Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ALIRAN QADARIAH

Disusun Oleh :
IMELDIANTI KRISMA (18661030)

NANDA ROSITA .A (18661035)

FRISQIKHA ADELINA. S (18661034)

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI D4 KEUANGAN PERBANKAN

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2018

Kampus Gn. Lipan Jl. DR. Ciptomangunkusumo, Sungai Keledang, Samarinda Seberang.
Telp. (0541) 260588, Kode Pos (75131)
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah.SWT yang telah memberikan


rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, dengan judul “Makalah
Aliran Qadariah”. Makalah ini berisikan penjelasan mengenai paham aliran
Qadariah secara jelas.

Terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada Ibu Dara Dewi selaku
dosen mata kuliah Agama Islam, serta semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.

Akhir kata kami sampaikan. Semoga Allah.SWT senantiasa meridhai segala


usaha kita. Dan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin

Samarinda, 09 November 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI 
Halaman

HALAMAN JUDUL…………………………………………………. .

HALAMAN KATA PENGANTAR………………………………… 1

HALAMAN DAFTAR ISI…………………………………………... 2

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………….. 3

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………… 3

1.2 Perumusan Masalah……………………………………... 4

1.3 Tujuan Pembahasan………………………………….….. 4

BAB II. DASAR TEORI…..………………………………………... 5

2.1 Pengertian & Penisbatan paham Qadariah……………… 5

BAB III.PEMBAHASAN…………………………………………… 7

3.1 Sejarah munculnya kaum Qadariah…………………….. 7

3.2 Doktrin – Doktrin Qadariah.............................................. 11

3.3 Tokoh-Tokoh Qadariah…………………………………. 15

3.4 Asas-Asas Paham Qadariah……………………………... 18

3.5 Sekte Paham Qadariah…………………………………... 19

BAB IV. PENUTUP.............................................................................. 21

4.1 Kesimpulan……………………………………………… 21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 21

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang


dipahami pada umumnya. Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu
aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat
dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat al-Quran. Ada ayat-ayat
yang menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri
dan ada pula ayat yang menunjukkan bahwa segala yang terjadi itu ditentukan oleh
Allah, bukan kewenangan manusia . Dari perbedaan pendapat inilah lahir aliran
Qadaryiah dan Jabariyah serta aliran-aliran lainya.

Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan


kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain
manusia mempunyai qudrah (kekuatan untuk melaksanakan kehendak atau
perbuatannya). Dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk
pada qadar Tuhan.

Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan


dan kehendak dalam menentukan perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan
kebebasan yang dimiliki manusia, kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki
pengaruh apapun, karena yang menentukannya adalah kehendak Allah semata .

Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian
pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan


oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang

3
pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama
Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib.
Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan
bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah
Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari paham Qadariyah


2. Ajaran-ajaran apa saja dalam paham Qadariyah
3. Bagaimana sejarah kemunculan paham Qadariyah dan ruang lingkupnya

1.3  TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari paham Qadariyah


2. Untuk mengetahui ajaran-ajaran dalam paham Qadariyah
3. Untuk mengetahui sejarah kemunculan paham Qadariyah dan ruang lingkupnya.

BAB II

4
DASAR TEORI

2.1 Pengertian dan penisbatan paham Qadariah

Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara
yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminology atau istilah
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi
oleh Allah. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan. Sebab itulah faham seperti ini dinisbatkan dengan istilah
Qadariyah.

Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang


yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia
memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan
perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan,
yakni baik dan buruk.

Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan


kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut faham Qadariyah,
manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-
perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

Sedangkan nama Qadariyah diberikan kepada golongan ini oleh lawan


teologinya lantaran sikap dan pendapatnya yang memandang : manusia itu bebas

5
dan mempunyai kekuasaan (qudrah) untuk melaksanakan kehendak dan segala
perbuatannya. Dalam teologi modern faham Qadariyah ini dikenal dengan nama
free will, freedom of willingness atau fredom of action, yaitu kebebasan untuk
berkehendak atau kebebasan untuk berbuat. Sebenarnya faham Qadariyah ini lebih
pas dialamatkan kepada kelompok yang menyatakan bahwa qadar Allah telah
menentukan segala tingkah laku manusia baik perilaku yang baik maupun yang
jahat sekalipun.

