hati nurani sebagai dasar pertimbangan seseorang dalam berbuat. Jika
seseorang mampu berbuat kebaikan sesuai hati nuraninya maka dengan mudah ia dapat
mempertanggung jawabkan apa yang dibuatnya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
kami ingin membahas tentang bagaimana kebebasan yang dapat kita lakukan sehingga
tidak melanggar norma norma yang telah ditetapkan oleh hukum dan dapat menimbulkan
rasa tanggung jawab didalam diri kita.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebebasan dan tanggung jawab?
2. Apa hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab?
3. Apa yang dimaksud dengan hak dan kewajiban?
4. Apa hubungan antara hak dan kewajiban?
1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetehui arti kebebasan, tanggung jawab, hak, dan kewajiban
2. Mengetahui hubungan antara kebebasan dengan tanggung jawab
3. Mengetahui hubungan antara hak dan kewajiban
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebebasan
Istilah kebebasan bila diurai dari segi etimologi adalah kata sifat yang berasal
dari kata “bebas”, yang berarti merdeka dan tak terkendali. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata “bebas” memiliki pengertian tidak terhalang, tidak terganggu, sehingga
dapat bergerak, berbicara, berbuat, tiap-tiap orang dapat mengemukakan pendapatnya.
1
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm. 39-40.
2
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali Pers,
2018), hlm. 111.
3
Manusia dapat dikatakan bebas, apabila ia terikat oleh norma – norma. Apabila ia
tidak terikat oleh hal itu, maka ia tetap tidak bebas, karena secara demikian ia dikuasai oleh
kecenderungan-kecenderungan ini senantiasa tetap kuat pengaruhnya dan keterkaitan pada
hukum yang lebih tinggi senantiasa tidak sempurna, sehingga manusia tidak sepenuhnya
bebas.
Kebebasan juga mengandung kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak,
yaitu dengan menentukan sendiri apa yang mau dibuat berhadapan dengan macam-macam
unsur. Manusia bebas berarti manusia yang dapat menentukan sendiri tindakannya.
Paham akan adanya kebebasan pada manusia juga tertulis dalam Al-Qur,an, yakni
sebagai berikut:
ح ق ِم ْن َر ب ِ ك ُ ْم ۖ ف َ َم ْن ش َا ءَ ف َ ل ْ ي ُ ْؤ ِم ْن َو َم ْن ش َا ءَ ف َ ل ْ ي َ كْ ف ُ ْر
َ ْ َو ق ُ ِل ال
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir" (QS Al-Kahfi
[18]: 29)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung
jawaban)?” (Al Qiyamah [75]: 36).
3
Sukron Ma’mun, “Makna Tanggung Jawab dalam Islam”, https://binus.ac.id/character-
building/2020/05/makna-tanggung-jawab-dalam-islam/, diakses 13 September 2022.
4
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah tidak percuma saja.
Tindakan dan sikap lakunya akan diperhitungkan baik dan buruknya, besar atau
kecilnya.
D. Pengertian Hak
Etimologi “hak” berasal dari Bahasa Arab haqq yang merupakan bentuk tunggal
dari kata huquq. Istilah haqq diambil dari akar kata haqqa, yahiqqu, haqqaan yang
berarti benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib.4 Sementara itu secara terminologis haqq
adalah ketetapan yang bersesuaian dengan realitas. Secara umum, hak adalah
kesempatan yang diberikan kepada setiap individu untuk mendapatkan, melakukan,
serta memiliki sesuatu yang diinginkan oleh individu tersebut. Hak juga dapat diartikan
wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki,
meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.5
Sesuatu yang menjadi keharusan bagi manusia ialah hak, dan apa yang
diberatkan kepadanya disebut wajib, keduanya berhubungan antara satu dengan yang
4
Ali Saputra, “Hak Asasi Manusia di Indonesia”, http://repository.uinbanten.ac.id/3477/5/BAB%20II.pdf,
diakses 17 September 2022.
