Anda di halaman 1dari 5

Aliran yang Berkembang Di Bidang Akidah, Tarekat dalam Akhlak Islam

dan Radikalisme

Oleh Farhani Dea Asy-Syifa, 1806140035

Fakultas Ilmu Keperawatan

MPKT-Agama Islam

Berasal dari kata ‘aqada-ya’qidu, akidah menurut bahasa berarti mengikat sesuatu
dengan kuat. Secara istilah akidah merupakan keyakinan yang sangat kuat yang dipercayai
dalam hati dan tidak disertai dengan keraguan, lafadz jama’nya aqaid (al-Munawwir, 1984).
Secara lengkap, akidah merupakan suatu kepercayaan yang menyatakan bahwa Allah SWT
adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak beranak dan diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun
yang menyerupai-Nya. Keyakinan terhadap keesaan Allah SWT disebut Tauhid. Sedangkan
ilmu yag membahas masalah ini disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam.

Akidah didasari dari teks-teks Al-Qur’an atau Sunnah. Karena akidah ini didasari dari
Al-Qur’an dan Sunnah, maka tidak ada perbedaan diantara para ulama. Seperti dalam surat
Al-Ikhlas : “Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan diperanakkan, dan tidak
seorang pun yang setara dengan Dia”. Merupakan kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa
Allah itu Maha Esa. Tidak ada perbedaan diantara ulama maupun umat Islam.

Namun dalam rangka pengembangan pemahaman teks Al-Qur’an, para ahli akidah
menyampaikan pandangan-pandangannya. Pendalaman akidah berkembang menjadi disiplin
ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Kalam. Ilmu ini merupakan hasil ijtihad para ahli untuk
mempertahankan akidah dan keimanan dengan menggunakan akal dan pikiran. Karena Ilmu
Kalam adalah hasil pemahaman para ahli, maka memiliki kecenderungan yang berbeda-beda,
sehingga menimbulkan beberapa aliran tersendiri.

Aliran-aliran yang ada didalam Ilmu Kalam dibagi menjadi 7, yaitu (1) Aliran Khawarij,
(2) Aliran Syiah, (3) Aliran Murji’ah, (4) Aliran Jabariyah, (5) Aliran Qadariyah, (6) Aliran
Muktazilah, (7) Aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah. Pada lembar tugas mandiri ini akan
membahas Aliran Khawarij, Syiah, Murji’ah, dan Jabariyah.

Aliran Khawarij, awal mulanya berasal dari pasukan Ali bin Abi Thalib. Ketika Ali
melakukan arbitrase dengan pihak Mu’awiyah, mereka menganggap bahwa Ali ingin
berdamai dengan pemberontak. Setelah peristiwa arbitrase tersebut, beberapa dari pasuka Ali
keluar dan membentuk kelompok kekuatan yang menentang pasukan Ali dan pasukan
Mu’awiyah. Aliran Khawarij dipelopori oleh Abdullah bin Abi Wahab al-Rasyidi. Kemudian
aliran ini menganggap kafir semua tokoh yang terlibat pada arbitrase tersebut, diantaranya
Ali, Mu’awiyah, Abu Musa al-Asy’ari, dan Amru bin Ash, hingga Usman bin Affan karena
mereka menganggap selama masa pemerintahan Usman, ia telah melenceng dari ajaran agama
Islam.

Aliran ini berkembang semakin jauh dan ekstrim. Mereka mengkafirkan, memerangi
dan membinasakan semua orang Islam yang pernah berbuat dosa besar. Kelompok Khawarij
kemudian terpecah lagi menjadi beberapa aliran, yang satu sama lain saling bermusuhan.
Yang pertama adalah (a) al-Muhakkimah, aliran Khawarij yang asli. Kelompok ini
mengembangkan paham yang semakin sempit dan keras. Mereka hanya memahami teks Al-
Qur’an dan Sunnah secara dzahiriyah saja.