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, ketika faham Qadariyah dibawa kedalam
kalangan mereka oleh orang-orang Islam yang bukan berasal dari Arab padang
pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam pemikiran mereka. Paham
Qadariyah itu mereka anggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Adanya sikap menentang faham Qadariyah ini dapat dilihat dalam ungkapan lain
bahwa:“kaum Qadariyah adalah kaum majusinya umat Islam”, dalam pengertian
sebagai golongan yang tersesat.

Jadi istilah Qadariyah dinisbatkan kepada faham ini, bukan berarti faham ini
mengajarkan percaya pada taqdir, justru sebaliknya faham Qadariyah adalah faham
pengingkaran taqdir. Penyebab lebih dikenalkanya penisbatan dan sebutan
Qadariyah para pengingkar takdir ialah:

1. Tersebar luasnya madzhab asy’ariyah sehingga menjadikan kaum qadariyah dan


mu’tazilah sebagai minoritas dihadapan kaum asy’ariyah yang mayoritas.
2. Tuduhan adanya kesamaan antara kaum Qadariyah dengan penganut agama
majusi, sebab yang diketahui bahwa kaum majusi membatasi takdir ilahi hanya
pada apa yang mereka namakan kebaikan saja, sedangkan kejahatan berada
diluar takdir ilahi

BAB III

PEMBAHASAN

6
3.1 Sejarah munculnya kaum Qadariah
Paham qadariah itu sendiri muncul akibat pengaruh dari orang luar (orang
nasrani yang masuk islam kemudian berbalik ke nasrani lagi). Muhammad ibn
syu’aid yang memperoleh informasi dari Al-Auza’i mengatakan bahwa mula orang
yang membawa atau memperkenalkan paham qadariah dalam kalangan islam itu
sendiri adalan “SUSAN” seperti yang dijelaskan diatas, dia adalah orang nasrani
yang masuk islam dengan tujuan mempengaruhi dan kemudian kembali lagi
keagamanya lagi (Murtad). Dan dari orang inilah petama kalinya Ma'bad ibn Khalif
al-Juhani al-Basri dan Ghailan al-Dimasyqi memperoleh paham tersebut. Dan
lahirnya qadariah itu sendiri dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang
dikalangan pemeluk agama masehi (Nestoria).

Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt adalah penganut


Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan
keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang
menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka
sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-
Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul
Al- Uyun bahwa faham Qadariyah berasal dari orang irak kristen yang masuk islam
kemudian kembali lagi kekristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat
dengan faham ini agar orang-orang yang lain tidak tertarik dengan pikiran
Qadariyah. Lagipula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher.

Golongan Qadariyah ini mengingkari Allah mengetahui perbuatan-perbuatan


sebelum terjadinya dan meyakini Ia belum menentukannya. Mereka mengatakan,
Tidak ada takdir, bahwa semua kejadian itu baru.

Yaitu kejadian itu baru, tidak didahuluhi oleh takdir dan tidak diketahui Allah
sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian itu. Mereka
berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-
Nya tidak berkaitan dengannya. Dalam hal ini Max Hortan berpendapat, bahwa
teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan kebebasan manusia dan

7
pertanggungan jawabnya yang penuh dalam segala tindakannya. Karena dalil-dalil
mengenai pendapat ini memuaskan golongan bebas Islam (Qadariyah), maka
mereka merasa perlu mengambilnya.

Menurut al-Zahabi dalam kitab Mizan al-l'tidal yang dikutip oleh Ahmad Amin,
bahwa Ma'bad al-Juhani adalah seorang tabi'in yang dapat dipercaya (baik), tetapi
dia telah memberi contoh dengan hal yang tidak terpuji, yaitu mengatakan tentang
tidak adanya qadar bagi Tuhan. Dialah penyebar paham Qadariyah di Irak.

Adapun Ghailan al-Dimasyqi (Abu Marwan Gailan ibn Muslim) adalah


penyebar paham Qadariyah di Damaskus. Dia seorang orator, maka tidak heranlah
jika banyak orang yang tertarik untuk mengikuti pahamnya.