5
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (April, 2012) ”Akhlak Tasawuf” (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada) Hal 137
5
lainnya, maka tiap-tiap hak adalah wajib bahkan ada dua kewajiban; pertama, wajib bagi
manusia supaya menghormati hak orang lain dan tidak mengganggunya, dan kedua,
wajib bagi yang mempunyai hak agar mempergunakan haknya untuk kebaikan dirinya
dan kebaikan manusia lain.6
Didalam Al-Qur’an kita jumpai kata al-haqq yang merupakan terjemahan dari
kata hak yang berarti milik dan orang yang menguasainya disebut malik. Pengertian al-
haqq dalam Al-Qur’an sebagaimana dikemukakan al-Raghib al-Asfahani adalah al-
mutabaqah wa al-muwafaqah artinya kecocokan, kesesuaian, dan kesepakatan.7
Kata al-haqq dalam al-qur’an digunakan untuk empat pengertian. Pertama,
untuk meununjukan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung
hikmah. Kedua, digunakan untuk menunjukan pada sesuatu yang diadakan yang
mengandung hikmah. Ketiga, digunakan untuk menunjukan keyakinan (I’tiqad)
terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya. Keempat, digunakan untuk menunjukan
terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang
seharusnya dilakukan sesuai waktu, keadaan dan tempat.
Dilihat dari segi objek dan hubungannya dengan akhlak, hak secara garis besar
dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu:
1. Hak Hidup
Setiap manusia mempunyai hak hidup. Hak hidup itu adalah hak yang suci
yang tidak dapat diberikan untuk keperluan sesuatu yang lain. Hak hidup
merupakan hak asasi setiap manusia.
2. Hak Mendapat Perlakuan Hukum
Dunia sepakat bahwa semua orang berhak memperoleh perlindungan
hukum, serta harus dihindari dari segala bentuk diskriminasi. Perlakuan yang sama
di depan hukum diatur dalam UUD 1945 pasal 28D ayat 1 yang berbunyi “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Kesamaan kedudukan di
hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat
penegak hukum dan pemerintah baik itu dalam proses penangkapan, pemeriksaan,
maupun penyidikan.
3. Hak Memiliki
6
Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 173.
7
Al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradat Al-Fadz Al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), hlm. 124.
6
Pengakuan dan penghormatan Islam terhadap hak milik telah menempatkan
posisi hak milik sebagai salah satu hak dasar manusia yang wajib dilindungi.
Mempertahankan hak milik agar orang lain yang mengambil tanpa alasan yang
dibenarkan syari.at merupakan bagian dari kewajiban agama.
Pertama, hak milik perseorangan yaitu hak milik yang dimiliki secara penuh
oleh seseorang, seperti pakaian, rumah, kendaraan, dan sebagainya. Kedua, hak
milik umum, yaitu hak yang dimiliki negara dan diserahkan kepada badan, atau
institusi untuk mengaturnya. Misalnya sarana/alat transportasi umum, perusahaan
listrik, perusahaan air minum, dan sebagainya.
4. Hak Mengembangkan keturunan (Hak Kawin)
UUD 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, dan
perlindungan HAM dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Salah satu dari HAM tersebut ialah hak untuk melanjutkan
keturunan sebagaimana diatur dalam pasa 28B ayat 1, yaitu: “Setiap orang berhak
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”.8
Artinya, setiap orang mendapatkan hak dan perlakuan yang sama untuk
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Suatu tindakan diskriminatif
yang dapat membatasi pemenuhan hak tersebut tidak dapat dibenarkan.
5. Hak Mendapatkan Nama Baik
Pencemaran nama baik diatur dalam Al Qur’an maupun KUHP, dalam
hukum islam pencemaran nama baik atau memfitnah seseoran diharamkan dalam
agama islam. Islam benar-benar mengharamkan perbuatan menggunjing, mengadu
domba, memata-matai, mengumpat, mencaci, dan perbuatan lainnya yang
menyentuh kehormatan atau kemuliaan manusia. Setiap manusia memiliki harga
diri dan kehormatan terkait dengan nama baik yang mesti dilindungi.
6. Hak Kebebasan Berpikir dan Berpendapat
Islam memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal
pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat yang benar sesuai dengan
batas-batas yang ditentukan hokum dan norma-norma lainnya. Ajaran islam sangat
8
Sita Noor Elvina, “Perlindungan Hak Untuk Melanjutkan Keturunan dalam surrogate mother”,
https://core.ac.uk/download/pdf/294926157.pdf, diakses 18 September 2022.