Karena didalam Aliran Khawarij hanya memiliki paham secara tekstual dan sempit,
maka perselisihan didalam tubuh Aliran Khawarij sendiri tidak dapat dihindari. Mereka justru
saling mengkafirkan dari kalangan mereka sendiri. Sehingga timbullah kelompok yang lain,
(b) al-Azaariqah yang dipimpin oleh Nafi’ ibnu al-Arzaq, (c) al-Najdad yang dipimpin oleh
Najdah ibnu Amir al-Hanafi, (d) al-Ajaaridah yang dipimpin oleh Abdul Karim ibnu Ajrad,
dan masih banyak lagi (Harun Nasution, 2016).

Aliran yang kedua adalah Syiah. Jika Aliran Khawarij menentang Ali bin Abi Thalib,
maka Aliran Syiah justru yang membela dan mendukung Ali. Kata Syiah berasal dari “Syiah
Ali” yang berarti pengikut Ali bin Abi Thalib. Aliran ini meyakini bahwa pemimpin umat
Islam haruslah ada ditangan Ahlul Bait, yaitu keturunan Nabi Muhammad SAW melalui
Fatimah al-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Aliran ini juga mempercayai bahwa imam itu
bersifat ma’shum, yaitu terpelihara dari perbuatan dosa. Karena hal inilah para pengikut
Aliran Syiah sangat taat kepada imamnya. Dalam sejarah perkembangannya, aliran ini
terpecah menjadi beberapa kelompok, yaitu Syiah Itsna Asyariah (Syiah 12 Imam), Syiah
Sab’iyah (Ismailiyah), Syiah Zaidiyah, Syiah Ja’fariyah, dll. Sebagian dari aliran-aliran lain
ada yang menjadi ekstrim sehingga menyimpang dari ajaran Agama Islam.

Aliran yang ketiga adalah Murji’ah. Latar belakang lahirnya Aliran Murji’ah ini adalah
reaksi terhadap Aliran Khawarij yang begitu ekstrim. Aliran Murji’ah merupakan aliran yang
terlampau liberal, artinya setiap orang muslim yang beriman kepada Allah, ia tetap muslim
meskipun telah mengerjakan dosa yang besar. Menurut aliran ini, dosa merupakan urusan
pribadi dengan Allah. Apabila Allah berkehendak mengampuni, pasti diampuni. Kata
Murji’ah artinya mengharap, menyerah, dan menangguhkan. Pada perkembangan selanjutnya,
Aliran Murji’ah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu (a) Murji’ah yang moderat dan (b)
Murji’ah yang ekstrim.

Murji’ah yang moderat memiliki paham bahwa seorang muslim yang berbuat dosa besar
itu tetaplah muslim. Dosa muslim tersebut diserahkan kepada keputusan Allah SWT.
Mungkin orang itu akan mendapat siksa neraka terlebih dahulu dan sesuai dengan dosa yang
telah ia perbuat, baru kemudian dibebaskan dari siksaan tersebut. Mereka juga menganggap
bahwa karena Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, maka seorang muslim
yang telah berbuat dosa besar itu kemungkinan akan diampuni oleh Allah SWT.

Murji’ah yang ekstrim dipimpin oleh Jahm Ibnu Shafwan, kelompok ini juga biasa
disebut dengan Jahmiyah. Kelompok ini memiliki paham bahwa seorang muslim yang
percaya kepada Allah, lalu kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan tidaklah menjadi
kafir. Karena sesungguhnya keimanan seseorang tidak terletak pada lisannya, tetapi hatinya.
Meskipun seseorang tersebut menyembah berhala, mengikuti ajaran dan kegiatan agama lain,
asal hatinya tetap beriman kepada Allah, mereka akan tetap sebagai seorang muslim (Harun
Nasution, 2016).

Aliran yang keempat adalah Jabariyah. Pada aliran ini memiliki pemikiran bahwa Tuhan
adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya. Tuhan memiliki kekuasaan yang mutlak,
yang berkehendak secara mutlak pula. Dari pemikirian ini, Kaum Jabariyah memiliki
pendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia tetap terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariyah sendiri
berasal dari kata Jabara yang artinya memaksa. Mereka memiliki paham bahwa manusia tidak
memiliki kemampuan untuk berbuat apapun. Manusia mengerjakan suatu perbuatan karena
terpaksa oleh ketentuan Tuhan. Aliran Jabariyah inipun juga dipopulerkan oleh Jahm ibnu
Shafwan (yang mempelopori kelompok aliran Murji’ah ekstrim).