Ada dua motif timbulnya paham Qadariyah ini, menurut hemat penulis
disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, faktor extern yaitu agama Nasrani, dimana jauh
sebelumnya mereka telah memperbincangkan tentang qadar Tuhan dalam kalangan
mereka. Kedua, faktor intern, yaitu merupakan reaksi terhadap paham Jabariyah dan
merupakan upaya protes terhadap tindakan-tindakan penguasa Bani Umayah yang
bertindak atas nama Tuhan dan berdalih kepada takdir Tuhan.

Apakah dengan kematian tokoh-tokohnya dan besarnya gelombang tantangan


terhadapnya, kemudian paham Qadariyah ini mati atau terhenti? Memang benar
secara organisasi/aliran mereka tidak berwujud lagi, tetapi existensi ajarannya masih
tetap berkembang, yaitu dianut oleh kaum Mu'tazilah.

Bidah Qadariyah mempunyai dua konsepsi pokok yaitu :


Pertama : Mengingkari ilmu Allah
Kedua : Hamba - hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatan mereka
dengan sendirinya (tanpa ada kaitannya dengan takdir Allah)

Perbedaan mereka dengan salaf adalah terletak pada konsepesi mereka yang
menyatakan bahwa pebuatan-perbuatan hamba-hamba telah ditakdirkan untuk

8
mereka dan dari hasil usaha mereka sendiri tidak ada kaitannya dengan kekuasaan
Allah. Kebatilan madzhab yang terahir ini lebih ringan daripada madzhab pertama.
Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud perkatakaan-perkataan salaf yang mengafirkan
Qadariy, “Para ulama salaf mengkafirkan golongan Qadariyah yang menolak al-
Kitab dan ilmu Allah dan mereka tidak menvonis kafir seorang (Qadariy) yang
menetapkan ilmu Allah dan seorang Qadariy yang mengingkari perbuatan-
perbuatan hamba itu ciptaan Allah.
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan para imam yang lainnya menvonis kafir
seorang Qadariy yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu. Golongan
Qadariyah telah hilang, akan tetapi Mu’tazilah membangun konsepsinya di atas
konsepsi Qadariyah dan menyebarluaskannya. Dengan demikian kita dapat
memprediksikan bahwa Mu’tazilah mewarisi ilmu dari Qadariyah. Oleh karena itu
Mutazilah disebut juga Qadariyah. Berikut beberapa dalil yang mereka pakai :
 “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan)
ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 165).
 “Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya
untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. An-Nisa [4]:111).

 “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di


muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(QS. Ar-Ra’du [13]:11).

9
 “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi [18]).

Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah
pertama kali dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan
Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan
ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.

Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin,
memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah
adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan
balik lagi keagama kristen. Dari orang inila Ma’bad dan Ghailan mengambil faham
ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’i

Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui tulisan


Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului majalah Der
Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat
dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan Al-Basri
termasuk orang Qadariyah atau bukan.

3.2 Doktrin – Doktrin Qadariah


Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan
dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara
kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin
qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga
menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah

10
dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah


bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula
melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah
seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa
manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.

Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku
manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan
untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan
yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula

Pokok-pokok ajaran Qodariah, menurut Prof.Dr.Ahmad dalam bukunya “Fajrul


Islam” di kelompokkan terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. Tentang perbuatan manusia
Menurut Qodariah, bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan
bertindak. Oleh karena itu manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas
perbuatan sendiri. Manusia itu bebas berbuat atau tidak berbuat.Itulah sebabnya
manusia berhak menerima pujian dan pahala atas perbuatannya yang baik, dan
menerima celaan atau hukuman atas perbuatannya yang salah.

2. Tentang dosa besar


Perbuatan dosa besar yang dilakukan oleh seorang mukmin kemudian mati
sebelum taubat maka orang tersebut kafir.
3. Tentang keesaan tuhan
Menurut faham Qodoriah bahwa allah itu esa dalam arti lain allah itu tidak
mempunyai sifat wajib dan jaiz. Menurut mereka allah itu mengetahui, berkuasa,
hidup, mendengar dan melihat dengan dzat nya sendiri. Pendapat yang

11
menyatakan bahwa allah memiliki sifat qadim, mennurut Qodoriah sama dengan
mengatakan bahwa allah itu lebih dari satu dan tidak bersekutu dengan segala
hal.
4. Tentang akal manusia
Menurut Qodoriah bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, walaupun allah tidak menurunkan agama. Sebab, kata mereka
sesuatu ada memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk misalnya “benar”
itu memiliki sifat yang menyebabkan baik, dan sebaliknya, “bohong” itu jjuga
memiliki sifat sendiri yang menyebabkan buruk.