7
menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai dengan mertabat
dan fitrahnya sebagai makhluk yang berpikir mempunyai hak untuk menyatakan
pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip.9
7. Hak Mendapatkan Kebenaran
Hidayah merupakan petunjuk dan anugerah dari Allah kepada makluk-
makhluk-Nya dimana dengan hidayah/petunjuk itu makhluk dapat hidup dan
beraktivitas di dunia ini. Allah menganugerahkan petunjuk-pentunjuk-Nya
bermacam-macam sesuai dengan peranan yang inginkan oleh makhluk. Orang
yang menolak kebenaran hanya mementingkan kenikmatan di dunia ini.10
E. Kewajiban
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kewajiban memiliki makna (sesuatu)
yang diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan. Kewajiban adalah suatu
tindakan yang harus dilakukan bagi setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai
makhluk individu, sosial dan Tuhan.11
Di dalam ajaran islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’,
yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan akan mendapat siksa.12 Hal ini dapat dikatakan bahwasanya kewajiban
dalam Islam berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah tidak dapat dipisahkan dari kewajiban
yaitu salah satunya adalah manusia memiliki kewajiban terhadap – Nya dengan
beribadah yang mana ditegaskan dalam firman Allah Swt dalam surat Az-Dzariyat:56.
س ا َِّْل ِليَ ْعبُد ُْو ِن ِ ْ َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو
َ اْل ْن
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Az-Zariyat [51]: 56)
9
Nur Asiah, “Hak Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Vol. 15, No.1,
Juni 2017, hlm. 61.
10
Sholihudin Al Ayubi, “Konsep Kebenaran dalam Perspektif Al Qur’an”, Jurnal Fikroh, Vol. 11, No.1, 2018,
hlm. 72.
11
Drs. H. A. Mustofa, “Akhlak Tasawuf” (Bandung: Pustaka Setia, 2022), hlm. 139
12
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A “Akhlak Tasawuf” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2018), hlm.143
8
terhadapnya, konsekuensinya sebenarnya terletak pada manusia sebagai makhluk
Tuhan, bagaimanapun alasannya, tetap apabila manusia ingin mencari keselamatan,
harus mau melaksanakan kewajiban tersebut.
a. Menurut Kekayaan, diantara mereka ada yang kaya, ada yang miskin dan ada pula
yang sedang.
13
Drs. H. A. Mustofa, “Akhlak TAsawuf”, (Bandung: Pustaka Setia, 2022), hlm.140
9
b. Menurut tingkat dan derajat, seperti raja, bangsawan, dan rakyat jelata.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebebasan terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak
dibatasi oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain. Kebebasan juga
mengandung kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan menentukan
sendiri apa yang mau dibuat berhadapan dengan macam-macam unsur. Manusia bebas
berarti manusia yang dapat menentukan sendiri tindakannya.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan
yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab bersifat kodrati, artinya
sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan
tanggung jawab.
Hak adalah kesempatan yang diberikan kepada setiap individu untuk
mendapatkan, melakukan, serta memiliki sesuatu yang diinginkan oleh individu
tersebut. Sedangkan kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara, yaitu suatu
perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan
mendapatkan dosa. Kewajiban disini berdasarkan kemanusiaan, karena hak yang
merupakan sebab timbulnya kewajiban.
B. Saran
Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami
memohon kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran mengenai makalah
yang kami buat, agar makalah kami selanjutnya dapat lebih baik lagi dan dapat menjadi
media pembelajaran dan bermanfaat bagi kita semua.
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ayubi, S. (2018). Kosep Kebenaran Dalam Persefektif Al-Qur'an. Jurnal Fikruh, Vol. 11,
No. 1, 72.
Amin, A. (1975). ETIKA (Ilmu Akhlak). Jakarta: Beirut Dar Al-Fikr, t.t.
Asiyah, N. (2017). Hak Asasi Manusia Persefektif Hukum Islam. Syariah Dan Hukum
Diktum, 61.
Asiyah, N. (Juni, 2012). Hak Asasi Manusia Persefektif Hukum Islam. Syariah Dan Hukum
Diktum, Vol.15, No.1, 61.
Elvina, S. N. (2022, September 18). Perlindungan Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam
Surrogate Mother. https://core.ac.uk/download/pdf/294926157.pdf.
Ma'mum, S. (2022, September 13). Makna Tanggung Jawab Dalam Isalam.
Mustofa, D. H. (2022). Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Prof . Dr. H. Abuddin Nata, M. (April 2012). Akhlak Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M. (2018). Akhlak Tasawuf Dan Akhlak Mulia (Edisi Revisi).
Jakarta: Rajawali Pers.
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M. (April 2012). Akhlak Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Saputra, A. (2022, September 17). Hak Asasi Manusia Indonesia.
http://repository.uinbanten.ac.id/3477/5/BAB%20II.pdf.
Zubair, A. C. (1990). Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers.
12