Tarekat, yang artinya adalah cara seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tarekat memiliki beberapa tahapan untuk menempuh jalan tarekat menuju ma’rifatullah
(Samsul, 2014), yaitu;

1. Tajarrud, melepaskan diri dari godaan duniawi


2. Uzlah, menyisihkan diri dari pergaulan masyarakan ramai
3. Fakir, tidak memiliki apa-apa pada kategori duniawi
4. Dawam as-sukut, diam dan berkata-kata jika bermanfaat
5. Qillah al-Akli, sedikit makan dan minum
6. Qiyam al-Lail, bangun diwaktu malam untuk beribadah
7. Safar, mengembara untuk mencari dan menyempurnakan ilmu
Salah satu aliran tarekat yang berkembang didalam dunia Islam adalah Tarekat
Syattariyyah. Tarekat Syattariyyah telah dianggap shahih dan diakui kebenarannya. Tarekat
ini pertama kali digagas oleh Syaikh Abdullah Syattar dan telah berkembang di Indonesia
sejak awal paruh kedua abad 17. Amalan yang ditekankan pada Tarekat Syattariyyah adalah
dzikir, baiat dan talkin. Talkin adalah langkah yang harus dilakukan sebelum seseorang akan
dibaiat menjadi anggota tarekat dan menjalani dunia tasawuf. Tata cara talkin menurut Syekh
Ahmad Al-Qusyasyi adalah calon murid menginap ditempat yang telah ditentukan oleh
Syekhnya selama tiga malam dalam keadaan suci.
Setelah menjalani talkin, langkah selanjutnya adalah baiat. Baiat merupakan
pengikraran diri untuk setia kepada Syekh dan lembaga tarekat yang akan dimasukinya.
Seseorang yang telah mengucapkan hal tersebut, ia tidak akan bisa keluar dari ikatan tarekat
tersebut (al-Qusyasyi). Meskipun tata cara baiat dalam berbagai jenis tarekat sering kali
berbeda, tetapi umumnya terdapat 3 hal yang harus dilakukan, yaitu talqin al-Dzikr
(mengulang zikir tertentu), Akhu al-‘Ahd (mengambil sumpah), dan libs al-Khirqah
(mengenakan jubah) (Sri Mulyati, 2005).
Mengenai paham yang bertentangan dengan Agama Islam, terdapat salah satu paham
yang sedang ramai dibicarakan saat ini, yaitu Radikalisme. Radikalisme menurut KBBI
adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara kekerasan atau drastis. Dalam hal agama, radikalisme ini akan ditandai dengan
suatu tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena agama memiliki kekuatan
yang begitu dahsyat, radikalisme agama diabsahkan dalam berbagai tindakan. Dari
mengkafirkan orang yang tak sepaham, hingga membunuh orang yang tidak seideologi
dengannya (Dede Rodin, 2016).
Di Indonesia sendiri, banyak kaum muslim yang menganut paham radikalisme. Contoh
pada kasus cinta tanah air, orang yang menganut paham radikalisme menganggap bahwa cinta
tanah air merupakan perasaan yang konyol dalam diri manusia yang harus dilawan dan
dibuang sebagaimana halnya kecenderungan manusia kepada kemaksiatan. Hal ini perlu
diluruskan karena syariat Islam justru menganjurkan agar perasaan cinta tanah air tersebut
tertanam kuat didalam diri seorang muslim. Dengan perasaan cinta tanah air yang tertanam
kuat tersebut, maka syariat tidak perlu memberikan aturan khusus baginya karena dorongan
naluri tersebut sudah cukup menuntun manusia untuk berjalan dijalur yang benar (Dr. Usamah
Sayyid al-Azhary).
Sumber :

Mujilan, Zakky Mubarak, Kaelany, Nurwahidin, Husmiaty Hasyim, & Sihabudin Afroni et.al.
(2018). Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam Membangun
Pribadi Muslim yang Moderat. Jakarta: Midada Rahma Press.

Dr. Usamah Sayyid al-Azhary. (2015). Islam Radikal Telaah Kritis Radikalisme dari
Ikhwanul Muslimin hingga ISIS. Abu Dhabi: Dar al-Faqih.

Anda mungkin juga menyukai