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa


manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya,
dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.

Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan


dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara
kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin
qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga
menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah
dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas


kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh
karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan
juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran
kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran
siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya

12
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.

Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang
umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap
dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi
alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah al-
Quran adalah sunnatullah.

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat
diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip
seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak
mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang dua ratus
kilogram.

Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan
kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat al-
Quran yang berbicara dan mendukung paham itu, seperti berikut:

1. Fush-Shilat : 40

ِ َ‫ا ْع َملُوا َما ِش ْئتُ ْم إِنَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬


‫صير‬

Artinya: “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa


yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).

13
2. Ali Imran :165

‫ص ْبتُ ْم ِم ْثلَ ْيهَا قُ ْلتُ ْم أَنَّى هَ َذا قُلْ هُ َو ِم ْن ِع ْن ِد أَ ْنفُ ِس ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬
َ َ‫صيبَةٌ قَ ْد أ‬ َ َ‫أَ َولَ َّما أ‬
ِ ‫صابَ ْت ُك ْم ُم‬

Artinya: “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-
musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya
(kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165).

3. Ar-Ra’d :11

‫إِ َّن هَّللا َ ال يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَّى يُ َغيِّرُوا َما بِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga


mereka merobah keadaan [Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama
mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri
mereka sendiri”. (QS.Ar-Ra’d :11).

3.3 Tokoh – Tokoh Qadariah

Perpecahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan aliran Qadariyah, karena
aliran tersebut dapat dikatakan dari perpecahan itu sendiri, berikut ini adalah tokoh-
tokoh yang termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran Qadariyah :

1. Ibnu Sauda’ Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi

Dia adalah seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam 34 H. Ibnu


Sauda’ ini memadukan antara faham Khawarij dan Syi’ah.

2. Ma’bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80 H)

14
Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 H. Ia
menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesaat itu
terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang
yang mengikutinya juga banyak. Namun bid’ahnya ini mendapat penentangan
yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang
masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal, yang dikutip Ahmad Amin
dalam Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah tabi’in yang dapat dipercaya,
tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia
dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asy’as. Tampaknya
disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa
terbunuhnya karena soal zindik. Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan
Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti alirannya .

3. Ghailan Ad-Dimasyqi

Sepeninggal Ma’bad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga


dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar
menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya
pernah menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia
pernah taubat terhadap pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu
Abdul Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya.

Dialah yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir


sekitar tahun 98 H. Dan juga dalam masalah ta’wil, ta’thil (mengingkari sebagian
sifat-sifat Allah) dan masalah irja. Para salaf pun menentang pemikirannya itu.

15
Termasuk diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya
sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali
meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan bagi ahli bid’ah, yaitu
mereka tidak akan bertaubat dari bid’ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan,
mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid’ahnya. Ghailan ini
akhirnya dihukum mati setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun
105 H. Dia mati dihukum oleh Hisyam Abdul al-Malik (724-743). Sebelum dijatuhi
hukuman mati diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang dihadiri oleh
Hisyam sendiri.

4. Al-Ja’d bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)

Dia mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendahulunya dan meracik antara


bid’ah Qadariyah dengan bid’ah Mu’aththilah dan ahli ta’wil. Kemudian ia
menyebarkan pemikiran rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin.
Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya
untuk segera bertaubat.

Namun ia menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-


Ja’d ini dan menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka
semakin banyak kaum muslimin yang terkena racun pemikirannya.

para ulama memutuskan hukuman mati atasnya demi tercegahnya fitnah


(kesesatan). Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-Qasri. Kisah terbunuhnya
Al-Ja’d ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai menunaikan shalat ‘Idul Adha :
“Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian,
sementara aku akan menyembelih Al-Ja’d bin Dirham, karena telah mendakwahkan
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalilNya dan
Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara dan seterusnya”. Kemudian beliau turun
dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 124 H.

