Disusun Oleh :
IMELDIANTI KRISMA (18661030)
JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI D4 KEUANGAN PERBANKAN
Kampus Gn. Lipan Jl. DR. Ciptomangunkusumo, Sungai Keledang, Samarinda Seberang.
Telp. (0541) 260588, Kode Pos (75131)
KATA PENGANTAR
Terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada Ibu Dara Dewi selaku
dosen mata kuliah Agama Islam, serta semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………. .
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………….. 3
BAB III.PEMBAHASAN…………………………………………… 7
4.1 Kesimpulan……………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 21
BAB I
2
PENDAHULUAN
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian
pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
3
pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama
Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib.
Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan
bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah
Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
BAB II
4
DASAR TEORI
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara
yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminology atau istilah
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi
oleh Allah. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan. Sebab itulah faham seperti ini dinisbatkan dengan istilah
Qadariyah.
5
dan mempunyai kekuasaan (qudrah) untuk melaksanakan kehendak dan segala
perbuatannya. Dalam teologi modern faham Qadariyah ini dikenal dengan nama
free will, freedom of willingness atau fredom of action, yaitu kebebasan untuk
berkehendak atau kebebasan untuk berbuat. Sebenarnya faham Qadariyah ini lebih
pas dialamatkan kepada kelompok yang menyatakan bahwa qadar Allah telah
menentukan segala tingkah laku manusia baik perilaku yang baik maupun yang
jahat sekalipun.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, ketika faham Qadariyah dibawa kedalam
kalangan mereka oleh orang-orang Islam yang bukan berasal dari Arab padang
pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam pemikiran mereka. Paham
Qadariyah itu mereka anggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Adanya sikap menentang faham Qadariyah ini dapat dilihat dalam ungkapan lain
bahwa:“kaum Qadariyah adalah kaum majusinya umat Islam”, dalam pengertian
sebagai golongan yang tersesat.
Jadi istilah Qadariyah dinisbatkan kepada faham ini, bukan berarti faham ini
mengajarkan percaya pada taqdir, justru sebaliknya faham Qadariyah adalah faham
pengingkaran taqdir. Penyebab lebih dikenalkanya penisbatan dan sebutan
Qadariyah para pengingkar takdir ialah:
BAB III
PEMBAHASAN
6
3.1 Sejarah munculnya kaum Qadariah
Paham qadariah itu sendiri muncul akibat pengaruh dari orang luar (orang
nasrani yang masuk islam kemudian berbalik ke nasrani lagi). Muhammad ibn
syu’aid yang memperoleh informasi dari Al-Auza’i mengatakan bahwa mula orang
yang membawa atau memperkenalkan paham qadariah dalam kalangan islam itu
sendiri adalan “SUSAN” seperti yang dijelaskan diatas, dia adalah orang nasrani
yang masuk islam dengan tujuan mempengaruhi dan kemudian kembali lagi
keagamanya lagi (Murtad). Dan dari orang inilah petama kalinya Ma'bad ibn Khalif
al-Juhani al-Basri dan Ghailan al-Dimasyqi memperoleh paham tersebut. Dan
lahirnya qadariah itu sendiri dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang
dikalangan pemeluk agama masehi (Nestoria).
Yaitu kejadian itu baru, tidak didahuluhi oleh takdir dan tidak diketahui Allah
sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian itu. Mereka
berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-
Nya tidak berkaitan dengannya. Dalam hal ini Max Hortan berpendapat, bahwa
teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan kebebasan manusia dan
7
pertanggungan jawabnya yang penuh dalam segala tindakannya. Karena dalil-dalil
mengenai pendapat ini memuaskan golongan bebas Islam (Qadariyah), maka
mereka merasa perlu mengambilnya.
Menurut al-Zahabi dalam kitab Mizan al-l'tidal yang dikutip oleh Ahmad Amin,
bahwa Ma'bad al-Juhani adalah seorang tabi'in yang dapat dipercaya (baik), tetapi
dia telah memberi contoh dengan hal yang tidak terpuji, yaitu mengatakan tentang
tidak adanya qadar bagi Tuhan. Dialah penyebar paham Qadariyah di Irak.
Ada dua motif timbulnya paham Qadariyah ini, menurut hemat penulis
disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, faktor extern yaitu agama Nasrani, dimana jauh
sebelumnya mereka telah memperbincangkan tentang qadar Tuhan dalam kalangan
mereka. Kedua, faktor intern, yaitu merupakan reaksi terhadap paham Jabariyah dan
merupakan upaya protes terhadap tindakan-tindakan penguasa Bani Umayah yang
bertindak atas nama Tuhan dan berdalih kepada takdir Tuhan.
Perbedaan mereka dengan salaf adalah terletak pada konsepesi mereka yang
menyatakan bahwa pebuatan-perbuatan hamba-hamba telah ditakdirkan untuk
8
mereka dan dari hasil usaha mereka sendiri tidak ada kaitannya dengan kekuasaan
Allah. Kebatilan madzhab yang terahir ini lebih ringan daripada madzhab pertama.
Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud perkatakaan-perkataan salaf yang mengafirkan
Qadariy, “Para ulama salaf mengkafirkan golongan Qadariyah yang menolak al-
Kitab dan ilmu Allah dan mereka tidak menvonis kafir seorang (Qadariy) yang
menetapkan ilmu Allah dan seorang Qadariy yang mengingkari perbuatan-
perbuatan hamba itu ciptaan Allah.
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan para imam yang lainnya menvonis kafir
seorang Qadariy yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu. Golongan
Qadariyah telah hilang, akan tetapi Mu’tazilah membangun konsepsinya di atas
konsepsi Qadariyah dan menyebarluaskannya. Dengan demikian kita dapat
memprediksikan bahwa Mu’tazilah mewarisi ilmu dari Qadariyah. Oleh karena itu
Mutazilah disebut juga Qadariyah. Berikut beberapa dalil yang mereka pakai :
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan)
ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 165).
“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya
untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. An-Nisa [4]:111).
9
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi [18]).
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah
pertama kali dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan
Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan
ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin,
memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah
adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan
balik lagi keagama kristen. Dari orang inila Ma’bad dan Ghailan mengambil faham
ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’i
10
dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku
manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan
untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan
yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula
11
menyatakan bahwa allah memiliki sifat qadim, mennurut Qodoriah sama dengan
mengatakan bahwa allah itu lebih dari satu dan tidak bersekutu dengan segala
hal.
4. Tentang akal manusia
Menurut Qodoriah bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, walaupun allah tidak menurunkan agama. Sebab, kata mereka
sesuatu ada memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk misalnya “benar”
itu memiliki sifat yang menyebabkan baik, dan sebaliknya, “bohong” itu jjuga
memiliki sifat sendiri yang menyebabkan buruk.
12
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang
umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap
dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi
alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah al-
Quran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat
diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip
seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak
mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang dua ratus
kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan
kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat al-
Quran yang berbicara dan mendukung paham itu, seperti berikut:
1. Fush-Shilat : 40
13
2. Ali Imran :165
ص ْبتُ ْم ِم ْثلَ ْيهَا قُ ْلتُ ْم أَنَّى هَ َذا قُلْ هُ َو ِم ْن ِع ْن ِد أَ ْنفُ ِس ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر
َ َصيبَةٌ قَ ْد أ َ َأَ َولَ َّما أ
ِ صابَ ْت ُك ْم ُم
Artinya: “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-
musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya
(kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165).
3. Ar-Ra’d :11
إِ َّن هَّللا َ ال يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَّى يُ َغيِّرُوا َما بِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم
Perpecahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan aliran Qadariyah, karena
aliran tersebut dapat dikatakan dari perpecahan itu sendiri, berikut ini adalah tokoh-
tokoh yang termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran Qadariyah :
14
Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 H. Ia
menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesaat itu
terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang
yang mengikutinya juga banyak. Namun bid’ahnya ini mendapat penentangan
yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang
masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal, yang dikutip Ahmad Amin
dalam Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah tabi’in yang dapat dipercaya,
tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia
dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asy’as. Tampaknya
disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa
terbunuhnya karena soal zindik. Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan
Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti alirannya .
3. Ghailan Ad-Dimasyqi
15
Termasuk diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya
sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali
meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan bagi ahli bid’ah, yaitu
mereka tidak akan bertaubat dari bid’ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan,
mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid’ahnya. Ghailan ini
akhirnya dihukum mati setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun
105 H. Dia mati dihukum oleh Hisyam Abdul al-Malik (724-743). Sebelum dijatuhi
hukuman mati diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang dihadiri oleh
Hisyam sendiri.
16
5. Al-jahm bin Shafwan
Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga
kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang
mengoleksi bid’ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid’ah
baru. Akibat ulahnya muncullah bid’ah Jahmiyah serta kesesatan dan
penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini
banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja’d, bahkan ia menambah
lagi dengan bid’ah ta’thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid’ah ta’wil, bid’ah
irja’, bid’ah Jabariyah, bid’ah Kalam, dan sebagainya. Al-Jahm akhirnya
dihukum mati pada tahun 128 H
Orang ini muncul bersamaan di masa Al-Jahm bin Shafwan. Mereka berdua
meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu’tazilah Qadariyah.
17
menurut faham Qadariyah, Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang
amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar
tidak mempengaruhi keimanannya.
Mereka mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada
penyerupaan (tasybih).
Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah
(fana’), selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ahli neraka menerima azab
siksa.
18
perpecahan dan selalu menciptakan pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-
penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan. Namun berapa banyak pun
jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal ini
berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.
1. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan
qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan,
mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak
mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
2. Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam
penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama
menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya
dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah,
kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian
pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
20
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak
yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke
agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu
Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
Sebagai kesimpulan dalam makalah ini kedua aliran baik Qadariyah ataupun
jabariyah memperlihatkan paham yang saling bertentangan. Meskipun mereka
sama-sama berpegang teguh pada Al-Quran’. Hal ini menunjukkan betapa
terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
https://shafavolefel.wordpress.com/2015/12/16/contoh-makalah-qadariyah/
http://new4share.blogspot.com/2012/01/makalah-qodariah.html
21
22