16
5. Al-jahm bin Shafwan

Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga
kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang
mengoleksi bid’ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid’ah
baru. Akibat ulahnya muncullah bid’ah Jahmiyah serta kesesatan dan
penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini
banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja’d, bahkan ia menambah
lagi dengan bid’ah ta’thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid’ah ta’wil, bid’ah
irja’, bid’ah Jabariyah, bid’ah Kalam, dan sebagainya. Al-Jahm akhirnya
dihukum mati pada tahun 128 H

6. Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubeid

Orang ini muncul bersamaan di masa Al-Jahm bin Shafwan. Mereka berdua
meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu’tazilah Qadariyah.

3.4 Asas – Asas paham Qadariah

 Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmuNya.


 Melampaui atau berlebihan didalam menetapkan kemampuan manusia dengan
menganggap mereka bebas berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia,
Allah tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari
takdir (qadar). Mereka menganggap bahawa Allah tidak mempunyai
pengetahuan mengenai sesuatu kecuali selepas ia terjadi.
 Mereka berpendapat bahawa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada
pada makhluknya. Karena ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih).
Oleh itu mereka menafikan sifat-sifat Ma’ani dari Allah Taala.
 Mereka berpendapat bahawa al-Quran itu adalah makhluk, Ini disebabkan
pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.
 Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah. Jadi

17
menurut faham Qadariyah, Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang
amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar
tidak mempengaruhi keimanannya.
 Mereka mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada
penyerupaan (tasybih).
 Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah
(fana’), selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ahli neraka menerima azab
siksa.

3.5 Sekte – Sekte Paham Qadariah


Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya, faham Qadariyah pun terpecah
menjadi beberapa kelompok. Banyak pendapat tentang perpecahan Qadariyah ini,
diantaranya dikatakan bahwa faham Qadariyah terpecah menjadi dua puluh
kelompok besar, yang setiap kelompok dari mereka mengkafirkan kelompok yang
lainnya. Dua puluh aliran dari Qadariyah itu adalah Washiliyah, ‘Amruwiyah,
Hudzaliyah, Nazhamiyah, Murdariyah, Ma‘mariyah, Tsamamiyah, Jahizhiyah,
Khabithiyah, Himariyah, Khiyathiyah, Syahamiyah, Ashhab Shalih Qubbah,
Marisiyah, Ka‘biyah, Jubbaiyah, Bahsyamiyah, Murjiah Qadariyah. Dari
Bahsyamiyah lahir pula aliran besar, yakni Khabithiyah dan Himariyah.

Dan sesungguhnya Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak,


tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat
madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang
sebelumnya. Inilah keadaan ahlul bid’ah yang mana mereka selalu dalam

18
perpecahan dan selalu menciptakan pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-
penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan. Namun berapa banyak pun
jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal ini
berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.

1. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan
qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan,
mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak
mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
2. Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam
penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama
menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya
dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah,
kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.

3. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber


terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan
dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah
putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun
demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh
paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu:

1. Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir


2. Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Intinya paham Qadariyah menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan


berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia
mampu melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan yang
baik maupun perbuatan yang buruk tanpa campur tangan dari Allah S.W.T. Kaum
Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan
dalam menentukan perjalanan hidupnya. . Dalam teologi modern faham Qadariyah
ini dikenal dengan nama  free will, freedom of willingness atau fredom of action,
yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk berbuat.

Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian
pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

20
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak
yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke
agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu
Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.

Sebagai kesimpulan dalam makalah ini kedua aliran baik Qadariyah ataupun
jabariyah memperlihatkan paham yang saling bertentangan. Meskipun mereka
sama-sama berpegang teguh pada Al-Quran’. Hal ini menunjukkan betapa
terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam islam.

DAFTAR PUSTAKA

https://shafavolefel.wordpress.com/2015/12/16/contoh-makalah-qadariyah/

http://new4share.blogspot.com/2012/01/makalah-qodariah.html

21
22

Anda mungkin juga menyukai